Hak asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia dan
dibawa oleh lahir serta merupakan persembahan Tuhan Maha Pencipta.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Tentang HAM) menyatakan bahwa:
“Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. ”
1. Hak-dasar, berikut HAM yang berkaitan dengan hak yang paling penting dan penting
bagi kesempurnaan eksistensi manusia ciptaan Tuhan, sebaliknya hak-hak yang tidak
penting, tidak termasuk HAM. Misalnya hak seseorang merokok, berpakaian dan
sebagainya.
2. Dimiliki setiap manusia. Ini berarti bahwa nilai dasar HAM itu bersifat universal (berlaku
sama di mana saja dan kapan saja).
3. Dibawa sejak lahir. Hal ini mengandung bahaya bahwa HAM merupakan kewajiban
setiap pemerintah yang sedang di mana saja.
Menurut International Bill of Human Rights, HAM dapat dibedakan sebagai berikut:
2. Hak milik (hak-hak asasi bidang ekonomi) yang mencakup hak untuk memiliki sesuatu,
membeli, menjual dan menikmati.
3. Hak Kesetaraan Hukum (hak azasi untuk mendapatkan perlaluan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan).
4. Hak Politik (hak asasi manusia bidang politik) yang termasuk hak untuk ikut serta
dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilu) hak partai politik dan
lain-lain.
5. Hak Sosial dan Budaya , yang mengembangkan kebudayaan dan kebudayaan lain
6. Hak Prosedur Peradilan ( Hak Asasi Manusia ), yang termasuk hak untuk mendapatkan
surat perintah perlengkapan / penggeledahan, hak didampingi pembela dan lain-lain.
Perdebatan antara nilai universalitas dan partikularitas HAM ini merupakan teori yang
saling berlawanan, yakni teori universalitas dan teori relativisme kultural HAM. Teori
universalitas berpegang pada teori universalitas HAM yang berargumen bahwa perbedaan
kebudayaan dan ideologi bukan membenarkan konsepsi HAM. Perbedaan pengalaman
historis dan sistem nilai tidak meniscayakan HAM diimplementasikan secara berbeda dan
diterapkan secara berbeda pula dari satu kelompok ke kelompok budaya lain.
Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM dikelompokkan pada dua bentuk, yaitu:
Pelanggaran HAM kejahatan berat kejahatan genosida dan kejahatan kejahatan. Sedangkan
bentuk bentuk HAM ringan selain dari kedua bentuk pelnggaran HAM berat tersebut.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok etnis dan kelompok
agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara:
1. Anggota kelompok;
1. Pembunuhan;
2. Pemusnahan;
3. Perbudakan;
6. Penyiksaan;
Pengadilan HAM
2.Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah
hukumnya meliputi daerah hokum pengadilan negeri nyang bersangkutan
3.Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM
yang berat yang dilakukan di luara batas territorial wilayah Negara republik Indonesia oleh
warga Negara Indonesia
Kelompok-kelompok yang Rentan terhadap Pelanggaran
HAM
1. Anak-anak
Indonesia memiliki UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 1
angka 2 menyatakan “Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak
agar hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan kewarganegaraan.
Hakikatnya penyelenggaraan perlindungan anak harus mampu menjamin terselenggaranya
hak-hak anak terhadap:
2. Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam seluruh aspek hubungan antar manusia,
yaitu dalam hubungan keluarga dan orang terdekat lainnya (relasi pribadi), dalam hubungan
kerja, maupun dalam menjalankan hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan secara
umum. Ada beberapa bentuk kekerasan terhadap perempuan SBB:
c. Deprivasi ekonomi: salah satu bentuk kekerasan yang perempuan, khusunya yang
berstatus sebagai istri atau ibu rumah tangga dengan tidak diberi nafkah secara rutin atau
dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Selain itu, ada pula pula yang
dipaksa atau dilarang untuk bekerja dalam situasi yang bertentangan dengan keinginan
perempuan.
d. Diskriminasi: misalnya perempuan sering tidak diberi hak atas warisan, tingkat peluang
bersekolah dibandingkan dengan anggota keluarga laki-laki, dll.
3.Masyarakat Adat
Pasal 281ayat (3) Perubahan kedua UUD 1945 menyatakan bahwa: identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
Pasal 6 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM juga meminta bahwa: Dalam rangka
penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus
dilindungi dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah. Identitas budaya
masyarakat hukum adat termasuk hak ulayat dilindungi, selaras dengan perkembangan
zaman. Masyarakat adat di Indonesia laporan keberadaannya secara konstitusional.
4. Pembela HAM
Pembela HAM merupakan garda terdepan pemajuan HAM. Pembela HAM menonton
gerakan yang “menggerogoti” kekuasaan. Pada spektrum kekuasaan, para pembela HAM ini
sering dinlai miring. Mereka sering dijuluki sebagai kelompok “melawan arus”.
5. Penyandang Cacat
Kecacatan kejadian menjadi alasan untuk mengebiri atau mengeliminasi mereka dalam
memperoleh hak dan hak untuk mempertahankan kehidupan. Indonesia telah memiliki UU
No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, yang memberikan landasan hukum bagi hak-
hak penyandang cacat. Pasal 1 angka 1 memberikan pemahaman tentang penyandang
cacat sebagai berikut: “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan / atau mental, yang
dapat mengganggu atau menghambat dan hambatan untuk melakukan secara selayaknya,
yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik
dan mental. ”
6. Pengungsi
Setiap pengungsi berhak mendapatkan perlindungan baik dalam hukum nasional maupun
hukum internasional. Pada garis besar hak-hak yang melekat pada diri pengungsi
pengungsi adalah hak-hak yang dekat dengan hak-hak sipil, politik, ekonomi, budaya dan
budaya yang cocok untuk semua orang, warga negara, dan warga negara.
Kesimpulan
Hak asasi manusia (HAM) diartikan dengan hak-hak dasar yang dimiliki setiap manusia dan
dibawa oleh lahir serta merupakan persembahan Tuhan Maha Pencipta.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 (Tentang HAM) menyatakan bahwa:
“Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. ”
1. Hak-dasar, berikut HAM yang berkaitan dengan hak yang paling penting dan penting
bagi kesempurnaan eksistensi manusia ciptaan Tuhan, sebaliknya hak-hak yang tidak
penting, tidak termasuk HAM. Misalnya hak seseorang merokok, berpakaian dan
sebagainya.
2. Dimiliki setiap manusia. Ini berarti bahwa nilai dasar HAM itu bersifat universal (berlaku
sama di mana saja dan kapan saja). Kendatipun nilai dasar HAM bersifat universal, tetapi
pelaksanaan HAM tidak (selalu) sama di semua negara. Hal ini terjadi karena perbedaan
ideologi di antara berbagai negara / bangsa. Penerapan HAM yang tidak selalu sama ini
disebut nilai partikulan HAM, misalnya penerapan HAM bidang agama di Amerika Serikat
bebas beragama, sedangkan di Indonesia berarti bebas memilih agama yang ada (diakui)
oleh pemerintah.
3. Dibawa sejak lahir. Hal ini mengandung bahaya bahwa HAM merupakan kewajiban setiap
pemerintah yang sedang di mana saja.
1. Anak-anak
2. Perempuan
3.Masyarakat Adat
4. Pembela HAM
5. Penyandang Cacat
6. Pengungsi