Anda di halaman 1dari 17

LAHIRNYA TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL MUSLIM DAN

PERKEMBANGAN ISLAM BANI ABBASIYAH PASCA MASA


KEEMASAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Samsiah, M.Ag

Di Susun Oleh
Anisah Lestari 1187010007
Dian Linda Safitri 1187010017
Muhammad Bayu Dwi Ardiansyah 1187010054
Ririn Agusfian 1187010066
Sri Widdyandri 1187010075
Dian Nurmalasari 1197010022

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2021
ABSTRAK
Pada masa pemerintahan Bani ‘Abbas, umat Islam mencapai masa kejayaan atau masa keemasan.
Berbagai kemajuan dan peradaban yang tinggi telah dicapai oleh umat Islam baik dari segi
arsitektur, industri, pengetahuan dan ilmu kedokteran. Akan tetapi, kegemilangan peradaban dan
ilmu pengetahuan tersebut tidak berbanding lurus dengan kondisi ekonomi-politik. Selama lima
abad pemerintahan Bani ‘Abbasiyah, kontrol politik dan kekuasaan tidak selalu berada di tangan
para khalifah. Kekuatan politik sebenarnya berada di tangan orang-orang yang berada di
sekeliling khalifah baik itu dari bangsa Persia maupun bangsa Turki. Peperangan melawan
pasukan Romawi juga selalu terjadi.
Kata Kunci: kejayaan, keemasan, Ilmu, Pengetahuan, Politik, Ekonomi, dan Khalifah

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

C. Tujuan............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3

A. Lahirnya Tokoh-tokoh Intelektual Muslim....................................................................3

B. Para Khalifah dan Kondisi Bani Abbasiyah Pasca keemasan........................................5

C. Perkembangan Islam Bani Abbasiyah Pasca Masa Keemasan.......................................9

BAB III PENUTUP...............................................................................................................12

A. Kesimpulan..................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Abbasiyah berkuasa selama kurang lebih 6 abad (132-656 H/750-1258M), didirikan
oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas/Abu Abbas al-Saffah
dibantu oleh Abu Muslim AL-Khurasani, seorang jenderal muslim yang berasal dari Khurasan, 4
Anterior Jurnal, Volume 13 Nomor 2, Juni 2014, Hal 229 – 236 Persia. Gerakan-gerakan
perlawanan untuk kekuasaan Dinasti Bani Umayyah sebenarnya sudah dilakukan sejak masa-
masa awal pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, hanya saja gerakan tersebut selalu digagalkan
oleh kekuatan militer Bani Umayyah, sehingga gerakan-gerakan kelompok penentang tidak dapat
melancarkan serangannya secara kuat. Tetapi di masa-masa akhir pemerintahan dinasti Bani
Umayyah gerakan tersebut semakin menguat seiring banyaknya protes dari masyarakat yang
merasa tidak puas atas kinerja dan berbagai kebijakan pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.
Gerakan ini menemukan momentumnya ketika para tokoh dari Bani Hasyim melancarkan
serangannya. Para tokoh tersebut antara lain Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbas
yang menjadikan kota Kufah sebagai pusat kegiatan perlawanan. Gerakan Muhammad bin Ali ini
mendapat dukungan dari kelompok Mawali yang selalu ditempatkan sebagai masyarakat kelas
dua. Selain itu, juga mendapat dukungan kuat dari kelompok Syi’ah yang menuntut hak mereka
atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Dinasti Bani Umayyah. Akhirnya pada tahun 132
H/750 M, Marwan bin Muhammad dapat dikalahkan dan akhirnya meninggal di Fustat, Mesir
pada 132 H/750 M. Sejak itu, secara resmi Dinasti Abbasiyah mulai berdiri. Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan dua tahap, yakni Pertama dilaksanakan dengan sangat rahasia
tanpa melibatkan pasukan perang, mereka berdakwah atas nama Abbasiyah sambil berdagang
mengunjungi tempat-tempat yang jauh, dan dalam kesempatan menunaikan Haji di Mekkah.
Kedua, menggabungkan para pengikut Abu Muslim al-Khurasan dengan pengikut Abbasiyah.
Propaganda-propaganda tersebut sukses membakar semangat api kebencian umat Islam
kepada Dinasti Bani Umayyah. Langkah pertama memperoleh sukses besar melalui
propagandapropaganda yang dilakukan oleh Abu Muslim al-Khurasan dengan cara menyatakan
bahwa alAbbas adalah ahli al-Ba’it, sehingga lebih berhak menjadi Khalifah dan menyebarkan
kebencian dan kemarahan terhadap Dinasti Bani Umayyah, dan mengembangkan ide-ide
persamaan antara orang-orang Arab dengan non Arab karena objek propaganda Abu Muslim
tersebut adalah wilayah Khurasan yang notabene merupakan basis kelompok Mawali. Setelah
Muhammad Ibn Ali meninggal tahun 743 M, perjuangan dilanjutkan oleh saudaranya Muhammad
Ibn Ibrahim sampai tahun 749 M.

1
B. Rumusan Masalah
 Bagaimana lahirnya tokoh-tokoh Intelektual Muslim?
 Bagaimana peran para Khalifah dan kondisi Bani Abbasyah pasca masa keemasan?
 Bagaimana perkembangan Islam Bani Abbasyah pasca masa keemasan?

C. Tujuan
 Mengetahui lahirnya tokoh-tokoh Intelektual Muslim
 Mengetahui peran para Khalifah dan kondisi Bani Abbasyah pasca masa keemasan
 Mengetahui perkembangan Islam Bani Abbasyah pasca masa keemasan

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Lahirnya Tokoh-tokoh Intelektual Muslim


Sejarah peradaban dan kebudayaan Islam pada abad petengahan menjadi bukti bahwa Islam
pernah menjadi pusat peradaban dunia. Masa yang oleh Philip K. Hitti disebut sebagai the golden
age. karena kemajuan Islam pada abad pertengahan menjadi motivator utama perkembangan
Eropa saat ini. Islam pernah menjadi pemimpin peradaban dunia dalam berbagai bidang,
khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Saat itu ilmu pengetahuan Islam, dengan
segala keterbatasan yang ada, sudah modern dan maju jika dibandingkan Eropa. Salah satu bukti
dari kemajuan tersebut adalah lahirnya beberapa ilmuwan Islam yang mempunyai keahlian di
berbagai bidang yang menjadi inspirasi bagi ilmuan Barat saat ini. Para ilmuan tersebut karya-
karyanya sampai saat ini masih menjadi referensi utama dalam kajian ilmiah di bidangnya
masing-masing. Di antara tokoh- tokoh yang muncul pada abad tersebut adalah:
1. Bidang Geografi
Al-Idrisi, nama lengkap Abu Abdullah
Muhammad bin Muhammad bin Abdullah
alIdrisi 26 adalah ahli geografi yang
membuat globe pertama dan disebut
Tabule Regoriana. Peta tersebut,
menggunakan bahasa Arab, menampilkan
daratan Eurasia secara keseluruhan dan
sebagian kecil bagian utara benua Afrika
dan Asia Tenggara.Peta tersebut menjadi
rujukan Columbus dalam mengelilingi
dunia.
2. Bidang Fisika
Al-Biruni. Nama lengkap beliau adalah Abu
Raihan Muhammad al- Biruni. Teori mengenai
bumi berputar pada porosnya beliau ungkapkan
jauh sebelum Galileo Galilei. Teori beliau
mengenai Bumi yang tertuang dalam kitab al-
Jawahir fi al-Jamahir tersebut mengundang
banyak perdebatan pada masanya. Beliau juga
menghitung dengan akurat panjang garis lintang
dan garis bujur bumi. Di antara kontribusi

3
ilmiahnya adalah penjelasan tentang cara kerja mata air melalui prinsip hidrostatis, yang
menghasilkan teori bahwa lembah Indus pada awalnya merupakan dasar laut kuno yang
dipenuhi bebatuan sedimen, disertai gambaran tentang sejumlah makhluk yang
menyeramkan, termasuk apa yang kita sebut sekarang sebagai manusia kembar siam.
3. Bidang Kimia
Jabir bin Hayyan atau Geber (orang Eropa
menyebutnya) adalah bapak kimia bangsa Arab
yang merupakan tokoh terbesar bidang kimia. Jabir
berpendapat bahwa logam biasa seperti seng, besi
tembaga dan besi dapat diubah menjadi emas atau
perak dengan formula yang misterius. Jabir juga
menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama
kimia yaitu kalnikasi dan reduksi kimia. Beliau
juga memperbaiki metode penguapan, sublimasi,
peleburan dan kristalisasi. Karya monementalnya
sampai saat ini masih menjadi risalah kimia yang paling otoritatif di Eropa, salah satunya
adalah Kitab al-Tajmi’ (Buku tentang Konsentrasi), al-Zi’baq al-Syarqi (Air raksa timur),
Kitab al- Rahmah, dan lain-lain.
4. Bidang Kedokteran dan Farmasi
Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara
penyakit cacar dengan measles beliau juga orang
pertama yang menyusun buku mengenai dokter anak.
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Bin
Zaka- riya al-Razi. Beliau merupakan dokter muslim
terbesar dan penulis paling produktif di Baghdad. Karya
terbesarnya dalam bidang kedokteran adalah al-Hawi
(buku yang komprehensif) yang merupakan buku
ensiklopedi kedokteran dan sudah diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin. Al-Razi dipandang sebagai penemu prinsip seton dalam operasi.
Selain itu beliau juga dikenal sebagai ahli kimia, karya utamanya dalam ilmu kimia
berjudul al-Asraar (buku tentang rahasia) yang menjadi sumber utama ilmu kimia sebelum
Jabir bin Hayyan.
5. Bidang Matematika
Al-Khawarizmi. Nama lengkap adalah
Muhammad Bin Musa al-Khawarizmi
adalah tokoh utama dalam kajian

4
matematika dialah yang meniptakan ilmu aljabar, kata aljabar berasal dari judul bukunya
al-jabar wa alqabalah. Selain itu Karyanya di bidang matematika berjudul Hisab al-Jahr wa
al-Muqabalah yang menguraikan tentang aritmatika dan al-Jabar. Buku tersebut merupakan
buku teks matematika terpenting yang digunakan di universitas-universitas Eropa dan
berhasil memperkenalkan aljabar ke daratan Eropa. Karya-karya al-Khawarizmi juga turut
berperan memperkenalkan ke benua Eropa angka-angka Arab yang disebut algoritma Al-
Hayyam. Nama lengkap Omar Bin Hayyam adalah seorang astronom dan matematikawan
yang teori matematikanya dikenal dengan aljabar al-Hayyam. Teorinya dipengaruhi oleh
al-Khawarizmi dalam membahas solusi pecahan tingkat dua dengan menggunakan
geometri dan aljabar. Beliau juga merupakan pencetus teori parallel dan binominal.
6. Bidang Astronomi
Al-Fazari. Nama lengkap Ibrahim alFazari adalah
orang Islam pertama yang membuat Astrolobe yang
digunakan untuk melihat benda-benda langit dalam
menentukan tanggal dan bulan. Astrolob diletakkan di
Observatorium yang merupakan tempat untuk
melakukan penelitian dan kajian di bidang astronomi.
Al-Farghani. Naman lengkap Abu al-Abbas al-
Farghani yang dikenal dengan Alfraganus adalah
seorang astronom pada masa khalifah al-Mutawakkil.
Karyanya dalam bidang astronomi berjudul al-Mudkhil Ila Ilm al- Hay’ah al-Aflak,
membahas tentang konfigurasi dan pergerakan bendabenda langit.
7. Bidang Sejarah
Ibnu Khaldun pada abad ke 14 menuntut ilmu di al-azhar,
ketika belajar beliau juga menggunakan waktu luangnya
untuk membaca buku-buku sejarah dan juga menggali
sejarah dari sejarawan yang mengajarnya. Sehingga ketika
selesai belajar di al-Azhar, Ibnu Khaldun mendirikan
lembaga pendidkan yang pusat pendidikannya pada
menggali dan mendalami ilmu sejarah. Murid-murid yang
mendalami langsung dari Ibnu Khaldun adalah al-aqrizi (wafat 1442 M), ibnu hajar al-
asqolani (1447), dan jalaluddin as-suyuti (wafat 1505). Dalam kajian sejarahnya tentang
arab timur Ibnu Khaldun banyak bersandar pada sejarawan sebelumnya, seperti At-thabari
dan ibnu alatsir.

5
D. Para Khalifah dan Kondisi Bani Abbasiyah Pasca keemasan
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya, Namun
setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Sehingga kondisi Bani Abbasiyah
pasca keemasannya dimulai pada periode kedua.

 Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945 M)


Periode ini disebut periode pengaruh Turki pertama. Pada masa kedua ini, para
khalifah lebih banyak dikendalikan oleh orang-orang Turki, ajaran salaf kembali
muncul dan aliran Mu’tazilah mengalami kemunduran. Para khalifah yang berkuasa
pada era ini adalah: Abu Fadl Ja’far al-Mutawakkil (232-247 H), Abu Ja’far
Muhammad al-Muntashir (247-248 H), Abu al-‘Abbas Ahmad alMusta’in (248-252
H), Abu ‘Abdillah Muhammad al-Mu’taz (252-255 H), Abu Ishaq Muhammad al-
Muhtadi (255-256 H), Ahmad al-Mu’tamid (256-279 H), Abu al-‘Abbas Ahmad al-
Mu’tadhid (279-289 H), Abu Muhammad al-Muktafi (289-295 H), Abu alFadl
Ja’far al-Muqtadir (295-320 H), Abu Manshur Muhammad al-Qahir (320-322 H),
Abu al’Abbas Ahmad al-Radhi (322-329 H), Abu Ishaq Ja’far al-Muttaqi (329-
333), Abu al-Qasim ‘Abdillah al-Mustakfi (333-334 H). Sejak masa pemerintahan
al-Mutawakkil telah ada usaha-usaha menjauhi kekuasaan orang-orang Turki. Ia
juga menentang faham mu’tazilah, ia membebaskan orang-orang ahlussunnah yang
dipenjarakan pada peristiwa mihnah. Revolusi-revolusi yang terjadi pada era ini
adalah revolusi Babak al-Kharmi, revolusi al-Maziar, revolusi Zang, dan revolusi
Arab. Sementara itu, kondisi ekonomi yang awalnya sangat melimpah dan kaya
mulai mengalami penyusutan karena banyaknya pengeluaran, khususnya keharusan
memberi gaji atau upah bagi tentara turki. Usaha perbaikan ekonomi telah dimulai
oleh khalifah pertama dari periode ini, ia menangguhkan pembayaran pajak
tanaman hingga tanaman tersebut matang. Akan tetapi, sebelum kebijakan ini
menjadi sebuah tradisi atau kebijakan, khalifah al Mutawakkil telah dibunuh.
Dengan demikian, keadaan ekonomi-politik kembali seperti sebelumnya bahkan
menjadi lebih parah.
 Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M)
Pada periode ketiga masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Pada
periode ini, dinasti Bani Abbas berada di bawah kontrol Bani Buwaih. Bani Buwaih
merupakan keturunan Abu Syuja’ Buwaih, seorang pencari ikan yang tinggal di
daerah Dailam. Para khalifah yang menjabat adalah: Abu al-Qasim al-Fadl al-
Muthi’ (334-363 H), Abu Bakr ‘Abd al-Karim al-Tha’i (363-381 H), Abu ‘Abbas
Ahmad al-Qadir (381-422 H), dan Abu Ja’far ‘Abdillah al-Qaim (422-467 H).
Kekuasaan Bani Buwaih dimulai dari seorang sekretaris khalifah al-Mustakfi

6
bernama Ahmad ibn Buwaih. Ibn Buwaih masuk ke Baghdad pada 334 H dan
khalifah memberinya gelar al-Mu’idz al-Daulah, saudaranya, Ali ibn Buwaih diberi
gelar Imad al-Daulah, dan saudaranya yang lain, Hasan ibn Buwaih mendapat gelar
Rukn al-Daulah. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan sering
terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya,
seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak
berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas.
Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan
khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap
sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi.
Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari
pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki
berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka
yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan
khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka. Setelah kekuasaan berada di
tangan orang-orang Turki pada periode kedua, pada periode ketiga (334-447 H/l055
M), daulah Abbasiyah berada di bawah pengaruh kekuasaan Bani Buwaih yang
berpaham Syi'ah.
Yusuf al’Isy menjelaskan situasi yang terjadi pada masa pengaruh Bani
Buwaih sebagai berikut:
Pertama, Negara Buwaih telah menyerang Dinasti Abbasiyah yang sangat Islam.
Dengan begitu, negara Islam yang sangat luas tersebut menjadi tanggung jawab
dinasti Bani Buwaih. Kedua, serangan tersebut tidak disertai latihan yang memadai
untuk memimpin atau memerintah sebuah negara yang sangat luas wilayahnya.
Ketiga, Bani Buwaihi tidak memiliki sosok pemimpin yang sangat kuat untuk
memimpin seluruh negara. Mereka hanya memiliki tiga bersaudara dari Bani
Buwaihi masing-masing memiliki kekuasaan terhadap kerajaan. Ibu kota kekuasaan
mereka adalah Baghdad, Rayy, dan Syiraz. Pada awalnya mereka bisa rukun,
namun generasi setelahnya mulai melakukan perebutan kekuasaan. Keempat,
tentara kekhalifahan tidak terdiri dari satu suku, tetapi terdiri dari dua kelompok
yaitu angkatan darat Daila dan angkatan berkuda Turki. Kelima, kedua kelompok
berbeda dalam hal madzhab. Orang Dailam bermazhab Syiah Zaidiyyah sementara

7
orang-orang Turki beraliran Sunni. Keenam, Bani Buwaihi selain mewarisi sebuah
negara yang luas, mereka juga mewarisi kondisi ekonomi negara yang sedang sulit.
 Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/ 1194 M)
Periode ini adalah masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah atau disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. Saljuk
(Saljuq) ibn Tuqaq adalah seorang pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia
Tengah tepatnnya Transoxania atau Ma Wara’ al-Nahar atau Mavarranahr.
Thughril Beg, cucu Saljuq yang memulai penampilan kaum Saljuk dalam panggung
sejarah. Pada tahun 429 H/1037 M ia tercatat sudah menguasai Merv.
Kekuasaannya makin bertambah luas dari tahun ke tahun dan pada tahun 1055
menancapkan kekuasaannya atas Baghdad.
Tughril meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan digantikan
kemenakannya Alp Arselan yang kemudian digantikan puteranya Maliksyah yang
merupakan penguasa terbesar dari dinasti Saljuk. Sesudah itu bani Saljuk
mengalami kemunduran sebelum kekuasan mereka di Baghdad pudar sama sekali
pada tahun 552 H/ 1157 M. Dalam bidang keagamaan, masa ini ditandai dengan
kemenangan kaum Sunni, terutama dengan kebijakan Nidham al-Muluk
mendirikan sekolah-sekolah yang disebut dengan namanya Madaris Nidhamiyyah.
Hal lain yang perlu dicatat dari masa ini dan masa sebelumnya adalah munculnya
berbagai dinasti di dunia Islam yang menggambarkan mulai hilangnya persatuan
dunia Islam di bidang politik. Seperti dinasti Fatimiyah lahir di Mesir (969) dan
bertahan sampai tahun 1171. Dari segi budaya dan pemikiran keagamaan, terdapat
berbagai wilayah dengan pusatnya sendiri yang masing-masing mempunyai peran
sendiri dalam mengekspresikan Islam, sesuai dengan kondisi masing-masing.
Misal, Andalus dan Afrika Utara mengembangkan seni yang mencapai puncaknya
pada al-Hambra dan pemikiran filsafat denngan tokoh Ibn Tufail dan Ibn Rusyd.
Para Khalifah yang berkuasa pada periode ini adalah Abu al-Qasim Muhammad al-
Muqtadi (467-487 H), Abu al-‘Abbas Ahmad al-Mustazhir (487-512 H), Abu
Manshur al-Fadl al-Mustarsyid (512-529 H), Abu Ja’far Manshur al-Rasyid (529-
530), Abu ‘Abdillah Muhammad al-Muqtafi (530-555 H).
Pada periode inilah terjadi perang salib antara umat Islam melawan umat Nasrani.
 Periode Kelima (590 H/ 1194 M – 656 H/ 1258 M)

8
Periode ini adalah masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi
kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Sesudah Saljuk, para khalifah
tidak lagi dikuasai oleh kaum tertentu. Tetapi, negara sudah terbagi-bagi dalam
berbagai kerajaan kecil yang merdeka. Khalifah al-Nashir (1180-1255) yang
berusaha untuk mengangkat kewibawaan kekhalifahan Abbasiyah. Untuk itu ia
mencari dukungan atas kedudukannya dengan bekerja sama dengan suatu gerakan
dari orang-orang yang memuja Ali. Dari kalangan pengrajin dan pedagang
meyakini Ali sebagai pelindung korporasi. Anggota dari gerakan ini bertemu secara
teratur, dan tidak jarang melakukan latihan-latihan spiritual dibawah pimpinan
seorang pir. Al-Nashir menempatkan dirinya sebagai pelindung dari gerakan ini.
Sementara itu, kekuatan Mongol Tartar mulai merayap dari arah timur dan pada
tahun 656 H/1258 H, Hulagu dengan pasukannya memasuki Baghdad dan
membunuh khalifah al-Musta’shim dan membunuh penduduk kota ini. Mereka
menjarah harta, membakar kitab-kitab dan menghancurkan banyak bangunan.
Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Bani Abbas di Baghdad.
Adapun para khalifah yang berkuasa adalah Abu al-Mudzaffar Yusuf al-Mustanjid
(555-556H), Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadhi’ (566-575 H), Abu al-‘Abbas
Ahmad alNashir (575-622 H), Abu Nashr Muhammad al-Zahir (622-623 H), Abu
Ja’far Manshur al-Mustanshir (623-641 H), Abu Ahmad ‘Abdillah al-Musta’shim
(641-656 H).
Adapun faktor-faktor dari keseluruhan yang mempengaruhi jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah
sebagai berikut.
1. Persaingan antarbangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Namun dalam prosesnya, orang-orang Persia tidak merasa puasdan menginginkan sebuah
dinasti dengan staf dari negaranya. Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa mereka
istimewa dan menganggap rendah bangsa non-Arab. Oleh karena itu, muncullah dinasti-
dinasti yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad.
2. Kemerosotan Ekonomi
Meski sempat bergelimang kekayaan, Kekhalifahan Abbasiyah mulai mengalami
kemunduran di bidang ekonomi karena pendapatan terus menurun sementara pengeluaran
mereka terus meningkat.
3. Perang Salib

9
Perang Salib yang berlangsung selama beberapa periode tidak hanya menelan banyak
korban, tetapi juga menimbulkan kerugian yang besar.
4. Serangan Bangsa Mongol dan Jatuhnya Baghdad
Pada 1258 masehi, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang menyerang
Baghdad. Penguasa terakhir Kekhalifahan Abbasiyah benar-benar tidak berdaya
membendung tentara mongol sebanyak itu. Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol
secara otomatis mengakhiri kekuasaan Bani Abbasiyah.

E. Perkembangan Islam Bani Abbasiyah Pasca Masa Keemasan


Kehancuran Dinasti Abbasiyah sangat memberikan pengaruh terhadap perkembangan Islam,
hal ini dapat dilihat dari tiga aspek, yakni; ilmu pengetahuan, politik dan ekonomi
1. Ilmu Pengetahuan
Setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran yang menyebabkan perkembangan ilmu
pengetahuan mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
kehancuran kota Baghdad. Pada masa khalifah Abbasiyah Baghdad adalah pusat
perkembangan ilmu pengetahuan, akan tetapi jatuhnya kota Baghdad merupakan awal dari
kemunduran dunia Islam. Ketika Baghdad hancur berbagai khazanah ilmu pengetahuan
yang ada di sana juga ikut lenyap. Seiring dengan kemunduran negara Islam di bidang ilmu
pengetahuan negara-negara Barat justru berkembang menjadi negara-negara modern.
Sehingga negara-negara Islam berhadapan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
penjajahan Barat. Umat Islam mengalami ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan
dibandingkan dengan negara-negara barat. Sehingga umat Islam banyak belajar dari bangsa
barat lantaran kemajuan bangsa barat lebih maju. Kedua, mengharamkannya filsafat. Umat
Islam sulit bangkit dari ketinggalan dari negara barat dan negara non-muslim dalam bidang
ilmu pengetahuan, disebabkan adanya pemikiran yang mengharamkan filsafat. Dengan
pemikiran yang mengharamkan filsafat menjadikan umat Islam malas berpikir untuk
mengembangkan pengetahuan. Dengan malas berpikir menjadikan umat Islam tertinggal
dalam bidang ilmu pengetahuan. Ketiga, umat Islam banyak yang berpaham Jabariyah.
Aliran ini berpendapat bahwa segala sesuatu sudah ditentukan oleh Allah Swt, dan
perbuatan manusia adalah atas kehendak Allah Swt. bukan atas kehendaknya sehingga
umat Islam cenderung memiliki sifat pasrah, karena Allah Swt. yang sudah mengatur nasib
manusia. Sehingga menjadikan umat Islam lemah, bodoh, dan mengalami kemiskinan,
yang akhirnya negara Islam mudah dijajah oleh negera-negara barat. Keempat,
berkembangnya tarekat (Qadoriyah, Syadzilah, Rifaiyah, Naqsabandiyah dan Satarriyah)
pada abad ke-12 sampai abad 18 (Solihin, 2005: 249). Sebagai contoh, tarekat
Naqsabandiyah berkembang di Asia Tengah, Turki, India, Mekkah, dan Indonesia. Salah

10
satu ajaran tarekat ini yaitu, mengajarkan menjauhkan diri dari hal-hal keduniaan sehingga
melakukan khalwat (Hamid, 1990: 181). Berkembangnya tarekat ini memberikan pengaruh
buruk terhadap umat Islam, yaitu menumbuhkan sikap taqlid, fatalistis, orientasi yang
berlebihan kepada ibadah dan akhirat (tidak mementingkan hal-hal keduniaan).
2. Politik
Aspek Politik. Setelah kehancuran Dinasti Abbasiyah menyebabkan hilangnya kekuatan
politik serta terpecah belahnya umat islam. Dampak runtuhnya Dinasti Abbasiyah secara
tidak langsung dari aspek politik diantarannya; Pertama, umat Islam terkotak – kotak. Pada
saat Dinasti Abbasiyah berjaya, Timur Tengah diindentikkan dengan Dinasti Abbasiyah.
Akan tetapi setelah banyak bermunculan dinasti-dinasti kecil membuat Dinasti Abbasiyah
tidak lagi berfungsi sebagai kerajaan politik yang berpengaruh terhadap negara lain.
Sehingga terjadi perpecahan wilayah seperti, Timur Tengah terbagi menjadi beberapa
bagian. Pada bagian timur, meliputi Transoxania, Iran dan Irak. Sedangkan bagian barat,
meliputi Syiria dan Mesir (Lapidus, 2000: 210). Dengan demikian, bahwa hancurnya
Dinasti Abbasiyah berdampak bagi umat Islam secara politik, tidak ada lagi kekuatan super
power dalam negara-negara Islam dan disentegrasi dibidang politik pada negara-negara
setelah Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran. Kedua, adanya penjajahan. Karena
Umat Islam terpecah, berakibat menjadi lemahnya kekuatan umat Islam sehingga mudah
dijajah oleh negara lain. Hal itu terlihat pada masa setelah Dinasti Abbasiyah hancur. Ada
tiga kerajaan besar (Safawi, Mughal, Turki Usmani) yang mengalami penjajahan. Kerajaan
Safawi (1503-1722 M) mengalami penjajahan oleh kerajaan Muslim bernama Turki
Usmani. Hal ini terjadi saat Kerajaan Safawi mengalami kemunduran yang disebabkan
oleh: sikap hedonis para penguasa dan pemimpin yang tidak memiliki kompeten.
Kemunduran kerajaan ini kemudian dimanfaatkan oleh tentara Turki Usmani untuk
melakukan penjajahan. Kemudian didikuti oleh Kerajaan Mughal yang mengalami
kemunduran kerena sikap hedonis yang dilakukan oleh para pengusa, pemimpin yang tidak
kompeten, dan lemahnya kekuatan militer, sehingga mudah dihancurkan dan dijajah oleh
Kolonial Inggris.
Ketiga, hilangnya sisitem khalifah. Dengan berakhirnya sistem kekhalifahan pada Dinasti
Abbasiyah, berdampak pada sistem pemerintahan negara-negara Islam setelahnya. Sistem
pemerintahan negara-negara Islam tidak lagi dipimpin oleh khalifah, tetapi dipimpin oleh
seorang presiden. Pemerintahannya yang semula berbentuk kerajaan berubah menjadi
pemerintahan parlementer.
3. Ekonomi
Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah tepatnya saat pemerintahan Khalifah al-Mahdi,
negara Islam mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. Salah satu penyebab

11
kemajuan Dinasti Abbasiyah dari aspek ekonomi, karena lancarnya transportasi jalur
perdagangan. Namun, semua kemajuan dibidang perekonomian itu hancur setelah Dinasti
Abbasiyah mengalami krisis dan serangan tentara Mongol pada tahun 1258 M di bawah
pimpinan Khulagu Khan (al-Hassan, 2001: 655). Mereka merusak sebagian besar kota
Baghdad, kanal dan tanggul-tanggul yang membentuk sistem irigasi juga turut hancur
sehingga hancurnya Abbasiyah, umat Islam mengalami kemiskinan dan perekonomian
dikuasai oleh bangsa barat hingga saat ini.

12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah peradaban dan kebudayaan Islam pada abad pertengahan menjadi bukti bahwa Islam
pernah menjadi pusat peradaban dunia. Salah satu bukti dari kemajuan tersebut adalah lahirnya
beberapa ilmuwan Islam yang mempunyai keahlian di berbagai bidang yaitu, Bidang Geografi,
Bidang Fisika, Bidang Kimia, Bidang Kedokteran dan Farmasi, Bidang Matematika, Bidang
Astronomi, dan Bidang Sejarah, yang menjadi referensi uatama dalam kajian ilmiah di bidangnya
masing-masing.
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi
masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode: Periode Pertama (132 H/750 M - 232
H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama. Periode Kedua (232 H/847 M - 334 H/945
M), disebut periode pengaruh Turki pertama. Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M),
masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut
juga masa pengaruh Persia kedua. Periode Keempat (447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa
kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga
dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah al-
Kubra/Seljuk agung). Periode Kelima (590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari
pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh
invasi dari bangsa Mongol. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasan. Secara politis para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi, periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetauan dalam Islam. Kehancuran Dinasti Abbasiyah sangat memberikan pengaruh terhadap
perkembangan Islam, hal ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu; Ilmu Pengetahuan, Politik dan
Ekonomi.

13
DAFTAR PUSTAKA
Afif, Moh. (2020). PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN LAHIRNYA TOKOH
MUSLIM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH. Jurnal Pemikiran, Pendidikan dan
Penelitian Ke-Islaman oleh Ahsana Media. Vol. 6, No.1 Februari 2020
Amin, Muhammad. (2016). Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Abbasiyah Serta Dampaknya
Terhadap Dunia Islam Kontemporer. Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Diakses pada tanggal 27 April 2021 pada website :
(https://www.researchgate.net/publication/330710094_KEMUNDURAN_DAN_KEHANCUR
AN_DINASTI_ABBASIYAH_SERTA_DAMPAKNYA_TERHADAP_DU.NIA_ISLAM_K
ONTEMPORER)
Galbinst, Yuri. (2010). Islam: Dari Rashidun ke Kekhalifahan Abbasiyah. Caceres: Cambridge
Stanford Books.
Hakiki Kiki Muhammad. (2012). Mengkaji Ulang Sejarah Politik Kekuasaan Dinasti Abbasiyah.
(https://core.ac.uk/download/pdf/267944782.pdf)
Ody. (2008). Periodisasi Dinasti Abbasiyah. Diakses pada tanggal 27 April 2021 pada website:
(https://yodisetyawan.wordpress.com/2008/05/19/periodisasi-dinasti-abbasiyah/)

14

Anda mungkin juga menyukai