PENDAHULUAN
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.I. PELATIHAN
II.I. 1. Pengertian Pelatihan Dan Pengembangan
Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian,
konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkankan kinerja karyawan. Menurut pasal 1 ayat
9 Undang-undang No. 13 tahun 2003, Ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah keseluruhan
kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi
kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.1
Pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif
singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori. Sementara itu
keterampilan adalah meliputi pengertian physical skill, intelectual skill, social skill,
managerial skill dan lain-lain.
Pelatihan sangat penting bagi karyawan baru maupun karyawan yang sudah lama. Pelatihan,
secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkat kinerja saat ini dan
kinerja dimasa mendatang. Hal-hal berikut ini berikut ini penting untuk mengetahui konsep
pelatihan lebih lanjut, yaitu : 2
Pelatihan adalah proses secara sistematis mengubah tingkah laku pegawai untuk mencapai
tujuan organisasi. Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan pegawai untuk
melaksanakan pekerja saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai
untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan.
Pekerjaannya.
Program pelatihan formal adalah usaha pemberi kerja untuk memberikan kesempatan kepada
pegawai untuk memperoleh pekerjaan atau bidang tugas yang sesuai dengan kemampuan,
sikap, dan kemampuannya.
Pelatihan adalah salah satu bentuk edukasi dengan prinsip-prinsip pembelajaran. Langkah-
langkah berikut dapat diterapkan dalam pelatihan.3
Pihak yang diberikan pelatihan (Trainee) harus dapat dimotivasi untuk belajar.
Trainee harus mempunyai kemampuan untuk belajar.
Proses pembelajaran harus dapat dipaksakan atau diperkuat.
Pelatihan harus menyediakan bahan-bahan yang dapat dipraktikkan atau diterapkan.
Bahan-bahan yang dipresentasikan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi
kebutuhan.
Materi yangdiajarkan harus memiliki arti yang lengkap dan memenuhi kebutuhan.
Pengembangan manajemen adalah proses bagaimana manajemen mendapatkan pengalaman,
keahlian, dan sikap untuk menjadi atau meraih sukses sebagai pemimpin dalam organisasi.
Karena itu, kegiatan pengembangan ditujukan membantu karyawan untuk dapat menangani
jawabannya di masa mendatang, dengan memperhatikan tugas dan kewajiban yang dihadapi
sekarang. Karena adanya perbedaan antara kegiatan pelatihan (sekarang) dan pengembangan
(di masa mendatang) menyebabkan sering kabur dan hal ini merupakan salah satu
permasalahan utama. Apabila dilihat dari perspektif keseluruhan, perbedaan, antara kegiatan
pelatihan untuk bidang tugas yang sekarang dengan kegiatan pengembangan untuk suatu
tanggung jawab di masa mendatang maki kabur. Umumnya suatu perusahaan melakukan
usaha untuk menciptakan sesuatu adalah suatu organisasi dimana orang-orang bergabung
untuk melakukan kegiatan belajar yang terus-menerus.
Gambar 1.1
Perbandingan antara pelatihan dan pengembangan : 4
Walaupun pelatihan dapat membantu karyawan untuk mngerjakan pekerjaan mereka saat ini,
keuntungan dari program pelatihan dapat diperoleh sepanjang kariernya dan dapat membantu
peningkatan kariernya di masa mendatang. Pengembangan, sebaliknya, dapat membantu
individu untuk memegang tanggung jawab di masa mendatang.
Kegiatan pelatihan dan pengembangan memberikan dividen kepada karyawan dan
perusahaan, berupa keahlihan dan keterampilan yang selanjutnya akan menjadi aset yang
berharga bagi perusahaan. Melalui pelatihan karyawan akan bertambah kemampuannya dan
demikian pula bagi perusahaan, yaitu dalam rangka memenuhi tuntutan para manajer dan
departemen SDM. Namun, kegiatan pelatihan dan pengembangan bukan solusi universal
yang dapat memenuhi semua kebutuhan. Rancanngan tugas yang efektif, pemilihan/seleksi,
penempatan dan kegiatan-kegiatan lainnya adalah juga diperlukan. Meskipun begitu,
kegiatan-kegiatan lainnya adalah juga diperlukan. Meskipun begitu, kegitan pelatihan dapat
memberikan kontribusi yang berarti kalau dikerjakan secara benar.
Sebelum mengurai pada subbab berikut, sebaliknya dikemukakan dahulu modal konsep
pelatihan menurut konsep tradisional dan konsep sistem, yaitu :
1.Pelatihan, Konsep Tradisional
2.Pelatihan, Konsep sistem
II. I. 2. Sasaran Pelatihan Dan Pengembangan
Pada dasarnya setiap kegiatan yang terarah tentu harus mempunyai sasaran yang jelas,
memuat hasil yang ingin didalam melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula dengan
program pelatihan. Hasil yang ingin dicapai hendaknya dirumuskan dengan jelas agar
langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan pelatihan dapat diraihkan untuk mencapai
sasaran pelatihan dapat dirumuskan dangan jelas akan dijadikan sebagai acuan penting dalam
menentukan materi yang akan diberikan, cara dan sarana-sarana yang diperlukan. Sebaliknya,
sasaran yang tidak spesifik atau terlalu umum akan menyulitkan penyiapan dan pelaksanaan
pelatihan sehingga dapat menjawab kebutuhan pelatihan.
Sasaran pelatihan yang dapat dirumuskan dengan jelas akan bermanfaat dalam : 5
1.Menjamin konsistensi dalam menyususn program pelatihan yang mencakup materi, metode,
cara penyampaian, sarana pelatihan;
2.Memudahkan komunikasi antara penyusun program pelatihan dengan pihak yang
memerlukan pelatihan;
3.Memberikan kejelasan bagi peserta tentang apa yang harus dilakukan dalam rangka
mencapai sasaran;
4.Memudahkan penilaian peserta dalam mengikuti pelatihan;
5.Memudahkan penilaian hasil program pelatihan.
6.Menghindari kemungkinan konflik antara penyelenggara dengan orang yang meminta
pelatihan mengenai efektifitas pelatihan yang diselenggarakan.
Tujuan atau sasaran dari pelatihan dan pengembangan pada dasarnya dapat dikembangkan
dari serangkaian pertanyaan sebagai berikut : 6
1.Keefektifan/Validitas Pelatihan
Apakah peserta memperoleh keahlian, pengetahuan dan kemampuan selama pelatihan.
2.Keefektifan pengalihan/transfer ilmu pengetahuan
Apakah pengetahuan, keahlian atau kemampuan yang dipelajari dalam pelatihan dapat
meningkatkan kinerja dalam melakukan tugas.
3.Keefektifan/validitas intraorganisasional
Apakah kinerja pekerjaan dari grup baru yang menjalani program pelatihan di perusahaan
yang sama dapat dibandingkan dengan kinerja pekerjaan dari grup sebelumnya.
4.Keefektifan/validitas interorganisasional
Dapatkah suatu program pelatihan yang diterapkan di stu perusahaan berhasil di perusahaan
yang lain.
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan adalah :
a). Untuk meningkatkan kuantitas output
b). Untuk meningkatkan kualitas output
c). Untuk menurunkan biaya limbah dan perawatan
d). Untuk menurunkan jumlah dan biaya terjadinya kecelakaan
e). Untuk menurunkan turnover, ketidakhadiran kerja serta meningkatkan kepuasan kerja.
f). Untuk mencegah timbulnya antipati karyawan.
Dengan demikian, kegiatan pelatihan pada dasarnya dilaksanakan untuk menghasilkan
perubahan tingkah laku dari orang-orang yang mengikuti pelatihan. Perubahan tingkah laku
yang dimaksud disini adalah dapat berupa bertambahnya pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan sikap dan perilaku. Oleh karena itu sasaran pelatihan dapat dikategorikan ke dalam
beberapa tipe tingkah laku yang diinginkan, antara lain : 7
a). Kategori psikomotorik, meliputi pengintrolan otot-otot sehingga orang dapat melakukan
gerakan-gerakan yang tepat. Sasarannya adalah agar orang tersebut memiliki keterampilan
fisik tertentu.
b). Kategori afektif, meliputi perasaan, nilai dan sikap. Sasaran pelatihan dalam kategori ini
adalah untuk membuat orang mempunyai sikap tertentu.
c). Kategori kognitif, meliputi proses intelektual seperti mengingat, memahami, dan
menganalisis. Sasaran pelatihan pada kategori ini adalah untuk membuat orang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan berpikir.
Pada dasarnya pelatihan mencakup beberapa aspek dari ketiga kategori diatas, sebagai contoh
untuk mencapai tingkat psikomotorik tertentu diperlukan belajar pada ktegori afektif dan
kognitif. Demikian pula halnya pada aspek kogitif menjadi perhatian utama, belajar pada
kategori psikomorik dan afektif turut berperan.
Selain itu, perlu pula diketahui jenis sasaran pelatihan sehingga setiap pelatihan yang
diselenggarakan akan mencapai sasaran : 8
a). Berdasarkan tingkatannya
1. Sasaran primer, sasaran ini merupakan inti dari program pelatihan. Sasaran primer ini
sangat penting karena akan memberikan arti kejelasan dan kesatuan atas segala kegiatan
pelatihan berlangsung.
2. Sasaran sekunder, sasaran ini dari masing-masing pelajaran dalam suatu program
pelatihan. Sasaran sekunder ini sesungguhnya sebagai penjabaran lebih lanjut dan sekaligus
merupakan bagian integral dari sasaran primer.
Selain hal diatas proses pelatihan (Mathis and jackson : 2003) dapat juga menggunakan
tahapan seperti terlihat pada gambar 1.6. berikut ini :
Penjelasan :
1.Penilaian kebutuhan, penilaian kebutuhan adalah suatu diagnosa untuk menentukan
masalah yang dihadapi saat ini dan tantangan di masa mendatang yang harus dapat dipenuhi
oleh program pelatihan dan pengembangan.
Untuk itu ada 6 (enam) langkah sistematis untuk mengetahui/menilai kebutuhan pelatihan
(Training Need Analysis-TNA), yaitu :
1). Mengumpulkan data untuk menentukan lingkup TNA
2). Menyusun uraian tugas menjadi sasaran pekerjaan atau kegiatan dari sasaran yang telah
ditentukan.
3). Mengukur instrumen untuk mengukur kemampuan kerja.
4). Melaksanakan pengukuran peringkat kemampuan kerja.
5). Mengolah data hasil pengukuran dan menafsirkan data hasil pengolahan.
6). Menetapkan peringkat kebutuhan pelatihan.
Dengan demikian melalui penilaian kebutuhan dapat diketahui masalah dan tantangan masa
depan yang harus dihadapi perusahaan dengan pelatihan dan pengembangan. Misalnya,
tekanan akibat kompetisi atau perubahan dalam strategi perusahaan mugkin menyebabkan
menurunnya bisinis perusahaan dan perlunya dilakukan perampingan usaha dan
restrukturisasi perusahaan. Hasilnya, pekerja yang tersisa mungkin memerlukan pelatihan.
Walaupun pelatihan bukanlah penyembuh, perkembangan menunjukkan bukti adanya
karyawan yang tidak siap kerja. Jadi penilaian kebutuhan harus mempertimbangkan setiap
orang dan ditentukan oleh kebutuhan pekerja, MSDM, supervisor atau diberikan sendiri.
Dalam rangka menentukan ukuran kebutuhan dan mendefinisikan materi pelatihan,
departemen SDM menggunakan pendekatan yang berbeda. Departemen SDM dapat
melakukan survei terhadap calon peserta pelatihan untuk mengidentifikasi topik-topik yang
ingin mereka pelajari secara lebih mendalam. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa calon
peserta pelatihan memiliki kemampuan untuk menganalisis hasil dari proses pelatihan yang
diikutinya.
Pendekatan SDM lainnya adalah dengan identifikasi tugas. Para instruktur memulai dengan
melakukan evaluasi deskripsi pekerjaan untuk mengidentikasi tugas-tugas yang menonjol
bagi jenis pekerjaan tertentu yang diperlukan. Setelah mereka memahami tentang tugas-tugas
tersebut , maka perencanaan yang bersifat spesifik akan dikembangkan untuk menyediakan
pelatihan yang diperlukan sehingga para petugas yang memegang pekerjaan itu dapat
melaksanakan tugasnya. Perencanaan SDM mungkin menemukan kelemahan-kelemahan di
antara kecenderungan dari SDM dalam suatu perusahaan dapt ditelusuri melalui kegiatan-
kegiatan SDM lainnya. Penempatan yang tidak sesuai, program orientasi, seleksi atau
kegiatan rekrutmen mungkin dapat mengarah pada adanya karyawan yang tidak sehat.
Kesalahan-kesalahan dalam kegiatan-kegiatan tersebut mungkin berasal dari adanya
kelemahan-kelemahan dalam perencanaan SDM, rancangan pekerjaan atau sistem informasi
MSDM. Meskipun pelatihan dan pengembangan mungkin diperlukan untuk mendukung
kinerja karyawan, MSDM dapat secara proaktif memanfaatkan informasi-informasi yang ada
sebagai feedback bagi kegiatan MSDM lainnya. Dengan membuaka pendaftaran karyawan
baru yang bersifat jangka pendek secara berulang-ulang, MSDM dapat memodifikasi
kegiatan lainnya untuk menjamin diperolehnya karyawan yang lebih baik dan mempunyai
kecocokan antara karyawan dengan jenis pekerjaannya.
Instruktur pelatihan juga mencari sumber-sumber informasi yang lain yang mungkin berguna
dalam mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Catatan produksi, catatan pengendalian kualitas
(quality control), komplain, catatan keamanan, ketidakhadiran dan statistik perputaran
karyawan, serta interview terhadap mantan karyawan yang telah keluar mungkin dapat
memperlhatkan permasalahan yang harus ditekankan atau dipecahkan melalui usaha-usaha
pelatihan dan pengembangan.
Penilaian kebutuhan juga mempertimbangkan keanekaragaman dan isu-isu internasional.
Pelatihan mungkin menjadi sia-sia jika terdapat kendala bahasa dan budaya. Sebagai contoh,
para pekerja di negara berkembang mungkin memilki pandangan yang berbeda terhadap
hubungan interpersoanal yang dinilai lebih tinggi daripada kinerja saat ini.
2.Tujuan pelatihan dan pengembangan. Tujuan pelatihan dan pengembangan harus dapat
memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku
yang diharapkan perusahaan kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang
dinyatakan ini dikemudian menjadi standar kinerja individu dan program yang dapat diuk .
Langkah-langkah yang secara spesifik dapat diukur dan pencapaian target tepat waktu
sebagaimana diuraikan di atas memberikan pedoman kepada instruktur dan peserta pelatihan
untuk mengevaluasi kesuksesan mereka. Jika tujuan tidak terpenuhi, perusahaan dikatakan
gagal dalam melaksanakan program pelatihan dan pengembangan. Kegagalan dapat menjadi
umpan balik bagi divisi pengembangan. Kegagalan dapat menjadi umpan balik bagi divisi
pengembangan SDM dan peserta pelatihan untuk evaluasi bagi program selanjutnya di masa
mendatang.
3.Materi Program. Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.
Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan
pengetahuan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap. Apa pun materinya, program harus
dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan. Jika tujuan perusahaan tidak
tercapai, maka sumber daya menjadi sis-sia. Peserta pelatihan harus dapat melihat bahwa
materi harus dapat menganalisis bahwa materi pelatihan relevan dengan kebutuhan mereka
atau motivasi mereka mungkin rendah.
4.Prinsip Pembelajaran. Idealnya, pelatihan dan pengembangan akan lebih efekt jika metode
pelatihan disesuaikan dengan sikap pembelajaran peserta dan jenis pekerjaan yang
dibutuhkan oleh organisasi.
Prinsip pembelajaran merupakan suatu guideline (pedoman) dimana proses belajar akan
berjalan lebih efektif. Semakin banyak prinsip ini direfleksikan dalam pelatihan, semakin
efektif pelatihan tersebut. Prinsip-prinsip ini mengandung unsur partisipasi, pengulangan,
relevansi, pengalihan (transfer) dan umpan balik.
Partisipasi. Partisipasi meningkatkan motivasi dan tangapan sehingga menguatkan proses
pembelajaran. Sebagai hasil partisipasi, peserta akan belajar lebih cepat dan mempertahankan
pembelajaran jangka panjang.
Pengulangan. Pengulangan merupakan proses mencetak satu pola ke dalam memori pekerja.
Relevansi. Pembelajaran akan sangat membantu apabila materi yang dipelajari mempunyai
arti maksimal. Sebagai contoh, instruktur biasanya menjelaskan secara keseluruhan tujuan
dari pekerjaan kepada peserta pelatihan sebelum menjelaskan tugas-tugas khusus. Hal ini
memperbolehkan pekerja untuk melihat relevansi dari masing-masing pekerjaan dan
mengikuti prosedur yang benar.
Pengalihan (transter). Semakin dekat kesesuaian antara program kebutuhan pelatihan,
semakin cepat pekerja dapat belajar dari pekerjaan utama.
Umpan balik. Umpan balik memberikan informasi kepada peserta mengenai
progres/kemajuan yang dicapai, sehingga peserta dapat menyesuaikan sikap untuk
mendapatkan hasil sebaik mungkin. Tanpa umpan balik, mereka tidak dapat mengetahui
progress/kemapuan dan mungkin mereka dapat menjadi tidak puas.
Tingkatan pentingnya faktor-faktor tersebut diatas sangat tergantung dari situasi. Sebagai
contoh, cost-efektiveness mungkin menjadi faktor yang tidak dominan dalam program
pendidikan dan pelatihan bagi pilot pesawat udara dalam situasi manuver darurat.
II. I. 9. Evaluasi Program Pelatihan Dan Pengembangan
Untuk menverifikasi keberhasilan suatu program, para manajer SDM meminta agar kegiatan
pelatihan dan pengembangan dievaluasi secara sistematis, termasuk peelola/pelaksana
pendidikan dan pelatihan dari suatu perusahaan, yaitu : analisis situasional, penilaian
kebutuhan, dan evaluasi pelatihan. Langkah-langkah tersebut merupakan hal kritis bagi
efektivitas akhir program pelatihan dan pengembangan. Lemahnya evaluasi mungkin menjadi
permasalahan yang serius dalam suatu kegiatan pelatihan dan pengembangan. Jika
dinyatakan secara sederhana misalnya para profesional SDM jarang menanyakan, apakah
program dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan? Mereka sering mengasumsikan bahwa
suatu pelatihan akan bernilai hanya karena isi program tampak penting. Pelatihan juga perlu
memperhatikan evaluasi (feed back) dari peserta yang mengikuti program pelatihan,
disamping dari hasil evaluasi diri. Pelatihan harus dievaluasi secara sistematis
mendokumentasikan hasil pelatihan dari segi bagaimana sesungguhnya trainees berperilaku
kembali di pekerjaan mereka dan relevansi perilaku trainees dengan tujuan perusahaan.
Kriteria yang efektif digunakan untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan adalah yang berfokus
pada outcome-nya (hasil akhir). Dalam hal menilai manfaat atau kegunaan program
pelatihan, Hal yang perlu diperhatikan adalah :
1.Apakah terjadi perubahan?
2.Apakah perubahan disebabkan oleh pelatihan?
3.Apakah perubahan secara positif dengan pencapaian tujuan organisasional?
4.Hasil atau perbaikan yang dapat diukur baik secara individu maupun organisasi, seperti
makin rendahnya turnover (berhenti kerja), makin menurunnya kesalahan kerja, makin
efisiensinya penggunaan waktu dan biaya, serta makin produktifnya karyawan, dan lain-lain.
Evaluasi terhadap program pelatihan dan pengembangan harus melalui beberapa tahapan
sebagaimana pada gambar berikut. 13
Pertama, kriteria evaluasi harus ditetapkan sebelum pelatihan dimulai, yang disesuaikan
dengan tujuan pelatihan dan pengembangan. Selanjutnya, peserta pelatihan dan
pengembangan diberikan test awal (pre test) untuk mengetahui level pengetahuan yang
mereka miliki sebelum pelatihan dilaksanakan. Idealnya, tes awal diberikan kepada dua
kelompok yang akan mengikuti kegiatan pelatihan. Setelah program pelatihan diselesaikan
atau hampir selesai, selanjutnya kembali dilakukan evaluasi akhir (post test) atau post
training evaluation untuk mengetahui penyerapan peserta atas materi pelatihan yang telah
diberikan. Jika kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan meningkat secara signifikan,
artinya program secara aktual menyebabkan terjadinya perbedaan kemampuan. Namun
demikian, program dapat dikatakan berhasil apabila peningkatan kemampuan dapat
memenuhi kriteria evaluasi dan dapat ditransfer ke pekerjaan, mengakibatkan perubahan
sikap yang dapat diukur dengan meningkatkan performance, pekerjaan. Tindak lanjut dapat
dilakukan pada beberapa waktu kemudian untuk mengetahui seberapa lama dan seberapa
baik hasil pembelajaran dapat bertahan.
Informasi dari evaluasi pelatihan dapat dipakai dalam mengambil keputusan untuk
meneruskan program pelatihan atau bagaimana memperbaikinya. Pengubahan pelatihan
berdasarkan ukuran reaksi bisa dilakukan dengan mengganti, misalnya, pembicara yang
membosankan atau film maupun video pelatihan yang tidak relevan, tergantung pada umpan
balik yang diperoleh. Jika menggunakan evaluasi yang baik, maka modifikasi pelatihan dapat
ditentukan berdasarkan hasil skor pelatihan, perilaku dan ukuran hasil.
Seandainya terjadi pembelajaran yang tidak memadai, presentasi pelatihan itu sendiri
mungkin yang salah. Informasi barakali disajikan secara kabur, atau waktu dan praktik yang
tidak memadai untuk diserap oleh para partisipan. Kemungkinan lain, lemahnya kesiapan
atau kesiapan atau motivasi para peserta. Apabila perilaku di tempat kerja tidak menunjukkan
perbaikan, kesalahan barangkali terletak pada penilaian kebutuhan pelatihan, program
pelatihan itu sendiri, atau didalam lingkungan kerja. Kemungkinan lain adalah isi pelatihan
mungkin sudah tepat, tetapi kurang adanya penekanan pada transfer pelatihan pada pekerjaan
mereka. Terakhir, kesalahan bisa saja terletak dalam lingkungan kerjanya. Pada saat
pembelajaran atau perilakunya berubah tetapi hasilnya tidak membaik, ketepatan pelatihan
atau validitas ukuran hasil hendaknya diteliti. Andai kata orang berperilaku secara berbeda
tetapi perilaku itu tidak mempunyai imbas ke bawah, maka pelatihan boleh jadi mengajarkan
sesuatu yang keliru. Permasalahan ini dapat berasal dari proses penilaian kebutuhan yang
lemah.
Perlu diketahui bahwa post-training adalah salah satu cara yang tepat untuk menentukan
apakah suatu informasi itu telah dikomunikasikan atau tidak. Namun, program ini hanya
dapat sukses jika kemajuan yang dicapai dapat memenuhi kriteria evaluasi yang telah
ditetapkan dan hal ini ditransfer dalam suatu pekerjaan, sehingga menghasilkan perubahan
perilaku yang dapat diukur dengan baik dengan pengukuran kemajuan kinerja. Studi-studi
tindak lanjut mungkin dilakukan pada bulan-bulan berikutnya untuk melihat apakah hasil dari
pelatihan itu masih membekas.
Selain hal diatas perlu pula dievaluasi kualitas pengelolaan pelatihan, mengingat kualitas
pelatihan salah satu diantaranya dilahirkan oleh pengelola yang berkualitas dengan
menggunakan kuesioner.
Tahap Evaluasi
Metode
Nara Sumber
Reaction
Mengukur Tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan training.
Kuesioner
Peserta
Learning
Mengukur tingkat pemahaman peserta tas materi training
Tes tertulis, studi kasus, presentasi, simulasi.
Peserta
Application
Mengukur Implementasi peserta training di pekerjaan.
Kuesioner, wawancar, diskusi kelompok, observasi, Action plan, tugas.
Peserta, atasan, bawahan, rekan kerja.
Impact
Mengukur hasil bisnis dari implementasi training
Perhitungna statistik
Data historis
ROI
Mengukur nilai balik modal dari pelaksanaan training
Perhitungna statistik
Data historis
1. Tahap ReactionTahap
Evaluasi pertama dilakukan segera setelah pelatihan selesai diberikan. Umumnya ditujukan
untuk mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Paling sederhana
dan mudah dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner. Adapun beberapa faktor yang
penting untuk dievaluasi adalah:
a.Isi pelatihan: seberapa jauh isi pelatihan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, baik dari
segi keragaman maupun kedalaman topik yang dibahas.
b.Kualitas materi: seberapa baik kualitas materi yang dibagikan, presentasi audio dan visual
yang disajikan, dan peralatan lain yang digunakan selama pelatihan. Kualitas materi yang
baik menimbulkan kesan bahwa peserta mengikuti pelatihan yang bergengsi dan bukan
pelatihan ‘asal-asalan’ saja.
c.Metode pelatihan: seberapa sesuai metode pelatihan yang digunakan dengan topik yang
dibahas.
d.Logistik: seberapa layak akomodasi yang diberikan dan fasilitas pelatihan lainnya.
e.Instruktur/trainer: seberapa fasih mereka memberikan pelatihan. Hal ini bergantung dari
kedalaman pemahamannya terhadap materi pelatihan, kemampuan melakukan presentasi
materi dan kemampuan mengelola situasi selama pelatihan.
2. Tahap Learning
Tahap evaluasi ini pun relatif mudah dilakukan. Biasanya pada jam terakhir pelatihan.
Tujuannya mengukur tingkat pemahaman peserta atas materi pelatihan. Jika seorang peserta
pelatihan tidak dapat memahami materi pelatihan, bagaimana mungkin ia dapat
mengaplikasikan perubahan dalam kinerjanya? Beberapa metode di antaranya memberikan
tes tertulis atau studi kasus pada peserta pelatihan. Simulasi pun dapat dilakukan, misalnya
role play, in-basket atau teknik lainnya. Yang paling sederhana adalah meminta peserta
melakukan presentasi berupa rangkuman atas apa yang telah dipelajarinya.
3. Tahap Application
Tahap evaluasi ini ditujukan untuk mengukur implementasi peserta pelatihan di pekerjaan
sehari-hari. Informasi yang dibutuhkan adalah:
a. Tugas yang dikerjakan: proyek atau kegiatan rutin yang dilakukan sebagai bukti konkrit
dari implementasi peningkatan kemampuan peserta setelah mengikuti pelatihan.
b. Tim yang terlibat : pihak-pihak yang mendukung kesuksesan dari tugas tersebut. Informasi
ini perlu diketahui untuk menilai seberapa besar pera peserta dalam kesuksesan tersebut.
c. Waktu penerapan: kapan dan berapa lama implementasi tersebut dilakukan. Jika peserta
terlibat dalam proyek, maka ada batasan waktu tertentu. Berbeda dengan pengerjaan tugas
rutin.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk evaluasi ini, yaitu:
a. Kuesioner: untuk menggali informasi awal dari peserta, atasan, rekan kerja dan bawahan.
b. Wawancara: untuk menggali lebih lanjut informasi yang diberikan secara tertulis.
c. Diskusi kelompok: untuk menyamakan persepsi dari seluruh narasumber.
d. Observasi: untuk mengamati secara langsung bagaimana peserta menerapkan pelatihan
dalam pekerjaan sehari-hari.
e. Action plan: untuk menentukan target kinerja yang ingin dicapai, biasanya dirumuskan
oleh peserta selama pelatihan.
f. Tugas nyata: untuk menentukan seberapa baik kinerja peserta pada tugas yang betul-betul
terkait langsung.
4. Tahap Impact
Tahap ini ditujukan untuk mengukur seberapa besar hasil bisnis dari implementasi pelatihan.
Data historis harus tersedia untuk melakukan evaluasi tahap ini. Ada dua kategori hasil bisnis
yang diharapkan:
a.Tangible:
Hasil bisnis yang kuantitatif, bersifat obyektif dan mudah diubah dalam satuan finansial. Ada
empat kategori, yaitu:
Hasil kerja, seperti produktivitas, frekuensi, kecepatan, keuntungan, % penyelesaian, dll.
Kualitas seperti deviasi, kecelakaan, komplain, produk gagal, dll.
Biaya, seperti biaya operasional, pengeluaran mendadak, dll.
Waktu, seperti efisiensi, lembur, dll.
b.Intangible: Hasil bisnis yang kualitatif, bersifat subyektif, dan sulit diubah dalam satuan
finansial. Ada empat kategori, yaitu:
Kebiasaan kerja, seperti absensi, kelalaian, tepat waktu, dll.
Iklim kerja, seperti komitmen, pengunduran diri, kerja sama, dll.
Keterampilan, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, dll.
Kepuasan, seperti kepuasan kerja, kepuasan pelanggan, dll.
Inisiatif, seperti saran, penetapan tujuan, rencana strategis, dll.
5. Tahap Return on Investment (ROI)
Tahap ROI paling sulit dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi nilai balik modal
dari pelaksanaan pelatihan. Dibutuhkan waktu, biaya dan analisa data yang akurat untuk
keberhasilan evaluasi ini.
II. 2. EFEKTIFITAS
II.2. 1 PENGERTIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIEN
Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil,
sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien. Meskipun sebenarnya ada
perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan
efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan
membandingkan antara input dan outputnya. Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient)
merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai
tujuan suatu organisasi. Tentang arti dari efektif maupun efisien terdapat beberapa pendapat.
Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja Karyawan menjelaskan bahwa arti
efektif dan efisien adalah sebagai berikut : “When a specific desired end is attained we shall
say
that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important
than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it
is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is
efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is
efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”. (Bila suatu
tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah
efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih
penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan
walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari,
tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien.
Sehubungan dengan itu, sesuatu dapat dikatakan efektif bila mencapai tujuan tertentu.
Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas
apakah efektif atau tidak). Disamping itu, menurut Chester Barnard, dalam Kebijakan Kinerja
Karyawan, pengertian efektif dan efisien dikaitkan dengan sistem kerjasama seperti dalam
organisasi perusahaan atau lembaga pemerintahan, sebagai berikut : “Effectiveness of
cooperative effort relates to accomplishment of an objective of the system and it is
determined with a view to the system’s requirement. The efficiency of a cooperative system
is the resultant of the efficiency of the individuals furnishing the constituent effort, that is, as
viewed by them”. (Efektifitas dari usaha kerjasama (antar
individu) berhubungan dengan pelaksanaan yang dapat mencapai suatu tujuan dalam suatu
sistem, dan hal itu ditentukan dengan suatu pandangan dapat memenuhi kebutuhan sistem itu
sendiri. Sedangkan efisiensi dari suatu kerjasama dalam suatu sistem (antar individu) adalah
hasil gabungan efisiensi dari upaya yang dipilih masing-masing individu).
Dalam bahasa dan kalimat yang mudah hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari
kelompok (organisasi perusahaan) adalah bila tujuankelompok tersebut dapat dicapai sesuai
dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah
pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan. Bila pengorbanannya dianggap
terlalu besar, maka dapat dikatakan tidak efisien.
Menurut Peter Drucker , menyatakan : “doing the right things is more important than doing
the things right. Selanjutnya dijelaskan bahwa: “effectiveness is to do the right things : while
efficiency is to do the things right” (efektifitas adalah melakukan hal yag benar : sedangkan
efisiensi adalah melakukan hal secara benar). Atau juga “effectiveness means how far we
achieve the goal and efficiency means how do we mix various resources properly” (efektifitas
berarti sejauhmana kita mencapai sasaran dan efisiensi berarti bagaimana kita mencampur
sumber daya secara cermat). Efisien tetapi tidak efektif berarti baik dalam memanfaatkan
sumberdaya (input), tetapi tidak mencapai sasaran. Sebaliknya, efektif tetapi tidak efisien
berarti dalam mencapai sasaran menggunakan sumber daya berlebihan atau lajim dikatakan
ekonomi biaya tinggi. Tetapi yang paling parah adalah tidak efisien dan juga tidak efektif,
artinya ada pemborosan sumber daya tanpa mencapai sasaran atau penghambur-hamburan
sumber daya. Efisien harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (mearsurable),
sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif. Efektif lebih mengarah ke
pencapaian sasaran. Efisien dalam menggunakan masukan (input) akan menghasilkan
produktifitas yang tinggi, yang merupakan tujuan dari setiap organisasi apapun bidang
kegiatannya. Hal yang paling rawan adalah apabila efisiensi selalu diartikan sebagai
penghematan, karena bisa mengganggu operasi, sehingga pada gilirannya akan
mempengaruhi hasil akhir, karena sasarannya tidak tercapai dan produktifitasnya akan juga
tidak setinggi yang diharapkan. Penghematan sebenarnya hanya sebagian dari efisiensi.
Persepsi yang tidak tepat mengenai efisiensi dengan menganggap semata-mata sebagai
penghematan sama halnya dengan penghayatan yang tidak tepat mengenai Cost Reduction
Program (Program Pengurangan Biaya), yang sebaliknya dipandang sebagai Cost
Improvement Program (Program Perbaikan Biaya) yang berarti mengefektifkan biaya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Lokasi Penelitian
Penelitian ini di PT. ECCO Indonesia, yang terletak di Jalan Raya Bligo No. 17 Candi
Sidoarjo.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
silahkan menghubungi ridho.huda@yahoo.com jika ingin mendapatkan file lengkap makalah ini. atau comment
makalah ini. trims.
11 komentar:
1.
Halo pak,
Terima kasih Pak atas materi ini...yang cukup lengkap dan sangat bagus bagi yang
berkecimpung pada pengembangan SDM,khususnya Training.
Materi ini membantu saya dalam evaluasi training di tempat kerja saya.
Nuwun.
Balas
2.
Balas
3.
Balas
4.