Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Mengingat ragam bahasa baku itu digunakan untuk keperluan berbagai bidang kehidupan yang penting,
seperti penyelenggaraan negara dan pemerintahan, penyusunan undang-undang, persidangan di
pengadilan, persidangan di DPR dan MPR, penyiaran berita melalui media elektronik dan media cetak,
pidato di depan umum, dan, tentu saja, penyelenggaraan pendidikan, maka ragam bahasa baku
cenderung dikaitkan dengan situasi pemakaian yang resmi. Dengan kata lain, persoalan lafal yang
menjadi persoalan pokok makalah ini tidak berkaitan langsung dengan perbedaan ragam bahasa
Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulisan. Lafal bahasa Indonesia yang dipersoalkan dalam
makalah ini adalah lafal (baku) yang dianggap baik untuk digunakan ketika berbahasa Indonesia baku
dengan memakai bunyi sebagai sarananya baik dengan cara berbicara maupun dengan cara membaca.
Pada umumnya aspek-aspek bunyi dan tekanan yang memperbedakan ragam bahasa baku (ragam
bahasa kaum terpelajar) dengan ragam bahasa tak-baku (ragam bahasa kaum tak-terpelajar) bersumber
pada perbedaan sistem bunyi bahasa Indonesia dengan bahasa ibu para penutur yang cenderung
menghasilkan ragam regional bahasa Indonesia yang lazim disebut logat atau aksen. Sejalan dengan itu,
Abercrombie (1956) menulis bahwa ragam bahasa baku adalah ragam bahasa yang paling sedikit
memperlihatkan ciri kedaerahan. Walaupun tidak ada catatan yang menyebutkan secara eksplisit ragam
bahasa Melayu mana yang dinobatkan sebagai bahasa Indonesia itu, dapat dipastikan bahwa bukan
ragam bahasa Melayu pasar. Ragam bahasa Melayu yang dinobatkan sebagai bahasa persatuan melalui
Sumpah Pemuda itu tentulah ragam bahasa Melayu Tinggi karena ragam inilah yang diajarkan di
sekolah-sekolah, terutama sekolah-sekolah kebangsaan. Bersamaan dengan pengikraran ragam bahasa
Melayu Tinggi sebagai bahasa Indonesia, Sumpah Pemuda itu juga secara serta-merta menobatkan lafal
bahasa Melayu Tinggi sebagai lafal baku. Untuk menghindari tekanan-tekanan psikologis yang bisa
diakibatkan ketidakmampuan menguasai ragam bahasa baku itu, maka murid dapat pula menuntut hak
bahasa lainnya, yaitu untuk belajar di dalam dialeknya sendiri sebagaimana disuarakan oleh UNESCO
belakangan ini walaupun konsekuensinya jauh lebih tidak menguntungkan dilihat dari kepentingan
bangsa. 4. Upaya Pembakuan Lafal Bahasa Indonesia Adanya ragam baku, termasuk lafal baku, untuk
bahasa Indonesia merupakan tuntutan Sumpah Pemuda dan UUD 1945. Pengikraran bahasa Melayu
sebagai bahasa persatuan dengan nama bahasa Indonesia menuntut setiap orang Indonesia untuk bisa
berkomunikasi satu sama lain baik secara lisan maupun secara tertulis dalam bahasa persatuan.
Penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berarti bahwa segala bentuk kegiatan dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dalam bahasa Indonesia. Semua
kegiatan komunikasi verbal dalam bahasa Indonesia itu, secara lisan atau secara tertulis, hanya akan
mencapai hasil yang baik jika ada semacam rujukan yang dimiliki bersama--dalam hal ini ragam baku
bahasa Indonesia. Bagi Indonesia yang penduduknya menggunakan ratusan bahasa daerah dan tersebar
di ribuan kepulauan, kehadiran suatu bahasa baku, termasuk lafal baku bukan hanya perlu tetapi suatu
keharusan. Upaya untuk menentang pembakuan bahasa Indonesia sama artinya mengkhianati Sumpah
Pemuda yang telah mengikrarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Ejaan Baku Dan Ejaan Tidak Baku Dalam Bahasa
Indonesia - Pengertian, Referensi Dan Contoh
http://organisasi.org/ejaan-baku-dan-ejaan-tidak-baku-dalam-bahasa-indonesia-pengertian-
referensi-dan-contoh

Sun, 13/04/2008 - 8:36pm — godam64

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah
alias tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam
tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa
indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu
karya tulis ilmiah.

Sebenarnya apa sih definisi atau pengertian ejaan baku dan ejaan tidak baku? Ejaan baku adalah
adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak baku adalah ejaan yang tidak benar atau ejaan
salah.

Bagaimana untuk mengetahui bahwa kata pada kalimat yang kita tulis tidak menyalahi aturan
ejaan baku dan ejaan tidak baku? Cukup dengan membuka buku kamus bahasa indonesia yang
terkenal baik yang dikarang oleh yang baik pula sebagai referensi. Contoh Kamus Besar Bahasa
Indonesia karangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku, di mana yang sebelah kiri adalah salah dan yang
sebelah kanan adalah betul :
- apotik : apotek
- atlit : atlet
- azas : asas
- azasi : asasi
- bis : bus
- do'a : doa
- duren : durian
- gubug : gubuk
- hadist : hadis
- ijin : izin
- imajinasi : imaginasi
- insyaf : insaf
- jaman : zaman
- kalo : kalau
- karir : karier
- kongkrit : konkret
- nomer : nomor
- obyek : objek
- ramadhan : ramadan
- rame : ramai
- rapor : rapot
- sentausa : sentosa
- trotoar : trotoir

Ekstra ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan / eyd :


- kreatifitas : kreativitas
- kreativ : kreatif
- aktifitas : aktivitas
- aktiv : aktif
- sportifitas : sportivitas
- sportiv : sportif
- produktifitas : produktivitas
- produktiv : produktif

Bahasa Baku & Penggunaan Pada Tulisan Dan Lisan


Masyarakat - Bahasa Indonesia
http://organisasi.org/bahasa-baku-penggunaan-pada-tulisan-dan-lisan-masyarakat-bahasa-
indonesia

Fri, 02/05/2008 - 1:04am — godam64

Setiap negara atau suatu wilayah umumnya memiliki bahasa resmi masing-masing yang
digunakan oleh rakyatnya. Pengertian bahasa baku adalah bahasa yang menjadi bahasa pokok
yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari dalam masyarakat. Bahasa
baku mencakup pemakaian sehari-hari pada bahasa percakapan lisan maupun bahasa tulisan.

Penggunaan bahasa baku lazim dipakai dalam situasi dan konsidi sebagai berikut di bawah ini :

1. Komunikasi Resmi (Tertulis)


Contoh : Surat-menyurat resmi, pengumuman resmi, undang-undang, peraturan, dan lain-lain.

2. Pembicaraan Formal Di Depan Umum (Lisan)


Contoh : Pidato, ceramah, khotbah, mengajar sekolah, mengajar kuliah, dan lain sebagainya.

3. Wacana Teknis (Tertulis)


Contoh : Karangan ilmiah, skripsi, tesis, buku pelajaran, laporan resmi, dan lain-lain.
4. Pembicaraan Formal (Lisan)
Contoh : Murid kepada guru, bawahan kepada atasan, layanan pelanggan kepada pelanggan,
menteri kepada presiden, dsb. Tidak hanya terbatas kepada orang yang dihormati saja karena
presiden umumnya berbicara pada rakyat jelata dengan bahasa formal.

Beberapa Ciri Bahasa Indonesia Baku


http://blog.bahtera.org/2010/01/beberapa-ciri-bahasa-indonesia-baku/

Karena wilayah pemakaiannya yang amat luas dan penuturnya yang beragam, bahasa Indonesia
pun mempunyai banyak ragam. Berbagai ragam bahasa itu tetap disebut sebagai bahasa
Indonesia karena semua ragam tersebut memiliki beberapa kesamaan ciri. Ciri dan kaidah tata
bunyi, pembentukan kata, dan tata makna pada umumnya sama. Itulah sebabnya kita dapat saling
memahami orang lain yang berbahasa Indonesia dengan ragam berbeda walaupun kita melihat
ada perbedaan perwujudan bahasa Indonesianya.

Di samping ragam yang berdasar wilayah penuturnya, ada beberapa ragam lain dengan dasar
yang berbeda, dengan demikian kita mengenal bermacam ragam bahasa Indonesia (ragam
formal, tulis, lisan, bidang, dan sebagainya); selain itu ada pula ragam bidang yang lazim disebut
sebagai laras bahasa. Yang menjadi pusat perhatian kita dalam menulis di media masa adalah
“bahasa Indonesia ragam baku”, atau disingkat “bahasa Indonesia baku”. Namun demikian,
tidaklah sederhana memerikan apa yang disebut “ragam baku”

Bahasa Indonesia ragam baku dapat dikenali dari beberapa sifatnya. Seperti halnya dengan
bahasa-bahasa lain di dunia, bahasa Indonesia menggunakan bahasa orang yang berpendidikan
sebagai tolok ukurnya. Ragam ini digunakan sebagai tolok ukur karena kaidah-kaidahnya paling
lengkap diperikan.  Pengembangan ragam bahasa baku memiliki tiga ciri atau arah, yaitu:

1. Memiliki kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Di sini, baku atau
standar berarti tidak dapat berubah setiap saat.
2. Bersifat kecendikiaan. Sifat ini diwujudkan dalam paragraf, kalimat, dan satuan-satuan bahasa
lain yang mengungkapkan penalaran dan pemikiran yang teratur, logis dan masuk akal
3. Keseragaman. Di sini istilah “baku” dimaknai sebagai memiliki kaidah yang seragam. Proses
penyeragam bertujuan menyeragamkan kaidah, bukan menyeragamkan ragam bahasa, laras
bahasa, atau variasi bahasa.

Pemerintah, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Depdiknas)


menghimpun ciri-ciri kaidah bahasa Indonesia baku dalam buku  berjudul Tata Bahasa Baku
bahasa Indonesia, di samping Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Dalam kedua naskah tersebut terdapat banyak kaidah yang merupakan pewujudan ciri bahasa
Indonesia baku.

Mengapa Harus Baku?

Banyak orang kurang menyetujui pemakaian bahasa “baku” karena mereka kurang  memahami
makna istilah itu. Mereka mengira bahasa yang baku selalu bersifat kaku, tidak lazim digunakan
sehari-hari, atau bahasa yang hanya terdapat di buku. Mereka berpendirian bahwa kita cukup
menggunakan bahasa yang komunikatif, maksudnya mudah dipahami. Mereka beranggapan
bahwa penggunaan ragam baku mengakibatkan bahasa yang kurang komunikatif dan sulit
dipahami.  Pemahaman semacam ini harus diluruskan. Keterpautan bahasa baku dengan materi
di media massa ialah bahwa ragam ini yang paling tepat digunakan supaya bahasa Indonesia
berkembang dan dapat menjadi bahasa iptek, bahasa sosial, atau pun bahasa pergaulan yang
moderen. Bahasa yang baku tidak akan menimbulkan ketaksaan pada pemahaman pembacanya.
Ragam bahasa baku akan menuntun pembacanya ke arah cara berpikir yang bernalar, jernih, dan
masuk akal. Bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lain di Eropa, bisa menjadi bahasa dunia dan
bahasa komunikasi dalam ilmu pengetahuan karena tingginya sifat kebakuan bahasa-bahasa
tersebut.

Di samping itu, bahasa baku dapat menuntun baik pembaca maupun penulisnya ke arah
penggunaan bahasa yang efisien dan efektif. Bahasa yg efisien ialah bahasa yg mengikuti kaidah
yang dibakukan atau yang dianggap baku dengan mempertimbangkan  kehematan kata dan
ungkapan.  Bahasa yang efektif ialah bahasa yang mencapai sasaran yang dimaksudkan 
(Moeliono, 2002).

Ada beberapa ciri yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kebakuan kalimat, antara
lain:

1. Pelesapan imbuhan, misalnya “Kita harus hati-hati dalam menentukan sample penelitian ini”
(seharusnya “berhati-hati”).
2. Pemborosan kata yang menyebabkan kerancuan atau bahkan kesalahan struktur kalimat,
misalnya “Dalam rapat pimpinan kemarin memutuskan susunan pengurus baru” (kata dalam
dapat dibuang).
3. Penggunaan kata yang tidak baku, termasuk penggunaan kosakata bahasa daerah yang belum
dibakukan. Contoh, “Percobaan yang dilakukan cuma menemukan sedikit temuan” (Cuma
diganti hanya).
4. Penggunaan kata hubung yang tidak tepat, termasuk konjungsi ganda, misalnya ”Meskipun
beberapa ruang sedang diperbaiki, tetapi kegiatan sekolah berjalan terus.” (konjungsi tetapi
sebaiknya dihilangkan karena sudah ada konjungsi  meskipun).
5. Kesalahan ejaan, termasuk penggunaan tanda baca.
6. Pelesapan salah satu unsur kalimat, misalnya ”Setelah dibahas secara mendalam, peserta rapat
menerima usul tersebut” (subjek anak kalimat ‘usul tersebut’ tidak boleh dilesapkan).

Buku Sabarianto (2001) dalam daftar pustaka di bawah memuat beberapa contoh tentang
penggunaan bahasa Indonesia baku.

Anda mungkin juga menyukai