Anda di halaman 1dari 15

PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM PIDANA POSITIF

DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM


Nur Annisa
1806200070

Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Email : Nurannisa4124@gmail.com

Absract
Criminal law is a rule that will be applied to people who commit crimes and has been proven guilty
before the trial. The crime of theft is a crime one of the increasing number of criminal acts, in which this
crime is in the form of kidnapping or robbing someone's property with the intention of taking full control
of the property. Criminal penalties Theft is divided into several levels depending on how big and the
situation the theft is which is conducted . based on positive law, the crime of theft has been regulated in
the Criminal Code article 362-367 as well as the types of punishments already regulated in the Criminal
Code. While looking at Islamic law, definitions and punishments for theft have been explained in the
Qur'an and hadith and the hadd punishment for certain thefts is cutting off the hand.

Keywords: Law, Criminal Code, theft, criminal law, Islamic law, positive law.

A. PENDAHULUAN
Kehidupan sosial manusia terdiri dari beberapa fase dan tingkatan. Saat lahir, orang tersebut
tumbuh dan berkembang sebagai individu dalam lingkungan keluarga. Setiap hari ia melakukan kontak
dan interaksi dengan keluarga, terutama dengan orang tua. Pada fase ini, bayi diajarkan nilai-nilai yang
dianut oleh orang tuanya. Tumbuh dan menjadi remaja, orang mulai mengenali lingkungan yang lebih
besar daripada keluarga sebagai individu. Sosialisasi yang dialami individu mulai meluas. Individu
mulai berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal ini meningkatkan kompetensi sosial individu. Ketika
nilai-nilai yang ditransmisikan oleh kedua orang tua diterima dengan baik, keterampilan sosial individu
dapat mengenal jenis kelamin atau usia. 1 Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan
yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan
hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya. Hukuman pidana ditujukabagi
mereka yang menyalahi atau melanggar aturan tersebut, hukuman yang dijatuhkan berbeda beda
berdasarkan tindakpidana yang dilakukan. Contohya seorang yang melakukan tindak pidana pencurian
maka akan dikenakan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku . Berbeda pun dengan perspekltif
Hukum islam, yang mana perbedaan disini terlihat pada jenis hukumannya dan metode-metode
penentuan hukumannya dan berbagai sumber hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam penyelasaian
suatu tindak pidana pencurian.

Di dunia, kita mengenal bermacam-macam sistem hukum, yaitu sistem hukum Civil Law,
Common Law, Hukum Adat maupun Hukum Islam. Meskipun warga Indonesia mayoritas memeluk
agama Islam, namun pengaruh Hukum Islam tidaklah menonjol didalam sistem hukum yang ada di
Indonesia baik dari segi substansi, struktur, maupun budaya hukum itu sendiri. Bahkan Abdul Jamil
pernah memberikan komentar bahwa meskipun umat Islam mayoritas di Negeri ini, akan tetapi ruang
bagi penegakan Hukum Islam hanya tersedia di Pengadilan agama. 2

1
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Cet. ke-2, Alumni, Bandung, 2006,
halaman 3.
2
Lihat dalam Abdul Jamil, Hukum Islam di Indonesia Setelah Pemberlakuan UndangUndang No.7 tahun 1989,
dalam Jurnal Hukum dan Keadilan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Vol.I, 1989, halaman 83.,
sebagaimana dikutip oleh Yesmil Anwar & Adang, Pembaruan Hukum Pidana, Reformasi Hukum Pidana,
Grasindo, Jakarta, 2008, halaman 102.
Hukum pidana Islam (fiqh jinayah) merupakan syariat Allah SWT yang mengatur ketentuan
hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf
(orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari alquran dan hadits .3 pidana Islam pada hakikatnya mengandung kemaslahatan bagi
kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat Islam dimaksud, secara materil
mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia.

3
Lihat dalam Abdul Jamil, Hukum Islam di Indonesia Setelah Pemberlakuan UndangUndang No.7 tahun 1989,
dalam Jurnal Hukum dan Keadilan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Vol.I, 1989, halaman 83.,
sebagaimana dikutip oleh Yesmil Anwar & Adang, Pembaruan Hukum Pidana, Reformasi Hukum Pidana,
Grasindo, Jakarta, 2008, halaman 102
.

B. METODE

Penelitian ini memerlukan metode dan teknik pengumpulan data tertentu dengan masalah yang
akan diteliti. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu dalam melakukan penelitian, peneliti
menggunakan kombinasi metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode penelitian digunakan
karena dalam penelitian ini menghasilkan dua jenis data, yaitu data kualitatif. Metodologi merupakan
suatu unsur yang mutlak harus ada didalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Istilah
“metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”.Terhadap pengertian metodologi,
biasanya diberikan arti- arti sebagai berikut:
1) Logika dari penelitian ilmiah;
2) Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian;
3) Suatu sisitem dari prosedur dan teknik penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penyusunan penulisan hukum ini adalah penelitian hukum

10
R Soesilo. Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya. (Bogor: Politeia, 1995). Hlm.
253
normatif sosiologis, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier,
yang juga menggunakan data-data yang diperoleh darilapangan yaitu berupa putusan hakim8.Bahan-
bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik kesimpulan dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2) Sifat Penelitian
Penelitian hukum ini jika dilihat dari sifatnya merupakan penelitian deskriptif, yang diartikan
sebagai suatu prosedur pemecahan masalah yang diteliti pada saat sekarang berdasakan fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya.

3) Teknik PengumpulanData
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan atau studi dokumen dan studi lapangan. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data
dengan mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-catatan, peraturan
perundang- undangan, serta artikel-artikel penting dari media internet dan erat kaitannya dengan
pokok-pokok masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini dan juga menggunakan
data yang diperoleh dari lapangan yaitu berupa putusan hakim yang kemudian dikategorikan
menurut pengelompokan yang tepat.

4) Teknik AnalisisData
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah teknik analisis
data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori
yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENCURIAN
Pencurian adalah salah satu kegiatan kriminal yang paling umum di lingkungan sekitar. Pencurian
itu sendiri tidak hanya dilakukan oleh orang normal secara fisik dan mental saja, tetapi ada juga
tindakan pencurian oleh orang yang menderita kleptomania, dalam arti pencurian tidak hanya untuk
keuntungan bagi kepuasan mereka sendiri. Hak anak sebagai pelaku diberikan sebelum dan sesudah
masa percobaan.
Jika seorang anak belum berumur 12 (dua belas) tahun, melakukan tindak pidana atau diduga
melakukan tindak pidana, penyidik dapat memutus anak tersebut. Ciri-ciri pencurian pada anak yaitu :
a. Tidak bisa mengendalikan diri
b. Ingin memiliki barang-barang mahal
c. Tekanan teman sebaya
d. Hanya mencari perhatian
e. Untuk bersenang-senang
Selanjutnya, jika melanggar ketentuan Pasal 362 yaitu “Barangsiapa mengambil sesuatu barang,
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun, atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah.” . anak yang masih dibawah umur dikatakan belum mampu
mempertanggung jawabkannya. Pada saat dilakukannya penyelidikan,penuntututan dan pemeriksaan
wajib dilakukan diversi. Jika anak yang melakukan pencurian hukumannya ½ dari hukuman orang
dewasa dan akan dipulangkan kepada orangtua untuk mendapatkan bimbingan.
Penerapan sanksi pidana penjara terhadap anak hanya dijatuhkan pada anak yang
melakukan tindak pidana berat dan yang sangat membahayakan masyarakat. Selain itu anak
yang melakukan
pengulangan tindak pidana (residivis), sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
menjelaskan bahwa Anak yang merupakan seorang residivis tidak dapat diupayakan diversi.
Dalam Pasal 81 ayat (2) Undang- Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak dijelaskan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama
½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana pidana penjara bagi orang dewasa. Juga
dijelaskan pada pasal 81 ayat (6) yang menyebutkan bahwa jika tindak pidana yang dilakukan
Anak merupakan tindsk pidana yang diancam dengan pidana mati ataupidana penjara seumur
hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Berdasarkan hal tersebut tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan suatu bentuk
kejahatan sehingga terhadap anak yang melakukan tindak pidana dapat dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Berlakunya UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak berlaku asas lex specialis derogate legi generalis terhadap KUHP, yang khususnya
berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.
Pada penelitian ini penulis akan membahas mengenai penerapan sanksi pidana terhadap
anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Berhubung tindak pidana
yang dilakukan oleh anak adalah tindak pidana pencurian dengan pemberatan maka berat
ringan dan unsur-unsur tindak pidananya akan berpedoman pada rumusan Pasal 363 KUHP
tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan namun penjatuhan
sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan tetap berpedoman
pada ketentuan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak. Sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan maka penulis melakukan telaah terhadap
KUHP khususnya pada Pasal 363 KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana pencurian
dengan pemberatan dan juga telaah terhadap Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak dimana dalam hal ini sesuai dengan landasan Hakim dalam
menjatuhkan putusan. Putusan pemidanaan merupakan salah satu bentuk putusan Pengadilan
Negeri yang terjadi apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dari hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang
didakwakan kepadanya terbukti secara sah dan meyakinkan. Terbukti melalui sekurang-
kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dan hakim yakin terdakwa yang bersalah melakukan
(Bambang Waluyo, 2000:86). Suatu proses peradilan akan berakhir dengan putusan akhir
yang di dalamnya terdapat penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa sesuai dengan
ancaman pidana yang disebut dalam pasal pidana yang didakwakan. Hakim bebas dalam
menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa karena undangundang memberi kebebasan
kepada hakim untuk menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum yang
diancamkan dalam pasal pidana yang bersangkutan, sesuai dengan apa yang diatur dalam
Pasal
12 KUHP). Hakim dalam menjatuhkan pidana tetap harus mempertimbangkan unsur-unsur
dari tindak pidana yang telah
didakwakan terhadap terdakwa dimana unsur-unsur tersebut telah ditentukan oleh Undang-
Undang.

2. BULLYING (PERUNDUNGAN)
Sementara itu, “bullying” di kalangan anak-anak dan remaja rentan terjadi, baik di lingkungan
pendidikan, pekerjaan, rumah, di tempat bermain maupun di lingkungan sekitar. Jumlah pelaku
“bullying” semakin banyak dan berdampak pada korban maupun bagi pelaku “bullying” itu sendiri.
Bullying adalah olok- olok fisik dengan tujuan menyakiti orang lain, baik secara fisik, emosional atau
tindakan yang dilakukan dalam kelompok atau sendiri dan yang meringankan depresi, kurang percaya
diri, dll.
Sedangkan aturan perudungan yang dijadikan acuan adalah UU PA Pasal 54 dan Pasal 9 ayat (1)
huruf a, berdasarkan Pasal tersebut bahwa anak dapat menjadi pelaku tindak pidana “perundungan”
fisik yang berkaitan dengan kekerasan dalam segala bentuk kepada orang lain. Kekerasan tersebut
dapat berupa kekerasan psikis, seksual, fisik ataupun kekerasan lainnya. Jika dilakukan oleh anak
pelaku “perundungan” tentunya dapat dikenakan Pasal ini apabila pelaku benar melakukan
“perundungan” sebagaimana telah disebutkan. Ancaman yang diterima oleh anak yang melakukan
tindakan pidana “perundungan” dihukum sesuai dengan Pasal
80 ayat (1) UU PA yaitu ancaman pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling
banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Berdasar pada ketentuan yang tertuang dalam
Pasal 47 KUHP maka anak yang diancam hukuman pidana penjara, maksimum pidana pokok terhadap
tuntutannya dikurangi sepertiga. Sebelum UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak yang selanjutnya disebut UU SPPA di tetapkan, anak nakal dapat diajukan kemuka pengadilan
dari berusia antara 8 tahun sampai dengan 18 tahun 9 dan belum pernah melakukan perkawinan,
apabila anak dibawah usia 18 tahun dan telah melangsungkan perkawinan
maka anak tersebut tidak dapat dajukan dalam sidang anak melainkan diajukan dalam sidang orang
dewasa. 10 Anak berusia 8 tahun dianggap sudah dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya
dengan dasar pertimbangan psikologis, pedagogis dan sosiologis. Dicabutnya UU Pengadilan Anak
dan di gantikan UU SPPA membawa perubahan yang signifikan bagi ketentuan kategori usia anak
yang dapat diajukan dimuka pengadilan. Berdasarkan UU SPPA anak yang dapat diajukan dimuka
pengadilan yaitu berusia 12 tahun dan belum berusia 18 tahun.
Meskipun anak pelaku “perundungan” dapat diajukan di muka pengadilan, para penyidik
wajib melakukan upaya diversi guna mencapai keadilan restoratif (restoratif justice) terhadap
pelaku anak “perundungan” dengan lebih menekankan pemulihan dan bukan pembalasan.
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 7 UU SPPA. Diversi sendiri memiliki pengertian yaitu
pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan
pidana. Bila upaya diversi tidak berhasil maka kasus tersebut dilimpahkan ke penuntut umum
diselesaikan menggunakan jalur peradilan. Sanksi yang dapat dijatuhkan pada anak
bermasalah dengan hukum terdiri dari dua, yaitu : sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi
pidana di atur dalam UU SPPA Pasal 71 ayat (1) yang berupa pidana pokok dan Pasal 71 ayat
(2) yang berupa pidana tambahan. Sanksi yang kedua yaitu sanksi tindakan yang diatur dalam
UU SPPA Pasal 82.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, jenis bullying yang paling sering terjadi di Kel. Sumber
Mulyo Rejo adalah bullying sosial. Jenis bullying sosial seperti mengucilkan, menyebarkan rumor
yang tidak benar dan mempermalukan seseorang di depan umum. Bullying jenis sosial mungkin
dianggap tidak berbahaya karena tidak menimbulkan efek yang
terlihat seperti bullying fisikal. Menurut pendapat para ahli, percaya diri dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari percaya diri antara lain:
1) Konsep diri, yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Konsep diri merupakan gagasan
tentang dirinya sendiri.
2) Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang mempunyai harga diri
tinggi cenderung melihat dirinya sendiri sebagai individu yang berhasil.
3) Kondisi fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Sementara faktor
eksternal dari percaya diri antara lain:
1) Pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah
kekuasaan yang lebih pandai, sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan
menjadi mandiri dan tidak perlu bergantung pada individu lain.
2) Pekerjaan. Bekerja dapat mengembangkan kreatifitas dan kemandirian serta rasa percaya diri.
Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu mengembangkan kemampuan diri.
3) Lingkungan dan pengalaman hidup. Dukungan yang baik yang diterima dari lingkungan keluarga
dan masyarakat yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi rasa nyaman dan percaya diri yang
tinggi. Faktor internal seperti konsep diri, harga diri dan kondisi fisik dan faktor eksternal seperti
pendidikan, pekerjaan, lingkungan dan pengalamana hidup lebih berpengaruh terhadap percaya diri
seseorang dibandingkan bullying.
Berdasarkan hasil observasi lanjutan yang dilakukan peneliti terhadap siswa yang tertera di
atas. Yaitu dan wawancara yang dilakukan dengan Konseling anak. Maka data- data yang diperoleh
melalui nilai-nilai tersebut nantinya akan dijadikan untuk hipotesis pada penelitian ini.
Dalam penelitian ini, hasil analisa data menunjukkan jika terdapat pengaruh negatif antara
bullying terhadap kemampuan sosial berarti bisa dikatakan jika penerimaan perlakuan bullying tinggi
maka perkembangan kemampuan sosial akan cenderung rendah. Seperti yang dikatakan oleh sejiwa
bahwasanya, perilaku bullying adalah penghambat besar bagi seorang anak untuk mengaktualisasikan
diri. Hal tersebut menjelaskan bahwa tindakan bullying akan menjadi penghambat terhadap interaksi
sosial anak sehingga anak tidak bisa mengeksploitasi dirinya dengan baik, dan menyebabkan
hubungan sosial anak menjadi renggang. Jadi jelas bahwasanya bullying sangat mempengaruhi
kemampuan sosial anak.
Loree berpendapat bahwa sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama)
anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsanganrangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan
tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di
dalam lingkungan sosialnya. Apabila seorang anak mendapatkan perilaku bullying dari teman-
temannya atau orang disekitarnya maka anak akan susah untuk membangun pergaulannya oleh sebab
itu perkembangan kemampuan anak akan terhambat.
Bullying dalam penelitian ini mencakup bullying secara fisik, verbal, non verbal, langsung,
tidak langsung, dan cyberbullying. Sedangkan perkemabangan kemampuan sosial termasuk
komunikasi, saling menghargai dan lainnya. Bullying sangan berbahaya seperti halnya yang dikatakan
oleh (NICHD) di Amerika Serikat, menjelaskan bahwa bullying adalah masalah kesehatan publik
yang mendapat perhatian. Orang-orang yang menjadi korban bullying semasa kecil, kemungkinan
besar akan menderita depresi dan kurang percaya diri dalam masa dewasa. Sementara pelaku bullying,
kemungkinan besar akan terlibat dalam tindak kriminal kemudian di kemudian hari.

1. KESIMPULAN
Pencurian adalah salah satu kegiatan kriminal yang paling umum di lingkungan sekitar. Jika
seorang anak belum berumur 12 (dua belas) tahun, melakukan tindak pidana atau diduga melakukan
tindak pidana, penyidik dapat memutus anak tersebut. Selanjutnya, jika melanggar ketentuan Pasal
362 yaitu
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama lima tahun, atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.” . anak yang masih
dibawah umur dikatakan belum mampu mempertanggung jawabkannya. Penerapan sanksi pidana
penjara terhadap anak hanya dijatuhkan pada anak yang melakukan tindak pidana berat dan yang
sangat membahayakan masyarakat. Putusan pemidanaan merupakan salah satu bentuk putusan
Pengadilan Negeri yang terjadi apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah telah
melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Hakim dalam menjatuhkan pidana tetap harus
mempertimbangkan unsur-unsur dari tindak pidana yang telah didakwakan terhadap terdakwa dimana
unsur-unsur tersebut telah ditentukan oleh Undang-Undang. Jumlah pelaku “bullying” semakin banyak
dan berdampak pada korban maupun bagi pelaku “bullying” itu sendiri.
Bullying adalah olok-olok fisik dengan tujuan menyakiti orang lain, baik secara fisik, emosional
atau tindakan yang dilakukan dalam kelompok atau sendiri dan yang meringankan depresi, kurang
percaya diri, dll. Dicabutnya UU Pengadilan Anak dan di gantikan UU SPPA membawa perubahan
yang signifikan bagi ketentuan kategori usia anak yang dapat diajukan dimuka pengadilan.
Berdasarkan UU SPPA anak yang dapat diajukan dimuka pengadilan yaitu berusia 12 tahun dan
belum berusia 18 tahun. Sanksi yang dapat dijatuhkan pada anak bermasalah dengan hukum terdiri
dari dua, yaitu : sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi yang kedua yaitu sanksi tindakan yang
diatur dalam UU SPPA Pasal 82. Dari hasil penelitian yang dilakukan, jenis bullying yang paling
sering terjadi di Kel. 1) Konsep diri, yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. 2) Harga diri
yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. 3) Kondisi fisik. Sementara faktor eksternal dari
percaya diri antara lain: . 1) Pendidikan. Tingkat
pendidikan yang rendah cenderung membuat individu merasa dibawah kekuasaan yang lebih pandai,
sebaliknya individu yang pendidikannya lebih tinggi cenderung akan menjadi mandiri dan tidak perlu
bergantung pada individu lain. 2) Pekerjaan. Kepuasan dan rasa bangga didapat karena mampu
mengembangkan kemampuan diri. 3) Lingkungan dan pengalaman hidup. Dukungan yang baik yang
diterima dari lingkungan keluarga dan masyarakat yang saling berinteraksi dengan baik akan memberi
rasa nyaman dan percaya diri yang tinggi. Berdasarkan hasil observasi lanjutan yang dilakukan
peneliti terhadap siswa yang tertera di atas. Yaitu dan wawancara yang dilakukan dengan Konseling
anak. Dalam penelitian ini, hasil analisa data menunjukkan jika terdapat pengaruh negatif antara
bullying terhadap kemampuan sosial berarti bisa dikatakan jika penerimaan perlakuan bullying tinggi
maka perkembangan kemampuan sosial akan cenderung rendah. Seperti yang dikatakan oleh sejiwa
bahwasanya, perilaku bullying adalah penghambat besar bagi seorang anak untuk mengaktualisasikan
diri. Loree berpendapat bahwa sosialisasi merupakan suatu proses di mana individu (terutama) anak
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsanganrangsangan sosial terutama tekanan-
tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan bertingkah laku, seperti
orang lain di dalam lingkungan sosialnya. Bullying dalam penelitian ini mencakup bullying secara
fisik, verbal, non verbal, langsung, tidak langsung, dan cyberbullying. Bullying sangan berbahaya
seperti halnya yang dikatakan oleh (NICHD) di Amerika Serikat, menjelaskan bahwa bullying adalah
masalah kesehatan publik yang mendapat perhatian.

2. REFRENSI
Elisabeth B. Hurlock, psikologi perkembangan, PT. Gelora aksara pratama,1980.
Elvigo Paresma,secangkir kopi bully, jakarta, PT Elex Media Komputindo,hal.26
Hamzah,Orientasi baru Dalam Psikologi Pembelajaran,Jakarta,Sinar Grafika Offset,2008.
Hildayani Rini ,psikologi perkembangan anak, Jakarta,buku materi pokok PGTK, hal10.2 Imam
Gunawan, S.Pd., M Pd, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta, Bumi
aksara,2015.
Imas kurnia, bullying yogjakarta,istana media,hal 3.
Irwan Indera Putra, Hubungan Antara Bullying dengan Penyesuaian Psikososial,Jakarta, Rineka
Cipta,2010.
John.W Santrock,Psikologi Pendidikan, Jakarta, Frenada Media,2004 Djuwita, Jurnal Pengalaman
Intervensi Dari Beberapa Kasus Bullying,2005
Lexy J. Moeleong. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) h. 157
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi, Bandung, ALFABETA.2013 Ponny
RetnoAstuti, Cara efektif Menanggulangi Kekerasan Pada Anak, Jakarta, PT.Gramedia
Widiasarana, 2008.
Zakiyah E. Z Sahadi Humaedi, Meilanny Budiarti santoso,”Faktor Yang Mempengaruhi Remaja
Dalam Melakukan Bullying”, Vol 4, No:2, Juli 2017, hal.325-326
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam (Fikih Jinayah)
Jakarta: Sinar Grafika 2006. Asy-syahid Abdul Qadir audah Ensiklopedia Hukum Pidana
Islam Jld V,Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008 Asy-syahid Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia
Hukum Pidana Islam Jld III, Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008 Dinas Syariat Islam Aceh,
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayah,2015.
Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Patologi Sosial, Jakarta : Raja Grafindo, 2015.
Marlina, Peradilan Pidana Anak dii Indonesia (Pengembangan Konsep Diversi Dan
Restorative Justice, Bandung: PT
Refika Aditama,2009. Moeljatno, Asas- asas Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara,1987.
Muktar Yahya, Fathur Rahman, Dasar- Dasar Pembinaan Hukum Islam, Bandung:
P.T Ma‟rif, 1986
Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak Di Indonesia, Yogyakarta: Graha
Ilmu 2010.
Niniek Suparni, Eksistensi pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan,Jakarta:
Sinar Grafika, 2007. R.soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bandung: Karya Nusantara, 1986.
Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqh Jinayah), Bandung: Pustaka Setia, 2000. Skripsi
Ari Mustina ,Analisis putusan Hakim dalam perkara pencurian menurut Hukum Islam (studi
terhadap putusan Pengadilan Negeri Sigli No.144/144/pid.B/2012/PN-SGL)
2014.
Skripsi Irfan Fernando, Tinjauan Yuridis Sosiologis Terhadap Uapaya Preventif Dan
Penanggulanggan Kasus Anak Pelanggar Lalulintas Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Di
Polresta Kota Banda Aceh) 2017. Skripsi Raizah, Efektifitas penegakan hukum bagi residivis
pencurian menurut hukum islam (studi kasus di gampong kedai runding kecamatan kluet
selatan, kabupaten aceh selatan.

Anda mungkin juga menyukai