Pendekat an Saint ifik Kurikulum 2013 KEMENT ERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016
Ihsanul Purba
LANDASAN DAN KARAKTERISTIK FIQH MU’AMALAH
Disusun Oleh:
Kelas A
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
3
Imam Mustofa sebagaimana dikutip oleh Muhammad Usman Syubair,al-Mu a alah al-Maliyah
al-Mu asi ah fi al-Fiqih al-Islami,(Yordania:Dar al-Nafais,1996),h.9
immateri, 5) moderasi antara kemaslahatan individu dan kemslhatan kolektif,
6) kontekstual dan 7) alamiah.4
4
Imam Mustofa sebagai a a dikutip oleh Ah ad Ali al-Salus,al-Qadaya al-Fiqihiyyah al-
Mu asi ah wa al-Iqtisad al-Islami,(Ttp.:Maktabah Dar Al-Qu a , ),h.9
terang-terangan. Di samping itu, juga agar manusia mau menghormati hak-hak
orang lain, sehingga mereka benar-benar merasa tenang dan bahagia, baik
dalam kehidupan yang bersifat khusus maupun umum.
Oleh karena itu, maka hukum-hukum praktis (fiqh) yang terkait dengan
perbuatan seorang mukallaf, baik berupa ucapan, perbuatan transaksi selalu
mencakup dua aspek, yaitu hukum-hukum ibadah dan hukum-hukum mu‟amalat.
Hukum-hukum ibadah meliputi persoalan bersuci, shalat, puasa, haji,
zakat, nazar, sumpah, dan lain sebagainya; pokoknya, segala hal yang terkait
dengan hukum-hukum yang dimaksudkan untuk mengatur sistem hubungan
manusia dengan Tuhannya. Di dalam Al-Qur‟an hukum-hukum yang terkait
dengan masalah ini kurang lebih ada 140 ayat.
Sedangkan hukum-hukum mu‟amalah meliputi persoalan akad-transaksi,
tasarruf (pembelanjaan harta), hukuman, pidana, jaminan dan lain sebagainya.
Pokoknya, hukum-hukum yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan sesama,
baik bersifat pribadi maupun kelompok. Hukum-hukum mu‟amalat itu dirinci lagi
menjadi:
a. Hukum ahwal al syakhsiyyah, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan
masalah keluarga, seperti pernikahan, talaq (cerai), pernasaban, nafaqah
(nafkah), warisan. Hukum ahwal al syakhsiyyah itu dimaksudkan untuk mengatur
hubungan antara suami istri, dan mengatur hubungan kerabat yang satu dengan
yang lainnya.
b. Hukum-hukum perdata, yaitu hukum yang terkait dengan masalah mu‟amalah
atau tukar-menukar, seperti masalah jual beli, persewaan, penggadaian,
tanggungan, perseroan, hutang piutang, pemenuhan janji. Hukum-hukum
perdata itu dimaksudkan untuk mengatur hubungan seseorang mengenai
masalah harta dan untuk menjaga hak-haknya. Di dalam Al-Qur‟an terdapat
kurang lebih tujuh puluh ayat yang berbicara mengenai masalah tersebut.
c. Hukum-hukum pidana, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan persoalan
kejahatan yang muncul dari seorang mukallaf dan menyebabkan ia harus diberi
hukuman. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kehidupan manusia, harta,
kehormatan dan hak-hak mereka. Di samping itu, juga untuk membatasi
hubungan antara orang yang menjadi korban (al-mujna‟alaih) dan yang
melakukan tindak kejahatan (al-jani), serta umat manusia pada umumnya. Di
dalam Al-Qur‟an terdapat kurang lebih tiga puluh ayat mengenai hukum pidana.5
d. Hukum proses persidangan baik kasus perdata maupun pidana (al-ahkaam al-
muraafa‟at). Yaitu, hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah
kehakiman, prosedur melakukan tuduhan, prosedur penetapan suatu kasus baik
dengan menggunakan saksi, sumpah, bukti, atau lainnya. Hukum-hukum dalam
masalah ini dimaksudkan untuk mengatur prosedur penegakan keadilan di
tengah-tengah masyarakat. Dalam Al-Qur‟an terdapat sekitar dua puluh ayat
yang mengatur masalah ini.
e. Hukum pemerintahan (al-ahkaam d-dustuuriyyah). Yaitu, hukum-hukum yang
berhubungan dengan sistem pemerintahan dan juga dasar-dasar pemerintahan.
Dengan adanya hukum ini, maka hubungan antara pemerintah dengan rakyat
dapat tertata dengan baik, hak dan kewajiban individu serta masyarakat dapat
diketahui dengan jelas.
f. Hukum internasional (al-ahkaam ad-dauliyyah). Yaitu, hukum-hukum yang
membahas masalah tata tertib hubungan antara negara islam dengan negara-
negara lainnya, baik dalam kondisi damai maupun kondisi perang. Bagian ini
juga membahas hubungan warga negara non-Muslim dengan pemerintah,
masalah jihad, dan juga masalah perjanjian damai. Dengan adanya hukum ini,
maka bentuk hubungan antara satu negara dengan yang lainnya dapat terjalin
dengan baik, saling menolong, dan saling menghormati.6
g. Hukum perekonomian, yaitu hukum yang terkait dengan masalah harta
seseorang dan ketentuan yang harus ditaati. Termasuk di dalamnya adalah hak-
hak dan kewajiban negara untuk masalah ini, sistem penghasilan negara dan
sistem pembelanjaannya, di samping juga untuk mengatur sistem hubungan
antara orang-orang kaya dengan yang miskin, negara dengan rakyatnya,
terutama menyangkut masalah harta negara yang khusus maupun yang umum,
seperti harta rampasan perang, perpajakan, barang tambang baik migas maupun
non migas, hasil alam, harta rakyat, seperti zakat, sadaqah, nazar, pinjaman,
harta keluarga ,seperti infaq, warisan, wasiat, dan harta pribadi seperti
keuntungan berdagang, sewa-menyewa, perseroan dan setiap hasil produksi
Khamim Jazuli sebgaimana dikutip oleh Muhammad Alwi al-Maliki, Sya i at Isla Pe gu ula
5
Teks dan Realitas”,dalam makalah Prinsip dan Karakteristik Fiqh,eLSAQ press, Jogjakarta, tahun
2003, hal. 82-84
6
Khamim Jazuli sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, FIQIH ISLAM WA
ADILLATUHU 1 ,dalam makalah Prinsip dan Karakteristik Fiqh,Gema Insani, hal. 31
lainnya.
أ ا لذ ْن ء ا من ْ ا أ ط ْع ا ا َ أ ط ع ا ا لر س ل أ ل ا أ ْمر م ْنك ْ فإ نْ تن ز عْ ت ْ ف
ْ ش ْ ء فر د ه إ ل ا َ ا لر س ل إ نْ ك ْنت ْ ت ْ من ن َ ا ْل ْ ا ْْ خر ذ ل خ ْر أحْ سن ت
(4:59/ْا ( ا لنس ء
“Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),dan ulil
amri diantara kamu.Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an ( dan Rasul
(Sunnahnya),jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian.Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.(QS.an-Nisa‟/4:59(.
Perintah menaati Allah dan Rasul-Nya artinya perintah untuk mengikuti Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah,sedangkan perintah untuk mengikuti ulul-
amri,menurut Abdul Wahhab Khallaf,ialah perintah mengikuti ijma‟ yaitu hukum-
hukum yang telah disepakati oleh para mujtahidin,karena mereka itulah ulul-amri
(pemimpin) kaum muslim dalam hal pembentukan huku-hukum Islam.Dan
perintah untuk mengembalikan kejadian-kejadian yang diperselisihkan antara
umat Islam kepada Allah dan Rasul-Nya artinya ialah perintah untuk melakukan
qiyas,karena dengan qiyas itulah terlaksana perintah mengembalikan suatu
masalah kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah.8
7
Renny Supriyatni sebagaimana dikutip oleh Ti Pe ge ba ga Pe ba ka sya i ah I stitut
Bankir Indonesia,Konsep,Produk dan Implementasi Operasional Bank
Sya i ah,Djambatan,Jakarta,2005,h. .A tikel pada Penerapan Fiqih Muamalah sebagai Dasar
Kewenangan Pengadila Aga a dala Pe yelesaia Se gketa Eko o i Sya iah”,Fakultas Hukum
Universitas Padjajaran,2010,h.4.
8
Satria Effendi,M.Zein,Ushul Fiqh,Jakarta,Prenadamedia Group,2005,h.78
kondisi.Melalui ijtihad,al-Qur‟an dan Sunnah dijabarkan menjadi aturan hukum
sesuai dengan situasi lingkungan yang melingkupi seorang mujtahid.9
Pada sub bab pembahasan ini hanya memberikan gambaran tentang landasan
hukum utama dalam fikih muamalah. Tetapi, yang perlu dijadikan catatan adalah
bahwa seluruh landasan dalil hukum mengacu pada wahyu Allah Ta‟ala yaitu al-
Qur‟an dan al-Sunnah. Bahkan ijma‟ pun adalah hasil pemahaman final para
mujtahid ummat Islam suatu zaman terhadap seluruh nash-nash yang ada akan
suatu hukum tertentu.
Al-Qur‟an merupakan sumber hukum fiqh yang utama dan yang paling
agung, yang merupakan hujjah agung antara manusia dan Allah Swt. Al-Qur‟an
adalah tali yang kuat dan tidak akan putus.
Allah berfirman :
9
Islamica sebagaimana dikutip oleh Jasser Auda,Egalitarianisme Fiqh Muamalah dalam Sistem
Ekonomi Islam,dalam jurnal Studi Keislaman,Vol.7/No.1/2012,h.235.
[ 103اعْ تصم ا بحبْل ّ جم ع ا ت رق ا [آل عمران
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai ".
Allah berfirman :
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.10
10
Muh.Najih Maimoen sebagaimana dikutip oleh kompasiana,dalam artikel Karakteristik dan
Kesempurnaan Fiqh Islam
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.” (QS. Al-Ahzab 36)
Di sisi yang lain, bisa jadi dalam fikih muamalah terjadi perbedaan pendapat
tentang status hukumnya di kalangan para ulama. Haja saja, yang harus menjadi
pertimbangan utama oleh setiap muslim adalah pertimbangan kekuatan dalil dan
cara berdalil. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam masalah fikih muamalah
adalah setiap akad atau prodak baru harus dikaji kesesuaiannya dalam al-Qur‟an
dan al-Sunnah bukan menetapkan prodak terlebih dahulu, kemudian mancari
dalil dalam untuk membenarkannya.
Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang menjadi sumber dan pedoman bagi umat
untuk bertindak mengandung ajaran-ajaran yang oleh Mahmud Syaltout dibagi
kepada dua bagian yaitu tentang akidah dan ajaran tentang Syari‟ah.Kemudian
syari‟ah itu sendiri terdiri atas ibadah dan muamalah.Ajaran tentang akidah
berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan seseorang terhadap
eksistensi Allah,para Malaikat,Rasul,Kitab Suci yang diturunkan Allah,tentang
Hari Akhirat,dan lain sebagainya.Ajaran tentang akidah ini bersifat
permanen,pasti,dan tidak berubah disebabkan terjadinya perubahan sosial
kultural manusia.Ajaran tentang ibadah berkaitan dengan persoalan-persoalan
pengabdian kepada Allah dalam bentuk-bentuk yang khusus seperti
Shalat,Puasa,Haji,Zakat dan sebagainya.Ajaran tentang ibadah ini bersifat
permanen dan ditetaapkan secara rinci baik oleh Al-Qur‟an maupun oleh as-
Sunnah.Sikap seseorang muslim dalam persoalan ibadah adalah
melaksanakannya sesuai dengan petunjuk dalil yang ada dalam Al-Qur‟an yang
dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui Sunnahnya.Ajaran tentang muamalah
berkaitan dengan persoalan-persoalan hubungan antara sesama manusia dalam
memenuhi kebutuhan masing-masing,sesuai dengan ajaran-ajaran dan prinsip-
prinsip yang dikandung oleh Al-Qur‟an dan as-Sunah.Itulah sebabnya bahwa
bidang muamalah tidak bisa dipisahkan sama sekali dengan nilai-nilai
Ketuhanan.Dengan demikian,akidah,ibadah,ibadah dan muamalah merupakan
tiga rangkaian yang sama sekali tidak dipisahkan.11
Ijma' adalah konsensus para mujtahid sepeninggal Rasulullah Saw dari masa
ke masa atas satu hukum.
Dalil Kehujjahan Ijma' ini berdasarkan pada Sabda Nabi Muhammad Saw :
“ "ا تجْ تمع أمت ْ ع ضالة د ّ مع ْالجم عة منْ شذ شذ إل الن ر
“Umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan, dan pertolongan Allah akan
Selalu bersama kelompok umat Islam, barang siapa menyendiri/ menyimpang
makaia ia akan masuk neraka" (HR. Al Tirmidzi).”12
Sumber hukum ketiga setelah al-Qur‟an dan al-Sunnah adalah ijma‟. Secara
bahasa, ijma berkamna اَتyaitu kesepakatan dan juga bermakna العزyaitu
11
Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah,Jakarta:Gaya Media Pratama,2007.h.ix
12
Muh.Najih Maimoen sebagaimana dikutip oleh kompasiana,dalam artikel Karakteristik dan
Kesempurnaan Fiqh Islam.
keinginan kuat, sebagaimana firman Allah Ta‟ala dalam al-Qur‟an surat Yunus
ayat 71. Adapun ijma‟ menurut istilah ahli ushul:
صر من ْالعص ْ ر منْ أم محمد ص َ ع ْ ه س ب ْعد ف ته ع أ ْمر د ْ ن
ْ ات م ْجت د ع
“Kesepakatan mujtahid pada satu masa dari ummat Muhammad Rasulullah
shallahu „alaihi wasallam setelah wafatnya beliau akan perkara agama.”13
Di antara, landasan dalil yang menunjukan bahwa ijma‟ adalah hujjah adalah
firman Allah Ta‟ala dalam al-Qur‟an surat al-Nisa ayat 115:
ْ سء صه ج ن
ْ ن تب ْع غ ْ ر سب ل ا ْلم ْ من ن ن له م ت ل منْ ش ق الرس ل منْ ب ْعد م تب ن له ا ْل دى
مص را
"Dan barangsiapa yang menentang rosul sesudah jelas kebenaran baginya serta
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa
ter-hadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS. An Nisa‟
[4]: 115)
Sisi pendalilan dari ayat ini adalah: bahwasannya Allah Ta‟ala mengancam
penyelisihan dari jalan orang-orang beriman, maka jalan orang-orang yang
beriman adalah yang wajib untuk diikuti dan selainnya adalah batil yang wajib
ditinggalkan. Apa-apa yang disepakati oleh mereka adalah mutlak jalan mereka
dan itulah sebuah kebenaran mutlak maka wajib untuk diikuti dan tidak ada
makna ijma‟ melainkan seperti ini yang dimaksudkan.14
Ayat di atas banyak dijadikan para ulama, khususnya ahli uhsul sebagai
landasan dalil bahwa ijma‟ salah satu sumber hukum. Ibn Qudamah berkata,
“Dan ini menunjukkan wajibnya mengikuti jalan-jalan orang beriman dan
diharamkan menyelisihi mereka.”15 Maka, jika mujtahid ummat Islam telah
berijma‟ akan suatu hukum tertentu, tidak boleh ada seorang pun yang
menyelisihi ijma‟ tersebut karena ijma' adalah hujjah qhat‟i menurut pendapat
jumhur ulama.
Qiyas adalah menyamakan masalah baru dengan masalah yang sudah
jelas hukumnya yang didasarkan pada illat masing-masing. Adapun qiyas yang
dibuat hujjah adalah qiyas yang bersandarkan pada nash, Ijam' dan istinbath. Ini
sudah ada semenjak masa Rasulullah Saw.Allah Swt berfirman :
( 2/أ ل اأبْص ر ( الحشر ف عْ تبر ا
"Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang
yang mempunyai wawasan". Empat perkara tersebut itulah yang merupakan
asas dari fiqh Islam 'ala Ahlissunnah wal Jama'ah yang sesuai dengan Sabda
Rasulullah Saw kepada shahabat Mu'adz ketika hendak dikirim ke negeri Yaman:
13
Abu Mujahidah al-Ghifari sebagaimana dikutip oleh Muhammad ibn Husain ibn Hasan al-Jizani,
Ma âli Ushȗl al-Fi h I da Ahli al-Sunnah wa al-Ja â ah”,dalam artikel Landasan Hukum Fikih
Muamalah,Saudi Arabia: Cetakan Ketujuh, 1429.
14
Abu Mujahidah al-Ghifari sebagaimana dikutip oleh Abd al-Ka î Zaida , al-Wajîz Fi Ushȗl al-
Fiqh, Bei ut: Mu asasah al-Mursalah ,dala a tikel L dasa Huku Fikih Mua alah,Cetakan
Kelimabelas, 2006, hlm. 182. Dalil al-Qu a lai ya g e u juka bahwa ij a e upaka
sumber hukum adalah QS. Ali Imran 110 dan QS. al-Baqarah 143.
15
Abu Mujahidin al-Ghifari sebagaimana dikutip oleh Abd Allah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn
Quda ah, Ta li : Abd al-Karim al-Namlah, Raudhah al-Nadzir wa Junnah al-Manadzir,dalam
artikel Landasan Hukum Fikih Muamalah,Saudi Arabia: Maktabah al-Rusyd, Cetakan Kedelapan,
2008, Jilid 2.
أن النب، عنْ مع ذ، عنْ ن س منْ أصْ ح مع ذ منْ أهْ ل ح ْمصe ق ل لمع ذ بْن جبل ح ن بعثه إل
ك ْف ت ْ ض إنْ عرض ل قض ء ؟ ق ل: ْال من فذكر: فإنْ ل ْ كنْ ف كت ّ ؟: ق ل. ّ أ ْقض بكت
ق ل. ا آل أجْ ت د ر ْأ: فإنْ ل ْ كنْ ف سنة رس ل ّ ؟ ق ل: فبسنة رس ل ّ ق ل: ق ل: فضر
ّ ْالح ْمد َ الذ ف رس ل رس ل: ص ْدر ف لe لم رْ ض رس له.
"Nabi Saw bertanya kepada sahabat Mu'adz: bagaimana cara kamu
memutuskan perkara (wahai Mu'adz), di saat kamu memberi keputusan?
Sahabat Mu'adz menjawab: aku putuskan dengan kitab Allah, Nabi Saw
bertanya: bagaimana apabila kamu tidak menemukan hukumnya di dalam Al-
Qur‟an? Sahabat Mu'adz menjawab: dengan Sunnah Rasulullah, Nabi Saw
bertanya: bagaimana apabila kamu tidak menemukan hukumnya di dalam Al-
Qur‟an dan Sunnah Rasulullah Saw, Sahabat Mu'adz menjawab: aku berijtihad,
dan aku tidak sembrono dalam berijtihad. Kemudian Nabi Saw menepuk dada
shahabat Mu'adz seraya berseru: segala puji bagi Allah yang telah menolong
utusan Rasul-Nya menuju hal yang diridloi oleh-Nya dan Rasu-lNya" (HR. Abu
Dawud dan Tirmidzi).16
Adapun terkait dengan sumber hukum lainnya selain al-Qur‟an, al-Sunnah
dan Ijma bisa dibaca kajiannya di kitab-kitab ushul al-Fiqh yang secara khusus
menjelaskan tentang sumber hukum dalam Islam, baik sumber hukum yang
disepakati maupun yang diperselisihkan oleh para ulama.
16
Muh.Najih Maimoen sebagaimana dikutip oleh kompasiana,dalam artikel Karakteristik dan
Kesempurnaan Fiqh Islam
17
Ghuf o A Mas adi,Fi h Mua alah Ko tekstual,Jaka ta:PT ‘ajaG afi do Pe sada, ,h.
dalam bukunya Ilmu fiqh,18 dengan menyatakan bahwa bidang-bidang tersebut
dalam hukum Islam terdapat dalam al-ahwal al-syahsyiyah,muamalah dan
qadha.Oleh karena itu,tidaklah tepat mempersamakan bidang fiqh muamalah
dengan hukum perdata.Bahkan ada sebagian hukum perdata oleh para ulama
dibahas dalam bidang Ushul Fiqh,seperti tentang subjek hukum atau orang
mukalaf.Sistematika fiqh muamalah dan hukum perdata positif terdapat
perbedaan-perbedaan karena sistematika hukum perdata mengatur orang
pribadi,sedangkan hukum orang pribdi tidak dijelaskan dalam fiqh
19
muamalah,tetapi dijelaskan dalam Ushul Fiqh.
18
Hendi Suhendi sebagaimana dikutip oleh Lihat Nana Masduki,dalam;Fiqh
Muamalah..,H.A.Dzajuli,Ilmu Fiqh,Orba Sakti,Bandung,1987.h.8
19
Ibid.
BAB III
PENUTUP
1.Kesimpulan
2.Saran
Persada ,2002.
Khamim Jazuli sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, ”FIQIH
ISLAM WA ADILLATUHU 1”, dalam makalah Prinsip dan Karakteristik Fiqh,
Gema Insani.