Anda di halaman 1dari 2

Miskonsepsi Pemangku Kepentingan dalam Literasi dan Numerasi.

Akhir tahun lalu, tepatnya tanggal 3 Desember 2019, hasil studi Program for International Student
Assessment (PISA) 2018 telah dirilis. PISA adalah sebuah sistem ujian yang dilakukan oleh
Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) untuk mengukur kualitas
hasil pendidikan dari negara-negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun sekali PISA melakukan tes
kemampuan membaca, matematika, dan sains terhadap siswa berusia 15 tahun yang dipilih secara
acak dari berbagai negara. Negara yang diuji pada tahun 2018 berjumlah 78 negara, lebih banyak
dari studi yang sama tahun 2015 yang diikuti oleh 72 negara.

Sumber. Pusmenjar, Balitbang, Kemdikbud.

Hasil studi ini menunjukkan kemampuan penguasaan membaca siswa yang menempatkan
Indonesia pada urutan ke-72 dari 78 negara. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan analisis hasil studi
PISA pada kemampuan membaca siswa Indonesia kemudian mengulas apa yang sudah dilakukan
pemerintah sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka meluruskan beberapa miskonsepsi terkait literasi yang
beredar di kalangan masyarakat. Masyarakat merasa bahwa belajar membaca sudah cukup disebut
sebagai literasi. Padahal, sesungguhnya manusia membaca untuk belajar sesuatu. Membaca untuk
belajar membutuhkan skill atau keterampilan yang lebih kompleks. Kemampuan lintas disiplin
yang menetapkan membaca sebagai alat untuk memahami dan mengimplikasikan pengetahuan.
(Najwa Shihab, Kompas.com 8/9/2020)

Untuk mendorong keterampilan membaca dan keinginan (baca: minat) baca perlu kesungguhan
berbagai pihak. Dengan kata lain, perlu dukungan dan dorongan dari berbagai pihak, tidak cukup
hanya sekolah, keluarga, atau pemerintah saja dalam mendorong kegiatan berliterasi, tetapi juga
perlu dukungan dari masyarakat dan akademisi.

Membaca merupakan keterampilan yang dapat diasah dan dilatihkan kepada siswa dengan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan mengembangkan potensi membaca akan melatih siswa
berpikir kritis dan memahami masalah dari berbagai prespektif.

Untuk mengukur urgensi literasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menyusun Indeks
Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) pada 2019. Masalahnya, rata-rata indeks Alibaca di
Indonesia tergolong rendah karena berada pada titik 37,32 persen. Karena itu, sekolah, keluarga,
masyarakat, komunitas, dan pemerintah diharapkan dapat berkolaborasi atau bekerja sama untuk
mengubah persepsi atau membongkar paradigma lama yang dimiliki. Dengan sinergi ketiga
pemangku kepentingan (sekolah, keluarga, pemerintah/masyarakat/akademisi) ini yang dilakukan
secara sistematis, terstruktur, dan terukur akan menjadikan sebuah keniscayaan setiap siswa siap
menjadi sampling PISA, setiap warga Indonesia siap menyambut cahaya literasi untuk
membangun masa Indonesia yang lebih baik.

Referensi

Kompas.com 8/9/2020. “Najwa Shihab: Ada 4 Miskonsepsi dan Tantangan Literasi di Era
Digital”. Diakses terakahir tanggal 19 Juni 2021.

Kemendikbud.go.id. “Hasil PISA Indonesia 2018: Akses Meluas, Saatnya Tingkatkan Kualitas”.
Diakses terakhir tangga; 19 Juni 2021.

Anda mungkin juga menyukai