Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sehat adalah keadaan sejahtera ,fisik mental dan sosial dan tidak sekedar
terbebas dari keadaaan cacat dan kematian. Defenisi sehat ini berlaku bagi
perorangan maupun penduduk ( masyarakat ). Derajat kesehatan masyarakat di
pengaruhi oleh empat faktor yang saling berinteraksi yaitu lingkungan, perilaku,
keturunan dan pelayanan kesehatan. (KMK No 406 Tahun 2009 )
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental yang sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia
dengan cirimenyadari sepenuhnya kemampuan dirinya,mampu menghadapi
tekanan hidup yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan
hidupnya,dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,menerima dengan baik apa
yang ada pada dirinya,merasa nyaman bersama dengan orang lain ( KMK No 406
Tahun 2009 ).
Bencana yang tidak ada habisnya, baik karena manusia maupun karena
kejadian alam merupakan sumber stressor yang dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai masalah kesehatan jiwa masyarakat, baik yang ringan sampai yang berat.
Masalah kesehatan jiwa yang ringan berupa masalah psikososial seperti
kecemasan, psikosomatis dapat terjadi pada orang yang mengalami
bencana.Bahkan keadaan lebih berat seperti depresi dan psikosis dapat terjadi jika
orang yang mengalami masalah psikososial tidak ditangani dengan baik (Keliat,
2007).
Kesehatan Jiwa komunitas adalah suatu pendekatan pelayan kesehatan
jiwa berbasis masyarakat,diman seluruh potensi yang ada di masyarakat dilibatkan
secara aktif. Paradigma baru dalam komunitas jiwa ini adalah konsep penanganan
masalah kesehatan jiwa di bidang promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dalam penanganan gangguan jiwa terutama terhadap penderita gangguan jiwa
berat dilakukan secara manusiawi tanpa mengabaikan hak hak azasi mereka.
Pendekatan yang dilakukan beralih dari klini indivual ke produktif sisial sesuai
dengan berkembangnya konsep kesehatan jiwa komunitas.
Pelayanan komunitass jiwa adalah pelayanan yang bertujuan untuk
mendeteksi kasus di masyarakat,penanganan kasus yang tidak dirawat di institusi
dan melanjutkan kasus rujukan setelah kembali berada di lingkunganmasyarakat.
Keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam penanganan kasus gangguan jiwa
mulai deteksi dini, pilihan penanganan,pengobatan sampai dengan rehabilitasi
yang berorientasi kepada kebutuhan individu.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Dari penyusunan makalah ini diharapkan penulis dapat menerapkan
asuhan keperawtaan jiwa komunitas di Desa Punggung Lading
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Bersama masyarakat mengidentifikasi keluarga dengan kesehatan jiwa
komunitas di Desa Punggung Lading
2. Bersama masyarakat mengidentifikasi kebutuhan atau masalah kesehatan jiwa
komunitas di Desa Punggung Lading
3. Bersama masyarakat merencanakan asuhan keperawatan jiwa komunitas di
Desa Punggung Lading
1.4 Manfaat
Diharapakan dengan adanaya kegiatan praktek jiwa komunitas di dusun sampan
dapat bermanfaat bagi
1. Bagi Mahasiswa
Mampu mengetahui konsep keperawatan jiwa di Komunitas dan mampu
memahami bagaimana asuhan keperawatan jiwa di komunitas
2. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat tentang macam macam gangguan
jiwa
3. Bagi Puskesmas
Sebagai data dasar untuk menentukan progran jiwa untuk puskesmas kurai
taji
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunitas Jiwa


Komunitas Jiwa adalah upaya untuk mewujudkan pelayanan kesehatan jiwa
dengan tujuan pasien yang tidak tertangani di masyarakat akan mendapatkan
pelayanan yang lebih baik.
Komunitas jiwaa dalah pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik,
dan paripurna,berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres
dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan.
Komunitas Jiwa merupakan salah satu strategi berupa program peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yang diberikan kepada petugas kesehatan melalui
pelatihan dalam rangka upaya membantu masyarakat menyelesaikan masalah
kesehatan jiwa akibat dampak tsunami, gempa maupun bencana lainnya. Pelatihan
yang dilakukan terdiri dari tiga tahapan yaitu Basic, Intermediate dan Advance
Nursing Training.
Sejalan dengan perkembangan ilmu kesehatan jiwa maka perawat komunitas
jiwa perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk menstimulasi
perkembangan individu di masyarakat maupun mengantisipasi dan mengatasi
penyimpangan yang menyertai perkembangan psikososial individu di masyarakat.
Perawat komunitas jiwa sebagai tenaga kesehatan yang bekerja dimasyarakat dan
bersama masyarakat harus mempunyai kemampuan melibatkan peran serta
masyarakat terutama tokoh masyarakat dengan cara melatih para tokoh
masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa (Depkes, 2006).
2.2 Fungsi Komunitas Jiwa
Upaya yang digunakan untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah-
masalah kesehatan jiwa akibat dampak konflik tsunami, gempa maupun bencana
lain. Adapun tugas dan fungsi dari perawat/petugas Komunitas Jiwa meliputi :
I Perencanaan Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara
matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan (Siagian, 1990 dalam Keliat et. al, 2006).
Perencanaan dapat juga diartikan sebagai suatu rencana kegiatan tentang apa yang
harus dilakukan, bagaimana kegiatan itu dilaksanakan dan dimana kegiatan itu
dilakukan. Perencanaan yang matang akan memberi petunjuk dan mempermudah
dalam melaksanakan suatu kegiatan. Tanpa perencanaan kegiatan akan menjadi
tidak terarah sehingga hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diinginkan.
Jenis perencanaan terdiri dari rencana jangka pendek, menengah dan panjang.
Perencanaan jangka panjang disebut juga perencanaan strategis yang disusun
untuk 3 sampai 10 tahun. Perencanaan jangka menengah dibuat dan berlaku 1
sampai 5 tahun sedangkan perencanaan jangka pendek dibuat 1 jam sampai
dengan satu tahun (Marquia & Houston, 1998 dalam Depkes, 2006).
Kegiatan perencanaan yang akan digunakan dipelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan.
Untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah perencanaan jangka pendek yang
meliputi rencana kegiatan tahunan dan bulanan. Perencanaan di pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah perencanaan kegiatan yang akan
dilakukan oleh perawat supervisor, perawat komunitas jiwa di puskesmas dan
kader kesehatan jiwa.
Rencana jangka pendek yang diterapkan pada pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas terdiri dari rencana bulanan dan tahunan (Keliat et.al,
2006).
1)Rencana bulanan perawat komunitas jiwa
Rencana bulanan adalah kegiatan yang akan dilaksanankan oleh perawat
komunitas jiwa dan kader dalam waktu satu bulan. Rencana bulanan perawat
meliputi dua aspek, yaitu:
a.Kegiatan manajerial Contoh kegiatan : supervisi kader, rapat/pertemuan
b.Kegiatan asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga, yang terdiri dari :
1. Pendidikan kesehatan bagi kelompok masyarakat yang sehat, kelompok
yang berisiko masalah psikososial dan kelompok keluarga pasien gangguan jiwa.
2. Asuhan keperawatan masalah psikososial
3. Asuhan keperawatan risiko masalah psikososial
4.Asuhan keperawatan gangguan jiwa
5.Kegiatan terapi aktifitas kelompok dan rehabilitasi untuk kelompok
pasien yang mengalami gangguan jiwa.
2)Rencana tahunan perawat komunitas jiwa
Setiap akhir tahun perawat melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam satu
tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan
rencana tahun berikutna. Rencana kegiatan tahunan mencakup :
a. Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja pelayanan
keperawatan kesehatan jiwa komunitas berupa kegiatan yang dilaksanakan dan
hasil evaluasi (wilayah kerja puskesmas dan Desa Siaga Sehat Jiwa).
b. Penyegaran terkait dengan materi pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
komunitas khusus kegiatan yang masih rendah pencapaiannya. Ini bertujuan untuk
memantapkan hal-hal yang masih rendah.
c. Pengembangan SDM (perawat komunitas dan kader kesehatan jiwa) dalam
bentuk rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan informal.
II.Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas untuk mencapai suatu
tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan untuk pengkoordinasian
aktivitas yang tepat baik vertikal maupun horizontal, yang bertanggung jawab
(Keliat et.al, 2006). Pengorganisasian kegiatan dan tenaga dalam pelayanan
kesehatan jiwa komunitas menggunakan pendekatan lintas sektoral dan lintas
program. Setiap perawat komunitas di puskesmas bertanggung jawab terhadap
sejumlah desa yang menjadi area binaan. Desa siaga sehat jiwa dipimpin oleh
perawat komunitas jiwa puskesmas yang bertanggung jawab terhadap dua desa
atau lebih. Tokoh masyarakat didesa berperan sebagai penasehat atau pelindung
kader kesehatan jiwa. Beberapa kader kesehatan jiwa bertanggung jawab terhadap
masing-masing dusun yang melakukan kegiatan desa siaga sehat jiwa. Mekanisme
pelaksanaan pengorganisasian desa siaga sehat jiwa adalah:
a. Wilayah kerja puskesmas dibagi dua untuk 2 orang perawat komunitas jiwa.
Misalnya ada 20 desa maka masing-masing perawat bertanggung jawab pada 10
desa.
b. Perawat komunitas jiwa bersama tokoh masyarakat menetapkan satu desa
untuk dikembangkan menjadi desa siaga sehat jiwa.
c. Perawat komunitas jiwa bersama tokoh masyarakat pada tingkat desa
menetapkan calon kader kesehatan jiwa pada tingkat dusun. Tiap dusun minimal 2
kader kesehatan jiwa.
Pengelompokkan keluarga pada desa siaga sehat jiwa berdasarkan asuhan
keperawatan yang diberikan yaitu asuhan keperawatan diberikan kepada keluarga
yang sehat, risiko dan gangguan. Keluarga yang sehat dikelompokkan dalam usia:
1. Keluarga dengan bayi 0-18 bulan
2. Keluarga dengan kanak-kanak 18-36 bulan
3. Keluarga dengan pra sekolah 3-6 tahun
4. Keluarga dengan anak sekolah 6-12 tahun
5. Keluarga dengan remaja 12-18 tahun
6. Keluarga dengan dewasa muda 18-25 tahun
7. Keluarga dengan dewasa 25-65 tahun
8. Keluarga dengan lansia> 65 tahun
III.Pengarahan Pelayanan Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Pengarahan adalah langkah ketiga dari fungsi manajemen yaitu pelaksanaan
perencanaan kegiatan dalam bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengarahan pekerjaan diuraikan dengan
jelas dalam bentuk tugas yang harus dilaksanakan. Untuk memaksimalkan
pelaksanaan pekerjaan diperlukan iklim kerja yang menyenangkan, pengelolaan
waktu secara efisien, keterampilan komunikasi yang baik, pengelolaan konflik,
memfasilitasi kolaborasi, melaksanakan pendelegasian dan supervisi, melakukan
negosiasi dan advokasi lintas program dan sektor (Keliat et.al, 2006).
Kegiatan pengarahan yang akan dilaksanakan pada pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas adalah menciptakan budaya motivasi, menerapkan
manajemen waktu, melaksanakan pendelegasian, melaksanakan supervisi dan
komunikasi yang efektif,melakukan manajemen konflik.
1.Manajemen Waktu
Manajemen waktu adalah penggunaan secara optimal waktu yang dimiliki.
Pada desa siaga sehat jiwa manajemen waktu diterapkan dalam bentuk penerapan
rencana kegiatan bulanan untuk perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa
masyarakat. Aktivitas manajemen waktu dievaluasi melalui instrumen evaluasi
perencanaan.
2.Pendelegasian
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Dalam
organisasi pendelegasian dilakukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendelegasian dilaksanakan melalui
proses :
a. Buat rencana tugas yang perlu diselesaikan
b. Identifikasi kemampuan kader kesehatan jiwa yang akan melaksanakan
tugas
c. Komunikasikan dengan jelas apa yang akan dikerjakan dan apa tujuannya
d. Jika kader kesehatan jiwa tidak mampu melaksanakan tugas karena
menghadapi masalah tertentu maka perawat CMHN harus bias menjadi contoh
peran dan menjadi nara sumber untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
e. Evaluasi kinerja setelah tugas selesai
3.Supervisi
Supervisi adalah proses memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai
dengan tujuan organisasi dengan cara melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan supervisi dilaksanakan untuk menjamin
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.
Fasilitator nasional, fasilitator provinsi dan dinas kesehatan melakukan supervise
satu kali sebulan terhadap fasilitator lokal, perawat komunitas jiwa dan kader
kesehatan jiwa masyarakat, fasilitator lokal dan kepala puskesmas melakukan
supervisi dua kali seminggu terhadap perawat komunitas jiwa dan kader kesehatan
jiwa. Sedangkan perawat komunitas jiwa melakukan supervisi satu kali seminggu
terhadap kader kesehatan jiwa.
Hal yang di supervisi adalah kemampuan fasilitator local, perawat
komunitas jiwa dan kader kesehatan jiwa dalam melaksanakan tugasnya terkait
aspek manajerial dan asuhan keperawatan.
4.Manajemen Konflik
Konflik adalah perbedaan pandangan dan ide antara satu orang dengan
orang yang lain. Dalam organisasi yang dibentuk dari sekumpulan orang yang
memiliki latar belakang yang berbeda konflik mungkin terjadi. Untuk
mengantisipasi terjadinya konflik maka perlu dibudayakan manajemen konflik.
Cara penanganan konflik ada beberapa macam yaitu bersaing,
berkolaborasi, menghindar, mengakomodasi dan berkompromi. Penanganan
konflik yang diterapkan dalam pelayanan keperawatan kesehatan jiwa komunitas
adalah dengan cara kolaborasi. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja sama
berbagai pihak yang terlibat konflik dalam menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi dengan jalan mencari dan menemukan persamaan kepentingan dan bukan
perbedaan. Untuk itu pembudayaan kolaborasi antar pihak-pihak terkait menjadi
prioritas utama dalam menyelenggarakan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
komunitas.
2.3. Dasar pembentukan Komunitas Jiwa
Konflik berkepanjangan disertai bencana tsunami dan gempa bumi tanggal 26
desember 2004 di Nangroe Aceh Darussalam ( NAD ) telah berlalu, namun
dampaknya masih sangat dirasakan oleh semua masyarakat dengan berbagai
kondisi. Dampak tersebut dapat berupa kehilangan sanak saudara, kehilangan
harta benda, kerusakan lingkungan, dan sebagainya. Semua ini dapat
menimbulkan berbagai masalah psikososial seperti ketakutan, kehilangan, trauma
paska bencana, bahkan timbul masalah kesehatan jiwa yang lebih berat seperti
depresi, perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. Kondisi-kondisi seperti
ini penanganan yang cepat, tepat dan akurat. Untuk menangani masalah tersebut
perlu dipikirkan serta pelayanan, sumber daya manusia, kompetensi, maupun
biayanya.
Saat ini sarana pelayanan keperawatan jiwa yang ada di NAD adalah Badan
Pelayanan Keperawatan Jiwa ( BPKJ ) dengan bed occupation rate ( BOR ) 130%,
sumber daya manusia yang kurang dan anggaran yang juga tidsak memadai. Oleh
karena itu perlu ada strategi lain untuk memberikan pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa kepada masyarakat dengan menggunakan pendekatan Comunity
Mental Health Nursing(CMHN)/Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas ( KKJK
). KKJK merupakan salah satu upaya yang digunakan untuk membantu
masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa akibat dampak
konflik, tsunami, gempa maupun bencana lainnya.

2.4. Program Komunitas jiwa


Membentuk desa siaga sehat jiwa, yaitu:
a. Pendidikan kesehatn jiwa untuk masyarakat sehat
b. Pendidikan kesehatan jiwa untuk resiko masalah psikososial
c. Resiko jiwa untuk mengalami gangguan jiwa
d. Terapi aktivitas bagi pasien gangguan jiwa mandiri
e.Rehabilitasi bagi pasien gangguan jiwa mandiri
f. Askep bagi keluarga pasien gangguan jiwa
2.5 Tujuan Komunitas Jiwa
1. Tujuan umum:
Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa bagi masyarakat sehingga
tercapai kesehatan jiwa masyarakat secara optimal.
2. Tujuan khusus :
a. Menjelaskan konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas
b. Menerapkan komunikasi terapeutik dalam memberikan pelayanan /
asuhan keperawatan jiwa
c. Menjelaskan peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dalam
memberikan pelayanan keperawatan
d. Bekerjasama dengan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan peran dan fungsinya
e. Menerapkan konsep pengorganisasian masyarakat dalam memberikan
pelayanan keperawatan kesehatan jiwa
f. Memberikan asuhan keperawatan pada anak dan remaja dengan
gangguan jiwa : depresi dan perilaku kekerasan
g. Memberikan asuhan keperawatan pada usia dewasa yang gangguan jiwa
dengan masalah : harga diri rendah, perilaku kekerasan, resiko bunuh diri, isolasi
diri, halusinasi, waham dan defisit perawatan diri h. Memberikan asuhan
keperawatan pada lansia dengan gangguan jiwa : depresi dan demensia
i. Mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa komunitas
2.6 . Kerjasama Lintas Sektor dan Lintas Program
a. Lintas sektor
1)Kepala puskesmas
2)Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
3) Dinas Kesehatan Provinsi
4)Departemen Kesehatan
b. Lintas Program
1)DPRD
2)BAPEDA
3)Dinas Sosial
4)Dinas Agama
5) Pemuka Masyarakat
2.7. Pengorganisasian komunitas jiwa
a) Pendekatan:
1) Perencanaan sosial (social planning)
Keputusan program pemenuhan dan penyelesaian masalah
didasarkan atas fakta- fakta yang didapatkan di lapangan dan fokusnya pada
penyelesaian tugas. Pendekatan ini diperlukan pada kondisi yang memerlukan
penyelesaian masalah dengan segera. Hal ini telah dilakukan pada awal terjadi
tsunami dan gempa bumi.

2) Aksi sosial (social action)


Program pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah pada
satu area tertentu dilakukan oleh sekelompok ahli dari tempat lain. Hal ini
dilakukan jika pada tempat kejadian belum dapat diidentifikasi sumber daya yang
digunakan. Hal ini juga telah dilakukan dan berlangsung sampai saat ini.
3)Pengembangan masyarakat(Comunity development)
Program pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah
ditekankan pada peran serta masyarakat, pemberdayaan masyarakat atau
peningkatan kemampuan masyarakat dalam menyelesaikan masalah dan saling
memberi bantuan dalam mengidentifikasi masalah atau kebutuhan serta
penyelesaian masalah.
4)Penerapan
a)Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta sumber daya yang ada
di masyarakat. Cara memeperoleh data dapat dilakukan melalui :
 Informasi dari masyarakat tentang anggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa
 Informasi dari perawat komunitas
 ·Menentukan sendiri dengan melakukan pengkajian
langsung baik perorangan, keluarga maupun kelompok
Melalui pertemuan-pertemuan formal dan informalb)
Mengelompokkan data yang dikumpulkan dengan cara :·Jika ditemukan anggota
masyarakat yang masih sehat maka diperlukan program pencegahan dan
peningkatan kes-wa agar tidak terjadi masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Jika ditemukan masyarakat yang mengalami masalah psikososial maka
diperlukan program untuk intervensi pemulihan segera
· Jika ditemukan kasus gangguan jiwa maka diperlukan intervensi pemulihan
segera dan rehabilitasi
c) Merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan terhadap kasus.
Perawat kesehatan jiwa komunitas membuat jadual dalam melakukan tindakan
terhadap kasus dengan menggunakan modul asuhan keperawatan, meliputi :
· Jadwal aktivitas harian sesuai dengan program kerja harian
·Jadwal kunjungan terhadap kasus-kasus yang ditangani sesuai dengan
program pemulihan
d) Melakukan evaluasi tindak lanjut
Mencatat kemajuan perkembangan pasien dan kemampuan keluarga merawat
pasien
Jika kondisi kasus berkembang kearah yang lebih baik, maka diteruskan
rencana asuhan yang telah ditetapkan sampai pasien mandiri
Jika ditemukan tanda dan gejala yang memerlukan pengobatan, maka perawat
kesehatan jiwa komunitas dapat memberikan obat sesuai dengan standar
pendelegasian program pengobatan serta memonitor pengobatan
Jika dengan perawatan dan pengobatan pasien tidak mengalami perubahan
(kondisi bertambah berat), maka pasien dirujuk ke puskesmas
Jika setelah dirujuk pasien tidak mengalami perubahan, maka dikonsultasikan
dengan tim kesehatan jiwa tingkat kabupaten
Jika kondisi pasien tetap tidak mengalami perubahan, maka dirujuk ke rumah
sakit umum atau rumah sakit jiwa dengan rekomendasi tim kesehatan jiwa tingkat
kabupaten
2.8 . Piramida
1. Perawatan Mandiri Individu dan Keluarga
Masyarakat baik individu maupun keluarga diharapkan dapat secara
mandiri memelihara kesehatan jiwanya. Pada tingkat ini sangat penting
pemberdayaan keluarga dengan melibatkan mereka dalam memelihara kesehatan
anggota keluarganya. Perawat dan petugas kesehatan lain dapat mengelompokkan
masyarakat dalam :
a) Masyarakat sehat jiwa
b) Masyarakat yang mempunyai masalah psikososial
c) Masyarakat yang mengalami gangguan jiwa
2.Pelayanan Formal dan Informal Diluar Sektor Kesehatan
Tokoh masyarakat, kelompok formal dan informal diluar tatanan
pelayanan kesehatan merupakan target pelayanan kesehatan jiwa. Kelompok
dimaksud adalah :
a) TOMA : agama, , kepala dusun, kepala korong
b)Pengobatan tradisional:orang pintar
c)Guru
Mereka dapat menjadi target pelayanan, karena mereka juga bagian
dari kelompok perawatan mandiri individu dan keluarga. Selanjutnya mereka
dapat menjadi mitra tim kesehatan yang intregasikan dengan perannya
dimasyarakat untuk itu mereka perlu memiliki kemampuan melalui pelatihan
konseling, kes-wa, relawan kes-wa, psikososial,pola asuh
3.Pelayanan Kesehatan Jiwa Melalui Pelayanan Kesehatan Dasar
a) Semua pemberi pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat yaitu praktik
pribadi dokter/ bidan/ psikolog, dan semua sarana pelayanan kesehatan
merupakan mitra kerja tim kesehatan jiwa. Untuk itu mereka memerlukan
penyegaran & penambahan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan jiwa agar
dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersamaan dengan
pelayanan kesehatan yang dilakukan. Dan juga mereka dapat merujuk pasien
dengan masalah kesehatan jiwa kepada perawat kesehatan jiwa komunitas
(community mental health nurses)
b) Pelatihan yang perlu diberikan adalah konseling, deteksi dini dan
pengobatan segera, keperawatan jiwa dasar. Penanggung jawab pelayanan ini
adalah penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa komunitas di tingkat
Puskesmas.
4.Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat
a) Tim kesehatan jiwa terdiri dari psikiater, psikolog klinik & perawat jiwa/
dalam kondisi tertentu dapat dokter umum plus, perawat plus & psikolog plus.
Tim berkedudukan ditingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Tim bertanggung
jawab terhadap program pelayanan kesehatan jiwa di daerah pelayanan kesehatan
Kabupaten/ Kota.
b) Tim akan bergerak secara periodik ke tiap-tiap Puskesmas untuk memberi
konsultasi, supervisi, monitoring dan evaluasi. Pada saat tim mengunjungi
Puskesmas, maka penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa komunitas di
Puskesmas akan:
·Mengkonsultasikan kasus-kasus yang tidak berhasil. Misalnya : kasus
gangguan jiwa yang tidak ada perubahan. Hasil konsultasi dapat berupa program
terapi/ rekomendasi untuk merujuk ke RS (RSU/RSJ)
Melaporkan hasil dan kemajuan pelayanan yang telah dilakukan
5. Unit pelayanan kesehatan jiwa di RSU
a) Rumah sakit umum daerah pd tingkat Kabupaten / Kota diharapkan
menyediakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap bagi pasien gangguan jiwa
dengan jumlah tempat tidur terbatas sesuai kemampuan. Sistem rujukan dari
Puskesmas/ tim Kes wa masyarakat Kabupaten / Kota ke RSU dan sebaliknya
harus jelas.
b) Pada saat ini belum semua memiliki rawat jalan / inap kesehatan jiwa di
RSU.
6. Rumah sakit jiwa
Rumah sakit jiwa merupakan pelayanan spesialistik kesehatan jiwa yang
difokuskan pada pasien gangguan jiwa yang tidak berhasil dirawat di keluarga /
Puskesmas/ RSU. Sistem rujukan dari RSU dan rujukan kembali ke masyarakat
yaitu Puskesmas harus jelas agar kontinuitas pelayanan di keluarga dapat berjalan.
Pasien yang telah selesai dirawat di RSJ dirujuk kembali ke Puskesmas.
Penanggung jawab pelayanan kes wa masyarakat di Puskesmas bertanggung
jawab terhadap lanjutan asuhan di keluarga.
7. Peran dan fungsi perawat komunitas jiwa
a) Pemberi asuhan keperawatan secara langsung (practitioner) :
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk
membantu pasien mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan
meningkatkan fungsi kehidupannya.
b)Pendidik(educator)
Perawat memberikan pendidikan kesehatan jiwa kepada individu dan
keluarga untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah dan
mengembangkan kemampuan keluarga dalam melakukan 5 tugas kesehatan
keluarga.
c) Koordinator(coordinator)
Melakukan koordinasi dalam kegiatan :
·Penemuan kasus
·Rujukan
2,9. Asuhan Keperawatan
Menurut Keliat et.al (2006), salah satu pilar praktek keperawatan kesehatan
jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan dengan menggunakan pendekatan
asuhan keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Asuhan keperawatan yang baik
sangat dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien,
keluarga, kelompok dan komunitas secara sistematis dan terorganisir.
Perawat komunitas jiwa bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan
jiwa komunitas kepada kelompok keluarga yang sehat jiwa, kelompok pasien dan
keluarga yang risiko masalah psikososial dan kelompok pasien dan keluarga
dengan gangguan jiwa.Perawat komunitas jiwa di NAD telah dibekali
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan jiwa di masyarakat. Dalam rangka mengaplikasikan konsep
keperawatan kesehatan jiwa komunitas digunakan pendekatan proses keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Pendekatan yang digunakan
meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi :
I. Pengkajian
Pengkajian awal dilakukan dengan menggunakan pengkajian 2 menit
berdasarkan keluhan pasien. Setelah ditemukan tanda-tanda yang menonjol yang
mendukung adanya gangguan jiwa maka pengkajian dilanjutkan dengan
menggunakan format pengkajian kesehatan jiwa. Data yang dikumpulkan
mencakup keluhan utama, riwayat kesehatan jiwa, pengkajian psikososial dan
pengkajian status mental. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui
wawancara dengan pasien dan keluarga, pengamatan langsung terhadap kondisi
pasien serta melalui pemeriksaan.
II.Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengkajian, baik
masalah yang bersifat aktual (gangguan kesehatan jiwa) maupun yang berisiko
mengalami gangguan jiwa. Jika perawat menemukan anggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa maka perawat harus berhati-hati dalam
penyampaiannya kepada pasien dan keluarga agar tidak menyebutkan gangguan
jiwa karena hal tersebut merupakan stigma dalam masyarakat. Adapun diagnosa
keperawatan yang diidentifikasi penting untuk pasca bencana adalah :
a. Masalah kesehatan jiwa pada anak/remaja :
1)Depresi
2)Perilaku kekerasan
b. Masalah kesehatan jiwa pada usia dewasa :
1)Harga diri rendah
2)Perilaku kekerasan
3) Risiko bunuh diri
4)Isolasi sosial
5) Gangguan persepsi sensori : halusinasi
6) Gangguan proses pikiran waham
7)Defisit perawatan diri
c. Masalah kesehatan jiwa pada lansia :
1)Demensia
2)Depresi
III.Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan disesuaikan dengan standar asuhan
keperawatan kesehatan jiwa yang mencakup tindakan psikoterapeutik yaitu
penggunaan berbagai teknik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan
dengan pasien, pendidikan kesehatan tentang prinsip- prinsip kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa; perawatan mandiri (aktivitas kehidupan sehari-hari) meliputi
kebersihan diri, makan dan minum, buang air besar dan buang air kecil; terapi
modalitas seperti terapi aktivitas kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga;
tindakan kolaborasi (pemberian obat-obatan dan monitor efek samping). Dalam
menyusun rencana tindakan harus dipertimbangkan bahwa untuk mengatasi satu
diagnose keperawatan diperlukan beberapa kali pertemuan hingga tercapai
kemampuan yang diharapkan baik untuk pasien maupun keluarga. Rencana
tindakan keperawatan ditujukan pada individu, keluarga, kelompok dan
komunitas.
a. Pada tingkat individu difokuskan pada peningkatan keterampilan dalam ADL
dan keterampilan koping adaptif dalam mengatasi masalah.
b. Pada tingkat keluarga difokuskan pada pemberdayaan keluarga dalam
merawat pasien dan mensosialisasikan pasien dengan lingkungan.
c. Pada tingkat kelompok difokuskan pada kegiatan kelompok dalam rangka
sosialisasi agar pasien mampu beradaptasi dengan lingkungan.
d. Pada tingkat komunitas difokuskan pada peningkatan kesadaran masyarakat
tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, menggerakkan sumber-sumber yang
ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pasien dan keluarga.
IV.Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan rencana yang telah dibuat.
Tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien saat
ini. Perawat bekerjasama dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan lain dalam
melakukan tindakan. Tujuannya adalah memberdayakan pasien dan keluarga agar
mampu mandiri memenuhi kebutuhannya serta meningkatkan keterampilan
koping dalam menyelesaikan masalah. Perawat bekerja dengan pasien dan
keluarga untuk mengidentifikasi kebutuhan mereka dan memfasilitasi
pengobatan melalui kolaborasi dan rujukan.
V. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi dilakukan untuk menilai perkembangan pasien dan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah. Kemampuan yang diharapkan
adalah :
a. Pada tingkat individu diharapkan pasien mampu :
1) Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuannya
2) Membina hubungan dengan orang lain dilingkungannya secara bertahap
3) Melakukan cara-cara menyelesaikan masalah yang dialami
b. Pada tingkat keluarga diharapkan keluarga mampu :
1) Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien hingga pasien mandiri
2) Mengenal tanda dan gejala dini terjadinya gangguan jiwa
3) Melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa atau kekambuhan
4) Mengidentifikasi perilaku pasien yang membutuhkan konsultasi segera
5) Menggunakan sumber-sumber yang tersedia di masyarakat seperti
tetangga, teman dekat dan pelayanan kesehatan terdekat.
VI.Monitoring dan Evaluasi
Menurut Mockler(1984) dalam Keliat et.al (2006) pengendalian manajemen
adalah kegiatan sistematis yang terdiri dari menentukan standar prestasi kerja,
menetapkan tujuan, perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi
kinerja. Hasil evaluasi kinerja dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan,
untuk mengetahui pencapaian tujuan dan penyimpangan serta mengambil
tindakan perbaikan yang diperlukan untuk memastikan bahwa sumber daya yang
digunakan efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Pengendalian manajemen
merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas yang telah dilakukan sesuai
dengan aktivitas yang direncanakan dan berfungsi untuk menjamin kualitas
penampilan kerja. Kegiatan monitoring dan evaluasi pada pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas ditujukan pada fasilitator lokal, perawat CMHN, kader
kesehatan jiwa dan pasien dan keluarga.
.3.0 Pelayanan Kesehatan Jiwa
Pelayanan kesehatan jiwa komprehensif meliputi :
a) Pencegahan Primer
·Fokus:
Pelayanan keperawatan jiwa pada peningkatan kesehatan dan pecegahan
terjadinya gangguan jiwa.
Tujuan:
Mencegah terjadinya gangguan jiwa, mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan jiwa.
Target:
Anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan
kelompok umur yaitu : anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas :
o Program pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan,
program sosialisasi, manejemen stres, persiapan menjadi orang tua.
o Program dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan,
kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah atau tempat tinggal.
o Program penccegahan penyalahgunaan obat
o Program pencegahan bunuh diri
b) Pencegahan Sekunder
·Fokus:
Deteksi dini masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan
dengan segera.
Tujuan:
Menurunkan kejadian gangguan jiwa.
Target:
Anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda
masalah dan gangguan jiwa.
Aktivitas:
o Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi
dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lainnya, penemuan
langsung.
o Melakukan penjaringan kasus.
c) Pencegahan tersier
·Fokus:
Peningkatan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada
pasien gangguan jiwa.
·Tujuan:
Mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa.
Target:
Anggota masyarakat yang mengalami gangguan jiwa pada tahap
pemulihan.Aktivitas:
o Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber di
masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga, teman
dekat, tokoh masyarakat), pelayananan terdekat yang terjangkau masyarakat.
o Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri.
o Program sosialisasi.
o Program mencegah stigma.
N. Konsep Recovery
a)Medis
Obat antidepresan : impramin, maprotilin, kalxetin, diaseptam.
·Antipsikotik :haloperidol,chlorpromazin.
·Obat antiansietas.
· Lanjutkan obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah
gejala hilang.
b) Non medis
·Terapi
·Yoga
·Olahraga
·Meditasi

2.2 Gangguan Jiwa


2.2.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera).Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
(dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras,
agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh
kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang
salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan
jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat
guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah
ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan
jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).

2.2.2 Penyebab Gangguan Jiwa


Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada
unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), lingkungan
sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak
terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dariberbagai
unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu
timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

2.2.3 Macam-Macam Gangguan Jiwa


1. Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien


mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau


gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk,
2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Harga Diri Rendah

Harga diri rendah adalah evaluasi diri yang negatif, berupa


mengkritik diri sendiri, dimana seseorang memiliki fikiran
negatif dan percaya bahwa mereka ditakdirkan untuk gagal
(Rahayu, Mustikasari & Daulima, 2019). Harga diri rendah
merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan kepercayaan diri, tidak berharga, tidak berguna,
pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Purwasih &
Susilowati, 2016).
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu
mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah
yaitu dimana individu mengalami gangguan dalam penilaian
terhadap dirinya sendiri dan kemampuan yang dimiliki, yang
menjadikan hilangnya rasa kepercayaan diri akibat evaluasi
negatif yang berlangsung dalam waktu yang lama karena merasa
gagal dalam mencapai keinginan (Febrina, 2018).
3. Isolasi Sosial : Menarik Diri

Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan Hartono Y


(2010) adalah suatu keadaan kesepian yang dirasakan seseorang karena
orang lain menyatakan negatif dan mengancam. Sedangkan Menarik
diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain. Individu
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalanya (Depkes,
2006 dalam Dermawan D dan Rusdi, 2013).
Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).
Jadi isolasi sosial Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang
dialami seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, dan bahkan
pasien tidak mampu berinteraksi untuk membina hubungan yang berarti
dengan orang lain disekitarnya.

4. Waham
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan
yang salah tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat.
Waham merupakan gangguan dimana penderitanya memiliki rasa
realita yang berkurang atau terdistorsi dan tidak dapat membedakan
yang nyata dan yang tidak nyata (Victoryna, 2020)

Gangguan proses pikir waham merupakan suatu keyakinan yang sangat


mustahil dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang
jelas, dan walaupun semua orang tidak percaya dengan keyakinannya
(Bell, 2019)

5. Defisit Perawatan Diri

Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan aktivitas


perawatan diri seperti (Mandi, berhias, makan, BAB atau BAK) dilakukan
secara mandiri (Jalil, 2015). Defisit perawatan diri merupakan salah satu
masalah timbul pada klien gangguan jiwa. Klien gangguan jiwa gangguan
jiwa kronis sering mengalami kettidak pedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala prilaku negatif dan menyebabkan klien dikucilkan baik
dalam keluarga maupun masyarakat (Madalise, 2015), sedangkan menurut
Emilyani, 2019) Defisit perawatan diri adalah masalah yang sering di
jumpai pada pasien skizofrenia dengan gangguan perawatan diri karena
pasien mengalami gangguan kognitif, sehingga mengakibatkan
ketidakmampuan pasien dalam mengatur dan merawat dirinya sendiri
seperti madi, berhias, makan minum serta toletting.

6. Prilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
kemarahan, hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik.
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali
dengan adanya perasaan tidak berharga, takut,dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan oran lain (Pardede, Keliat & Yulia,
2015).

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor


yang dihadapi oleh seseorang yang dihadapi oleh seeorang
yang di tunjukan dengan perilaku kekerasan baik pada diri
sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara verbal
maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan
bisa amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik
fisik maupun kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa, 2020).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,
baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Kandar &Iswanti,
2019).

7. Resiko Bunuh Diri


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku
destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995.
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian (Gail w. Stuart, 2007).
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai
gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997.
Dez, Delicious, 2009)

2.2.4 Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa


Pencegahan kekambuhan adalah dengan mencegah terjadinya peristiwa
timbulnya kembali gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stiart,
2001). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50%
pada tahun I, dan 79% pada tahun ke-II (Yosep, 2006). Kekambuhan biasa terjadi
karena adanya kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramis harja,
2007).Empat faktor penyebab kekambuhan dan yang memerlukan perawatan,
menurut Sullinger (1988) adalah sebagai berikut :
1. Klien: ketidakteraturan mengkonsumsi obat mempunyai kecenderungan untuk
kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25%-50% klien yang
pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.
2. Dokter (pemberi resep): pengguanaan obat yang teratur dapat mengurangi
kambuh, namun penggunaan obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan
efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial
seperti gerakan yang tidak terkontrol.
3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang, maka perawat puskesmas tetap
bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.
4. Keluarga: Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan
ekspresi emosi tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan
dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga ekspresi emosi
tinggi dan 17% dari keluarga ekspresi emosi keluarga rendah. Selain itu, klien
juga mudah dipengaruhi oleh stress menyenangkan (naik pangkat, menikah)
maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga,
klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress.Cara terapi bisanya:
mengumpulkan anggota keluarga dan memberi kesempatan menyampaikan
perasaan. Memberi kesempatan menambah ilmu dan wawasan kepada klien
ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru.
Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarga,
adalah sebagai berikut :
1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous)
2. Tidak nafsu makan
3. Sukar konsentrasi
4. Sulit tidur
5. Tidak ada minat
6. Depresi dan menarik diri
Setelah klien kembali ke keluarga, sebaiknya klien melakukan perawatan
lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan
jiwa.Perawat komunitas yang menangani klien dapat menganggap rumah klien
sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan keluarga bekerjasama untuk
membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat
membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan dan after care di
puskesmas.
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan
“perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau
asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit
dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien
harus dirawatkembali (kambuh).Peran serta keluarga meningkatkan kemampuan
keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah.
Pentingnya peran keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang
dari berbagai segi.Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai
hubungan interpersonal dengan lingkungannya.Keluarga merupakan “institusi”
pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai,
keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982).Individu menguji
coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi
individu dalam mengadopsi perilaku tertentu.Semua ini merupakan persiapan
individu untuk berperan di masyarakat.Jika keluarga dipandang sebagai suatu
sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat
mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah
satu penyebab gangguan pada anggota. Bila ayah sakit maka akan mempengaruhi
perilaku anak, dan istrinya, termasuk keluarga lainnya. Salah satu faktor penyebab
kambuh gangguan jiwa adalah; keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku
klien di rumah (Sullinger, 1988). Klien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan
akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua dan 100% pada
tahun kelima setelah pulang dari rumah sakit karena perlakuan yang salah selama
di rumah atau di masyarakat.
2.3 Dukungan sosial keluarga
2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang
diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang
tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan
perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan
fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata
keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan
emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.
Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota
keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar
keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang
serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan sosial
keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial.Dampak positif dari
dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang
terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.
Studi tentang dukungan sosial keluarga telah mengkonseptualisasi
dukungan sosial sebagai koping keluarga. Menurut Sheridan dan Radmacher
(1992), Sarafino (1998) serta Taylor (1999), keluarga memiliki dukungan, yaitu :
dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif.

2.3.2 Jenis Dukungan Sosial Keluarga


Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwakeluarga
memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini membuat individu
memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber
dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.
2. Dukungan Penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif
untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, contohnya
dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya.
3. Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang
memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi.
4. Dukungan Informatif
Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran atau umpan balik.Jenis informasi seperti ini dapat menolong
individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2.3.3. Sumber Dukungan Sosial Keluarga


Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber
dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial.Dukungan sosial keluarga
yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara
spontan dengan orang yang berada di sekitarnya.Dukungan sosial keluarga ini
bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan
yang dirancang dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga
akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan
sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan
dukungan sosial keluarga artifisial.
Perbedaan terletak padakeberadaan sumber dukungan sosial keluarga
natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan
bersifat spontan, Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai
kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harusdiberikan,
sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar
lama, sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian
dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata, menemui seseorang dengan
menyampaikan salam, sumber dukungan sosial keluarga natural terbatas dari
beban dan label psikologis.
2.3.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan sosial keluarga
Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau
tidak.Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :
1. Faktor dari penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak
suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu
bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif
untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain,
atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain,
atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada
siapa dia harus meminta pertolongan.
2. Faktor dari pemberi dukungan (providers)
Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain
ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau
tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif
terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan
dukungan darinya.
Menurut Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orang tua. Kelas sosial ekonomi
disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan orang tua.Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah,
hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi.Selain itu orang tua dengan kelas
sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih
tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3.5 Indikator Dukungan Sosial Keluarga


Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga diantaranya:
1. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam pemberian
obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
2. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita gangguan jiwa.
3. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan KDM penderita di sebabkan adanya
kegiatan lain.
4. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita gangguan jiwa.
5. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan jiwa di
rumahnya karena dianggap aib keluarga.
6. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara pemberian obat pada
penderita gangguan jiwa.
7. Keluarga tidak dapat berkomunikasi baik dengan penderita gangguan jiwa.
8. Keluarga belum mampu memberikan informasi dan motivasi pada penderita
gangguan jiwa.
9. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa tidak dapat di
sembuhkan lagi.

2.3.6. Indikator Pencegahan Kekambuhan pada Penderita Gangguan Jiwa


Indikator pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di Puskesmas
adalah sebagai berikut :
1. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan penderita seperti perilaku kekerasan
2. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita seperti Histeris
3. Tidak Terjadi prilaku penyimpangan seperti tidak mau minum obat, tidak mau
makan, tidak mau minum, tidak mau tidur, tidak mau keluar rumah, tidak mau
bicara, tidak mau mandi.
4. Tidak terjadinya prilaku seperti bicara sendiri
5. Tidak terjadinya prilaku ketawa sendiri, bicara gaur, berdiam diri, BAB dan
BAK sembarangan.
2.3.7 Fungsi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan
Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
1. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator (penyebar) informasi
tentang dunia.Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang
dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah.Manfaat dari dukungan ini
adalah menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan
dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.Aspek dalam
dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
2. Dukungan penilaian
Keluarga sebagai bimbingan umpan balik, yaitu dengan membimbing
dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas
anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian
3. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit,
diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum,
istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
4. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.Aspek-aspek dari
dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,
adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku ke
dalam 3 domain (ranah), meskipun ranah tersebut tidak mempunyai batasan yang
jelas dan tegas tetapi pembagian tersebut dilakukan untuk tujuan suatu pendidikan
adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain (ranah) perilaku
tersebut, yang terdiri dari ranah kognitif (coognitif domain) dan ranah afektif
(affective domain) dan ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam
perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan,
ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (Knowledge), Sikap dan tanggapan
(attitude), praktek dan tindakan (Practice).
Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah
kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di
sekitarnya, khususnya keluarganya. Peran keluarga dalam kesembuhan dan
kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat penting, karena keluargalah orang
yang paling dekat dengan penderita gangguan jiwa.Pencegahan kekambuhan atau
mempertahankan penderita gangguan jiwa di lingkungan keluarga dapat
terlaksana dengan persiapan pulang yang adekuat serta mobilisasi fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya peran serta keluarga.
(Sarafino, 2006)
a. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau yang berpengaruh
dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.
BAB 3
PEMBAHASAN

1.1.1.Demografi
a. Vital statistik:
Desa Punggung lading terletak di Kecamatan Pariaman Selatan Kota
Pariaman.Desa Punggung Lading berbatasan langsung dengan 3 Desa di
Kota Pariaman dan berbatasan langsung denagan Kabupaten Padangh
Pariaman. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Santok, sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Rambai, sebelah timur berbatasan dengan
Kabupaten Padang Pariaman, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa
Kaluat. Desa Punggung Lading terdiri dari 3 korong,yaitu Dusun Punggung
Lading, dusun Sampan dan Dusun Parit.Terdapat 245 Kepala Keluarga
dengan jumlah total penduduk 832   jiwa di Dusun Punggung lading dan
Dusun Sampan.     
b. Agama         : Islam
c. Budaya        : Minang
1. Data Delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
Kualitas udara di Desa Punggung Lading cukup bersih tidak ada polusi ,
karena disepanjang jalan raya serta di perumahan penduduk banyak terdapat
pohon-pohon rindang.  Di Desa Punggung Lading untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari memakai air sumur jadi selama pohon-pohon itu
masih mampu menampung air, ketersediaan air bersih akan terpenuhi.
Tingkat kebisingan di Desa Punggung Lading masih diambang batas
normal, karena di Desa Punggung Lading tersebut tidak terdapat pabrik
ataupun industri yang menggunakan mesin2,Hanya kendaraan bermotor
yang bisa menjadi sumber kebisingan dijalan raya yang membelah Desa
Punggung Lading,serta beberapa bengkel reparasi motor dan mobil.
Jarak antar rumah di Desa Punggung Lading cukup dekat,kepadatan
penduduk di Desa Punggung Lading kategori sedang.Faktor pengganggu
seperti hewan buas ataupun hewan pemangsa tidak ada.Sebagian besar
pendidikan warga masyarakat Dusun Sampan lulusan SMA, urutan yang
kedua lulusan SD, urutan ke tiga lulusan SMP dan diikuti lulusan
sarjana.Hampir tidak ada Penduduk yang tidak sekolah..Terkait sarana
pendidikan formal terdapat 2 SD dan 1 Madrasah di Desa Punggung Lading.
b. Keamanan & transportasi
Petugas keamanan di Desa Punggung Lading sistemnya digilir. Jadi setiap
malam ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling Desa, untuk
pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di Desa
tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas.
Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah sepeda motor dan sebagian
kecil menggunakan mobil sebagai alat transportasinya. Untuk keamanan
transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling
setiap malam, warga Desa Punggung Lading orangnya lebih bangga dengan
barang-barangnya sendiri.Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih
terjaga.Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian
antar warga.Walaupun sebagian besar tingkat penghasilan warganya
tergolong menengah kebawah, namun mereka bangga dengan hasil yang
halal, untuk pencurian atau perampokan jarang terjadi.
Keamanan di jalan bisa cukup terpenuhi, jalan – jalan sudah diaspal dengan
kua.itas cukup baik.Jarang ada kejadian pengendara jatuh karena faktor
jalanan. 
c. Politik & pemerintahan
Pemerintah Kota (Pemko) setempat kurang tanggap dengan kejadian
gangguan jiwa di masyarakat.Pemko masih fokus dengan masalah-masalah
yang sifatnya medis, misalnya demam berdarah, diare, kusta, terkait
program imunisasi lengkap.Gangguan jiwa masyarakat belum mendapatkan
perhatian khusus.Skrining warga dengan gangguan jiwa juga belum pernah
dilakukan.Aturan pemko tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi dalam
prakteknya keluarga pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke
pelayanan pengobatan terkait.Perlindungan warga dari pasien jiwa juga
kurang optimal.Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih
melekat dalam kehidupan warga Desa Punggung Lading.
Situasi politik di Desa Sampan cukup kuat dengan sebanding dengan tingkat
pendidikan masyarakat.Pemerintah setempat lebih tertarik membiayai
pemenuhan sarana dan prasarana , bukan tertarik di kesehatannya, lebih-
lebih tertarik dengan kesehatan jiwa masyarakat.sehinggan gangguan jiwa
masyarakat tidak terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress dengan semakin
meningkatnya kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal.
d. Pelayanan umum dan kesehatan
Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat cukup terjangkau.Ada
pustu yang melayani penyakit yang umum dimasyarakat seperti flu, batuk,
dan panas.Kegiatan lain di pustu seperti Posyandu balita,lansia dan
posbindu juga berjalan dengan baik.Kunjungan dokter minimal sekali 3
bulan dalan kegiatan Posbindu.Puskesmas di Kecamatan menempuh jarak
lebih kurang 2 km dari Desa Punggung Lading.Sementara ke RS harus
menempuh jarak ±5 km.
Jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan tidak begitu berpengaruh di
masyarakat dikarenakan tingkat pendidikan masyarakat cukup
baik.Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah memberikan penyuluhan
sederhana terkait stres dan dampaknya jangka panjang.Dampak pelayanan
kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bisa diminimalisir untuk kejadian
gannguan jiwa, apalagi yang sampai mengamuk ataupun merusak prasarana
Desa.Deteksi dini jiwa msyarakat perlu dioptimalkan oleh petugas
pelayanan kesehatan terutama kita sebagai perawat. Tidak menunggu ada
kasus.Untuk penyakit serius akan di rujuk di RS terdekat.
e. Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah musyawarah yang
dilakukan antar warga dan pejabat Desa, serta setiap informasi yang ada
sering dilakukan melalui masjid yang ada.Media komunikasi yang ada di
masyarakat Punggung Lading cukup di mengerti oleh warga, namun
terhadap kesehatan jiwa belum begitu berdampak karena masih sedikit
media yang menjelaskan mengenai kesehatan jiwa.
f. Ekonomi
Kondisi ekonomi warga punggung lading cukup baik sehingga
kesejahteraan masyarakatnya terbilang sedang sedang. Peluang penghasilan
tambahan masyarakat di Desa Punggung Lading adalah wira usaha/
pedangang.Namun sejak pandemi,perekonomian warga agak terdampak
sehingga pandemi menjadi salah satu stessor dimasyarakat.
g. Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di Desa
punggung Lading sebelum pandemi adalah bermain bersama di lapangan
bola atau dilapangan futsal setiap sore, dan sering berkumpul mengobrol di
lingkungan rumah.Namun karena mengikuti protokoler kesehatan,semua
kegiatan berupa olah raga rekreasi masih dibatasi hingga waktu yang belum
ditentukan.
Dampak rekreasi terhadap kesehatan jiwa masyarakat cukup positif , karena
semakin terjalinnya kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering
berdiskusi untuk mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi
emosional sebagian warga yang sering marah dapat di kurangi dengan
saling berdiskusi pada saat berkumpul di lingkungan rumah.

1.1 Analisa Data


a. Data Kepala Keluarga

1. Jenis Kelamin

Diagram 1.1

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Kepala Keluarga di Desa


Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (77%)

Kepala Keluarga Desa Pungguang Ladiang memiliki jenis kelamin

laki-laki.

2. Umur

Diagram 1.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Kepala Keluarga di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (44%)

Kepala Keluarga di Desa Pungguang Ladiang berada pada umur 40 –

60 Tahun.
3. Status Perkawinan

Diagram 1.3
Distribusi Status Perkawinan Kepala Keluarga di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (73%)

Kepala Keluarga di Desa Punggguang Ladiang memiliki status :

kawin.

4. Pendidikan

Diagram 1.4
Distribusi Frekuensi Pendidikan Kepala Keluarga di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (39%)

Kepala Keluarga di Desa Pungguang Ladiang memiliki pendidikan

tamat SLTA.

5. Pekerjaan

Diagram 1.5
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Kepala Keluarga di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (38%)

Kepala Keluarga di Desa Pungguang Ladiang bekerja sebagai

Wirawasta, Pedagang dan Pemberi Jasa.

b. Data Anggota Keluarga

1. Jenis Kelamin

Diagram 2.1
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Anggota Keluarga di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (62%)

anggota keluarga di Desa Pungguang Ladiang memiliki jenis kelamin

perempuan.

2. Umur

Diagram 2.2
Distribusi Umur Anggota Keluarga di Desa Pungguang Ladiang
Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021

Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa (37%)

anggota keluarga di Desa Pungguang Ladiang memiliki umur > 18 –

35 Tahun.

3. Pekerjaan

Diagram 2.3
Distribusi Pekerjaan Anggota Keluarga di Desa Pungguang
Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (21%) anggota

keluarga di Desa Pungguang Ladiang memiliki pekerjaan sebagai

pelajar.

c. Status Kesehatan Jiwa Anggota Keluarga

Diagram 3.1
Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Jiwa Anggota Keluarga di
Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (14%) anggota

keluarga di Desa Pungguang Ladiang dalam memiliki masalah

psikososial dan (2%) mengalami gangguan jiwa.

d. Faktor Pencetus Gangguan Jiwa pada Anggota Keluarga

Diagram 4.1
Distribusi Frekuensi Faktor Pencetus Gangguan Jiwa pada Anggota
Keluarga di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan
Tahun 2021

Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (40%) anggota

keluarga di Desa Pungguang Ladiang dalam memiliki faktor pencetus

gangguan jiwa karena kehilangan orang yang dicintai.

e. Pencapaian Tugas Perkembangan Sesuai dengan Kelompok Usia

1. Pencapian Tugas Perkembangan Usia 0 - < 18 Bulan

Diagram 5.1
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia 0 - <
18 Bulan di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman
Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (0%)

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia 0 – 18 bulan di

Desa Pungguang Ladiang.

2. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 18 Bulan - 3 Tahun

Diagram 5.2
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia > 18
Bulan – 3 Tahun di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan
Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (0%)

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 18 bulan – 3

Tahun di Desa Pungguang Ladiang.

3. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 3 - 6 Tahun

Diagram 5.3
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia > 3 –
6 Tahun di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman
Selatan Tahun 2021

Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (0%)

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 3 – 6 Tahun di

Desa Pungguang Ladiang.

4. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 6 - 12 Tahun

Diagram 5.4
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (0%)

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 6 – 12 Tahun di

Desa Pungguang Ladiang.

5. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 12 - 18 Tahun

Diagram 5.5
Distribusi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia di Desa
Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan Tahun 2021

Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (3%) terjadi

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 12 – 18 Tahun

di Desa Pungguang Ladiang.

6. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 18 - 35 Tahun


Diagram 5.6
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia > 18 –
35 Tahun di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman
Selatan Tahun 2021

Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (1%) terjadi

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 18 Tahun – 35

Tahun di Desa Pungguang Ladiang.

7. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 35 - 65 Tahun

Diagram 5.7
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia > 35 -
65 Tahun di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman
Selatan Tahun 2021
Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (4%) terjadi

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 35 – 65 Tahun

di Desa Pungguang Ladiang.

8. Pencapian Tugas Perkembangan Usia > 65 Tahun

Diagram 5.8
Distribusi Frekuensi Pencapaian Tugas Perkembangan Usia > 65
Tahun di Desa Pungguang Ladiang Kecamatan Pariaman Selatan
Tahun 2021

Berdasarkan tabel diagram dapat diketahui bahwa (12%) terjadi

penyimpangan pencapaian tugas perkembangan usia > 65 Tahun di

Desa Pungguang Ladiang.

1.2 Perencanan
1. Tujuan jangka panjang
Koping komunitas di Desa Punggung Lading menjadi efektif dalam menjalani
masalah.
2. Tujuan jangka pendek
a. Tidak terjadi putus berobat pada pasien gangguan jiwa di Desa Punggung
Lading
b. Pendamping ODGJ sealu memantau minum obat dengan rutin
c. ODGJ bisa bersosialisasi dengan masyarakat
3.3 Implementasi

Dx Tujuan Umum Tujuan Khusus Strategi Rencana Kegiatan Sumber Tempat Waktu Kriteria Standar Evaluasi Evaluator

. I Setelah dilakukan Setelah dilakukan Penyuluhan 1. Pendekatan 1. Mahasiswa Aula Sabtu, 28 Respon Warga Mahasiswa
tind.keperawatan tind. keperawatan kepada keluarga 2. Materi ttg Kantor Agustus verbal memahami Kader
selama 3 minggu selama 1 minggu: yang memiliki kesehatan Desa 2021 pentingnya ODGJ kesehatan
diharapkan Diharapkan tidak ODGJ jiwa Punggung mengkonsumsi
masyarakat ada lagi ODGJ 2. Pembagian Lading obat
mempunyai koping yang tidak makan kuesioner kepada
yang efektif dalam obat. keluarga yang
menghadapi memiliki ODGJ
masalah. 3. Penyuluhan
terhadap keluarga
tentang
pentingnya
pengobatan
ODGJ
Setelah dilakukan Praktek 1. Edukasi 1. mahasiswa Aula Sabtu, 28 Respon 1. Keluarga Mahasiswa
tind keperawatan  (penyuluhan 2. materi Kantor Agustus verbal mengikuti praktekKader
selama 2 minggu tentang tentang Desa 2021 dengan baik kesehatan
diharapkan bagaimana cara kesehatan Punggung 2. Keluarga siap
keluarga ODGJ mendampingi jiwa Lading menjadi
memahami ODGJ makan pendamping
tentang obat) makan obat
pentingnya 2. Latihan ODGJ
pendamping pendampingan
minum obat
ODGJ
Setelah dilakukan Penyuluhan 1. Penyuluhan ke 1. Kader Posyandu ResponP 1. Warga Mahasiswa
tind. keperawatan posyandu ataupun kesehatan dan sikomoto memahami dan Kader
selama 3 minggu posbindu tentang 2. Tokoh Posbindu r menerima kesehatan
diharapkan pentingnya masy. keberadaan
masyarakat bisa penerimaan 3. Mahasiswa ODGJ ditengah
menerima masyarakat 4. Materi masyarakat
keberadaan terhadap tentang 2. Warga
ODGJ dan ODGJ keberadaan kesehatan memperlakukan
bisa bersosialisasi ODGJ jiwa Respon ODGJ dengan
dengan 2. Pendistribusian Afektif baik
masyarakat Buku Sakti (buku
kontrol minum 1.Setiap ODGJ Mahasiswa
obat ODGJs) diwilayah Desa Kader
. Puynggung Lading Kesehatan
sudah memiliki
Buku Sakti Kontrol
minum obat
BAB 4
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Keperawatan Jiwa adalah pelayan keperawatan didasarkan pada ilmu
perilaku, Ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan
respon psiko-sosial yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapetik dan
dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan
masalah kesehatan jiwa. Klien, (individu, keluarga, kelompok komunitas).
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang
berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung
pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar
dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya
sehari-hari sebagaimana mestinya, Dalam mengembangkan upaya pelayanan
keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan
peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan
denga asuhan keperawatan jiwa.
Dari pengkajian yang kami lakukan di 2 dusun,yaitu Dusun Sampan dan
Dusun Punggung Lading, ditemukan 7 orang dengan gangguan jiwa dari total
penduduk 832 jiwa.Setelah dilakukan pendekatan yang persuasif terhadap pasien
dan keluarga,rata-rata pasien tidak memngkonsumsi obat jiwa dengan rutin.hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor,diantaranya kurangnya kontrol dari pendamping
minum obat pasien.

Keberhasilan perawatan ODGJ tidak terlepas dari peran dan fungsi obat
serta keaktifan pendamping minum obat pasien.Untuk itu keberadaan buku Sakti
(buku kontrol makan obat pasien ODGJ) sebagai pegangan dari pendamping
minum obat ODGJ sangatlah penting dan membantu memberikan kemudahan
kepada pendamping dalam mengontrol pengobatan pasien.
1.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa agar lebih menggali potensinya dalam mengembangkan
keperawatan jiwa komunitas supaya tujuan dari keperawatan jiwa komunitas
tersebut tercapai dengan baik.

2. Bagi Institusi
Institusi agar lebih memfasilitasi mahasiswa dalam mengembangkan
potensinya dalam praktek jiwa komunitas sehingga mahasiswa lebih yakin
untuk terjun di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN


Basic.  Jakarta: EGC.
Makalah Keperawatanku, Community Mental Health Nursing. Post 14 Maret
2012. Diambil pada tanggal 21 Juni 2014, dari
alamathttp://makalahkeperawatanku.blogspot.com/2012/03/community-
mental-health-nursing.html

Anda mungkin juga menyukai