Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


DENGAN KASUS PNEMONIA

DOSEN PEMBIMBING :
Dwi Retnowati, S.Kep., Ners., M.Kep

MAHASISWA :
Pungky Eka Septyani
NIM. A3R20139

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS PNEUMONIA

A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)
merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari bronkhiolus terminalis
yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana pulmonary alveolus
(alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer,
mengalami peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh, 2013).
B. Etiologi
Penyebab pneumonia pada orang dewasa dan usia lanjut umumnya adalah
bakteri. Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat yaitu bakteri
Streptococcus pneumonia, atau Pneumococcus. Sedangkan pneumonia yang
disebabkan karena virus umumnya adalah Respiratory Syncytial Virus, rhinovirus,
Herpes Simplex Virus, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) (Nursalam,
2016).
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
a) Streptococcus pneumonia
merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri patogen ini di
temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-
60%, sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU
sebanyak 33%.
2. Atipikal organisme

Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp, chlamedia


sp, Legionella sp.
a. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet,
biasanya menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga
virus penyebabnya adalah cytomegali virus, herpes simplex virus,
varicella zooster virus.
b. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur
oportunistik, dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat
menghirup udara. Organisme yang menyerang adalah Candida sp,
Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans.
c. Lingkungan

Faktor lingkungan termasuk faktor yang sangat mempengaruhi


untuk terjadinya pneumonia salah satunya yaitu pencemaran udara.
Pencemaran udara dalam rumah dipengaruhi oleh berbagai factor
antara lain, bahan bangunan (misal; asbes), struktur bangunan
(misal; ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior (pada
pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah
(ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd), formaldehid, debu,
dan kelembaban yang berlebihan. Selainitu, kualitas udara juga
dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti dalam hal
penggunaan energy tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber
energi yang relative murah seperti batu bara dan biomasa (kayu,
kotoran kering dari hewan ternak, residu pertanian), perilaku
merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan
kimia pembersih, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut dapat
mengeluarkan polutan yang dapat bertahan dalam rumah untuk
jangka waktu yang cukup lama (Kemenkes RI, 2011).
C. Pathway Pneumonia
Bakteri,virus,jamur

Masuk saluran pernafasan

Mengganggu
kerja makrofag

PNEUMONIA

Peradangan/inflamasi

Suhu tubuh Oedema


Kerja sel goblet
meningkat
meningkat
Produksi sputum
dispnea
MK : meningkat
Hipertermia

MK :
Konsolidasi
cairan sputum di Pola napas tidak
jalan nafas efektif

Sputum
tertelan ke
MK : lambung
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Konsolidasi
cairan sputum di
lambung

Asam lambung
meningkat

MK :
Deficit Nutrisi
D. Klasifikasi
Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta letak
anatomi
(Nursalam, 2016) sebagai berikut:
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.

2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat


oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.

3) Pneumonia interstisial

Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium)


dan jaringan peribronkial serta interlobular.

E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau
penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan ronki(Nursalam, 2016).

F. Pemeriksaan Penunjang
a) Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis
pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta
gambaran kavitas.

b) Laboratorium

Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/ul, Leukosit


polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia.
d) Analisa Gas Darah

Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan


parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukkan asidosis respiratorik.

G. Penatalaksanaan
Karena penyebab pneumonia bervariasi membuat penanganannya pun
akan disesuaikan dengan penyebab tersebut. Selain itu, penanganan dan
pengobatan pada penderita pneumonia tergantung dari tinggkat keparahan
gejala yang timbul dari infeksi pneumonia itu sendiri (shaleh, 2013).
a. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Maka pemberian antibiotik adalah yang paling tepat. Pengobatan
haruslah benar-benar komplit sampai benar-benar tidak lagi adanya
gejala pada penderita. Selain itu, hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum
harus tidak lagi menampakkan adanya bakteri pneumonia. Jika
pengobatan ini tidak dilakukan secara komplit maka suatu saat
pneumonia akan kembali mendera si penderita (shaleh, 2013).
1. Untuk bakteri Streptococus Pneumoniae
Bisa diatasi dengan pemberian vaksin dan antibiotik. Ada dua
vaksin tersedia, yaitu pneumococcal conjugate vaccine dan
pneumococcal polysacharide vaccine. Pneumococcal conjugate
vaccine adalah vaksin yang menjadi bagian dari imunisasi bayi dan
direkomendasikan untuk semua anak dibawah usia 2 tahun dan
anak-anak yang berumur 2-4 tahun. Sementara itu pneumococcal
polysacharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa.

Sedangkan antibiotik yang sering digunakan dalam perawatan tipe


pneumonia ini termasuk penicillin, amoxcillin, dan clavulanic acid,
serta macrolide antibiotics, termasuk erythromycin (shaleh, 2013).
b. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus

Pengobatannya hampir sama dengan pengobatan pada penderita flu.


Namun, yang lebih ditekankandalam menangani penyakit pneumonia
ini adalah banyak beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk
membantu pemulihan daya tahan tubuh. Sebab bagaimana pun juga
virus akan dikalahkan jika daya tahan tubuh sangat baik (shaleh,
2013)

c. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur

Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati panyakit


jamur lainnya. Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti
jamur agar bisa mengatasi pneumonia (shaleh, 2013).

H. Komplikasi

Komplikasi Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa


menimbulkan komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien, khususnya
kelompok pasien risiko tinggi, mungkin mengalami beberapa komplikasi
seperti bakteremia (sepsis), abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas.
Bakteremia dapat terjadi pada pasien jika bakteri yang menginfeksi paru
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ lain, yang
berpotensi menyebabkan kegagalan organ. Pada 10% pneumonia dengan
bakteremia dijumpai terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis,
arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, dan empiema. Pneumonia
juga dapat menyebabkan akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa
disebut dengan efusi pleura. Efusi pleura pada pneumonia umumnya
bersifat eksudatif. Efusi pleura eksudatif yang mengandung
mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta dengan nanah disebut
empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu di drainage
menggunakan chest tube atau dengan pembedahan (Ryusuke, 2017).

I. Diagnosa Yang Mungkin Muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d proses infeksi d.d px tidak mampu
batuk , sputum berlebih, ada suara tambahan wheezing, dispnea, gelisah, pola
nafas berubah.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d px mengeluh sesak,
dyspnea, penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola
nafas abnormal, pernafasan cuping hidung, tekanan ekspirasi menurun,
tekanan inspirasi menurun.
3. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh diatas nilai normal,
kulit merah, takikardia, kulit terasa hangat.
4. Resiko hypovolemia d.d kehilangan cairan aktif
5. Resiko deficit nutrisi d.d ketidakmampuan mencerna makanan

J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)


1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif 1.01006
efektif b.d proses infeksi keperawatan selama 1x24 Observasi
d.d px tidak mampu jam diharapkan bersihan a. Identifikasi kemampuan
batuk , sputum berlebih, jalan nafas meningkat batuk
ada suara tambahan L.01001 b. Monitor adanya retensi
wheezing, dispnea, Kriteria hasil sputum
gelisah, pola nafas 1. Batuk efektif meningkat c. Monitor tanda dan gejala
berubah. 2. Produksi sputum infeksi saluran nafas
menurun d. Monitor input dan output
3. Mengi menurun cairan (mis. jumlah dan
4. Wheezing menurun karakteristik)
5. Dispnea menurun Terapeutik
6. Sianosis menurun e. Atur posisi semi-fowler
7. frekuensi nafas membaik atau fowler
8. pola nafas membaik f. Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
g. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi
h. Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif
i. Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mecucu (dibulatkan) selam
8 detik
j. Anjurkan tarik nafas dalam
hingga 3 kali
k. Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah tarik
nafas dalam yang ke-3
Kolaborasi
l. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
2 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
b.d hambatan upaya nafas keperawatan selama 1x24 Observasi
d.d px mengeluh sesak, jam diharapkan pola nafas a. Monitor pola nafas
dyspnea, penggunaan otot membaik L.010004 (frekuensi, kedalaman,
bantu pernafasan, fase Kriteria hasil : L.010004 usaha nafas)
ekspirasi memanjang, pola 1. Kapasitas vital b. Monitor bunyi nafas
nafas abnormal, meningkat tambahan (misalnya
pernafasan cuping hidung, 2. Tekanan ekspirasi gurgling, mengi, wheezing,
tekanan ekspirasi meningkat ronki)
menurun, tekanan 3. Tekanan inspirasi c. Monitor sputum (jumlah,
inspirasi menurun. meningkat warna, aroma
4. Dispnea menurun Terapeutik
5. Penggunaan otot bantu d. Posisikan semi-fowler atau
nafas menurun fowler
6. Pernafasan cuping e. Berikan minum hangat
hidung menurun f. fisioterapi dada, jika perlu
7. Frekuensi nafas g. Lakukan penghisapan
membaik lendir kurang dari 15 detik
8. Kedalaman nafas h. Berikan oksigen, jika perlu
membaik Edukasi
9. Ekskursi dada membaik i. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari,jika tidak
kontraindikasi
j. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
k. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik. jika perlu
3 Hipertermia b.d proses setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia 1.15506
penyakit (infeksi) d.d suhu keperawatan selama 6 jam Observasi
tubuh diatas nilai normal, diharapkan termoregulasi a. Identifikasi penyebab
kulit merah, takikardia, membaik L.14134 hipertermia
kulit terasa hangat. Kriteria hasil: L.14134 b. Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun c. Monitor komplikasi akibat
2. kulit merah menurun hipertermia
3. suhu tubuh membaik Terapeutik
4. tekanan darah membaik d. Sediakan lingkungan yang
dingin
e. Berikan cairan oral
f. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
g. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, dan
aksilia)
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
i. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
j. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013).Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi refisi jilid 1 2015.
Jakarta: Media Action Publishing.

SDKI DPP PPNI PPNI, Tim Pokja (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi
1 Cetakan II . Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

SLKI DPP PPNI PPNI, Tim Pokja (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia edisi I
Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

SIKI DPP PPNI PPNI, Tim Pokja (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai