Anda di halaman 1dari 13

MODUL PERKULIAHAN

Seminar Audit

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

9
Ekonomi & Bisnis Akuntansi S1 Dr. Rita Yuniarti. SE., MM., AK., CA

PROSES AUDIT PERUSAHAAN JASA

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


1
http://www.widyatama.ac.id
1. Pengertian perusahaan jasa

Perusahaan jasa ialah perusahaan yang menawarkan atau memperdagangkan layanan atau
produk yang tak berwujud dan memiliki tujuan meraih keuntungan. Perusahaan jasa melakukan
kegiatan usaha sebagai berikut:
• Jasa profesi seperti dokter, peguam, akuntan, konsultan keuangan, konsultan pajak.
• Jasa travel seperti penjualan tiket perjalanan, angkutan umum.
• Layanan instalasi dan reparasi seperti reparasi ponsel, bengkel.
• Jasa pendidikan/ kursus seperti bimbingan belajar, kursus bahasa, sekolah.
• Penginapan seperti hotel, asrama, mess.
• Penyedia layanan komunikasi seperti televisi, radio, telefon.
• Jasa perawatan tubuh seperti salon, spa.

2. Perbedaan Perusahaan Jasa, Perusahaan Dagang, dan Manufaktur

Perusahaan jasa tidak memiliki persediaan barang dagang untuk dipasarkan karena produk
mereka bersifat tidak berwujud seperti perusahaan dagang atau manufaktur. Produk perusahaan
jasa berupa hasil kasa mereka.

Perusahaan dagang memperoleh produk barang persediaan dari supplier dalam bentuk bahan jadi
untuk dijual kembali pada konsumen. Perusahaan dagang kegiatannya hanya melakukan penjualan
kembali dengan tidak merubah baik bentuk dan memperoleh keuntungan dari selisih penjualan.

Perusahaan manufaktur memperoleh produk persediaan yang dibuat dari bahan mentah menjadi
bahan setengah jadi maupun barang jadi. Bisa jadi perusahaan manufaktur mengolah bahan baku
untuk perusahaan lain.

Jadi untuk perbedaan ketiga jenis perusahaan ini secara spesifik hanya pada bagian persediaan dan
pembeliannya saja. Berikut ini adalah gambaran perbedaan ketiga jenis perusahaan tersebut:

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


2
http://www.widyatama.ac.id
1. Perusahaan dagang
• Menjual barang yang diperoleh dari pemasok.
• Tujuannya menjual kembali barang tanpa mengubah bentuk.
• Memliki persediaan barang jadi.
• Dalam menetukkan harga pokok barang relative mudah.
• Tidak menggunakan laporan harga pokok produksi.
2. Perusahaan Manufaktur (Produksi)
• Menjual barang yang diperoleh dengan cara mengolah bahan baku terlebih dahulu.
• Tujuannya menghasilkan barang jadi yang bernilai jual.
• Memiliki persediaan bahan olahan atau bahan baku.
• Dalam menentukkan harga pokok harus melalui beberapa tahapan.
• Membuat laporan harga pokok produksi.

3. Perusahaan Jasa
• Tidak menjual barang atau produk tetapi menjual dalam bentuk jasa.
• Tujuannya memperoleh laba keuntungan yang ditetapkan.
• Tidak memiliki persediaan barang.
• Tidak menentukkan harga pokok barang.
• Tidak memerlukan pembuatan laporan harga pokok produksi.
Kemudian terkadang muncul pertanyaan, ketika terdapat dua jenis perusahaan dalam satu
manajemen misalnya perusahaan servis kendaraan (Bengkel) yang juga menjual sparepart
kendaraan.

Itu mudah saja, bisa diatasi dengan cara berikut ini:


a) Masukkan apa yang menjadi bagian dari perusahaan dagang ke perusahaan jasa tersebut
• Gabungkan biaya yang timbul dan melakukan perhitungan Harga pokok penjualan
• Dan untuk hasil dari jasa service memiliki pos yang terpisah sehingga dalam usaha tersebut
terdapat 2 penghasilan yaitu, hasil penjualan barang dan pendapatan jasa service.

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


3
http://www.widyatama.ac.id
Sirklus Akuntansi Dalam Perusahaan Jasa
Akuntansi perusahaan jasa pada hakikatnya sama seperti akuntansi pada umumnya. Yang
membedakannya yakni tidak adanya pengendalian barang dagang dengan siklus umumnya yakni:
• Pembuatan jurnal
• Pengeposan ke buku besar dan buku besar pembantu
• Pembuatan neraca saldo
• Pembuatan jurnal penyesuaian
• Pembuatan neraca lajur
• Pembuatan laporan keuangan
• Pembuatan jurnal penutup
• Pembuatan jurnal pembalik
• Laporan keuangan

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


4
http://www.widyatama.ac.id
Audit Perusahaan Jasa
Sebenarnya tidak banyak berbeda proses audit di perusahaan Jasa Maupun diperusahaan
jenis lainnya

Gambaran Umum Proses Audit

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


5
http://www.widyatama.ac.id
1. Memperoleh Pemahaman Tentang Bisnis Dan Industri Klien
• Sebelum auditor melakukan verifikasi dan analisis transaksi atau akun-akun tertentu, ia
perlu mengenal lebih baik industri tempat klien berusaha serta kekhususan bisnis klien.
Cara Memperoleh Pemahaman Bisnis dan Industri Klien
1) Pengalaman sebelumnya.
2) Diskusi dengan orang dalam entitas.
3) Diskusi dengan personel dari fungsi audit internal dan review terhadap
laporan auditor internal.
4) Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hukum atau penasihat
lain yang telah memberikan jasa kepada entitas.
5) Publikasi yang berkaitan dengan industri.
6) Kunjungan ke tempat fasilitas pabrik entitas.
7) Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap
entitas.
8) Dokumen yang dihasilkan oleh entitas.

2. Mengidentifikasi Asersi Laporan Keuangan


Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen
laporan keuangan. Asersi (assertion) adalah suatu deklarasi, atau suatu rangkaian deklarasi
secara keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas deklarasi tersebut. Jadi, asersi
adalah pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara implisit dimaksudkan untuk
digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan keuangan historis, asersi
merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh manajemen sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan
berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut ini:
1. Asersi tentang keberadaan atau keterjadian (existence or
occurance) berhubungan dengan apakah aktiva atau uang entitas ada pada
tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode
tertentu. sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi
yang tercantum dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula,
manajemen mambuat asersi bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi
menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain
(misalnya piutang) dengan pelanggan.
2. Asersi tentang kelengkapan (completeness) berhubungan dengan apakah
semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan
telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam
laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang
usaha di neraca telah mencakup semua kewajiban entitas

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


6
http://www.widyatama.ac.id
3. Asersi tentang hak dan kewajiban (rights and obligations) berhubungan
dengan apakah aktiva merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban
perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca
mencerminkan nilai perolehan hak entitas atas kekayaan yang disewa-guna-
usahakan (leased) dan utang sewa usaha yang bersangkutan mencerminkan
suatu kewajiban entitas.
4. Asersi tentang penilaian atau alokasi (valuation and
allocation) berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva,
kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan
pada jumlah yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi
bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan
semacam itu secara sistematik dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi
yang semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang
usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat
direalisasikan.
5. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan (presentation and
disclosure) berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan
keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya,
manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan
sebagai utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu
satu tahun. Demikain pula, manajemen mambuat asersi bahwa jumlah yang
disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba-rugi diklasifikasikan dan
diungkapkan semestinya.

3. Membuat Keputusan Tentang Materialitas


A. Paparan Umum mengenai Materialitas
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai
suatu besaran penyimpangan atau kesalahan penyajian atas informasi akuntansi dalam
suatu kondisi tertentu, yang memungkinkan keputusan dari orang yang mengandalkan
informasi tersebut berubah atau terpengaruh karena adanya penyembunyian atau
kesalahan penyajian tersebut (FASB Concepts Statement No.2, 1980).
Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan. Materialitas adalah suatu pertimbangan penting dalam
menentukan jenis laporan yang tepat untuk diterbitkan dalam situasi tertentu. Sebagai
contoh, jika ada salah saji yang tidak material dalam laporan keuangan suatu entitas dan

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


7
http://www.widyatama.ac.id
pengaruhnya terhadap periode selanjutnya diperkirakan tidak terlalu berarti, maka
dapatlah dikeluarkan suatu laporan wajar tanpa pengecualian.
Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan
audit adalah suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika
pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai laporan
keuangan. Dalam menerapkan definisi ini, digunakan tiga tingkatan materialitas dalam
mempertimbangkan jenis laporan yang dibuat:
a) Jumlahnya tidak material.
Jika terdapat salah saji dalam laporan keuangan, tetapi cenderung tidak
mempengaruhi keputusan pemakai laporan, salah saji tersebut dianggap tidak
material. Dalam hal ini pendapat tidak wajar dapat diberikan.
b) Jumlahnya material tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan.

Tingkat materialitas kedua terjadi jika salah saji di dalam laporan keuangan dapat
mempengaruhi keputusan pemakai, tetap bpi keseluruhan laporan keuangan tersebut
tersaji dengan benar, sehingga tetap berguna. Jika auditor menyimpulkan bahwa
salah saji tersebut cukup materialtetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara
keseluruhan, pendapat yang tepat adalah pendapat wajar dengan pengecualian
(menggungakn “kecuali untuk”)
c) Jumlah sangat material atau pengaruhnya sangat meluas sehingga kewajaran lapora
keuangan secara keseluruhan diragukan.
Tingkat materialitas dikatakan tertinggi terjadi apabila para pengguna informasi
laporan keuangan dapat membuat keputusan yang salah jika mereka mengandalkan
laporan keuangan secara keseluruhan. Semakin meluas pengaruh salah saji,
kemungkinan untuk menerbitkan pendapat tidak wajar akan lebih besar daripada
pendapat wajar dengan pengecualian. Tabel mengenai tingkatan materialitas dan
hubungannya dengan jenis opini Auditor dapat di lihat dari Tabel 1.
Standar Umum Auditing ketiga berhubungan dengan dengan materialitas karena
menyangkut professional judgement seorang Auditor. Suatu pemeriksaan atau audit
harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


8
http://www.widyatama.ac.id
teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu
pernyatan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam
bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan
pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya
dalam praktik audit. Betapa pun tingginya kemampuan seseorang dalam bidang-bidang
lain, termasuk dalam bidang bisnis dan keuangan, ia tidak dapat memenuhi
persyaratan yang dimaksudkan dalam standar auditing ini, jika ia tidak memiliki
pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing.

B. Tahapan dalam Menerapkan Materialitas


Langkah – langkah dalam menetapkan materialitas adalah:
1) Menetapkan pertimbangan awal tentang materialitas
Pertimbangan pendahuluan tentang materialitas adalah jumlah maksimum yang
membuat auditor yakin bahwa laporan keuangan akan salah saji tetapi tidak
mempengaruhi keputusan para pemakai yang bijaksana. Auditor menetapkan
pertimbangan pendahuluan tentang materialitas untuk membantu merencanakan
pengumpulan bukti yang tepat. Semakin rendah nilai uang pertimbangan
pendahuluan ini, semakin banyak bukti audit yang dibutuhkan.
Auditor seringkali mengubah pertimbangan pendahuluan tentang materialitas yang
disebutkan dengan pertimbangan tentang materialitas yang direvisi. Hal ini terjadi
karena auditor memutuskan bahwa pertimbangan pendahuluan terlalu besar atau
terlalu kecil.
Faktor faktor yang mempengaruhi pertimbangan pendahuluan auditor tentang
materialitas adalah materialitas yang memiliki konsep yang relatif, dasar yang
diperlukan untuk mengevaluasi materialitas, dan faktor faktor
kualitatif.Pertimbangan awal mengenai materialitas adalah jumlah maksimum suatu
salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor tidak
mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemakai. Adapun penetapan
materialitas sendiri bertujuan untuk membantu auditor merencanakan bahan bukti
yang cukup.
Seorang auditor eksternal dituntut untuk memiliki profesionalisme yang tinggi.
Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional yang tinggi ada setiap
profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang
diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan.
Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam
perencanaan auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang
digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


9
http://www.widyatama.ac.id
temuan audit karena keadaan yang melingkupi berubah, informasi tambahan
tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif
berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan
keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu
salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material,
karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut

2) Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas kedalam segmen


Hal ini perlu dilakukan karena auditor mengumpulkan bukti persegmen dan bukan
untuk laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan membantu auditor
dalam memutuskan bukti audit yang tepat yang harus dikumpulkan. Ketika auditor
mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke saldo akun,
materialitas yang dialokasikan ke saldo akun tertentu itu sebagai salah saji yang
dapat ditoleransi.

3) Mengestimasi total salah saji dalam segmen


Salah saji yang diketahui adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat
ditentukan oleh auditor. Salah saji yang mungkin terbagi menjadi dua jenis yaitu
salah saji yang berasal dari perbedaan antara pertimbangan manajemen dan auditor
tentang estimasi saldo akun, contohnya adalah perbedaan estimasi penyisihan
piutang tak tertagih atau kewajiban garansi. Jenis kedua adalah proyeksi salah saji
berdasarkan pengujian auditor atas sampel dari suatu populasi, contohnya adalah
auditor menggunakan salah saji yang ditemukan yaitu 6 dari jumlah sampel 200
untuk mengestimasi total salah saji yang mungkin dalam persediaan. Total ini
disebut estimasi atau proyeksi atau ekstrapolasi karena hanya sampel yang diaudit,
bukan keseluruhan populasi.

4) Memperkirakan salah saji gabungan


Jumlah salah saji yang diproyeksikan dalam langkah ketiga untuk setiap akun
kemudian digabungkan dalam kertas kerja.

5) Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau


yang direvisi tentang materialitas

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


10
http://www.widyatama.ac.id
4. Membuat Keputusan Tentang Risiko Audit
Kegiatan audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang
material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah
saji yang tidak terdeteksi oleh auditor.
seseorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan risiko audit untuk setiap saldo
akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga setiap asersi yang relevan dengan saldo akun
dan golongan transaksi yang material.

Komponen Risiko Audit

5. Memperoleh Bukti Melalui Prosedur Audit


Prosedur Audit adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh auditor untuk
mendapatkan semua informasi mengenai kualitas keuangan yang disediakan oleh
perusahaan, yang memungkinkan mereka untuk membentuk opini audit atas
laporan keuangan apakah mereka mencerminkan pandangan yang benar dan adil
dari posisi keuangan organisasi.

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


11
http://www.widyatama.ac.id
6. MENETAPKAN BAGAIMANA MENGGUNAKAN BUKTI
Ketika auditor mengumpulkan bukti tentang kewajaran penyajian laporan
keuangan, ia juga menggunakan pengetahuan yang diperoleh dalam proses audit untuk
menentukan apakah terdapat jasa bernilai tambah lain yang mungkin bermanfaat bagi
manajemen dan dewan direksi.
Jasa bernilai tambah (value added services) berdasarkan pengetahuan yang diperoleh
selama audit, meliputi:
1) Tolok Ukur Kinerja Perusahaan dan Pengukuran Kinerja
2) Perencanaan Bisnis
3) Pengukuran Risiko
4) Penilaian Bisnis
5) Rancangan dan Keandalan Sistem Informasi

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


12
http://www.widyatama.ac.id
7. Mengkomunikasikan Temuan-Temuan
Audit dan jasa-jasa yang ditunjukkan sebagai bagian dari audit, tidak ada nilainya sampai
mereka mengkomunikasikan kepada manajemen dan pihak lain yang menggunakan audit.
Pengkomunikasian temuan audit dibagi jadi 3 kategori:
1) Komunikasi pada laporan keuangan lewat laporan auditor
2) Komunikasi lain yang disyaratkan oleh manajemen dan direktur
3) Komunikasi temuan dari other assurance service
Berikut pembahasannya :
1) Komunikasi tentang laporan keuangan melalui laporan auditor
▪ Auditor akan menerbitkan sebuah laporan yang memuat pernyataan pendapat

tentang laporan keuangan secara menyeluruh


2) Komunikasi lain yang diperlukan dengan manajemen
▪ Disamping menerbitkan laporan atas laporan keuangan, standar profesional
mengharuskan auditor membahas masalah-masalah tertentu dengan komite
audit, atau dengan orang-orang dari tingkat wewenang dan tanggung jawab
yang setara dengan komite audit
3) Komunikasi temuan-temuan lain
▪ Para CPA yang melaksanakan jasa audit juga memberikan beragam jasa-jasa
lain kepada klien, seperti jasa bernilai tambah. Para CPA biasanya
menggunakan surat perikatan untuk menguraikan lingkup jasa dan perjanjian
imbalan.

‘20 Seminar Audit Biro Akademik dan Pembelajaran


13
http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai