Begitu pula yang terjadi pada mamalia laut, seperti lumba-lumba dan ikan paus.
Mamalia laut memiliki masalah pemasukan garam yang terlalu banyak yang
masuk bersama makanan. Hal ini dapat diatasi dengan organ ginjal yang sangat
efisien yang dapat menghasilkan urin yang kepekatannya 3 – 4 kali dari cairan
plasmanya.
Masalah yang dihadapi hewan air tawar kebalikan dari masalah yang
dihadapi hewan laut, yaitu Tekanan Osmotik cairan tubuh hewan air tawar lebih
tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik/hipertonis) sehingga dapat
memungkinkan pemasukan air yang berlebihan dan kehilangan garam.
Masuknya air ke dalam tubuh mengakibatkan ion dari tubuh keluar. Hal ini harus
dibatasi, oleh karena itulah hewan memiliki permukaan tubuh yang impermeabel
terhadap air sehingga ion dapat dipertahankan di dalam tubuh. Akan tetapi pada
kenyataannya air tetap masuk ke dalam tubuh melalui insang yang terbuka.
Untuk itu antisipasi kekurangan ion dapat dilakukan dengan cara transpor aktif
sehingga ion masuk ke dalam tubuh dalam bentuk garam sedangkan antisipasi
kelebihan ion dapat dilakukan dengan cara difusi ion keluar tubuh dalam bentuk
garam.
Hewan akutik tidak selamanya menetap di habitat yang tetap (air laut
atau air tawar)saat tertentu masuk ke daerah payau, misalnya salmon, lamprey,
dan belut. Perpindahan antara air tawar dan air bergaram merupakan bagian dari
siklus hidup yang normal sehingga hewn-hewan tersebut harus memiliki
kemampuan adaptasi yang baik terhadap perubahan kadar garam (kadar garam di
daerah payau selalu berubah). Ketika laju hewan meningkat maka akan masuk
ion terlarut dalam jumlah berlebih dan harus dikeluarkan melalui tubulus
malpighi dan rektum atau papila anal yang berfungsi mengeluarkan kelebihan
garam pada medium pekat dan mengambil ion secara aktif pada medium encer.
Ikan laut hidup pada lingkungan yang hipertonik terhadap jaringan dan
cairan tubuhnya, sehingga cenderung kehilangan air melalui kulit dan insang,
dan kemasukan garam-garam. Untuk mengatasi kehilangan air, ikan ‘minum’air
laut sebanyak-banyaknya. Dengan demikian berarti pula kandungan garam akan
meningkat dalam cairan tubuh. Padahal dehidrasi dicegah dengan proses ini dan
kelebihan garam harus dihilangkan. Karena ikan laut dipaksa oleh kondisi
osmotik untuk mempertahankan air, volume air seni lebih sedikit dibandingkan
dengan ikan air tawar. Tubulus ginjal mampu berfungsi sebagai penahan air.
Jumlah glomerulus ikan laut cenderung lebih sedikit dan bentuknya lebih kecil
dari pada ikan air tawar
Sebagian besar Amphibi adalah hewan air atau semi akuatik. Telurnya
diletakkan dalam air, dan larvanya adalah hewan air yang bernafas dengan insang.
melalui metamorphosis, kebanyakan Amphibi (tidak semua) mengubah alat
pernafasannya dengan paru-paru. Beberapa salamander tetap memiliki insang dan
tetap hidup dalam air setelah dewasa. Dan kebanyakan katak dilain pihak berubah
menjadi hewan darat, meskipun biasanya masih tetap memilih habitat berair.
Regulasi osmotic Amphibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai
organ osmoregulasi utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar,terdapat
aliran osmotic air ke dalam tubuhnya melalui kulit. Sehingga urin yang
akan dikeluarkan akan menjadi sangat encer. Sebaliknya, apabila tidak sedang
berada di air, katak dapat mereabsorbsi kembali air yang terdapat di kandung
kemih. Sehingga, urin yang akan dihasilkan akan menadi pekat. Barsama urin
ikut terbuang garam-garam. Selain itu, garam dan mineral juga dapat dilepaskan
melalui kulitnya.
Katak dan salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam
beberapa jam bila ditaruh dalam air laut, jadi katak dan salamander adalah
regulator hiperosmotik sempit. Namun ada sejenis katak pemakan kepiting,
hidup didaerah rawa mangrove, mencari makan dan berenang dalam air
laut.Pada saat katak berada dalam air laut ia menjadi hewan hiosmotik. Untuk
mencegah kehilangan air osmotic melalui kulitnya, katak menambah umlah urea
dalam darahnya, yang dapat mencapai 480 mmol urea perliter. Mekanisme ini
beralasan, sebab kulit amphibi relative permeable terhadap air, sehinggan secara
sedarhana untuk mencegah kehilangan air dibuat konsentrasi osmotic darah
seperti mediumnya. Karena urea essensial bagi katak untuk hidup normal, maka
urea ditahan dalam tubuh dan tidak diekskresikan bersama urin. Pada hiu, urea
ditahan melalui reabsorbsi aktif dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan
kepiting, urea ditahan dengan mereduksi volume urin pada saat katak berada
dalam air laut. Nampaknya urea tidak direabsorbsi secara aktif, sebab
konsentrasi urea dalam urin tetap dalam keadaan sedikit di atas urea dalam
plasma. Katak pemakan kepiting, yang muda memiliki toleransi lebih besar
terhadap salinitas tinggi dari pada yang dewasa. Pada katak muda, pola
regulasi osmotiknya mirip dengan teleostei sedangkan yang dewasa mirip
Elasmobrankhii
Osmoregulasi pada Reptil
Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura-kura memiliki
kulit yang kerimg dan bersisik. Keadaan kulit yang kering dan bersisik tersebut
diyakini merupakan cara beradaptasi yang baik terhadap kehidupan darat, yakni
agar tidak kehilangan banyak air. Untuk lebih menghemat air, hewan tersebut
menghasilkan zat sisa bernitrogen dalam bentuk asam urat, yang pengeluarannya
hnya membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga melakukan penghematan
air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, Kadal dan kura-kura pada
saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan
disimpan dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.
Pada mamalia kehilangan air dan garam dapat terjadi lewat keringat.
Sementara, cara mereka memperoleh air sama seperti vertebrata lainnya, yaitu
dari air minum dan makanan. Akan tetapi, untuk mamalia yang hidup dipadang
pasir memperoleh air denga cara minum merupakan hal yang mustahil sebagai
contoh kangguru. Kangguru tidak minum air, tetapi dapat bertahan dengan
menggunakan air metabolic yang dihasilkan dari oksidasi glukosa.
Daftar Pustaka
Arsih, Fitri. 2012. Fisiologi Hewan.
Erlangga.