QASHR
OLEH :
KELOMPOK 7
NURMINA 19.1200.008
NURUL HIKMAH 19.1200.010
NASRULLAH 19.1200.024
2021
KATA PENGANTAR
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.........................................................................................9
B. Saran ...................................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat kaya. Dari bahasa tersebut
lahir banyak ilmu-ilmu maupun disiplin-disiplin ilmu. Ilmu-ilmu yang muncul
dari bahasa arab adalah bukti bahwa Bahasa Arab merupakan bahasa yang kaya.
Ilmu-ilmu yang muncul dari bahasa arab beragam sekali. Seperti ilmu
Nahwu, Shorof, Balaghoh dll. Salah satu ilmu yang muncul dari Bahasa Arab
yaitu lmu Balaghoh yang merupakan sebuah ilmu yang mempelajari kefasihan
bicara, dengan kriteria isi yang mencakup ilmu ma’ani, bayan dan badi’.
Ilmu ini bertugas mengkaji Bahasa Arab dalam ruang lingkup konteks,
yaitu dalam hal ma’na dan kandungan. Adapun tujuan ilmu tersebut untuk
menemukan atau mengetahui rahasia-rahasia Bahasa Arab, bersesuai dengan
keadaan atau tidak ,dan sebagainya.
Dalam pembahasan ini kita menyinggung tentang seputar qashr.
Yang mana qashr ini adalah cabang dari pembahasan ilmu balaghoh yang
faedahnya bertujuan untuk menghususkan sesuatu pada sesuatu dengan cara yang
tertentu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini yaitu:
1. Apa pengertian qashr?
2. Apa macam-macam Qashar?
3. Apa alat-alat Qashar?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Qashr
2. Untuk mengetahui macam-macam Qashr
3. Untuk mengatahui alat-alat Qashr
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qashr
Secara bahasa al-qasr bermakna al-habs yang berarti penjara1. Dalam
Alquran QS. al-Rahman/55 : 72 ada ungkapan:
1
Ibn Manzur, Abu al-Fadl Jamaluddin Muhammad ibn Mukrim. Lisan al-‘Arab. Cet. III;
Beirut Dar Shadir, 1994.
2
Basyuni ‘Abd al-Fattah Fayyud, Min Balagah al-Nazhmi al-Qur’ani (Kairo: Matba’ah al-
Husein al-Islamiyyah, 1992), h. 183.
2
“kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi…”
(QS. 2: 284).
Qashr pada ayat itu ditandai dengan mendahulukan kata yang mestinya
diakhirkan, yaitu lafazh “ِ ِ ٰلِل.“Disebut qashr haqîqi, karena berdasarkan
kenyataan yang sesungguhnya, bahwa yang memiliki sesuatu di langit
dan di bumi adalah Allah.
b. Qashar Idlafi, yaitu mengkhususkan sesuatu berdasarkan sandaran
tertentu (mu’ayyan)3. Seperti firman Allah:
ٰ ّٰللاُ ا ٰٰلهٌ َّو
اح ٌد اٰنَّ َما ه
“…Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa …” (QS. 4: 171).
Ayat itu mengandung pengertian, bahwa berdasarkan keyakinan orang-
orang Kafir, Isa dan Maryam adalah Tuhan .Allahlah Tuhan Yang
Maha Esa. Sehingga Allah hanya bersifat sebagai Tuhan.
2. Berdasarkan tharf (unsur) qashr (maqshûr dan maqshûr ‘alayh), baik qashr
haqîqi maupun qashr idlâfi:
a. Qashr shifah ‘ala maushûf, yaitu menentukan sifat hanya berlaku untuk
maushûf (orang yang disifati) saja, tidak berlaku bagi yang lain.
Namun maushûf juga mempunyai sifat yang telah disebutkan. Dengan
demikian, yang ditentukan adalah sesuatu atau orang yang disifati
(maushûf), bukan sifatnya. Contoh ayat pada qashr haqîqi di atas, juga
dapat dianalisis, bahwa berdasarkan hakikatnya, hanyalah Allah yang
bersifat memiliki apa yang ada di langit dan di bumi, tidak yang
lainnya. Namun Dia juga memmiliki sifat-sifat lain, seperti memberi
rizki, menciptakan dan sebagainya. Sedang dalam qashr idlâfi, kita
dapat melihat firmanNya:
3
Ali Al-Jazim dan Musthofa Amin, Al-Balaghoh Al-Wadhihah Al-Bayan Al-Ma’ani wal
Badi’,(Jakarta: Ponorogo: Darussalam 2008), .hlm, 231
3
menyerah pada kehendak pembesar kaum Syu‟aib, untuk diusir atau
kembali pada agama mereka. Namun Allah juga mempunyai sifat
yang lain.
b. Qashr maushûf ‘ala shifah, yaitu menentukan maushûf pada satu sifat,
tidak pada sifat yang lain. Namun terdapat juga orang lain yang
mempunyai sifat itu. Jadi yang ditentukan atau dibatasi adalah
sifatnya, bukan maushûf-nya. Seperti firman Allah yang mengatakan:
4
Sehingga ayat di atas menolak pendapat mereka, bahwa Allah adalah
Tuhan ketiga dari tiga Tuhan (tsâlits tsalâtsah). Bandingkan juga
dengan firmanNya: (QS. 1: 5).
Sedang contoh qashr maushûf „ala shifah pada qashr ifrâd dapat dilihat
pada firman-Nya:
َا اٰن ا َ انت ُ ام ا َّْٰل ت َ اك ٰذبُ اون
“kamu tidak lain hanyalah pendosta belaka.” (QS. 36: 15).
Berdasarkan ayat di atas, orang-orang kafir menyatakan, bahwa para
rasul (maushûf) hanyalah pendusta, karena mereka adalah manusia
biasa (satu ifrâd), dan mereka juga tidak pernah menerima wahyu (sifat
lain).
b. Qashr qalb, yaitu menentukan suatu perkara dengan suatu perkara pada
tempat perkara yang lain, yang menurut pendengar adalah sebagai
kebalikannya. Jadi bisa dikatakan qasrh ini adalah untuk meyakinkan
mukhatab yang mempunyai keyakinan yang sebaliknya tentang suatu
hal.
c. Qashr ta’yîn, ialah menentukan suatu perkara pada suatu perkara di
tempat yang lain, yg sukar bagi pendengar untuk menentukan salah
satunya. Qashar ini diucapkan untuk mukhatab yang mempunyai
beberapa keyakinan tentang sesuatu, atau ragu-ragu akan suatu hal.
C. Alat-Alat Qashr
1. Nafy dan Istisna
Teknik ini dengan menggunakan huruf nafyi kemudian diikuti oleh istisna.
Kata yang terdapat sebelum istisna merupakan sesuatu yang dikhususkan
(maqsur) sedangkan yang disebut setelah istisna merupakan apa yang dikhususkan
kepadanya (maqsur ‘alaih)
Alat qashr yang berupa nafy dan istitsnâ’ banyak menggunakan nafy yang
berupa “ma”, namun terkadang memakai selainnya, seperti “in”, yang keduanya
terkadang menggunakan istitsnâ‟ selain “illa”. Maqshûr ‘alayh dalam hal itu
adalah yang disebutkan setelah alat istitsnâ’nya.
2. Innama
5
Alat qashr innama (‘adât al-qashr), sekaligus dapat menetapkan dan
meniadakan sesuatu, berbeda dengan ‘athaf. Sedang maqshûr ‘alayh dalam hal ini,
adalah yang disebutkan setelah innama.
3. ‘Athaf dengan huruf “la”, bal atau lakin”
Penggunaan kata sambung الmenunjukkan arti negasi terhadap apa yang
disebut setelahnya dan menetapkan apa yang disebut sebelumnya, contoh: أبي طبيب
ال مدرسyang berarti Bapakku hanya seorang guru bukan seorang dokter.
Untuk menggunakan kata sambung tersebut dalam uslub al-qasr harus
mengikuti tiga ketentuan yaitu: pertama, yang disebutkan setelah kata sambung
adalah satu kata dan bukan jumlah atau kalimat. Kedua, kata sambung tersebut
didahului dengan kalimat positif. Ketiga, ungkapan sebelumnya tidak
membenarkan ungkapan sesudahnya.
Adapun penggunaan kata sambung بل menunjukkan arti idrab
(membatalkan hukum pada kalimat yang disebut sebelumnya dan menetapkan
kepada kata yang disebut setelahnya. Untuk menggunakan kata sambung tersebut
harus memenuhi dua ketentuan yaitu: pertama, yang disebutkan setelahnya bukan
jumlah (kalimat), dan kedua, didahului oleh kalimat positif, perintah, panggilan
dan kalimat negatif serta larangan. Jika بلdiduhului oleh kalimat larangan atau
kalimat negatif maka artinya adalah istidrak sama dengan لكنyang akan dibahas
setelah ini. Contoh ““ ال تأكل دهنا حيوانيا بل دهنا نباتياjangan memakan lemak hewani
tetapi lemak nabati.” Maksudnya lemak yang dikonsumsi hanyalah lemak nabati
dan bukan lemak hewani.
Sedangkan kata sambung لكنmenunjukkan arti istidrak sama dengan بل
yang didahului kalimat negatif atau larangan. Untuk menggunakan kata sambung
tersebut diperlukan tiga syarat yaitu: pertama, yang disebutkan setelahnya adalah
kata bukan kalimat, kedua, didahului dengan kalimat negatif atau larangan, ketiga,
kata sambung tersebut tidak disertai dengan huruf “waw”.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-qashr menurut istilah ulama balagah adalah mengkhususkan atau
mengistimewakan sesuatu atas yang lain dengan ungkapan yang menunjukkan
akan hal tersebut. Defenisi lain yang serupa adalah menjadikan sesuatu itu
istimewa atas yang lain dengan menggunakan salah satu teknik tertentu dari
beberapa teknik yang dipakai untuk tujuan al-qashr.
Macam-macam qashr berdasarkan waqi’ dan haqiqah (kenyataan) yaitu
Qashr haqîqi dan qashr idlafi. Berdasarkan tharf (unsur) qashr (maqshûr dan
maqshûr ‘alayh), baik qashr haqîqi maupun qashr idlâfi: Qashr shifah ‘ala
maushûf dan Qashr maushûf ‘ala shifah. Berdasarkan keadaan mukhâthab atau
tujuan qashr (terbatas pada qashr idlâfi): qashr ifrod, qashr qalb dan qashr ta’yin.
Alat-alat qashr yaitu nafy dan istisna, innama, dan ‘Athaf dengan huruf
“la”, bal atau lakin”.
B. Saran
Penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Selain itu penulis berharap kepada penulis lainnya yang ingin menyusun makalah
tentang Qashr ini supaya membaca refensi-refensi lainnya supaya hasilnya lebih
baik dan lebih jelas. Kami menyadari mungkin masih terdapat kekurangannya.
7
DAFTAR ISI
Ibn Manzur, A. al-F. J. M. ibn M. (1994). Lisan al-‘Arab: Vol. Cet. III. Dar
Shadir.