Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR BRONKITIS

DISUSUN OLEH:
Ahmad Riyo Akbar
011191077

UNIVESRITAS NGUDI WALUYO


PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS
A. DEFINISI
Bronkitis ialah suatu peradangan pada susukan bronkial atau
bronki. Peradangan tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau
polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut ialah batuk dan adakala produksi dahak tidak lebih
dari tiga ahad (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis kronis ialah batuk disertai sputum setiap hari selama
setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-
turut. Bronkhitis ialah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis
berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam
2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab
lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akibatnya akan
sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit
menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada
usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
1. Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya
dalam waktu 2 hingga 3 ahad saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut
akan sembuh total tanpa duduk perkara yang lain.
2. Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-
ulang dalam jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis
kronis ini juga berarti menderita batuk yang dengan disertai dahak dan
diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan.

2
B. ETIOLOGI
Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting. Peningkatan resiko mortalitas jawaban bronkitis hampir
berbanding lurus dengan jumlah rokok yang dihisap setiap hari
(Rubenstein, et al., 2007) Polusi udara yang terus menerus juga merupakan
predisposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat kegiatan silia
dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis
ialah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon. Infeksi. Eksaserbasi bronchitis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak ialah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan
organisme lain menyerupai Mycoplasma pneumonia.
Defisiensi alfa-1 antitripsin ialah gangguan resesif yang terjadi
pada sekitar 5% pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis
neonatorum) karena protein alfa-1 antitripsin ini memegang peranan
penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrofil elastase
(Rubenstein, et al., 2007).
Terdapat kekerabatan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan
lingkungan industri banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin,
hidrogen sufilda, welirang dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi jawaban
kerja. Riwayat infeksi susukan napas. Infeksi susukan pernapasan adegan
atas pada penderita bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru
adegan bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah.

Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada


beberapa alat tubuh, yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada
katup maupun miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus
melemahkan daya tahan sehingga infeksi kuman mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan
cumber kuman yang dapat menyerang dinding bronkhus.

3
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan
fungsi dinding bronkhus sehingga infeksi kuman mudah terjadi.
d. Rokok dapat menjadikan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

C. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau
dapat timbul kembali sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada
umumnya, virus merupakan awal dari serangan bronkhitis akut pada
infeksi susukan napas adegan atas. Dokter akan mendiagnosis bronkhitis
kronis kalau pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum
selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam
dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar distributor
infeksi maupun non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang
menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan
bronkospasme. Tidak menyerupai emfisema, bronkhitis lebih
memengaruhi jalan napas kecil dan besar dibandingkan alveoli. Dalam
keadaan bronkhitis, pemikiran udara masih memungkinkan tidak
mengalami hambatan.

Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:


a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar
sehingga meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme
pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang
disebut mucocilliary defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang

4
dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkhitis akut,
sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan sehingga
lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus
akan menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. infeksi juga
menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali
hingga dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental.
Adanya mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang
dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan menghambat
beberapa pemikiran udara kecil dan mempersempit susukan udara
besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus
besar, namun lambat laun akan memengaruhi seluruh susukan napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi
jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya
mengalami kolaps dan udara terperangkap pada adegan distal dari
paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan
ratio ventilasi perfusi asing timbul, di mana terjadi penurunan PO2
Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai PCO,sehingga
pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari hipoksemia, maka
terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada ketika penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonari.
Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika duduk perkara tersebut tidak
ditanggulangi, hipoksemia akan timbul yang akibatnya menuiu
penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive Heart Failure).

5
D. TANDA DAN GEJALA
Gejalanya berupa :
Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama
batuk makin berat, timbul siang hari maupun malam hari, penderita
terganggu tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi menyerupai mirip pada bronchitis
kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama
pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau berdiri dari tidur.
Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi
infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat menunjukkan wangi yang tidak
sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menjadikan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya
pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen,
dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva
(ludah)
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak ( celluler debris ).
Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi
purulen atau mukopuruen dan kental.
Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang –
kadang disertai tanda – tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul
kor pulmonal yang menetap. Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus )
ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas
tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang
terjadi sebagai jawaban infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya
menjadikan fibrosis paru dan emfisema yang menjadikan sesak nafas.
Kadang ditemukan juga bunyi mengi ( wheezing ),

6
jawaban adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainannya
 sesak nafas ketika melaksanakan olah raga atau kegiatan ringan
 sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
 bengek
 lelah
 pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
 wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
 pipi tampak kemerahan
 sakit kepala
 gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala menyerupai
pilek, yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot,
demam ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk biasanya merupakan tanda
dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari
kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning.
Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya
membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa
menetap selama beberapa minggu. Sesak nafas terjadi kalau susukan udara
tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah batuk.
Bisa terjadi pneumonia.

7
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, hasil normal selama
periode remisi.§  Tes fungsi paruUntuk menentukan penyebab dispnoe,
melihat obstruksi, memperkirakan derajat disfungsi.
- TLC :Meningkat.
- Volume residu : Meningkat.§  FEV1/FVC     : Rasio volume
meningkat.
- GDA               : PaO2 dan PaCO2 menurun, pH
Normal.§  BronchogramMenunjukkan di latasi silinder bronchus
ketika inspirasi, pembesaran duktus mukosa.
- Sputum            : Kultur untuk menentukan adanya infeksi,
mengidentifikasi patogen.
- EKG                : Disritmia atrial, peninggian gelombang P pada lead II,
III, AVF

8
F. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara
lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami
infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada susukan nafas
adegan atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang
baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya
pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada tempat yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, jawaban septikemi oleh kuman penyebab infeksi
supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali
merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan adegan dari komplikasi bronchitis pada susukan nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-
cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi
arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis
sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling final pada bronchitis
yang berat da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai
komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami

9
komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta
proteinurea.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada
penderita remaja bisa diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada belum
dewasa sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk
beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya
menunjukkan bahwa penyebabnya ialah infeksi kuman (dahaknya
berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan penderita
yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita remaja
diberikan trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin.
Erythromycin diberikan walaupun dicurigai penyebabnya ialah
Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita belum dewasa diberikan
amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau kalau bronkitisnya
sangat berat, maka dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk
membantu menentukan apakah perlu dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
1. Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis,
meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
- Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
- Mencegah / menghentikan rokok
- Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
2. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan
ialah sebagai berikut :
- Melakukan drainase postural

10
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat
dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melaksanakan
drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2
hingga 4 kali. Prinsip drainase postural ini ialah perjuangan
mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan santunan gaya
gravitasi. Posisi tubuh ketika dilakukan drainase postural harus
diubahsuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu
dengan tindakan menunjukkan ketukan padapada punggung pasien
dengan punggung jari.
- Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas,
mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.Mengatur posisi
tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan
drainase sputum.
- Mengontrol infeksi susukan nafas.
Adanya infeksi susukan nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan
jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu
adanya antibiotic yang sesuai supaya infeksi tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi
bronkus ( ISPA ) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada
bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan Kemotherapi menggunakan
obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus
berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi terang kegunaannya pada pengelolaan
bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik
diberikan kalau terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan
selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic,
hingga terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau

11
menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila
berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala
lainnya terutama pada ketika terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi
keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan bronkoskop.
Cara ini penting dikerjakan terutama pada ketika permulaan perawatan
pasien. Keperluannya antara lain:
- Menentukan dari mana asal secret
- Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
- Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage tempat
obstruksi.
1. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan kalau timbul simtom yang mungkin
mengganggu atau mebahayakan pasien.
2. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil
uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
3. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
4. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan ialah upaya menghentikan
perdarahan. Dari aneka macam penelitian pemberian obat-obatan
hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui
mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
5. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat
demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain
diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
6. Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru
yang terkena.
- Indikasi pembedahan :

12
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak
berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif
yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi
berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan
haemaptoe massif menyerupai ini mutlak perlu tindakan operasi.
- Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien
bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
- Syarat-ayarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau
Bronchitis kronik.
Cara operasi :
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak
terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif
dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik
apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami
keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif
( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat
kontra indikasi operasi.
Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah,
pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.

13
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth,  alih bahasa;  Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi
8. EGC: Jakarta.
Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made
Kariasa, editor; Monica Ester, Edisi 3. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit
FKUI: Jakarta.
Long, Barbara C. 1998. Perawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai