Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SISTEM PERADILAN PIDANA


“PERADILAN KONEKSITAS”

DOSEN:
SAWIRMAN

OLEH:
YUDI GUSTIAN 1110003600116

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS EKA SAKTI PADANG
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT, karena
berkat rahmat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan Makalah ini.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu metode
pembelajaran pada mata kuliah Sistem Peradilan Pidana Fakultas Hukum
Universitas Eka Sakti.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan masukan, dorongan dan bimbingan
kepada penulis dalam menyusun makalah ini baik dari segi moril dan
materil.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari
sempurna, untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca.

Padang, Februari 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………....... i

Daftar Isi............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 4

2.1  Otonomi Daerah........................................................................... 4

2.2 Pemekaran Daerah...................................................................... 5

2.3 Dasar Hukum Pemekaran Daerah............................................... 7

2.4 Manfaat Pemekaran Daerah ....................................................... 8

BAB III PENUTUP............................................................................... 11

3.1 Kesimpulan................................................................................... 11

3.2 Saran............................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PP 129 Tahun 2000 menyebutkan bahwa pembentukan,
pemekaran, penghapusan dan  penggabungan Daerah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:  peningkatan pelayanan
kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,
percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah,
percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan
ketertiban, serta peningkatan hubungan yang serasi antara  pusat dan
daerah. Terjadinya berbagai konflik di masa transisi pasca pemekaran
telah menjauhkan atau  paling tidak memperlambat tujuan pemekaran
daerah. Di samping itu, dari hasil studi yang dilakukan penulis bersama
Tim dari Direktorat Otonomi Daerah BAPPENAS tahun 2004, ditemukan
bahwa belum meningkatnya pelayanan kepada masyarakat di beberapa
daerah otonom baru disamping karena persoalan konflik tadi diantaranya
diakibatkan juga oleh  persoalan kelembagaan, infrastruktur, dan Sumber
Daya Manusia. Dalam aspek kelembagaan, ditemui bahwa beberapa
daerah otonom baru saat membentuk unit-unit organisasi pemerintah
daerah tidak sepenuhnya mempertimbangkan kondisi daerah dan
kebutuhan masyarakat. Pembentukan daerah otonom baru sepertinya
menjadi sarana bagi-bagi jabatan.
Terlihat juga adanya kelambatan pembentukan instansi vertikal,
serta kurangnya kesiapan institusi legislatif sebagai partner pemerintah
daerah. Untuk infrastruktur, sebagian besar daerah otonom baru belum
didukung oleh  prasarana dan sarana pemerintahan yang memadai.
Banyak kantor pemerintahan menempati gedung-gedung sangat
sederhana yang jauh dari layak.

1.
Tabuhan genderang perlawanan itu meruntuhkan nyali kekuasaan
negara yang selama ini tanpa tentangan senantiasa menempatkan
masyarakat dalam ketertindasan. Semangat baru bergemerincing hebat:
demokratisasi. Dan, seperti telah dapat diduga dengan pasti, bersamaan
dengan semangat desentralisasi itu, menyeruak kembali mimpi-mimpi
yang sejak era 1990-an dengan hati-hati dan sedikit ragu telah mulai
mencari bentuk: desentralisasi menjadi wacana penting dalam hiruk pikuk
reformasi.(1)
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah menjadi dasar
bagi daerah-daerah untuk bangkit dari ketidakberdayaannya. Daerah
diberi wewenang yang luas untuk mengatur dan mengurus daerahnya
dalam segala bidang selain yang menjadi wewenang pemerintah pusat.
(2) Dalam kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ini, daerah-daerah
diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya demi
kesejahteraan masyarakat setempat. Filosofi dasar yang kiranya
mendasari kebijakan ini adalah “mendekatkan pemerintah kepada
masyarakat yang dilayaninya”.(3)
Ditemui di beberapa daerah, aula sederhana disekat-sekat papan
triplek untuk ditempati beberapa dinas. Dalam hal Sumber Daya Manusia
secara kuantitatif relatif tidak ada masalah, walaupun masih juga ditemui
ada Kantor Bappeda yang hanya diisi oleh 2 (dua) orang, yaitu 1 (satu)
orang Kepala Bappeda dan 1 (satu) orang staf. Secara kualitas yang
menonjol adalah  penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikan, misalnya ditemui ada Kepala Dinas Perhubungan
berlatar belakang Sarjana Sastra.1

1
(1) Abdul Gaffar Karim (ed.), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2006, xvii

(2)Urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemrintah Pusat adalah: 1) Politik luar negeri, 2)
Pertahanan, 3) Keamanan, 4) Yustisi, 5) Moneter dan fiscal nasional dan 6) agama. Hal ini digariskan dalam
UU No. 32 tahun 2004, pasal 10, ayat 3.

(3) Parwoto, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Bahan Kuliah pada Pasca Sarjana Ilmu Pemerintahan
STPMD ‘APMD’, Yogyakarta, 2008.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.      Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah?
1.2.2.      Apa devinisi dari pemekaran daerah?

3.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Otonomi Daerah


Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan
berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur
pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan
permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal
18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum
dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Pasal 18
ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan.”Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis,
“Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan,
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam
Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah,
maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober
2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi daerah
sebagai berikut.4 Indonesia (a), Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, ps. 18.3 Rizky Argama Desember 2005“Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan  perundang-undangan.”5
UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom.
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan
kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan
daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

2.2. Pemekaran Daerah


Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah
administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari
induknya. Landasan hukum terbaru untuk  pemekaran daerah di Indonesia
adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus memilih satu
presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur dan wakil
gubernur, 398 bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil walikota
serta sedikitnya 27 ribu kepala desa.
5.
Selama lima tahun itu pula, rakyat juga mengikuti pemilihan
anggota legislatif. Dalam pemilu 2009 – 2014, rakyat kita telah memilih
132 anggota DPD, 560 anggota DPR, 2.005 anggota DPRD provinsi dan
15.750 anggota DPRD kabupaten/kota. Jumlah suara rakyat yang sah
mengikuti pemilu legislatif 2009 adalah, 104.099.785. Jumlah suara tidak
sah 17.488.581, total jumlah pemilih 121.588.366, jumlah yang tidak
memilih 49.677.075, dan jumlah pemilih terdaftar adalah 171.265.441.
Data jumlah pemilih ini menunjukkan partisipasi rakyat lebih dari 60
persen, dan kita sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia
telah membuktikan diri kita sebagai negara demokrasi.
Otonomi daerah telah menjadi instrumen utama dalam transformasi
sistem  pemerintahan sentralistik ke desentralistik selama 10 tahun
terakhir. Apakah otonomi daerah  berhasil nanti. Presiden Soesilo
Bambang Yudhoyono pernah mengatakan, 80 persen  pemekaran daerah
gagal. Apakah pernyataan itu dibarengi dengan evaluasi total atas
pemekaran daerah? Ternyata tidak. Presiden hanya membatasi jumlah
daerah yang akan dimekarkan saja. Pengawasan dan evaluasi atas
daerah pemekaran baru terus dilakukan, sebaliknya belum ada satupun
daerah yang dikembalikan ke kabupaten induk. Itu berarti otonomisasi
terus bergulir. Diperkirakan, pada tahun 2025, Indonesia akan memiliki 44
hingga 50 provinsi baru, tentu otomatis ada peningkatan jumlah
kabupaten, kota, kecamatan dan jumlah desa.
6.
2.3. Dasar Hukum Pemekaran Daerah
UUD 1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau
pemekaran suatu wilayah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal
18B ayat (1) bahwa, “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang
diatur dengan undang-undang.”14 Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang
sama tercantum kalimat sebagai berikut. “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
dalam undang-undang.” Secara lebih khusus, UU Nomor 32 Tahun 2004
mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang
Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan,
masalah pemekaran wilayah juga termasuk dalam ruang lingkup
pembentukan daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 menentukan  bahwa
pembentukan suatu daerah harus ditetapkan dengan undang-undang
tersendiri. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1). Kemudian, ayat
(2) pasal yang sama menyebutkan sebagai berikut. “Undang-undang
pembentukan daerah sebagaimana dimaksu  pada ayat (1) antara lain
mencakup nama, cakupan wailayah, batas, ibukota, kewenangan
menyelenggarakan urusa pemerintahan, penunjukan penjabat kepala
daerah,pengisian Legalisasi pemekaran wilayah dicantumkan dalam pasal
yang sama pada ayat  berikutnya (ayat (3)) yang menyatakan bahwa,
“Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah
atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah
menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat (4) menyebutkan : “Pemekaran
dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal
usia penyelenggaraan pemerintahan.”
7.
2.4. Manfaat Pemekaran Daerah 
Dalam kondisi demikian, timbul pertanyaan apakah kesejahteraan
masyarakat dan kualitas  pelayanan publik pada akhirnya benar-benar
meningkat setelah daerah tersebut dimekarkan? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD)
dengan dukungan Partnership for Governance Reform in Indonesia pada
Februari - April, 2011 melakukan kajian atas pemekaran daerah dengan
studi kasus di daerah yang berada di 2  provinsi yaitu Provinsi Kalimantan
Timur dan Provinsi Jambi. Namun berbeda dengan studi yang sudah
dilakukan sebelumnya, kajian ini tidak memfokuskan diri pada evaluasi
atas kinerja pemerintahan daerah DOHP sebagai suatu unit
pemerintahan.
Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui dampak dari
pemekaran dengan menganalisis biaya dan manfaat  pemekaran daerah
di 2 provinsi. Bagi propinsi Jambi, pemekaran daerah merupakan sebuah
keharusan karena daerah ini memiliki wilayah yang sangat luas sehingga
pemekaran daerah dapat mendekatkan  pelayanan publik kepada
masyarakat, khususnya di daerah pesisir. Peneliti dari Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Otonomi Daerah (PSHKOD) Universitas Jambi, M. Taufik
Qurochman, berpendapat bahwa pemekaran daerah sejatinya
memberikan manfaat bagi masyarakat daripada kutukan karena semua
kabupaten/kota yang ada di propinsi Jambi, kecuali kotamadya Jambi,
memiliki sumberdaya alam yang melimpah, seperti perkebunan kelapa
sawit dan karet, serta pertambangan batubara, minyak bumi dan gas
alam. "Namun,  jika tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas aparat
pelayanan publik, maka pemekaran  bisa menjadi kutukan," ujar Taufik.
Sementara itu, pemekaran daerah di propinsi Kalimantan Timur dianggap
sangat layak untuk memeratakan pembangunan di daerah yang selama
ini belum tersentuh pembangunannya (pesisir dan perbatasan).
8.
Tidak seperti pemekaran daerah yang banyak terjadi di Pulau Jawa
dan Pulau Sumatra, khusus untuk Pulau Kalimantan, pemekaran daerah
tidak harus mempertimbangkan jumlah penduduk sebagai syarat
pemekaran daerah. Sehingga ke depan, tidak perlu ada moraturium
pemekaran daerah di pulau Kalimantan. "Perlu political will dari
pemerintah daerah untuk melihat banyaknya potensi yang belum
dikembangkan di wilayah Kalimantan," terang Ellyano S. L., akademisi
dari Universitas Balikpapan. Sehingga,  pembangunan sarana dan
prasarana transportasi dengan sendirinya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya, meningkatkan lapangan kerja
di daerah yang dimekarkan.
Mayoritas daerah otonomi baru (DOB) pasca pemekaran di kedua
Propinsi juga menghadapi masalah yang sama yakni rendahnya kualitas
aparat pelayanan publik. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam memahami dan
mengembangkan potensi yang dimiliki daerahnya. Umumnya, SKPD di
daerah pemekaran bukan merupakan penduduk asli, melainkan penduduk
daerah Induk ataupun daerah lain yang masih berada dalam propinsi yang
sama. "Mayoritas dari mereka adalah penduduk pendatang yang belum
memiliki pengetahuan tentang potensi yang dimiliki daerah pemekaran,
sehingga terjadi ketidakoptimalan dalam public service delivery dan
mismanagement dalam pengelolaan sumberdaya," terang Ellyano. Kinerja
aparat pemerintah daerah pemekaran dapat disebut kurang optimal
karena tidak mampu mengelola sistem yang sudah dibangun. Sebagai
contoh, kinerja aparat pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
9.
"Seluruh kabupaten hasil pemekaran memiliki PTSP, akan tetapi
ketiadaan standar pelayanan minimum (SPM) menyebabkan pelayanan
publik masih terasa berbeli-belit," tegas Taufik. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pelatihan peningkatan kapasitas, tidak hanya bagi pegawai dari
unsur penduduk lokal, tetapi juga bagi pegawai dari unsur pendatang. Dari
segi kuantitas pelayanan publik, meskipun terjadi perbaikan dalam hal
penyediaan jumlah tenaga aparat pelayanan publik di kedua propinsi,
namun hal ini masih terasa kurang bagi masyarakat di daerah pemekaran,
terutama untuk sektor kesehatan. Abdul Manan Ismasil dari LSM Rapi
menuturkan bahwa ketersediaan dokter spesialis di kabupaten Tanjung
Jabung Timur sangatlah minim. "Sehingga warga terpaksa ke kota Jambi
jika mereka benar-benar membutuhkan pertolongan yang serius," tegas
Abdul. Persoalan serupa  juga ditemui di daerah Kutai Timur, hanya saja
beberapa perwakilan CSO menganggap telah terjadi ketimpangan
pembangunan di daerahnya. "Pemerintah Daerah Kutai Timur nampaknya
lebih fokus membangun kota Sangata (ibukota Kabupaten Kutai Timur),
daripada kecamatan-kecamatan lain, yang masih tertinggal dalam hal
penyediaan sarana dan prasarana kesehatan," ujar Sapni, tokoh
masyarakat di Kutai Timur. Dibalik kritikan yang menyudutkan kinerja
aparat pemerintah kabupaten di masing-masing daerah studi, pemekaran
daerah memberikan dampak yang luar biasa dari segi kuantitas
pembangunan sarana transportasi (jalan dan jembatan) serta pelayanan
publik (pendidikan dan kesehatan) di kedua propinsi. Jelas ini membawa
multiplier effect pada masyarakat dalam bentuk kegiatan perekonomian
dan sosial yang mulai meningkat. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya
baik secara nominal maupun komposisi dana perimbangan  pusat yang
diterima oleh masing-masing kabupaten di kedua propinsi. Juga,
meningkatnya nominal PAD yang diterima oleh masing-masing kabupaten
di kedua Propinsi, meski secara komposisi, tidak terjadi perubahan yang
signifikan pada kabupaten di propinsi Jambi dan Kalimantan Timur dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari uraian pada pembahasan di atas penyusun dapat mengambil
kesimpulan yakni sebagai berikut:
a) Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban
yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan
terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
b) Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah
administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari
induknya. Landasan hukum terbaru untuk  pemekaran daerah di
Indonesia adalah UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Selengkapnya, dalam 5 tahun saja, rakyat Indonesia harus
memilih satu presiden dan satu wakil presiden, 33 pasang gubernur
dan wakil gubernur, 398 bupati dan wakil bupati, 93 walikota dan wakil
walikota serta sedikitnya 27 ribu kepala desa. Selama lima tahun itu
pula, rakyat juga mengikuti pemilihan anggota legislatif. Dalam pemilu
2009 – 2014, rakyat kita telah memilih 132 anggota DPD, 560 anggota
DPR,2.005anggota DPRD provinsi dan 15.750 anggota DPRD
kabupaten/kota.

3.2. SARAN
Penyusun menyadari bahwa makalah yang saya susun ini masihlah
jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
penyusun sangat mengharapkan kritik dan sarannya demi kesempurnaan
makalah ini.

11.

Anda mungkin juga menyukai