32 Permasalahan Demokrasi
32 Permasalahan Demokrasi
suram berupa kemunduran, stagnasi/kemandegan bahkan tak sedikit yang menilai Indonesia
telah berada dalam otoriterisme. Hanya sebagian kecil masyarakat yang menilai demokrasi kita
demokrasi di Indonesia. Demikian hasil survei Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan
Ekonomi dan Sosial (LP3ES) terhadap 38 peserta terpilih, yang karena keragaman gender, usia,
profesi dan awal wilayahnya dapat dikatakan sebagai miniature Indonesia. Survei –demikian
serangkaian program sekolah demokrasi (Sekdem) yang kedua kalinya, setelah yang pertama
Sekdem ini akan berlangsung selama 2 minggu dari 16 sampai dengan 29 Agustus 2020,
ditujukan untuk menyambut ultah Indonesia yang ke-75 dan Ultah LP3ES yang ke-49 pada 19
Agustus 2020. Sekdem II ini terselenggara berkat kerjasama antara LP3ES dan Universitas
Diponegoro. Peserta Sekdem yang mendaftar tak kurang dari 652 orang yang terdiri dari anggota
DPRD, Akademisi, Penyelenggara Pemilu, Peneliti, Pengurus Parpol, Jurnalis, ASN, Tokoh
Masyarakat dan Mahasiswa dari seluruh Indonesia, mulai Aceh hingga Papua, Kalimantan,
Sulawesi, Bali hingga Nusa Tenggara. Dari semua pendaftar diseleksi hanya 38 orang dengan
mempertimbangkan keberagaman latar belakang profesi, domisili (Jawa dan luar Jawa), usia dan
gender. Metodologi Penelitian Survei kepada 38 peserta tersebut dilakukan saat pembukaan
Sekdem II yang dilakukan, Minggu (16/8/2020). Survei ini kemudian diikuti dengan diskusi
kelompok terfokus via zoom daring dari 16 Agustus sampai dengan 21 Agustus 2020 dengan
para peserta sekolah demokrasi. Pertanyaan Penelitian Berbagai riset menunjukkan bahwa
demokrasi Indonesia tengah mengalami tidak hanya stagnasi namun juga kemunduran bahkan
putar balik ke arah otoritarianisme, yang diteroisasikan dalam berbagai istilah berikut ini:
“defective democracy” (Mietzner, 2016, p. 228), “democratic setbacks” (Hadiz, 2017, p. 261),
(Mietzner, 2016, p. 279), “democratic decline” (Power, 2018, title), “authoritarian turn” (Power,
2018, title), “democratic backsliding” (Aspinal and Mietzner, 2019a); “democratic recession”
(Aspinal and Mietzner, 2019a); “illiberal democracy” (Warburton & Aspinal, 2019),
Pertanyaannya kemudian adalah: bagaimanakah para peserta sekolah demokrasi ini yang
mewakili sebagian elit di Indonesia sendiri melihat hal ini? Temuan Penelitian
Sebagian besar responden melihat bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam situasi yang
suram berupa kemunduran (44,7%), stagnasi/kemandegan (23,7%) bahkan tak sedikit yang
menilai kita telah berada dalam otoriterisme (28,9% ). Hanya 2,7% responden yang menilai
demokrasi kita mengalami kemajuan. Secara kesuluruhan ada 25 permasalahan yang menandai
kemunduruan demokrasi di Indonesia. 21 di antaranya di dapat memulai hasil survei antara lain:
1.politik uang dalam pemilu (100%), 2. macetnya kaderisasi partai politik (94,7%), 3. populisme
dan politik identitas (86,8%), 4.hilangnya oposisi (92.1%), 5. korupsi politik (100%), 6. kabar
bohong dan ujaran kebencian (97,4%), 7. rendahnya literasi politik (92,1%), 8. lemahnya
masyarakat sipil (89,5%), 9. rendahnya kualitas pemilu (100%), 10, media masa yang partisan
(89,5%), 11. rendahnya literasi media (92,1%), 12. rendahnya efektivitas pemerintahan (94,7%),
13. rendahnya partisipasi politik (100%), 14. ancaman kebebasan berpendapat (94,7%), 15.
ancaman kebebasan berserikat (94,7%), 16. imunitas terhadap pelanggar HAM (86,8%), 17.
kesenjangan ekonomi (94,7%), 18. diskriminasi terhadap minoritas (97,4%), 19. toleransi atau
anjuran terhadap kekerasan (94,6%), 20. terror siber terhadap kelompok kritis (92,1%), 21.
krimininalisasi kelompok kritis (92,1%). Sepuluh yang lainnya muncul dalam diskusi terfokus
antara lain berupa: politik dinasti, oligarki politik, oligarki media dan netralitas ASN. 22. Politik
dinasti: politik dinasti merupakan salah satu masalah serius demokrasi yang diungkapkan peserta
diskusi dan menjadi kesepatakan forum. Secara spesifik wilayah yang dinilai menjadi lokus
berlangsungnya politik dinasti adalah di Banten yang diprkatikkan oleh keluarga ratu Atut dan
Solo yang dikaitkan dengan majunya Kaesang putra Presiden Jokowi dalam pilkada yang sangat
berpeluang menjadi calon tunggal. 23. Oligarki politik: penumpukan kekuasaan dan kekayaan di
tangan segelintir elit merupakan satu hal yang dilihat sebagai masalah demokrasi lainnya. Elit
yang kaya dan berkuasa ini menggunakannya untuk membeli suara dalam pemilu sehingga
mereka yang terpilih belum tentu merupakan refleksi suara rakyat. 24. Oligarki media:
penguasaan media masa oleh segelintir orang saja yang sebagian di antaranya adalah politisi
dinilai sebagai masalah lain yang melemahkan fungsi media sebagai anjing penjaga demokrasi
25. Netralitas: ada dilema di kalangan ASN karena meskipun mereka secara aturan mereka
diharuskan untuk netral namun pada praktiknya seringkali justru diminta untuk mendukung
incumbent. 26. Tidak adanya transparansi keuangan partai politik terutama di masa pemilihan
umum. 27. Oligarki politik: penumpukan kekuasaan dan kekayaan di tangan segelintir elit
merupakan satu hal yang dilihat sebagai masalah demokrasi lainnya. Elit yang kaya dan berkuasa
ini menggunakannya untuk membeli suara dalam pemilu sehingga mereka yang terpilih belum
tentu merupakan refleksi suara rakyat. Termasuk oligarki di tingkat lokal. 28. Oligarki media:
penguasaan media masa oleh segelintir orang saja yang sebagian di antaranya adalah politisi
dinilai sebagai masalah lain yang melemahkan fungsi media sebagai anjing penjaga demokrasi
29. Netralitas: ada dilema di kalangan ASN karena meskipun mereka secara aturan mereka
diharuskan untuk netral namun pada praktiknya seringkali justru diminta untuk mendukung
incumbent. 30. Buzzers dan cyber troops: para pelaku manipulasi opini publik untuk tujuan
politik. Mereka tidak menyatakan bahwa mereka dibayar untuk penyebaran opini itu. 31.
Lemahnya perlindungan terhadap data pribadi, bahkan banyak kasus peretasan data pribadi
sesungguhnya dapat dikelompokkan dalam 4 konsep besar: structural, institusional, kultural dan
Pasal 394
Pasal 395
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 394, Subdirektorat Kelembagaan
kelembagaan demokrasi;
2. penyiapan bahan pengoordinasian dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan perencanaan
Kementerian/Lembaga/Daerah;
antara Rencana Kerja Pemerintah dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
6. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan pengendalian atas pelaksanaan program dan