ETHNOPEDOLOGY
“Kajian Ethnopedologi, pemahaman petani local dalam presepsi pengelolaan lahan,
penilaian kualitas tanah dan klasifikasi tanah”
Oleh :
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia karena hampir keseluruhan
aktivitas manusia dilakukan di atas tanah terutama dalam hal pertanian. Hal ini karena produktivitas
pertanian Sebagian besar bergantung pada tanah. Selama ini tanah berfungsi sebagai media untuk
menyediakan kebutuhan pokok manusia seperti pangan, sandang, papan dan obat-obatan.
Petani tradisional yang mempertahankan pemahaman yang mendalam tentang pengetahuan local
mereka yaitu tentang tanah dan manajemen tanah memainkan peran penting dalam mengembangkan
system pertanian yang lebih berkelanjutan terutama dalam hal manajemen tanah (Dawoe, 2012)..
Studi tentang tanah khususnya di bidang klasifikasi, pada umumnya lebih didasarkan pada
pengetahuan pedologis. Secara nasional HITI pada tahun 1987 telah menetapkan Taksonomi Tanah USDA
untuk dipakai di Indonesia. Sistem ini bersifat komprehensif, sistematis, kuantitatif dan logis. Sistem
ini didasarkan pada sifat-sifat tanah itu sendiri, sehinga memungkinkan semua tanah dapat
diklasifikasikan. Pemahaman yang sama terhadap suatu tanah adalah syarat yang diperlukan dalam
menjalin komunikasi yang bermanfaat. Dikatakan pula bahwa salah satu fungsi dari klasifikasi
tanah adalah mempermudah komunikasi berkenaan dengan hal-hal yang melibatkan tanah baik di
kalangan akademisi maupun kalangan umum. Masyarakat tertentu telah memiliki pengetahuan secara
holistik mengenai tanah di sekitarnya untuk berbagai keperluan hidup mereka, karena telah bertahun-tahun
memanfaatkan tanah pertaniannya secara selektif dan tepat guna bagi pengembangan komoditas
tertentu.
Penilaian tanah yang akurat sangat penting untuk dilakukan karena banyaknya penggunaan lahan
yang bergantung pada tanah dan oleh sebab itu, tidak tersedianya data tanah dapat menyebabklan kesalahan
opertumbuhan tanaman ( kesuburannya), tekstur kemampuan tanah dalam menahan air tanah,
topografi, tempratur dan jumlah batuan (Brinkman, 2018). Berdasarkan penelitian maka didapatkan
Mavo Kuning, berdebu, bubuk, berpasir dan panas. Membutuhkan banyak air Jagung Miarintsoa: Sedang ; Lembe Mavo
Efoetse: Sedang
Rikiriky Berbatu, di areal pemakaman Lebih susbur dengan banyaknya Tidak Efoetse: Rendah
vato batu yang besar dibudidayakan
Sirasira Bergaram, berlumpur Ketika hujan Tidak subur karena sifatnya Tidak Efoetse: Sedang
yang toxic dan tidak dibudidayakan
dibudidayakan
Raty Umumnya buruk, berpasir dan berwarna putih Tidak subur, di areal padang Tidak Efoetse: Sedang
rumput dibudidayakan.
Ketarangan ; tinggi = > 30%. Sedang = 5-30%, Rendah= 5% dari keseluruhan luas daerah
Sumber : Brinkman., et al, 2018
Berdasarkan hasil maka dapat diketahui bahwa hamper kesulurahan tanah pada sekitar lokasi
penelitian mayoritas tanah diklasifikasikan menjadi lixisol dengan nama iolmiah yang dapat dilihat pada
table berikut :
Village Local soil name Scientific equivalent
Berdasarkan hasil tersebut petani local mengurutkan jenis jenis tanah yang subur berdasarkan
baik tidaknya tanah tersebut untuk keperluan pertanian. Diantara ketiga desa tanah “Mainty” (tanah
hitam) dan “mena” tanah merah dikatakan memiliki kesubuiran tanah yang terbaik. Petani local juga
mengatakan bahwa tanah “Mainty” merupakan tanah yang paling subur Ketika musim kemarau datang
akan tetapi Ketika hujan tanah “mena” menjadi lebih subur. Havoa ( tanah gunung) diklasifikasiakan
B. Integrasi Kearifan Lokal dalam Evaluasi Lahan bagi Budidaya Enbal (Manihot
esculenta Crantz) pada Kaki Gunung Ar, Pulau Yut, Maluku Tenggara
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui 1) Terdapat dua kearifam lokal-
tradisional (sistem etnopedologi) yang ditemukan dan satu kearifan lokal pendukung di Ohoi Wasar,
yaitu pertama, kearifan penentuan tanah/lahan yang cocok atau sesuai bagi usaha kebun enbal yang
disebut hadoichr ngametan (tanah hitam) dan hadoichr vuil (tanah merah), dan kedua, kearifan
penentuan waktu/hari buka kebun enbal (tebas-bakar) dan waktu tanam. 2). Kesesuaian lahan bagi usaha
kebun enbal menurut sistem FAO, fokus tinjauannya cenderung dibatasi pada karakteristik iklim, tanah
dan penyiapan lahan. 3. Hubungan kesesuaian lahan jika pendekatan kearifan pengetahuan tanah lokal-
tradisional (etnopedologi) diintegrasikan dalam/dengan evaluasi lahan FAO, titik temunya (overlap)
adalah pada telaahan kesuburan tanah, yakni bahwa keduanya mengkategorikan “tanah hitam =
Renzina” dengan pH 6 sebagai yang lebih subur/cocok (sangat sesuai) untuk tanaman enbal, sedangkan
“tanah merah” = Kambisol Distrik dengan pH 5 atau kurang sebagai tanah yang agak subur/cocok
(cukup sesusai).
Strategi dalam menjaga kesuburan tanah kian berkembang seiring berjalannya waktu dalam jangka
waktu yang lama petani telah belajar untuk mengadopsi strategi manajemen kesuburan tanah yang relevan
dengan tujuan pertanian mereka. Zero Burning dan Retensi Residu merupakan system manajemen
kesuburan yang paling banyak dig7unakan dimana masing masing 80% dan 75% petani menggunakan
Teknik tersebut. Mempertahankan pohon di lahan pertanian, penggunaan pupuk anorganik dan aplikasi
pupuk kendang merupakan cara lain yang digunakan para petani untuk mempertahankan kesuburan
tanahnya.
Secara tradisional petani di Ghana selatan membakar vegetasi yang ada Ketika membuka suatu lahan
yang baru. Alasan petani membakar vegetasi yang ada selama masa persiapan lahan adalah untuk
menghilangkan komponen komponen yang tak penting yang berlebihan. Hanya sekitar 6% dari petani yang
mengaku secara sadar menggunakan pembakaran untuk dalam masa penyediaan lahan sementara 80% dari
petani mengaku tidak menggunakan pembakaran (prɔka) dengan tujuan mempertahankan atau
meningkatkan kesuburan tanah. Para oetani sepakat bahwa, ketika tanah dibiarkan selama beberapa tahun
(metode fellow land) pembakaran pada musim pertama setidaknya tidak dapat dihindari hal ini agar
memudahkan dalam memperjelas akses lokasi sekitar seperlima responden (18,5%) mengaku bahwa
mereka menggunakan herbisida dalam menangani masalah bgulma di lahan mereka herbisida tersebut
terutama merupakan (paraquat dan glifosat) untuk menyemprot gulma ditanah para petani menggunakan
dan menanam melalui bahan tanaman yang mati tanpa mengolah tanahnya. Menurut petani bahan organic
yang terurai akan memeprkaya tanah hal ini sesuai menjelaskan bahwa ini merupakan salah satu variasi
Sekitar 80% dari semua petani yang diwawancarai mengaku bahwa mereka tidak membakar residu
tanaman tetapi mereka justru meninggalkannya di lahan untuk dijadikan mulsa petani menggunakan
Teknik dimana apabila musim sebelumnya lahan tersebut ditanami jagung maka batang jagungnya
dibiarkan tetap di lahan tersebut sebagai panduan untuk penamanamn di musim baru. Akibatnya biomassa
Metode memulihkan produktivitas tanah dalam sistem tanam tradisional adalah 'yε gya asaase no ato
hɔ' atau meninggalkan tanah tanpa menggunakannya (fallowing). Semakin lama periode fallow, semakin
tinggi tingkat kesuburan yang dihasilkan. Namun, tekanan populasi dan fragmentasi tanah telah
menyebabkan pemendekan periode fallow di beberapa bagian negara. Dalam studi ini, petani jatuh lahan
pertanian selama 1-3 tahun dan hanya sekitar 12,3% dari petani mempertahankan beberapa fallow dengan
Pohon yang disimpan di lahan pertanian memainkan peran penting dalam “fallows” karena mereka
merupakan cara utama dimana bahan organik tanah ditambahkan ke tanah. Spesies pohon yang berguna
atau diinginkan adalah mereka yang meningkatkan iklim mikro melalui shading dan produksi sejumlah
besar daun dan sampah bunga yang mudah membusuk, peraturan soilmoisture, menyediakan buah-buahan
dan produk makanan, dan memiliki nilai obat. Penggunaan pupuk mineral umumnya terbatas di beberapa
kabupaten saja. Hanya 13% petani yang mengaku telah menggunakan pupuk anorganik dalam tiga tahun
terakhir. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daya beli dari sebagian petani yang menunjukkan bahwa jika
Masyarakat Muong di Dsitrik Bo hamlet menilai dan mengklasifikasikan kualitas tanah berdasarkan
karakteristik yang mudah dilihat oleh mata yang telah diturunkan di tiap tiap generasinya. Karaktersik
tanah yang penting yang menjadi indicator kualitas tanah adalah keberadaan fauna tanah, dengan
banyaknya cacing tanah menjadi indicator dari kualitas tanah tersebut. Warna tanah pada lapisan atas
merupakan indikatorlain yang digunakan petani local untuk menilai kualitas tanah seperti T2t gi1m là rinh
còn lé su^t hon yang dapat diterjemahkan sebagai 'tanah hitam, yang terutama berada di lembah gunung,
adalah yang terbaik untuk budidaya jagung'. T2t hon vàng vàng là rinh luông lé ó su^t m8n berarti bahwa
'tanah kuning tidak terlalu cocok untuk budidaya jagung'. 'Tanah merah dengan pasir dan kerikil tidak
dapat menumbuhkan jagung' atau T2t tó có cách, hòn dói ó rinh le adalah pepatah lain yang mengacu pada
hubungan antara produktivitas tanaman dan warna tanah lapisan atas. Sifat tanah diagnostik lainnya yang
ditafsirkan oleh orang Muong menggunakan perbedaan warna dan struktur tanah adalah adanya lapisan
humus, tingkat pemadatan permukaan dan risiko erosi. Mereka juga mengidentifikasi gradien lereng,
adanya air permukaan, dan status kelembaban tanah sebagai sifat diagnostik untuk kualitas tanah.lebih
Rusa ocha (Red Soil): They are reddish in colour and thus known as Rusa ocha (meaning reddish soil).
Generally, these are deep soils and are found in upper slope position on the landscape. They become sticky
when wet and hard when dry and thus pose some limitations to farming operations. Tillage by farmers is
only possible after the onset of the rains since the soil moisture at this time is just enough to soften the soil.
Due to their position on the catena, these soils are well drained and have good water retention capacity.
Rusa oji: The farmers classify this as black soils and are mostly found on the mid slope position.
Farming operations are only possible under moderate moisture conditions. Because of their physiographic
position (found on mid slope) on the catena and some perceived characteristics such as colour and the
luxuriant growth of weeds, which they consider as indicators of high fertility., the farmers consider them to
be more fertile than the red soils.
Rusa mini (light coloured, sandy soil): Sandy soils are locally known as Rusa mini. This soil is lightly
coloured than the other two earlier described. The soil is mainly located at the lower slope position on the
landscape. These soils are found mostly near the streams and rivers. They are sandy in texture (by feel) and
it is prone to flooding during the rainy season. Due to its hydrological characteristics especially high water
regime in the dry season vegetables are grown on it as an off season crop.
Berdasarkan hasil wawancara Bersama petani setempat masyarakat setempat mengelompokkan
tanahnya menjadi 3 kelompok yaitu :
a. Rusa ocha (tanah merah). Merupakan tanah berwarna kemerahan dan dengan demikian dikenal
sebagai Rusa ocha (yang berarti tanah kemerahan). Umumnya, ini adalah tanah yang dalam dan
ditemukan di posisi lereng atas pada lanskap. Mereka menjadi lengket ketika basah dan keras
ketika kering dan dengan demikian menimbulkan beberapa keterbatasan untuk kegiatan pertanian.
Pengolahan tanah oleh petani hanya mungkin setelah timbulnya hujan karena kelembaban tanah
saat ini hanya cukup untuk melunakkan tanah. Karena posisi mereka pada catena, tanah ini
dikeringkan dengan baik dan memiliki kapasitas retensi air yang baik.
b. Rusa Oji. Para petani mengklasifikasikan ini sebagai tanah hitam dan sebagian besar ditemukan
pada posisi lereng tengah. Kegiatan pertanian hanya dimungkinkan dalam kondisi kelembaban
sedang. Karena posisi fisiografi mereka (ditemukan di lereng tengah) pada catena dan beberapa
karakteristik yang dirasakan seperti warna dan pertumbuhan gulma yang mewah, yang mereka
anggap sebagai indikator kesuburan tinggi.
c. Rusa mini (berwarna terang, tanah berpasir): Tanah berpasir secara lokal dikenal sebagai Rusa
mini. Tanah ini berwarna ringan dari dua lainnya yang dijelaskan sebelumnya. Tanah terutama
terletak pada posisi lereng yang lebih rendah pada lanskap. Tanah ini sebagian besar ditemukan di
dekat sungai dan sungai. Mereka berpasir dalam tekstur (dengan merasakan) dan rentan terhadap
banjir selama musim hujan. Karena karakteristik hidrologinya, terutama rezim air yang tinggi di
musim kemarau, sayuran ditanam di atasnya sebagai tanaman diluar musim
KESIMPULAN
Masyarakat local umumnya mengklasifikasi atau mengelompokan tanah berdasarkan sifat yang mudah
dikenali oleh masyarakat hamper keseluruhan masyrakat mengelompokan tanahnya berdasarkan warna
pemhaman mengenai warna tersebut bervariasi tergantung dari lokasinya, selain dari warnanya masyarakt
local juga menilai dari ketersediaan fauna tanahnya dimana fauna tanah yang dinali adalah keberadaan
cacing tanah menurut masyarakat local kebradaan cacing tanah menjadi factor penting yang juga menjadi
indicator bagus tidaknya suatu tanah. Pengelolaan lahan masyarakat local juga masih bergantung pada
kearifan local yang telah diturnkan secara turun temurun seperti system fellow yaitu membiarkan lahan
untuk tidak digunakan selama beberapa tahun untuk meningkatkan ketersediaan haranya taupun dengan
tidak membakar lahan Ketika proses penyiapan lahan. Hal ini perlu dijaga agar buadya local dari leluhur
Trung, N. D., Verdoodt, A., Dusar, M., Van, T. T., & Van Ranst, E. (2008). Evaluating ethnopedological
knowledge systems for classifying soil quality. A case study in Bo Hamlet with Muong people of
Northern Vietnam. Geographical Research, 46(1), 27-38.
Brinkmann, K., Samuel, L., Peth, S., & Buerkert, A. (2018). Ethnopedological knowledge and soil classification
in SW Madagascar. Geoderma regional, 14, e00179.
Nwankwo, C., Nuga, B. O., & Chukwumati, J. (2011). Indigenous description of soils in some communities in
Emuoha local government area of Rivers State, Nigeria. Journal of Agriculture and Social
Research (JASR), 11(1).
Dawoe, E. K., Quashie-Sam, J., Isaac, M. E., & Oppong, S. K. (2012). Exploring farmers’ local knowledge and
perceptions of soil fertility and management in the Ashanti Region of Ghana. Geoderma, 179, 96-
103.