Anda di halaman 1dari 6

BAGIAN 1 : GARIS AWAL

Kau tahu kata-kata “Tak kenal maka tak sayang”? Sebuah pepatah yang masyhur yang
bisa jadi menggambarkan bagaimana keempat orang ini bertemu, kenal, dan akhirnya ada rasa di
hati mereka. Yaaa, mereka adalah Ashif Barkhiya, Ayna Nur Mardiya, Fatimah az-Zahra
(Fatim), dan Ulil Haidar, keempat muda-mudi dari kota Atlas.
***
Langkah Ashif tak menentu. Terik panas matahari membuatnya menyekap keringat di
dahinya terus menerus. Namun, hal itu tak membuatnya kepayahan karena sesekali ia melihat
foto Ayna yang ada di dompetnya, yaa Ayna, gadis cantik jelita, pintar, manis, matanya
memancarkan kesejukan, anggun raganya, yang ia kenal di suatu tempat yang ketika disebut
namanya membuat hati Ashif bergetar.
Denting jarum jam mulai tak berpihak kepada Ashif. Detik yang terus maju tak sejalan
dengan langkah hilangnya keberadaan Ayna dari sepengetahuan Ashif. “Ada apakah gerangan,
dikau sayang?” gumam Ashif di persimpangan jalan kota Semarang.
Ashif masih merenung memikirkan maksud ucapan Ayna tempo hari, “Apakah aku akan
menjadi madu atau malah racun bagimu di masa depan?”
***
Ketika rapalan dzikir digemakan di alam semesta, Ashif pun melakukan hal yang sama.
Ia tak kunjung pergi dari Masjid tempatnya bermunajat pada Tuhan Yang Maha Mencintai
sampai sholat Isya’ didirikan. Ashif mengeluhkan semua rasa yang ada dalam hatinya dengan
harapan diberikan jalan terbaik menuju ridlo-Nya.
Sekitar jam 21.00, langkah kaki membawa Ashif menuju cafe evoL di sekitaran kawasan
Kota Lama. Ia memesan kopi pada pelayan lalu membuka smartphone bermerk Samsung A51
yang dihiasi gambar wallpaper favoritnya, senyum Ayna. Tak lama, sedikit senyum terpancar di
bibirnya. Memorinya memutar kembali ingatan kenangan pertama kalinya bertemu Ayna di cafe
ini. Cafe favorit Ayna ini tak cukup besar, hanya 5x5, tapi nyaman bagi seorang jomblo
merenungkan nasib hidupnya. Cafe yang sederhana ini terasa mewah bagi Ashif karena seperti
menemukan belahan jiwanya. Dalam lamunan tentunya.
Lamunan akan pertemuan pertama dengan Ayna tiba-tiba buyar tatkala datang seorang
cowok jomblo ngenes, manusia anti mainstream, dan teman ter edan yang Ashif punya. Beserta
pesanan kopi Ashif yang ia bawa, karena dia seorang karyawan di cafe ini. Ulil adalah cowok
yang bisa dikatakan super dalam menaklukan perempuan dengan jurus andalannya mencintai
dalam diam, dalam keheningan dan ketika ada kesempatan dia taklukan wanita dengan segala
cara.

1 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan


Ashif meminta pendapat, “Adakah di Bumi ini, perempuan cantik jelita dengan senyum
manis dari bibirnya selain Ayna?”
Dengan jiwa sok nya, Ulil menjawab “Tak ada perempuan lain di Bumi ini yang
menandingi kecantikan dan senyum manis Ayna ketika kau dapat bersanding dengannya.”
“Lantas apa yang harus kulakukan? Keberadaannya saja tak kutahu. Mana mungkin aku
melamarnya. Mungkin Ayna malu aku bersahabat dengan orang sepertimu atau mungkin dia iba
padamu.” Pungkas Ashif.
Merasa tersinggung dengan kata terakhir Ashif. “Itu salahmu kau tak tahu! Mengapa tak
kau kejar dan nyatakan cintamu dulu sebelum Ayna pergi entah kemana. Lagian mengapa tak
kau balikan saja dengan Fatim. Kau pernah menjadikannya selir dalam hidupmu. Dia cinta
pertamamu juga cantik. Sama cantiknya dengan Ayna. Bedanya dia pernah ada di hatimu
sedangkan Ayna tak pernah ada dan mungkin di hatinya juga tak menganggap kau ada. Kau
hanya melamunkan hidup bersama Ayna tapi kau nihil usaha.” Ucap Ulil dengan tujuan tertentu
dalam hatinya.
“Bukannya tak ada usaha, tapi aku masih meragu terhadapnya. Sedangkan kau tak tahu
sulitnya melupakan seorang yang pernah singgah pertama kali di hatimu.” Kilah Ashif.
“Jika kau masih meragu untuk siapa cintamu akan kau berikan, lalu apa yang kau jalani
selama ini. Dulu dengan Fatim kau hanya bersenang-senang? Sekarang kau mau Ayna ada dalam
pelukanmu untuk apa? Sebagai hiasan? Haaaa?!! Kau lebih pengecut dari yang kuduga. Hanya
angan yang ada. Cinta itu soal kemantapan hati. Kau tak akan menemukan keyakinan menuju
penghalalan jika hatimu masih meragu, keyakinan itu dicari, ditemukan, dan ditumbuhkan,
bukan ditunggu, lebih baik kau camkan ini!!!.” Tandas Ulil dengan serius.
Mendengar ceramah no jutsu tanpa honor dari Ulil membuat Ashif sekilas terkenang
Fatim, cinta pertamanya, bagaimana sulitnya move on, dan juga menyesali mengapa dirinya tak
menyatakan perasaannya pada Ayna dulu dan sekarang mulai tergerak lagi untuk mencari
keberadaan Ayna yang hilang dari pengawasannya. Sebenarnya Ashif sudah mencoba
menghubungi Ayna lewat sosmed dan nomor telepon. Tapi itu semua nihil hasil.
Perbincangan ngalor-ngidul dua jomblo ngenes ini berakhir tepat pukul 00.00. Dengan
menghasilkan kesimpulan Ashif akan berusaha menggapai Ayna bagaimanapun caranya dan juga
berusaha melupakan masa lalunya dengan Fatim walaupun rasa itu tak diragukan masih ada
dalam dirinya. Sedangkan bagi Ulil yang juga suka Ayna, hal ini dapat dimanfaatkan untuk
melakukan serangan selanjutnya.
“Oke, trims atas kultum malam hari ini. Aku tak akan membayar untuk itu. Hanya kopi
yang kubayar.” Ucap Ashif sambil menyerahkan uang Rp 10.000,00 lalu segera pergi karena ia
tahu harga kopi yang ia pesan Rp 15.000,00.
“Woooiiiii, kurang mangewu, aseeemmm, kebiasaan.” Gerutu Ulil.

2 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan


Dinginnya udara malam tak sedingin pikiran dan langkah Ashif yang masih kepikiran
sosok Ayna. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah masih menjadi gadis cantik bermata indah
seperti dulu terkahir kali berjumpa? Dan apakah nama Ashif ada dalam hati Ayna?. Sekelebat
pertanyaan itu seakan derita tersendiri yang terus ada di otaknya, sampai-sampai rumput dan
pepohonan di sepanjang jalan merasa iba akan penderitaannya tersebut. Ashif rindu akan sosok
Ayna.
BAGIAN 2 : GARIS RINDU
Suara adzan bersahutan seantero Bumi. Dinginnya air diterjang. Sholat subuh ditegakkan.
Wirid-wirid dan tadarus al-Qur`an dilanggengkan. Doa-doa dipanjatkan. Malaikat mengaminkan.
Allah mengabulkan.
“Leee, bangun sholat subuh” Suara seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah
Ibunya membangunkan mimpi Ashif.
“Hoooooaaaaahhhhhhh, sekarang jam berapa bu?” Tanya Ashif sembari menguap dan
memoletkan tubuhnya.
“Jam empat lebih, sudah cepat siap-siap pergi ke Masjid.” Suruh Ibu Ashif bernama Bu
Siti.
“Injih buu.” Singkat dan padat sembari berlalu ke kamar mandi.
***
Mentari sudah tak ragu menampakkan wajahnya. Kicauan burung menggema. Manusia
mulai beraktifitas. Di kota, pekerja kantor menenteng tas kerjaan. Di desa, petani berteman
cangkul. Para guru menebar ilmu. Para pelajar menuntut ilmu. Pedagang pergi ke pasar. Ashif
hanya diam melamun sendirian. Yaaa, pagi itu tidak seperti biasanya. Ashif yang biasanya
membantu Bapaknya ke pasar berjualan beras, bisa dibilang Bapaknya merupakan salah seorang
juragan beras di Desanya, hari ini hanya diam, terpaku, lesu. Ada apa gerangan? Apakah urusan
kekurangan memmbayar kopi tadi malam? Atau urusan pikiran yang masih terus memikirkan
Ayna?. Mungkin opsi kedua.
Yaaa, Ashif seperti Qays dalam cerita Layla Majnun. Dia gila akan cintanya pada Ayna.
Dia rindu padanya. Dia tersiksa karenanya. Tak ada nafsu makan dalam dirinya sejak satu hari
kebelakang. Ibu khawatir.
“Shif, makan dulu, kamu belum makan sejak kemarin, ayo cepat makan nak...” Pinta
sang Ibu membawakan makanan dengan sedikit kucuran air mata.
“Percuma bu, Ashif hanya terpaku pada seorang gadis yang bisa membuat Ashif kenyang
ketika bertemu, merasa nyaman ketika bersama, merasa indah jika berdua, dan merasa hidup
ketika memilikinya. Sekarang Ashif seperti orang tak punya jiwa. Jiwa Ashif terpaut padanya,
bu. Tapi, Ashif tak tahu apakah Ashif ada dalam hatinya atau tidak, Ashif tak tahu. Ashif masih

3 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan


meragu padanya, tapi Ashif yakin cinta Ashif padanya. Uhuk-uhuk.” Sekarang seperti hatinya
yang berbicara di atas kasur kusamnya.
“Sudahlah nak, siapa gerangan gadis yang membuatmu sampai seperti ini? Apakah nak
Fatim?”
“Bukan, bu. Fatim adalah masa lalu. Sedangkan yang kurindu adalah gadis jelita bernama
Ayna Nur Mardiya.”
“Apa yang bisa orang tuamu lakukan untukmu, nak. Jika mempersatukan kalian dalam
halal bisa mengobatimu, akan kami lakukan.”
“Semoga penghuni jagad raya mengaminkan.”
“Tapi kau harus ingat nak, jatuh hati tidak pernah memilih. Tuhan yang memilihkan. Kita
sebagai hamba hanyalah korban. Kecewa adalah konsekuensi. Bahagia adalah bonus. Kau tak
perlu khawatir masalah jodoh nak, sejauh apapun kau berusaha mendekat, ia akan tetap pergi,
kalau ia tak ditakdirkan untukmu. Begitu pun sebaliknya. Kau boleh merindu nak, tapi jangan
sakiti dirimu sendiri.”
“Injih, I.........” Ucap Ashif lirih lalu tak sadarkan diri.
Cinta tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tak dapat dilihat dan hanya dapat dirasakan.
Conta tak mengenal fisik. Cinta tak mengenal usia. Cinta tak mengenal harta. Cinta tak mengenal
apapun, karena cinta hanya mengenal ketulusan hati nurani.
Cinta itu selalu tentang ketulusan hati, bukan pemuasan ego diri. Cinta tumbuh dari hati
ke hati. Cinta melihat kecocokan jiwa, bukan kecocokan diri. Oleh karena itulah cinta itu buta.
Cinta memang buta, karena ketika cinta datang akal akan tertutup, mata terbuka namun
tak pernah bisa melihat dan membedakan mana yang baik dan tidak baik, segalanya terbuai
dengan cinta, bahkan dunia seakan sirna, malam tak terasa, dan roda waktu pun ikut berputar
tanpa rasa.
Cinta itu buta, karena cinta itu bisa membuat orang buta akan segalanya hanya demi rasa
sayang terhadap seseorang. Inilah yang dirasakan Ashif. Dia rindu dan cinta akan sosok Ayna.
BAGIAN 3 : SEGARIS MASA LALU
Suara sirine menggelegar di sepanjang perjalanan menuju Rumah Sakit Setia Hati.
Membawa beberapa orang termasuk Ibu Siti dan sang perindu Ayna. Sang Ibu menangis
meratapi nasib anaknya. Sementara sang anak terpaku, diam, tak sadarkan diri, entah nyawanya
masih ada atau sudah di alam baka, hanya Allah yang tahu segalanya.
Dalam dunia bawah sadarnya, banyak peristiwa-peristiwa yang ditampakkan kepada
Ashif. Namun, pada dasarnya hanya kenangan masa lalunya dengan Ayna yang paling kuat yang
dilihatnya saat itu. Memori otaknya serasa masih berusaha memutar kembali kenangan yang

4 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan


indah itu. 4 tahun yang lalu di cafe evoL, tempat bersejarah bagi Ashif menemukan bidadari
dunianya.
***
“Masya Allah, ayune wong ikuuu. Kowe reti rak sopo jenenge wong iku lil?” Tanya Ashif
pada Ulil sambil menunjuk orang yang dia maksud.
“Ndiii? Kabeh sing ning kene uuaayyuuuu uuaayyuuu.”
“Itu loo cewek kerudung merah maroon.”
“Ohhh itu, namanya Ayna. Dia pelanggan setia di sini. Aku sudah kenal dia. Orangnya
humble, pintar, dia seminggu bisa empat sampai tiga kali ke sini. Wajahnya memang teduh,
memandangnya seperti....”
“Sudah cukup, aku langsung terkesima dengan Ayna. Dia adalah wanitaku.” Sambil
mencuri-curi pandang.
“Hussss ngawur, mana mungkin Ayna mau denganmu. Emang kamu sudah move on
dengan Fatim?”
Di sisi lain merasa terus diawasi, membuat dirinya risih. “Siapa sih orang itu, tapi
lumayan ganteng si. Hehe” Batin Ayna mengatakan demikian.
“Sudahlah, Fatim adalah masa lalu. Ayna adalah masa depanku.” Kata Ashif sambil
berlalu meninggalkan Ulil dan menghampiri Ayna.
“Parahhh cah iki.” Batin Ulil.
“Ehhhmm. Assalamualaikum. Maaf mengganggu, boleh duduk di sini?. Eh sebelumnya,
perkenalkan saya Ashif Barkhiya, temannya Ulil yang di sana itu. Mbaknya namanya siapa kalau
boleh tahu?” Awal kata Ashif dengan mantap sambil mengulurkan tangannya dengan maksud
berjabat tangan.
“Ohhh, iya boleh silahkan. Oh temanya kang Ulil. Saya Ayna, Ayna Nur Mardiya.”
Jawab Ayna seperlunya sambil menundukan pandangnya.
“Ohh Ayna, Maaf yaa tadi saya melihat Ayna terus. Hehe. Soalnya melihat Ayna seperti
melihat replika bidadari surga.” Keluarlah gombalan Ashif.
“Haha makasih, sepertinya kamu berlebihan deh.”
Seperti yang dibilang Ulil, Ayna orangnya sangat humble. Jadinya pertemuan mereka
kali itu sangat nyaman. Di akhir perjumpaan, sebelum membubarkan diri, mereka saling bertukar
nomor WA.

5 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan


“Terimakasih ya Allah, sudah mempertemukan hambamu dengan makhluk yang sangat
indah, bernama Ayna Nur Mardiya.” Doa pamungkas dalam batinya kala Ayna menyudahi
malamnya di cafe evoL pada hari itu.
BAGIAN 4 : DUA GARIS TEMU
BAGIAN 5 : PENUTURAN CINTA
BAGIAN 6 : INDAHNYA CINTA PERTAMA
BAGIAN 7 : PULANG
BAGIAN 8 : MAHLIGAI CINTA
BAGIAN 9 : YANG SEBENARNYA TERJADI
BAGIAN 10 : RAGU HILANG, TERBITLAH HALAL

6 | Menggapai Keyakinan Menuju Kehalalan

Anda mungkin juga menyukai