Dosen pengampu :
Dr. TOTOK SUGIARTO SH., MH
Disusun Oleh :
Nama : Lutfiah Amalia
NIM : 192410001
Anak remaja yang menjadi korban bullying lebih beresiko mengalami berbagai masalah
kesehatan, baik secara fisik maupun mental pada diri anak tersebuut.
Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang menjadi korban bullying,
Antara lainnya muncul berbagai masalah mental seperti depresi, kgelisahan dan masalah keluhan
kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut, dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada
di lingkungan sekitar dan lingkungan pendidikan dan juga penurunan semangat belajar hingga
prestasi akademis pun kurang. Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying
mungkin akan menunjukan sifat kekerasan fisik dan psikologis mental.
Tindakan bullying yang di alami oleh korban dalam bentuk bullying secara verbal maupun
secara fisik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana dampak psikologis psikososial
korban bullying dalam kehidupan sehari-hari, serta memberikan edukasi kepada para orang tua
korban untuk lebih peka terhadap perkembanngan dan permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak
terlebih lagi untuk tetap memantau pergaulan anak-anak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bullying meruparakan salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh satu atau
sekelompok orang dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang bersifat negative secara
berulang kali yang tujuannya adalah menyakiti, merendahkan, atau menjatuhkan harga diri orang
lain. Bullying ini terjadi karena ada kesengajaan power atau kekuatan Antara pelaku dan
korbannya. Bullying atau penindasan juga merupakan perilaku agresif yang mengitimidasi dari
individu maupun kelompok terhadap individu. Fenomena ini cukup meresahkan masyarakat
mengingat dampak bully yang dapat berpengaruh besar pada kehidupan korban maupun perlaku.
Perilaku ini dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja, namun memang paling sering
terjadi pada anak-anak. Bullying atau kekerasan fisik masih menjadi kasus yang mendominasi pada
bidang pendidikan, lingkungan sekolah, dan lingkungan sekitar.
Media masa computer sering memuat permasalahan sosial anak-anak menjadi korban.
Permasalahan sosial tersebut misalnya bullying (perundung) yang terjadi di lingkungan
bermainnya. Undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bab
III mengenai hak dan kewajiban anak mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk hidup tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.
Fakta menunjukkan, bullying terhadap anka yang terjadi di Indonesia bukan fenomena
yang baru di lingkungan sekolah, tempat tinggal dan lingkungan bermain anak-anak. Menurut Ken
Rigby dalam buku Ponny Retno Astuti bullying merupakan hasrat untuk menyakiti, yang
diaktualisasikan dalam aksi sehingga menyababkan seseorang individu atau kelompok menderita.
Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang ataupun kelompok yang lebih kuat, biasanya
kejadiannya berulang kali dan pelaku tesebut melakukan bullying dengan perasaan senang.
Bullying merupakan suatu tindakan untuk menyakiti orang lain dan menyebabkan
seseorang menderita dan mengganggu ketenangan seseorang. Tindakan penculikkan,
penganiayaan bahkan intimidasi atau ancaman halus bukanlah sekedar maslah kekerasan biasa,
tindakan ini disebut bullying karena tindakan ini sudah bertahun-tahun dilakukan secara berulang,
bersifat regenerative, menjadi kebiasaan atau tradisi yang mengancam jiwa korban.
Korban yang dibully biasanya anak-anak pendiam dan anak-anak yang susah bergaul
dengan teman disekitarnya. Bullying terjadi karena adanya beberapa factor penyebab yaitu,
perbedaan ekonomi, agama, gender, tradisi, dan kebiasaan senior untuk menghukum yunior-nya
yang sering terjadi. Adanya perasaan dendam atau iri hati, adanya semangat untuk mengusai
korban dengan kekuatan fisik dan daya tarik seksual.
B. Rumus Masalah
Memberikan informasi atau gambaran bagi kepala sekolah, dan guru BK dalam
menentukan pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik role playing untuk
mengurangi perilaku bulying.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Bullying
Bullying atau Penindasan adalah penggunaan kekerasan, ancaman atau paksaaan untuk
menylahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Hal tersebut meliputi pelecehan secara lisan atau
ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan bisa diarahkan berulang pada korban tertentu atas dasar
agama, kemampuan, gender, ras dan lain sebagainya.
Pengertian Bullying yang lain yaitu, Bullying adalah aktivitas yang dilakukan dengan
tujuan memojokan orang lain dengan nada merendahkan, mengolok-olok hingga kekerasan fisik.
Biasanya bullying terjadi bukan karena marah atau konflik yang tak terselesaikan, akan
tetapi lebih merujuk pada rasa superioritas atau dengan kata lain untuk menunjukan bahwa pelaku
bully yang paling kuat dam punya hak untuk merendahkan, menghina atau bertindak semena-mena
pada orang lain.
Budaya bullying (kekerasan) atas nama senioritas masih terus terjadi di kalangan peserta
didik. Bullying adalah suatu bentuk kekerasan anak (child abuse) yang dilakukan teman sebaya
kepada seseorang (anak) yang lebih ‘rendah’ atau lebih lemah untuk mendapatkan keuntungan atau
kepuasan tertentu. Biasanya bullying terjadi berulang kali.
Bahkan ada yang dilakukan secara sistematis. Bullying secara sederhana diartikan sebagai
penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban
merasa tertekan, trauma dan tidak berdaya.
Bullying meruparakan salah satu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh satu atau
sekelompok orang dengan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang bersifat negative secara
berulang kali yang tujuannya adalah menyakiti, merendahkan, atau menjatuhkan harga diri orang
lain. Bullying ini terjadi karena ada kesengajaan power atau kekuatan Antara pelaku dan
korbannya. Bullying atau penindasan juga merupakan perilaku agresif yang mengitimidasi dari
individu maupun kelompok terhadap individu.
Fenomena ini cukup meresahkan masyarakat mengingat dampak bully yang dapat
berpengaruh besar pada kehidupan korban maupun perlaku.
A Penyebab Bullying
Adapun beberapa penyebab tejadinya perilaku bullying ini, diantaranya:
B. Dampak Bullying
Bullying dapat berdampak positif ataupun negatif bagi pelaku, penerima ataupun
pihak lainnya. Berikut ini adalah dampak tindakan bulliying.
• Dampak Negatif
Korban bullying lebih berisiko mengalami berbagai masalah, baik secara fisik
maupun mental. Masalah yang akan terjadi pada korban bullying antara lain:
Munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur
dan masalah tersebut kemungkinan akan terbawa hingga korban dewasa.
1. Keluhan kesehatan fisik, seperti sakit perut, sakit kepala dan ketegangan otot.
2. Rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah.
3. Penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.
4. Dalam kasus yang cukup langka, korban bullying mungkin akan menunjukkan
sifat kekerasan.
• Dampak Positif
• Penindasan Fisik
Bentuk penindasan ini dilakukan dengan kontak secara fisik yang menyebabkan sakit
fisik, luka, cedera, atau penderitaan fisik lainnya. Contoh bentuk tindakan bullying fisik
yaitu memukul, , menendang san lain sebagainya.
• Penindasan Psikologis
Bentuk penindasan ini menyebabkan trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan,
stres dan juga kegalauan/gusar bagi penerima bullying.
Tindakan bullying seperti ini melibatkan kontak fisik antar pelaku dan korban. Dan
tindakannya bisa terlihat secara kasat mata.
“Misalnya dipukul, ditendang, diludahi, didorong, merusak barang hingga melakukan tindakan lain
yang terus berulang hingga merugikan secara fisik,” kata Psikolog Anak, Anna Surti Ariani.
Lebih lanjut Anna juga menyebut kalau bullying dengan tipe ini sangat mudah
diidentifikasi, namun paling jarang dilakukan dan biasanya terjadi di antara remaja yang sedang
bermasalah.
2. Bullying secara verbal
Selanjutnya adalah bullying secara verbal. Biasanya bentuk bullying yang satu ini tak kasat
mata, namun dampaknya bisa dirasakan oleh hati.
Bentuk hinaannya juga bermacam-macam. Tidak cuma seputar fisik, tapi bisa merambah
ke isu seputar SARA, etnis, status ekonomi, hingga orientasi seksual.
Pernah enggak, sih, kamu mendengar gosip atau berita yang kebenarannya masih
diragukan? Kalau pernah, jangan sebarkan informasi tersebut, ya. Sebab, menurut Anna,
menyebarkan rumor atau gosip yang belum pasti hingga mengajak untuk menjauhi seseorang
merupakan tindakan bullying sosial.
4. Cyberbullying
Dari ketiga bentuk bullying di atas, bullying yang satu ini menjadi bullying yang paling
marak dilakukan akhir-akhir ini. Kemajuan teknologi dan informasi menjadi faktor
berkembangnya bullying jenis ini.
Menurut Anna, tindakan bullying yang satu ini seperti memberikan komentar kasar yang
bisa menjatuhkan orang lain, mengancam, hingga menyakiti dengan kata-kata yang ditulis di
internet atau media sosial.
Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005), Terdapat 5 jenis bullying yaitu Kontak
fisik langsung, seperti: memukul, mendorong, menggigit, mencubit, menjambak, mencakar,
menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak
barang yang dimiliki orang lain.
Pelecehan seksual, terkadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Meskipun
laki-laki dan perempuan melakukan bullying cenderung menggunakan bullying verbal, tetapi
umumnya, perilaku bullying fisik lebih banyak dilakukan laki-laki dan bullying verbal banyak
dilakukan perempuan.
Pencegahan agar tidak menjadi korban bullying dapat dilakukan dengan berbagai
cara seperti berikut :
Jangan membawa barang-barang mahal atau uang yang berlebihan. Merampas, merusak,
atau menyandera barang-barang korban adalah tindakan-tindakan yang biasanya dilakukan pelaku
bullying. Karena itu, sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan dengan membawa barang-
barang mahal atau uang yang berlebihan ke sekolah. Jika terpaksa, sembunyikan di tempat yang
aman, titipkan ke guru atau teman yang dipercaya, atau setidaknya hindarkan meletakkan barang
atau uang tersebut di tempat terbuka yang bisa menarik perhatian pelaku bullying.
` Jangan sendirian. Pelaku bullying melihat anak yang penyendiri sebagai mangsa yang
potensial. Karena itu, jangan sendirian di dalam kelas, di lorong sekolah, atau di tempat-tempat
sepi lainnya. Kalau memungkinkan, beradalah di tempat di mana guru atau orang dewasa lainnya
dapat melihat anda. Akan lebih baik lagi jika anda bersama-sama dengan teman, atau mencoba
berteman dengan anak-anak penyendiri lainnya yang kemungkinan juga telah menjadi korban.
Anda mungkin tidak berdaya menghadapi pelaku bullying sendirian, namun anda akan lebih aman
bersama-sama dengan yang lain.
Jangan cari gara-gara dengan pelaku bullying. Jika anda tahu ada anak-anak tertentu yang
tidak menyukai anda, atau sudah dikenal luas sebagai pelaku bullying, sebisa mungkin hindari
berada di dekat mereka atau di area yang sama dengan mereka. Ini termasuk area di luar sekolah,
seperti jalan yang biasa anda lewati ketika pergi atau pulang sekolah atau di dalam kendaraan
jemputan. Kalau terpaksa, pastikan di situ ada orang dewasa (orangtua, guru, pegawai) yang bisa
melerai perilaku bullying atau teman-teman anda.
Bagaimana jika suatu saat anda tetap terperangkap dalam situasi bullying? Kuncinya adalah
tampil percaya diri. Jangan perlihatkan diri anda seperti orang yang lemah atau ketakutan, seperti
berdiri dengan postur yang tidak tegap, menunduk ketika diajak bicara atau menjawab dengan
gugup. Tetaplah tenang, utarakan keberatan anda dengan tegas, lalu tinggalkan mereka.
Jangan biarkan emosi anda terpancing dan membalas perbuatan mereka kecuali anda merasa punya
cukup kemampuan untuk itu; jika tidak (misalnya karena pelaku membawa senjata atau jumlah
pelaku jauh lebih banyak), anda hanya akan membuat situasi bertambah buruk. Lakukan
perlawanan hanya sebagai alternatif terakhir untuk mempertahankan diri jika tidak memungkinkan
untuk pergi dari situ.
Terakhir, bullying hanya akan berhenti untuk seterusnya jika anda berani melapor pada
orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya yang anda percayai. Anda sama sekali bukan pengecut;
butuh jauh lebih banyak keberanian untuk bertindak dan mencoba mengubah kondisi yang salah
semampu anda daripada hanya berdiam diri dan berharap semua penderitaan yang anda rasakan
akan berlalu dengan sendirinya.
Peran orang tua dalam pencegahan seorang anak agar tidak menjadi korban bullying sangat besar.
Berikut adalah tips bagi orang tua agar anak tidak menjadi korban bullying:
Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada
orang dewasa/guru/orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak
dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri
ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
• Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda,
berlari), kesehatan yang prima.
• Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa
sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
• Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang
mungkin ia alami dalam kehidupannya. Untuk itu, selain kemampuan mempertahankan diri
secara psikis seperti yang dijelaskan di atas. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak
untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap
mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
• Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar
tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan
atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying).
Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau
sudah diupayakan untuk tidak terulang.
• Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan
orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi
korban bullying karena :
• Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku
bullying pada teman lainnya.
• Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak
teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
• Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan
memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.
Penanganan Pada Korban:
• Usahakan mendapat kejelasan mengenai apa yang terjadi pada korban bullying. Tekankan
bahwa kejadian tersebut bukan kesalahannya.
• Bantu korban mengatasi ketidaknyamanan yang ia rasakan, jelaskan apa yang terjadi dan
mengapa hal itu terjadi. Jangan pernah menyalahkan korban atas tindakan bullying yang ia
alami.
• Minta bantuan pihak ketiga (guru atau ahli profesional) untuk membantu mengembalikan
korban ke kondisi normal, jika dirasakan perlu dan untuk menangani pelaku.
• Bagi orang-orang yang dekat dengan korban (seperti orang tua), hendaknya amati perilaku
dan emosi korban, bahkan ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu (ingat
bahwa biasanya korban menyimpan dendam dan potensial menjadi pelaku di kemudian
waktu). Mereka harus bekerja samalah dengan pihak sekolah (guru) untuk membantu dan
mengamati bila ada perubahan emosi atau fisik anak mereka. Waspada terhadap perbedaan
ekspresi agresi yang berbeda yang ditunjukkan anak di rumah dan di sekolah (ada atau tidak
ada orang tua/guru/pengasuh).
• Bagi orang tua, bina kedekatan dengan teman-teman anak. Cermati cerita mereka tentang
anak. Waspadai perubahan atau perilaku yang tidak biasa.
Pencegahan :
Peran orang tua dalam pencegahan seorang anak agar tidak menjadi pelaku bullying sangat
besar. Berikut adalah tips agar anak tidak menjadi pelaku bullying:
o Anak dapat menjadi pelaku bullying antara lain bila ia mengalami rasa rendah diri. Karena
itu, upayakan untuk mendidik anak dalam suasana penuh kasih sayang yang mendidik anak untuk
memiliki kebanggaan pada dirinya sendiri. Kasih sayang yang nyata juga membuat anak merasa
aman dan cenderung lebih mau bekerja sama dengan orang tua/guru. Namun hati-hati jangan
sampai memanjakan anak yang berdampak kerugian di pihak anak.
o Waspada jika anak menunjukkan agresifitas yang berlebihan, terutama pada mereka yang
lebih lemah (adiknya, pengasuh, teman bermain yang lebih kecil atau pendek badannya) atau
bahkan binatang, tanaman dan mainannya.
o Jika anak anda pernah menjadi korban bully, untuk mencegah ia menjadi pelaku bullying
di kemudian hari, mintalah bantuan ahlinya agar masalah terselesaikan dengan baik dan tidak ada
dendam di kemudian hari. Amati perilaku dan kondisi emosi anak dari waktu ke waktu, bahkan
ketika kejadian bully yang ia alami sudah lama berlalu.
o Usahakan selalu bersikap terbuka dan rajin berdiskusi dengan anak tentang berbagai hal.
Selalu siap memberi komentar positif dan hindari menghakimi anak. Namun jangan sampai
“mencelakakan” anak dengan memanjakan anak berlebihan.
o Segera ajak pelaku bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya
merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani
dengan baik dan selesai dengan tuntas.
o Cari penyebab pelaku melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan.
Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan
pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban. Demikian juga bila pelaku
disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda. Posisikan diri untuk menolong pelaku dan bukan
menghakimi pelaku.
Pasal 80 UU 35/2014:
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut
serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Jika bullying ini dilakukan di lingkungan pendidikan, maka kita perlu melihat juga Pasal 54 UU
35/2014 yang berbunyi:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari
tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Yang dimaksud dengan “lingkungan satuan pendidikan” adalah tempat atau wilayah
berlangsungnya proses pendidikan. Sementara itu, yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain
petugas keamanan, petugas kebersihan, penjual makanan, petugas kantin, petugas jemputan
sekolah, dan penjaga sekolah. Ini artinya, sudah sepatutnya peserta didik di sekolah mendapatkan
perlindungan dari tindakan bullying yang berupa tindak kekerasan fisik maupun psikis
Dalam Pasal 9 disebutkan bahwa :
Pasal 9 ayat (1) Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
Pasal 9 ayat (1a). Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama
peserta didik, dan/atau pihak lain.
Selain mendapatkan Hak Anak sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) dan ayat (1a),
Anak Penyandang Disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki
keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Sedangkan Perlindungan Khusus dalam hal ini merupakan suatu bentuk perlindungan yang
diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman
terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Sejauh pengamatan KPAI, hampir semua sekolah tidak memiliki sistem pengaduan yang
melindungi korban dan saksi perundungan. Padahal sistem tersebut wajib dibentuk sekolah sesuai
Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Tindak Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan. Sistem yang dimaksud itu berupa tim
pencegahan yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, siswa, dan orang tua.
Di peraturan itu juga disebutkan sekolah wajib memasang papan layanan pengaduan tindak
kekerasan yang mudah diakses oleh siswa, orang tua, atau guru. Papan layanan itu memuat nomor
telepon dan alamat email. Tapi karena ketiadaan tim pencegahan, akhirnya tidak ada siswa yang
berani melaporkan kasus perundungan.
Kasus bullying atau perundungan tidak bisa hanya sekedar diselesaikan dengan kalimat :
sabar, jangan didengerin, udah dihindari aja dan sederet kalimat yang bisanya dilontarkan guru dan
orang-orang dewasa di sekitar korban. Butuh penanganan khusus dan ketegasan dalam penerapan
aturannya. Tidak juga bisa diselesaikan hanya dengan jalan kekeluargaan. Karena yang menjadi
korbannya adalah masa depan anak. Para korban bullying, kebanyakan mengalami trauma
psikologis yang hebat sehingga sangat berpengaruh terhadap karakternya di masa yang akan
datang.
Saat itu CA yang ada di dalam kelas ia sedang mengerjakan tugas bersama teman-
temannya, lalu masuklah bebrapa orang siswa yakni TP dan DF. Siswa yang berinisial TP
kemudian menghampiri korban CA untuk memaksa memberikan uang Rp. 20.000,00 padanya.
Sedangkan CA menjawab jangan, karena tak teerima permintaannya di tolak. Mereka memukul
CA dengan tangan dan gagang sapu, yang awalnya UHA ikut mengerjakan tugas bersama CA
malah ikut menganiaya CA.
Pelaku : Seseorang 3 siswa yang berinisial TP usia (16), DF usia (15) dan UHA usia (15)