Anda di halaman 1dari 10

Pengertian Osmoregulasi

Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk


mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi
diperlukan karena adanya perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan
lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia
akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit air, maka sel akan
mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana untuk
membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana
perpindahan cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu
kondisi konsentrasi yang sama dan disebut dengan isotonis. Isotonis adalah dua
macam larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama (isoosmotik) Pada
kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan osmotik dua macam cairan
misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut (lingkungan hidup
hewan).
Sistem Osmoregulasi pada Hewan

Alasan utama hewan harus melakukan osmoregulasi adalah karena


perubahan keseimbangan jumlah air dan zat terlarut di dalam tubuh
memungkinkan terjadinya perubahan arah aliran air/zat terlarut menuju ke arah
yang tidak diharapkan. Kriteria Hewan dalam Osmoregulasi:

a. Hewan Osmoregulator, yaitu hewan yang mampu melakukan osmoregulasi


dengan baik.

b. Hewan Osmokonformer, yaitu Hewan yang tidak mampu mempertahankan


tekanan osmotik. Hewan osmokonformer harus beradaptasi agar tetap bisa
hidup dengan syarat perubahan lingkungan tidak besar dan dalam kisaran
toleransi tetapi jika perubahan lingkungan terlalu besar maka untuk tetap hidup
hewan osmokonformer harus bermigrasi karena jika tidak hewan tersebut akan
mati.
Lingkungan dimana hewan hidup dapat mendukung dan dapat pula
mengancam kehidupan hewan tersebut sehingga diperlukan mekanisme
osmoregolasi. Mekanisme osmoregulasi setiap hewan berbeda-beda denga
nvariasi yang sangat luas tergantung kemampuan dan jenis organ tubuh hewan
serta kondisi lingkungan hewan.

Prinsip-prinsip Dasar Osmoregulasi

Terhadap lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan


konsentrasi cairan tubuhnya berubah- ubah menngikuti perubahan mediumnya
(osmokonformer). Kebanyakan invertebrata laut tekanan osmotic cairan
tubuhnya sama dengan tekanan osmotic air laut. Cairan tubuh demikian
dikatakan isotonic atau isosmotik dengan medium tempat hidupnya. Bila terjadi
perubahan konsentrasi dalam mediumnya,maka cairan tubuhnya disesuaikan
dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).

Sebaliknya ada hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik


cairan tubuhnya relative konstan lebih rendah dari mediumnya (hipoosmotik)
atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik). Untuk mempertahankan
cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi osmotic
(osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotic atau osmoregulator. Ada
dua macam regulasi osmotic yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi
hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini
selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi daripada
mediumnya (air tawar).

Pengaruh Lingkungan Terhadap Osmoregulasi

Lingkungan Hidup Hewan

Pada dasarnya lingkungan hidup hewan dapat dibagai menjadi


lingkungan air dan lingkungan darat. Lingkungan air masih dibedakan menjadi
lingkungan air laut dan air tawar. Sedikit sekali hewan darat yang benar-benar
telah meninggalkan lingkungan air. Misalnya serangga dan beberapa hewan
darat yang lain, meskipun dianggap paling berhasil beradaptasi dengan
kehidupan didarat, namun hidupnya sedikit banyak masih berhubungan
langsung dengan air tawar. Kebanyakan hewan selain serangga, hidup didalam
air atau sangat tergantung pada air.

Komposisi cairan tubuh kebanyakan hewan, khususnya konsentrasi


komponen utama, mereflesikan komposisi air lautan permulaan,tempat nenek
moyang hewan pertama kali muncul. Air laut mengandung sekitar 3,5% garam.
Ion utama adalah natrium,khlorida,magnesium,sulfat dan kalsium yang berada
dalam jumlah yang besar.

Jumlah kosentrasi garam di lingkungan sangat bervariasi sesuai tempat


geografisnya. Di lautan tengah dimana penguapan tinggi tidak diikuti dengan
jumlah yang sama masuknya air tawar dari sungai, maka lautan tengah memiliki
kandungan garam mendekati 4%. Dilain daerah khussunya di daerah
pesisir,kandungan agak rendah dibandingkan dengan lautan terbuka,tetapi
jumlah relative ion-ion terlarut agak konstan

Osmoregulasi Hewan Invertebrata Laut

Hewan osmokonformer invertebrata laut memiliki konsentrasi osmotik


cairan tubuh sama dengan air laut sehingga terjadi keseimbangan osmotik cairan
tubuh hewan dengan lingkungannya tetapi tidak dalam kondisi keseimbangan
ionik sehingga terjadi perbedaan komposisi ion yang menghasilkan gradien
konsentrasi. Oleh karena itu hewan osmokonformer dapat memperoleh masukan
berbagai macam zat yang dibutuhkan dengan cara: ion masuk kedalam tubuh dan
mengakibatkan cairan tubuh menjadi hiperosmotik, keadaan ini menyebabkan air
dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh yang terlarut di air laut masuk ke dalam
tubuh. Konsentrasi osmotik berbagai ion dalam tubuh hewan tidak berbeda
kecuali beberapa spesies hewan laut, misalnya ubur-ubur, mempertahankan
konsentrasi ion tetap berbeda dalam rangka pengaturan fisiologis. Konsentrasi
ion yang tidak diatur dengan cara khusus terjadi melalui permukaan tubuh,
insang, makanan yang ditelan, dan dengan menghasilkan zat sisa (misalnya urin)
Omoregulasi Hewan Vertebrata Laut
Kelompok hewan ini dibagi menjadi dua yaitu :
 Kelompok Konformer Osmotik dan Ionik terdiri atas Siklostomata
(hagfish) dan Vertebrata primitif osmoregulasinya sama seperti
invertebrata laut.
 Kelompok Regulator Osmotik dan Ionik, memiliki ciri regulasi osmotik
dan ionik tidak sama dan memperlihatkan tingkatan; serta konsentrasi
osmotik plasma mendekati sepertiga konsentrasi osmotik air laut.
Kelompok hewan ini disebut hewan Regulator Hipoosmotik.

Teleostei laut memiliki cairan tubuh yang hipoosmotik dan mengakibatkan


kehilangan air sehingga diperlukan mekanisme adaptasi untuk menghindari
kehilangan air dari tubuhnya. Mekanisme untuk menghindari kehilangan air
tubuh dapat dilakukan dengan cara ikan banyak minum air laut yang
mengandung garam, garam masuk ke dalam tubuh hewan kemudian gara
dikeluarkan kembali dari tubuh melalui insang karena di insang terdapat sel
khlorid yang berfungsi mengeluarkan NaCl dari plasma ke air laut secara aktif.

Berbeda halnya dengan Elasmobrankhii, hewan ini memiliki masalahpemasukan


Na+ yang terlalu banyak ke dalam tubuh (melalui insang) dan perolehan air yang
terlalu sedikit. Untuk mengatasi masalah tersebutElasmobrankhii menggunakan
kelenjar rektal untuk mengeluarkan kelebihan Na+secara aktif dan menghasilkan
sedikit urin (urin dimanfaatkan untuk mengeluarkan kelebihan NaCl).

Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti lumba-lumba dan ikan paus.
Mamalia laut memiliki masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang
masuk bersama makanan. Hal ini dapat diatasi dengan organ ginjal yang sangat
efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4 kali dari cairan
plasmanya.

Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Air Tawar

Masalah yang dihadapi hewan air tawar kebalikan dari masalah yang
dihadapi hewan laut, yaitu Tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar lebih
tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis) sehingga dapat
memungkinkan pemasukan air yang berlebihan dan kehilangan garam.
Masuknya air ke dalam tubuh mengakibatkan ion dari tubuh keluar. Hal ini harus
dibatasi, oleh karena itulah hewan memiliki permukaan tubuh yang impermeabel
terhadap air sehingga ion dapat dipertahankan di dalam tubuh. Akan tetapi pada
kenyataannya air tetap masuk ke dalam tubuh melalui insang yang terbuka.
Untuk itu antisipasi kekurangan ion dapat dilakukan dengan cara transpor aktif
sehingga ion masuk ke dalam tubuh dalam bentuk garam sedangkan antisipasi
kelebihan ion dapat dilakukan dengan cara difusi ion keluar tubuh dalam bentuk
garam.

Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Payau

Hewan akutik tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut
atau air tawar)saat tertentu masuk ke daerah payau, misalnya salmon, lamprey,
dan belut. Perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian dari
siklus hidup yang normal sehingga hewn-hewan tersebut harus memiliki
kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam (kadar garam di
daerah payau selalu berubah). Ketika laju hewan meningkat maka akan masuk
ion terlarut dalam jumlah berlebih dan harus dikeluarkan melalui tubulus
malpighi dan rektum atau papila anal yang berfungsi mengeluarkan kelebihan
garam pada medium pekat dan mengambil ion secara aktif pada medium encer.

Osmoregulasi pada Hewan di Lingkungan Darat

Keuntungan bagi hewan yang hidup di lingkungan darat adalah mudah


memperoleh oksigen sedangkan kerugiaanya adalah sulitnya menjaga
keseimbangan air dan ion sehingga mudah terancam dehidrasi. Kehilangan air
dari tubuh pada hewan darat dapat terjadi melaui penguapan, dimana penguapan
tersebut dipengaruhi oleh kandungan uap air di atmosfer, tekanan barometrik,
gerakan udara, luas permukaan penguapan, dan suhu. Vertebrata yang berhasil
berkembang di lingkungan darat memperoleh air dari air minum dan makanan.
Untuk menghemat air vertebrata melakukan berbagai cara yang cukup bervariasi,
misalnya memiliki kulit yang kering dan bersisik, menghasilkan feses kering,
menghasilkan asam urat, dan mereabsorbsi urin encer yang di kandung kemih.
Pengaturan keseimbangan air berkaitan erat dengan proses mempertahankan
suhu tubuh. Pada hewan mamalia perolehan air berasal dari minuman, makanan,
dan air metabolik serta dari lingkungan yang berupa uap air sedangkan
kehilangan air dapat terjadi melalui keringat.

Osmoregulasi Hewan Invertebrata

Secara umum, organ osmoregulasi invertebrata memakai mekanisme


filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal pada
vertebrata yang memproduksi urin yang lebih encer dari cairan tubuhnya.

Osmoregulasi pada serangga

Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan.


Hal ini dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh dengan masa
tubuhnya sebesar 50 kali, bandingkan dengan mamalia yang mempunyai ratio
luas permukaan tubuh terhadap masa tubuhnya yang hanya ½ kali. Jalan utama
kehilangan air pada serangga adalah melalui spirakulum untuk mengurangi
kehilangan air dari tubuhnya maka kebanyakan serangga akan menutup
spirakelnya pada saat diantara dua gerakan pernapasannya. Cara mengatasi yang
lain adalah dengan meningkatkan impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan
memiliki kutikula yang berlilin yang sangat impermeable terhadap air, sehingga
serangga sedikit sekali kehilangan air melalui kulitnya. Sebagai organ ekskretori
serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-sama dengan saluran
pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori osmoregulatori.

Osmoregulasi pada Annelida

Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator


hiperosmotik yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion. Urine
yang diproduksinya encer, yang secara esensial bersifat hipoosmotik mendekati
isoosmotik terhadap darahnya. Diduga konsentrasi urinnya disesuaikan menurut
kebutuhan keseimbangan air tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan
dengan pendekatan prilaku yaitu aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih
dalam bila permukaan tanah kering.

Osmoregulasi pada Molusca

Pada tubuh keong/siput memiliki permukaan tubuh berdaging yang sangat


permeable terhadap air. bila dikeluarkan dari cangkangnya, maka air akan hilang
secepar penguapan air pada seluas permukaan tubuhnya. Semua keoang atau
siput bernapas terutama dengan paru-paru yang terbentuk dari mantel tubuhnya
dan terbuka keluar melalui lubang kecil. Toleransi terhadap air sangat tinggi.
Tekanan osmotik cairan internal bervariasi secara luas tergantung kandungan air
lingkungannya. Untuk menghindari kehilangan air yang berlebih, keong atau
siput lebih aktif dimalam hari dan bila kondisi bertambah kering , keoang akan
berlindung dengan membenamkan diri kedalam tanah serta menutup
cangkangnya dengan semacam operculum yang berasal dari lendir yang
dikeluarkannya. Banyak keong darat yang secara rutin mengeluarkan suatu zat
yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam urat yang sulit larut dalam air,
yang terbukti bahwa ternyata zat ini meningkat pada beberapa spesies dalam
masa kesulitan mendapatkan air. Selama masa estivasi (tidur musim panas) asam
urat ini disimpan dalam ginjal dengan maksud mengurangi kehilangan air untuk
menekskresikan nitrogen tersebut. Banyak spesies keong yang menyimpan air
didalam rongga mantelnya yang rupanya digunakan pada liungkungan kering.

Osmoregulasi pada Vertebrata

Osmoregulasi pada Ikan (pisces)


Ikan-ikan yang hidup di air tawar mempunyai cairan tubuh yang bersifat
hiperosmotik terhadap lingkungan, sehingga air cenderung masuk ketubuhnya
secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermiable. Bila hal ini tidak
dikendalikan atau diimbangi, maka akan menyebabkan hilangnya garam-garam
tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat
menyokong fungsi-fungsi fisiologis secara normal. Ginjal akan memompa keluar
kelebihan air tersebut sebagai air seni. Ginjal mempunyai glomerulus dalam
jumlah banyak dengan diameter besar. Ini dimaksudkan untuk lebih dapat
menahan garam-garam tubuh agar tidak keluar dan sekaligus memompa air seni
sebanyak- banyaknya.

Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan
cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang,
dan kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air
laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan
meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan
kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi
osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan air tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air.
Jumlah glomerulus ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil
dari pada ikan air tawar

Osmoregulasi pada amphibi

Sebagian besar Amphibi adalah hewan air atau semi akuatik. Telurnya
diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air yang bernafas dengan insang.
melalui metamorphosis, kebanyakan Amphibi (tidak semua) mengubah alat
pernafasannya dengan paru-paru. Beberapa salamander tetap memiliki insang dan
tetap hidup dalam air setelah dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak berubah
menjadi hewan darat, meskipun biasanya masih tetap memilih habitat berair.

Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai
organ osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar,terdapat
aliran osmotic air ke dalam tubuhnya melalui kulit. Sehingga urin yang
akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer. Sebaliknya, apabila tidak sedang
berada di air, katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung
kemih. Sehingga, urin yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin
ikut terbuang garam-garam. Selain itu, garam dan mineral juga dapat dilepaskan
melalui kulitnya.

Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander adalah
regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan kepiting,
hidup didaerah rawa mangrove, mencari makan dan berenang dalam air
laut.Pada saat katak berada dalam air laut ia menjadi hewan hiosmotik. Untuk
mencegah kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak menambah umlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter. Mekanisme ini
beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable terhadap air, sehinggan secara
sedarhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotic darah
seperti mediumnya. Karena urea essensial bagi katak untuk hidup normal, maka
urea ditahan dalam tubuh dan tidak diekskresikan bersama urin. Pada hiu, urea
ditahan melalui reabsorbsi aktif dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan
kepiting, urea ditahan dengan mereduksi volume urin pada saat katak berada
dalam air laut. Nampaknya urea tidak direabsorbsi secara aktif, sebab
konsentrasi urea dalam urin tetap dalam keadaan sedikit di atas urea dalam
plasma. Katak pemakan kepiting, yang muda memiliki toleransi lebih besar
terhadap salinitas tinggi dari pada yang dewasa. Pada katak muda, pola
regulasi osmotiknya mirip dengan teleostei sedangkan yang dewasa mirip
Elasmobrankhii
Osmoregulasi pada Reptil

Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura memiliki
kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut
diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni
agar tidak kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut
menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya
hnya membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan penghematan
air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, Kadal dan kura-kura pada
saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan
disimpan dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.

Osmoregulasi pada Aves


Pada burung pengaturan keseimbangan air ternyata berkaitan erat dengan
proses mempertahankan suhu tubuh. Burung yang hidup didaerah pantai dan
memperoleh makanan dari laut (burung laut) menghadapi masalah berupa
pemasukan garam yang berlebihan. Hal ini berarti bahwa burung tersebut harus
berusaha mengeluarkan kelebihan garam dari tubuhnya. Burung mengeluarkan
kelebihan garam tersebut melalui kelenjar garam, yang terdapat pada cekungan
dangkal dikepala bagian atas, disebelah atas setiap matanya, didekat hidung.
Apabila burung laut menghadapi kelebihan garam didalm tubhnya, hewan itu
akan menyekresikan cairan pekat yang banyak mengandung NaCl. Kelenjar
garam ini hanya aktif pada saat tubuh burung dijenuhkan oleh garam.

Osmoregulasi pada Mamalia

Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat.
Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata lainnya, yaitu
dari air minum dan makanan. Akan tetapi, untuk mamalia yang hidup dipadang
pasir memperoleh air denga cara minum merupakan hal yang mustahil sebagai
contoh kangguru. Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan
menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.

Daftar Pustaka
Arsih, Fitri. 2012. Fisiologi Hewan.

Padang : UNP Press. Campbell. 2004.

Biologi Jilid Kelima-Jilid 3. Jakarta :

Erlangga.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi

Hewan. Malang : IKIP Malang.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius

Anda mungkin juga menyukai