Anda di halaman 1dari 120

BUNGA RAMPAI

ABSTRAK PENELITIAN BAMBU


MAHASISWA S1 DAN S2 PROF. MORISCO

Disusun oleh:
I GL Bagus Eratodi
Santo Ajie Dhewanto
Nor Intang S.H.

Copyright @ 2012 pada Penyusun


Editor : Todi
Setting : Intang
Desain Cover : Ajie

Penerbit
Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jl Grafika No.2 Kompleks Teknik UGM
Email: inggar_irawati@yahoo.com
Tlp (0274) 545675, Fax (0274) 545676

ISBN: 978-602-95687-5-2

Pernyataan dan pendapat yang diungkapkan dalam abstrak ini adalah dari
penulis sendiri. Hanya koreksi kecil teks yang dilakukan oleh penyusun
dan penerbit. Penyusun dan penerbit tidak bertanggung jawab atas
pelanggaran hak cipta yang terdapat dalam abstrak pada buku ini.
KATA PENGANTAR

Bambu telah sejak lama dikenal sebagai bahan multi-fungsi, yang


salah satunya sebagai bahan bangunan. Pemrosesan bambu sebagai
bahan bangunan juga telah dipahami oleh masyarakat pengguna
bambu secara tradisional, terutama pemilihan jenis bambu, masa
penebangan bambu, proses pengawetan bambu, proses pengeringan
dan rekayasa bambu sebagai bahan bangunan unggulan.
Prof. Ir. Morisco Ph.D. dikenal sebagai bapak Bambu Indonesia,
beliau telah memberikan karya-karya terbaik untuk kemajuan bambu
dalam bidang konstruksi di Indonesia. Untuk mengenang jasa beliau
dan dalam upaya misi mempopulerkan perkembangan perbambuan
maka disusunlah Buku Kumpulan (Bunga Rampai) Abstrak
Penelitian Bambu dari mahasiswa S1 dan S2 Jurusan Teknik Sipil
dan Lingkunan (JTSL) UGM bimbingan beliau.
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga
Buku Bunga Rampai Abstrak Penelitian Bambu ini dapat terwujud.
Bunga rampai ini memuat intisari penelitian yang merupakan hasil
karya sinergi antara almarhum dengan mahasiswa S1 dan S2
bimbingannya. Harapannya melalui buku ini, seluruh karya-karya
penelitian bambu dan bambu laminasi diketahui masyarakat umum
dan sebagai daya dorong masyarakat terutama peneliti untuk
menindaklanjuti dan mengembangkan penelitian yang sudah
dilaksanakan.
Akhirnya, ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi
penyusunan buku ini sehingga dapat bermanfaat bagi umat manusia,
terutama menggugah para ilmuwan untuk menjadikan bambu bagian
integral dari gerakan untuk maju bersama bambu dan selaras dengan
semangat pelestarian hutan.

Yogyakarta, 30 Januari 2012


Penyusun,
ii
KATA SAMBUTAN

Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di daerah tropis


memiliki varietas hayati yang beraneka macam, salah satunya adalah
bambu. Bambu sebagai salah satu tumbuhan yang semenjak dulu
memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan
pada khususnya, kini semakin banyak diminati dan dihargai
keberadaanya. Pengolahan dan penggunaan bambu kini kian banyak
diupayakan pengembangannya melalui berbagai rekayasa bambu.
Alm. Prof. Ir. Morisco PhD. dikenal sebagai Bapak Bambu
Indonesia, beliau merupakan salah satu anak bangsa yang banyak
memiliki ide cemerlang terutama terkait dengan penelitian bambu.
Bersama mahasiswa S1, S2, dan S3, Jurusan Teknik Sipil &
Lingkugan, FT-UGM, beliau melakukan banyak penelitian yang
sungguh mengagumkan. Sebanyak 5 paten telah dihasilkan dari
penelitian beiau, meliputi: (a) Nosel Untuk Pengawetan Bambu
Dengan Tekanan; (b) Struktur Bambu Dengan Papan Dan Perekat;
(c) Pelat Dinding Beton Pracetak Dengan Tulangan Bambu; (d)
Balok Bambu Laminasi Berpenampang I, dan (e) Produk Bambu
Artistik Berbentuk Lingkaran yang Dibubut dan Dilaminasi.
Untuk mengenang jasa beliau yang telah memberikan karya-karya
terbaik untuk kemajuan bambu dalam bidang kontruksi di Indonesia
maka diterbitkan Buku Bunga Rampai Abstrak Penelitian Bambu
dari mahasiswa S1 dan S2 bimingan Prof. Morisco ini.
Tidak lupa sebagai penutup saya haturkan selamat atas penerbitan
buku Bunga Rampai Abstrak Penelitian Bambu Mahasiswa S1 Dan
S2 Prof. Morisco ini, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat, terutama peneliti-peneliti hasil hutan dan bambu.

Yogyakarta, Januari 2012


Prof. Ir.Bambang Suhendro, M.Sc., Ph.D.
Ketua Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
iii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul i
Kata Pengantar ii
Kata Sambutan iii
Daftar Isi iv

A. Tugas Akhir
1. Perilaku mekanik bahan komposit serat bambu
resin (1993) ................................................................................. A-1
2. Kekuatan sambungan bambu dengan baut dan
beton pengisi (1994) .................................................................... A-1
3. Penggunaan bambu petung sebagai tulangan
kolom beton (1999) ..................................................................... A-1
4. Penggunaan bambu petung pilinan sebagai
tulangan pada balok beton bertulang (1999) ............................... A-2
5. Aplikasi bambu petung bentuk bilah pada struktur
rangka kuda-kuda (2001) ............................................................ A-2
6. Pemanfaatan bambu untuk struktur bambu
sederhana secara knocked down (2001) ....................................... A-2
7. Kekuatan sambungan bambu menggunakan baut
dengan bahan pengisi mortar terhadap gaya tekan
(2002) .......................................................................................... A-4
8. Kekuatan tarik sambungan bambu menggunakan
baut dengan pengisi kayu kamper (2002) .................................... A-5
9. Kekuatan tarik sambungan bilah bambu dengan
papan kayu memakai perekat epoksi (2002) ............................... A-6
10. Kekuatan tarik sambungan bambu dengan papan
kayu dan pengisi kayu memakai perekat epoksi
(2002) .......................................................................................... A-7

iv
11. Perilaku mekanik bambu wulung dengan
kandungan amonium sulfat akibat pengaruh
temperatur (2002) ........................................................................... A-8
12. Pengaruh panas terhadap kuat lentur plat beton
dengan tulangan bambu (2002) ................................................... A-9
13. Perancangan struktur jembatan rangka bambu
sebagai prasarana penunjang pengembangan
daerah terpencil (2003)................................................................ A-11
14. Kebutuhan boraks untuk pengawetan bambu
dengan metode Boucherie-Morisco pada bambu
jenis wulung, legi dan ampel (2003) ........................................... A-12
15. Struktur kuda-kuda bambu dengan perekat epoksi
(2003) .......................................................................................... A-13
16. Perilaku fisika dan mekanika lantai laminasi
bambu peting dan bambu petung dengan variasi
susunan bilah dan jenis perekat untuk peningkatan
nilai komersial bambu (2006)...................................................... A-14
17. Perilaku fisika dan mekanika papan laminasi
bambu petung dengan variasi susunan bilah jenis
perekat dan tekanan kempa untuk meningkatkan
nilai komersial bambu (2006)...................................................... A-15
18. Perilaku fisika dan mekanika papan laminasi
bambu peting dengan variasi susunan bilah jenis
perekat dan tekanan kempa untuk peningkatan
nilai komersial bambu (2006)...................................................... A-16
19. Perilaku mekanika dan fisika papan laminasi
bambu petung dengan pengisi partikel petung
berdasar perbedaan berat jenis dan variasi berat
lem (2006) ................................................................................... A-17
20. Perilaku mekanika dan fisika papan laminasi
bambu wulung dengan pengisi partikel peting
berdasar perbedaan berat jenis dan variasi jumlah
lem (2006) ................................................................................... A-19
21. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat 1 semen : 0,5 - 1,5 serutan bambu : 6 pasir
(2007) .......................................................................................... A-20
22. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat 1 semen : 0,5 - 1,5 serutan bambu : 2 pasir
(2007) .......................................................................................... A-20

v
23. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat komposisi berat 1 semen : 0,5 - 1,5 serutan
bambu : 4 pasir (2007) ................................................................ A-20
24. Perilaku mekanik beton ringan dari campuran
serutan bambu dengan perbandingan berat 1
semen: 0 pasir: 0,5 – 1,5 serutan bambu (2007) .......................... A-21
25. Pemanfaatan limbah gergajian bambu Untuk
dinding beton ringan pracetak Dengan campuran
35% serbuk bambu, 65% pasir dan variasi semen
200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3 (2007) .................................... A-21
26. Pemanfaatan limbah gergajian bambu untuk
dinding beton ringan pracetak dengan campuran
25% serbuk bambu, 75% pasir dan variasi semen
200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3 (2007) ................................... A-22
27. Pemanfaatan limbah gergajian bambu untuk
dinding beton ringan pracetak dengan campuran
30% serbuk bambu, 70% pasir dan variasi semen
200kg/m3, 250kg/m3, 300kg/m3 (2007) ....................................... A-23
28. Pemanfaatan limbah gergajian bambu untuk
dinding beton ringan pracetak dengan campuran
40% serbuk bambu, 60% pasir dan variasi semen
200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3 (2007) .................................... A-24
29. Pemanfaatan limbah gergajian bambu untuk
dinding beton ringan pracetak dengan campuran
20% serbuk bambu, 80% pasir dan variasi semen
200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3 (2007) .................................... A-25
30. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat 1 semen : 0,9 kapur : 0,5-1,25 serutan bambu
: 4,5 pasir (2007) ......................................................................... A-26
31. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat 1 semen : 0,7 kapur : 0,5-1,25 serutan bambu
: 4 pasir (2007) ............................................................................ A-27
32. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat 1 semen : 0,6 kapur : 0,5-1,25 serutan
bambu : 3,75 pasir (2007) .......................................................... A-29
33. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposit
berat 1 semen : 0,5-1,25 serutan bambu : 3,5 pasir
(2007) .......................................................................................... A-30
34. Pengaruh pemberian filler mortar semen terhadap
kapasitas lentur balok bambu tersusun (tiga

vi
batang) dengan penghubung baut dipasang tegak
lurus (2007) ................................................................................. A-31
35. Pengaruh pemberian filler mortar semen terhadap
kapasitas lentur balok bambu tersusun (tiga
batang) dengan penghubung baut dipasang
menyudut (60 derajat) (2007) ...................................................... A-32
36. Pengaruh pemberian filler mortar semen terhadap
kapasitas lentur balok bambu tersusun (dua
batang) dengan penghubung baut dipasang tegak
lurus (2007) ................................................................................. A-33
37. Pengaruh pemberian filler mortar semen terhadap
kapasitas lentur balok bambu tersusun (dua
batang) dengan penghubung baut dipasang
menyudut 60 derajat (2007) ........................................................ A-34
38. Perilaku mekanik beton ringan dengan komposisi
berat (1 semen: 0.8 kapur: 0,5-1,25 serutan
bambu: 4,25 pasir) (2008) ........................................................... A-35
39. Perencanaan struktur bangunan bambu dengan
luas bangunan 26 x 60 meter (2008) ........................................... A-35
40. Analisis struktur bangunan bambu tahan gempa
serta pelaksanaannya (2008) ....................................................... A-36
41. Perencanaan struktur bangunan bambu dengan
luas bangunan 26 x 60 meter (2008) ........................................... A-37
42. Perancangan struktur kuda-kuda rangka batang
(truss) bentang 22 meter menggunakan bambu
petung (2008) .............................................................................. A-38
43. Perancangan workshop dengan konstruksi bambu
(2008) .......................................................................................... A-39
44. Perencanaan struktur truss bambu untuk gudang
(2008) .......................................................................................... A-40
45. Pasak bambu sebagai alternatif alat sambung
struktural kayu (2009) ................................................................. A-41
46. Karakteristik sifat fisika dan mekanika bambu
petung pada bambu muda, dewasa dan tua : studi
kasus bagian pangkal (2009) ....................................................... A-42
47. Pasak bambu berbaji sebagai alternatif alat
sambung struktural kayu (2009) .................................................. A-43
48. Analisis kekuatan sambungan bambu
menggunakan pasak bambu cendani dengan
pengisi mortar (2010) .................................................................. A-44

vii
B. Tesis

1. Perilaku mekanika batang struktur komposit


lamina bambu dan phenolformaldehyda (1995) .......................... B-1
2. Sifat mekanik beton dengan fiber bambu (1995) ........................ B-2
3. Aplikasi bambu pada struktur gable frame (1998) ...................... B-3
4. Pemanfaatan komposit bambu-beton untuk lantai
gedung (2001) ............................................................................. B-4
5. Perilaku mekanika struktur portal bambu untuk
rumah susun sederhana (2001) .................................................... B-5
6. Pengaruh tekanan dan waktu tunggu terhadap sifat
fisika, mekanika dan distribusi bahan pengawet
pada bambu ampel kuning (bambusa vulgaris
schrad) (2002) ............................................................................. B-6
7. Kekuatan sambungan struktur rangka bambu
menggunakan pengisi kayu vinisium yang dibubut
(2003) .......................................................................................... B-7
8. Perilaku mekanik joint interior atas pada struktur
portal bambu (2003) .................................................................... B-8
9. Perilaku mekanika balok laminasi kayu kruing
bambu petung terhadap pemebebanan lentur
(2003) .......................................................................................... B-9
10. Pengaruh lamina bambu terhadap kuat lentur
balok laminasi keruing – sengon (2003) ..................................... B-10
11. Pengaruh lama waktu tunggu pada pengawetan
bambu dengan cara tekanan (2003) ............................................. B-10
12. Hubungan berat jenis dengan perilaku mekanika
bambu (2003) .............................................................................. B-11
13. Pengaruh perendaman panas dalam larutan boraks
5% dan variasi pola sambungan terhadap perilaku
lentur balok galar bambu wulung (2003) .................................... B-12
14. Pengaruh gaya pengempaan terhadap keruntuhan
geser balok laminasi horisontal bambu petung
(2004) .......................................................................................... B-13
15. Pengaruh posisi sambungan terhadap keruntuhan
lentur balok bambu laminasi horizontal (2004)........................... B-14
16. Pengaruh posisi sambungan terhadap kapasitas
geser balok bambu laminasi horisontal (2004) ............................ B-14
17. Pengaruh susunan lamina bambu terhadap kuat
geser balok laminasi galar bambu petung (2004) ........................ B-16

viii
18. Pengaruh susunan lamina kayu keruing dan galar
bambu petung terhadap kuat lentur balok laminasi
(2004) .......................................................................................... B-17
19. Pengaruh gaya pengempaan terhadap kuat lentur
balok laminasi vertikal bambu petung (2004) ............................. B-19
20. Perilaku balok lengkung laminasi galar bambu
petung sudut 35o, 40o, dan 45o dengan tegangan
tarik bambu lapis luar (2004) ...................................................... B-20
21. Perilaku balok lengkung laminasi bambu sudut
20o,25o, dan 30o dengan tegangan tarik bambu
lapis luar (2004) .......................................................................... B-21
22. Pengaruh kerapatan partikel terhadap kuat lentur
balok komposit kayu keruing dengan partikel
bambu (2005) .............................................................................. B-22
23. Pengaruh jenis sambungan balok laminasi galar
bambu wulung terhadap keruntuhan geser (2005) ...................... B-23
24. Pengaruh jenis sambungan balok laminasi galar
bambu petung terhadap keruntuhan geser (2005)........................ B-24
25. Pengaruh jenis sambungan balok laminasi galar
bambu wulung terhadap keruntuhan lentur (2005)...................... B-25
26. Pengaruh jenis sambungan balok laminasi galar
dan bilah bambu petung terhadap keruntuhan
geser (2005)................................................................................. B-26
27. Pengaruh jenis sambungan terhadap keruntuhan
geser balok laminasi bambu apus (2005) .................................... B-27
28. Pengaruh jenis sambungan terhadap keruntuhan
geser balok laminasi vertikal bilah bambu petung
(2005) .......................................................................................... B-28
29. Perilaku mekanika papan laminasi bambu petung
terhadap beban lateral (2005) ...................................................... B-29
30. Pengaruh variasi dimensi bilah bambu, jenis
perekat dan tekanan kempa terhadap keruntuhan
lentur balok laminasi bambu petung (2006) ................................ B-30
31. Sistem perencanaan struktur bangunan bambu
(2006) .......................................................................................... B-31
32. Pengaruh dimensi bilah, jenis perekat dan tekanan
kempa terhadap keruntuhan lentur balok laminasi
bambu peting (2006) ................................................................... B-32
33. Kepastian geser retrofitting balok laminasi bambu
petung tampang I (2007) ............................................................. B-33

ix
34. Kapasitas geser balok laminasi galar bambu
petung profil I (2007) .................................................................. B-34
35. Kapasitas geser balok laminasi vertikal bambu
petung bilah profil I (2007) ......................................................... B-35
36. Perilaku mekanika balok bambu susun dengan
mengisi mortar (2007) ................................................................. B-36
37. Kuat tekan bambu laminasi dan aplikasinya
sebagai kolom ukir pada rumah tradisional bali
(bale daje/bandung) (2007) ......................................................... B-37
38. Pengaruh pengawetan terhadap kekuatan dan
keawetan produk laminasi bambu (2008).................................... B-38
39. Pengaruh ekstrak tembakau terhadap sifat dan
perilaku mekanik laminasi bambu petung (2008) ....................... B-39
40. Perilaku mekanika balok bambu tersusun isian
mortar dengan penghubung geser baut (2008) ............................ B-40
41. Perilaku mekanika sambungan balok kolom
dengan beban siklik akibat gempa pada struktur
rumah knock down bambu laminasi (2008) ................................ B-41
42. Perilaku mekanika papan laminasi bambu
bilah/galar terhadap keruntuhan lentur dan geser
(2008) .......................................................................................... B-42
43. Perilaku mekanika sambungan bambu
menggunakan isian mortar terhadap gaya tarik
(2008) .......................................................................................... B-43
44. Tegangan kritis batang bambu petung laminasi
bentuk profil siku tunggal dan ganda (2008) ............................... B-44
45. Perilaku mekanika papan laminasi bambu petung
dari kab. Ngada prop. NTT terhadap beban lateral
dengan variasi susunan bilah (2008) ........................................... B-45
46. Pengaruh khitosan sebagai bahan pengawet pada
bilah dan laminasi bambu ampel (2009) ..................................... B-46
47. Sifat pengawet air laut pada bambu ampel
menggunakan Metode Boucherie – Morisco
(2009) .......................................................................................... B-47
48. Perilaku keruntuhan balok laminasi horizontal
bambu ampel (2009) ................................................................... B-49
49. Pengaruh perekat labur dan kulit luar bambu pada
kuat geser balok bambu laminasi (2009) ..................................... B-50
50. Tinjauan analitis dan eksperimental square truss
bambu dengan beban statik terpusat (2010) ................................ B-51

x
51. Perilaku joint kerangka struktur bambu petung
(2010) .......................................................................................... B-52
52. Kekakuan lentur balok bambu petung
(dendrocalamus asper) (2010) .................................................... B-53
53. Perilaku mekanika balok bambu tersusun dengan
isian mortar pada penghubung geser baut (2010)........................ B-54
54. Pengaruh umur bambu terhadap kuat lentur balok
laminasi bilah bambu petung (2010) ........................................... B-55
55. Pengaruh umur bambu terhadap perilaku kekuatan
geser balok laminasi bilah bambu petung (2010) ........................ B-56
56. Tinjauan analitis dan eksperimental square truss
bambu dengan beban aksial (2011) ............................................. B-57
57. Perilaku kolom bambu petung (dendrocalamus
asper) (2011) ............................................................................... B-58

xi
Tugas Akhir
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIK BAHAN KOMPOSIT SERAT

1 BAMBU RESIN, Amiruddin, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D,


Mahasiswa S1 Reguler, lulus tahun 1993

KEKUATAN SAMBUNGAN BAMBU DENGAN BAUT

2 DAN BETON PENGISI, Agus Wibowo, Pembimbing:


Ir. Morisco, Ph.D, Mahasiswa S1 Reguler, lulus tahun 1994

PENGGUNAAN BAMBU PETUNG SEBAGAI

3 TULANGAN KOLOM BETON, Ali Awaludin, Pembimbing :


Ir. Morisco, Ph.D, Mahasiswa S1 Reguler (94/96480/TK/19133)
lulus 25 Juni 1999

Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa


bambu memiliki sifat-sifat mekanik yang cukup baik, bahkan untuk beberapa
jenis bambu mempunyai kuat tarik sejajar serat lebih tinggi dibanding baja
(Morisco, 1996). Namun kuat tarik yang tinggi tersebut sangatlah jarang
dicapai mengingat kuat lekat bambu dengan beton yang sangat rendah sebagai
akibat kembang susut bambu. Banyak cara telah dilakukan untuk
meningkatkan kuat lekat bambu diantaranya pemberian lapisan kedap air dan
pemberian bentuk profil namun sejauh ini belum memberikan hasil yang
memuaskan.
Dalam penelitian ini dibuat delapan buah kolom bertulangan bambu
pilinan dengan tampang bujur sangkar 120 x 120 mm dan kedua ujungnya
berupa sendi. Tulangan bambu diperoleh dengan cara memilin beberapa serat
terluar bambu yang relatif kedap air (1/3 tebal batang). Pengujian dilakukan
dengan cara memberikan gaya aksial dengan eksentrisitas tertentu. Pemberian
beban dilakukan secara bertahap, besarnya beban dan defleksi kolom setiap
tahap pembebanan dicatat serta dilakukan pengamatan terhadap retak dan jenis
keruntuhan kolom setelah mencapai beban maksimal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik nodia lebih kecil
daripada internodia sedangkan kekuatan tekannya secara rata-rata hampir
sama. Kekuatan bambu maksimal/ultimit tidak pernah tercapai dikarenakan
regangan yang terjadi haruslah sangat besar sekitar 2-3% untuk internodia dan

TUGAS AKHIR A-1


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

1-1,5% untuk nodia, sehingga sebagian besar kerusakan kolom dikarenakan


hancurnya beton, sedangkan kerusakan tulangan bambu daerah ruas/nodia
hanya terjadi pada kolom A. Struktur tulangan pilinan dapat mencegah
terjadinya slip antara tulangan bambu dengan kolom, hal ini dapat dilihat dari
selisih antara hasil eksperimen dengan analisis yang masih dapat diterima.

PENGGUNAAN BAMBU PETUNG PILINAN

4 SEBAGAI TULANGAN PADA BALOK BETON


BERTULANG, Afrianto Nugroho, Pembimbing: Ir. Morisco,
Ph.D, Mahasiswa S1 Reguler, lulus tahun 1999

APLIKASI BAMBU PETUNG BENTUK BILAH PADA

5 STRUKTUR RANGKA KUDA-KUDA, Agustin Gunawan,


Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas
Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler, lulus tahun 2001

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK STRUKTUR


BAMBU SEDERHANA SECARA KNOCKED DOWN,
6 Hari Widodo, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing.
Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(98/123865/ET/00845) lulus 3 Mei 2001

Bambu sehagai salah satu jenis bahan nonkayu yang populer dinegara
tropis banyak dipakai sebagai lahan struktur bangunan selama berabad-abad.
Bahkan dinegara maju bambu telah dimanfaatkan untuk struktur bangunan
mewah seperti Hotel, Villa, Restoran, dan sebagainya. Pemanfaatan bambu
selain pada sektor kerajinan tangan dan perabotan rumah tangga yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mulai akrab dengan lingkungan
gedongan. Kini juga untuk struktur bangunan sederhana misalnya Gazebo,
yang biasa dipasang pada ruang lobi hotel, tempat-tempat rekreasi, atau di
pertamanan. Namun bangunan tersebut biasanya dibuat di tempat, dan kini
bangunan tersebut sudah berorientasi kearah eksport atau paling tidak pemesan
berada (dilain tempat. maka desain yang dihasilkan harus mengarah ke
knocked down dengan memperhatikan berbagai hal seperti pengepakan,
A-2 TUGAS AKHIR
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

pengangkutan. bisa dipasang oleh orang lain yang bukan bidangnya, biaya
produksi terjangkau, dan kekuatan strukturnya cukup memadai. Model struktur
yang dibuat memakai sambungan konvensional yang biasa dipakai masyarakat,
dan sambungan dengan bahan pengisi.
Pada penelitian ini dibuat model struktur bangunan knocked down.
Model struktur yang dibuat berupa Gazebo berbentuk segi enam dengan jarak
antar kolom 1,3 m, bentang kuda-kuda 3m, bagian tertinggi struktur 3m, dan
ketinggian plat lantai 0,2m. Adapun proses pembuatan model tersebut diawali
dengan perencanaan awal yang dilanjutkan dengan survei dan diskusi ke
perajin dan pengusaha perabotan rumah tangga/kerajinan dari bambu. Langkah
berikutnya berupa persiapan bahan yaitu berupa penyeleksian dan pemotongan
bambu, yang dilanjutkan dengan perangkaian per bagian struktur. Proses
selanjutnya adalah pemasukkan bahan pengisi kayu ke dalam bambu yang
dipakai pada pertemuan 12 kuda-kuda yang dipakai untuk sambungan dengan
bahan pengisi dan dilanjutkan dengan perangkaian batang-batang bambu
menjadi model struktur Gazebo. Tahap akhir dari pembuatan model tersebut
yaitu dengan memberi kode pada setiap rangkaian struktur baik berupa angka
atau nomor agar bisa dilakukan bongkar pasang (knocked down). Kemudian
dilakukan pengujian pembebanan berupa beban titik pada bagian atas
pertemuan 1/2 kuda-kuda, caranya plat besi yang diletakkan diatasnya
dihubungkan dengan kawat baja yang dibagian ujung bawahnya diberi alas
untuk meletakkan balok bambu, pembebanan secara bertahap dengan berat
balok beton rata-rata 0,95 kN. Beberapa hal yang menjadi kendala pada saat
pembuatan adalah kenonprismatisan dari batang bambu, diameter dan umur
bambu, ketrampilan pekerja, dan ketidaksesuaian antara perencanaan dengan
saat pelaksanaan.
Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah bentuk modelnya
yang bisa dilakukan bongkar pasang dan layak dijual karena bentuknya
tergolong baru, sedang bentuk modelnya yang biasa ada dipasaran berbentuk
persegi empat. Penggunaan celah pada sambungan dengan bahan pengisi
masih utuh walau bebannya mencapai beban maksimum saat pengujian
demikian halnya dengan pemakaian sambungan tali masih terlihat baik bahkan
mengindikasikan masih mampu menerima tambahan beban. Perbedaan antara
hasil numeris dengan eksperimen lebih diakibatkan oleh faktor adanya
perbedaan kekakuan antar titik sambungan.

TUGAS AKHIR A-3


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KEKUATAN SAMBUNGAN BAMBU


MENGGUNAKAN BAUT DENGAN BAHAN PENGISI

7 MORTAR TERHADAP GAYA TEKAN, N . K .


Hendrawan, Pembimbing:Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir.
Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(00/141930/ET/01762) lulus 9 April 2002

Bambu sebagai salah satu jenis kayu yang populer di negara tropis
banyak dipakai sebagai bahan struktur bangunan. Penggunaan bambu sebagai
bahan bangunan cukup beralasan karena harganya relatif murah dan mudah
didapat. Pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi belum maksimal. Hal
ini disebabkan belum adanya teknik atau cara yang baku dalam aplikasinya
dan mengalami kesulitan dalam merangkai batang-batang tersebut.
Perangkaian batang-batang struktur dari bambu sering dilakukan secara
tradisonal, memakai pasak, tali ataupun paku yang kekuatannya sangat
tergantung dari ketrampilan pelaksana, serta kekuatan sambungan sangat
rendah dan tidak bisa diketahui dengan pasti.
Penelitian tentang sambungan bambu menggunakan baut dengan bahan
pengisi mortar terhadap gaya tekan telah dilakukan secara eksperimental,
dengan menggunakan 1 buah baut diameter 12 mm. Bahan pengisi mortar
mempunyai perbandingan antara semen dan pasir sebesar 1:3 dengan faktor air
semen 0,6. Pemakaian bahan pengisi dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
bambu terhadap geser sehingga gaya yang disalurkan oleh baut akan dilawan
secara komposit dan hanya sebagaian kecil gaya menimbulkan tegangan geser
pada bambu. Pengujian sambungan dilakukan dengan adanya penyimpangan
arah gaya terhadap arah serat bambu dengan sudut 0 , 30 , 60 , 90 . Pengujian
dilakukan dengan menggunakan dongkrak hidraulik yang sudah terpasang
pada rangka pembebanan (loading frame). Variabel bebas berupa diameter
bambu dan tebal bambu, sedangkan variabel tetap berupa letak baut dan
diameter baut serta mutu bahan. Hasil uji sambungan dianalisis serta
dibandingkan dengan rumus usulan yang ada.
Hasil Penelitian dengan menggunakan baut diameter 12 mm, kuat tekan
bambu 28,282 MPa, kuat tekan bahan grouting 19,488 MPa, dan kuat tarik
baut 554,1 MPa, menunjukkan bahwa perbandingan antara eksperimen dan
teoritis, untuk sambungan bambu terhadap gaya tekan diperoleh nilai rata-rata
untuk sudut 0 sebesar 76,372%, sudut 30 sebesar 90,978%, sudut 60 sebesar
104,078%, dan untuk sudut 90 sebesar 105,669%. Maka untuk nilai rata-rata
secara keseluruhan sebesar 94,274%, dengan simpangan standar keseluruhan
15,401%. Dari hasil pengujian eksperimen diperoleh kekuatan sambungan
terendah pada arah gaya yang bersudut 90 sebesar 11,40 KN, sedang kekuatan
A-4 TUGAS AKHIR
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

sambungan tertinggi pada arah gaya yang bersudut 0 sebesar 24,00 KN. Dari
hasil teoritis diperoleh kekuatan sambungan terendah pada arah gaya yang
bersudut 90 sebesar 11,769 KN, sedang kekuatan sambungan tertinggi pada
arah gaya yang bersudut 0 sebesar 22,615 KN. Untuk hubungan antara
bervariasinya sudut arah gaya dengan kekuatan sambungan dapat dikatakan
bahwa dengan makin membesarnya sudut arah gaya maka makin mengecil
kekuatan sambungan yang diperoleh.
Kata kunci : bambu, kuat tekan, sambungan, sudut

KEKUATAN TARIK SAMBUNGAN BAMBU


MENGGUNAKAN BAUT DENGAN PENGISI KAYU
8 KAMPER, Wachid Wahyudi, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(00/141707/ET/01665) lulus 9 April 2002

Bambu mempunyai kekuatan tarik sejajar serat yang tinggi bahkan


lebih besar dari kuat tarik baja (Morisco, 1996). Namun pemanfaatan bambu
sebagai bahan konstruksi masih terbatas pada struktur–struktur ringan saja. Hal
ini disebabkan karena adanya kendala dalam perangkaian batang–batang
bambu. Bambu memiliki tegangan geser yang rendah. Perangkaian batang–
batang bambu secara konvensional dengan paku dan pasak menyebabkan
terjadinya tegangan geser yang besar pada bambu sehingga kekuatan
sambungan menjadi rendah, sedangkan sistem perangkaian dengan tali akan
mengalami pengendoran serta kekuatan sambungan tidak dapat dihitung secara
eksak. Pemakaian bahan pengisi dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan
bambu terhadap geser sehingga gaya yang disalurkan oleh baut akan dilawan
secara komposit dan hanya sebagian kecil gaya menimbulkan tegangan geser
pada bambu.
Penelitian sambungan tarik bambu menggunakan baut dengan 12 mm
untuk berbagai sudut joint / sambungan (00, 300, 600, dan 900 ) telah dilakukan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan dongkrak hidrolik terpasang pada
rangka pembebanan ( loading frame ). Variabel bebas berupa diameter bambu
dan tebal bambu sedangkan variabel tetap berupa diameter baut dan mutu
bahan (baut dan kayu pengisi). Hasil uji sambungan dianalisis dan
dibandingkan dengan rumus usulan yang ada.
Hasil penelitian dari 4 benda uji untuk masing-masing joint ( 00, 300,
60 , dan 900) didapatkan bahwa perbandingan antara nilai teoritis dan
0

eksperimen untuk sudut joint 00 sebesar 98,89 %, sudut joint 300 sebesar 98,18

TUGAS AKHIR A-5


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

%, sudut joint 600 sebesar 94,7 % dan untuk sudut joint 900 diperoleh sebesar
94,29 %. Dari hasil pengujian kekuatan tarik sambungan bambu menggunakan
baut 12 mm, kuat tekan bambu 28,282 Mpa, kuat tekan kayu pengisi 42,383
Mpa dan kuat tarik baut 554,10 MPa diperoleh kekuatan terendah terdapat
pada sudut joint / sambungan 900 sebesar 14 KN sedangkan kekuatan
sambungan tertinggi terdapat pada sudut joint / sambungan 00 sebesar 25 KN.
Kata Kunci : Bambu, Pengisi, Kuat Tarik, Kuat Geser

KEKUATAN TARIK SAMBUNGAN BILAH BAMBU


DENGAN PAPAN KAYU MEMAKAI PEREKAT
9 EPOKSI, Yanuar Suhartono, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(99/131767/ET/01069) lulus 9 April 2002

Bambu memiliki kendala dalam perannya sebagai bahan alternatif


pengganti kayu yaitu sulitnya untuk merangkai batang-batang bambu
dikarenakan bentuknya yang turbular serta lemahnya bambu terhadap gaya
geser sejajar serat. Gunawan (2001) memodifikasi bambu untuk
memanfaatkannya menjadi suatu struktur yang hemat dan ringan dengan cara
merangkainya dalam bentuk bilah-bilah bambu yang lebih ringan dengan
papan kayu sebagai pelat buhul dan resin epoksi sebagai perekat sambungan.
Dalam penelitian ini ditinjau kekuatan tarik sambungan bilah bambu dengan
papan kayu memakai perekat resin epoksi yang dikenalkan oleh Gunawan
(2001) pada beberapa arah gaya yang bersudut terhadap arah serat (arah 00,
300, 600 dan 900).
Penelitian ini dimulai dengan pengujian sifat mekanik bahan yaitu kuat
tarik, kuat tekan dan kuat geser untuk bambu masing-masing 3 sampel untuk
internodia dan 3 sampel untuk nodia, dan kuat tarik serta kuat geser untuk
kayu pelat buhul dan pengisi masing-masing 3 sampel. Dilanjutkan dengan
pembuatan dan pengujian sambungan buhul dengan 6 sampel untuk arah gaya
00 dan 3 sampel untuk masing-masing arah gaya 300, 600 dan 900, pada setiap
arah gaya panjang kayu pengisi divariasi sebesar 1,25; 1,5 dan 1,75 kali
panjang bidang pengeleman.
Hasil pengujian tarik sambungan dengan berbagai arah gaya terhadap
arah serat didapatkan bahwa kekuatan lem lebih tinggi dari kekuatan bahan
(kayu kamper) dan kerusakan yang terjadi sebagian besar adalah kerusakan
geser pada papan kayu dan kayu pengisi. Hubungan/korelasi antara kekuatan
geser pelat kayu pada bidang pengeleman dengan sudut arah gaya terhadap

A-6 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

arah serat merupakan persamaan kuadrat, yaitu : Y= -0,0009X2+0,117X+


15,692 dengan Y merupakan kekuatan geser pelat kayu pada bidang
pengeleman dalam kg/cm2 dan X merupakan sudut arah gaya terhadap arah
serat dalam derajat. Pada kerusakan geser papan pelat buhul pada sisi
bidang pengeleman terjadi pada arah gaya 00 dan 300, besarnya kuat geser rata-
rata adalah 5,779 kg/cm2 untuk arah gaya 00 dan 7,576 kg/cm2 untuk arah gaya
300. Sedangkan pada tipe kerusakan geser kayu pengisi terjadi pada arah gaya
300 dan 600, dengan kekuatan geser searah serat adalah sebesar 18,031 kg/cm2.
Panjang kayu pengisi sebesar 1,25 kali panjang bidang pengeleman pada pelat
buhul kayu kamper, sudah cukup memberikan kekuatan agar tidak terjadi
kegagalan pada bidang antara kayu pengisi dan bambu.

KEKUATAN TARIK SAMBUNGAN BAMBU


DENGAN PAPAN KAYU DAN PENGISI KAYU
10 MEMAKAI PEREKAT EPOKSI, Warto, Pembimbing: Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono,
Mahasiswa S1 Ekstensi (00/141702/ET/01762) lulus 18 Mei 2002

Bambu mempunyai banyak keunggulan, mudah ditanam,


pertumbuhannya cepat, tidak memerlukan pemeliharaan khusus. Berdasarkan
sifat mekanisnya, bambu mempunyai kuat tarik sejajar serat yang tinggi,
bahkan lebih besar dari kuat tarik baja (Marisco, 1996). Karena beberapa
sifatnya yang lebih baik tersebut, maka bambu cukup potensial untuk dijadikan
alternatif pengganti kayu. Tetapi, pemanfaatan kelebihan dari bambu masih
jauh dibawah batas kemampuan. Kendala utamanya adalah cara perangkaian
batang-batangnya. Perangkaian bambu secara konvensional dengan paku dan
pasak menyebabkan terjadinya tegangan geser yang besar pada bambu,
sehingga kekuatan sambungan menjadi rendah. Sedangkan sistem perangkaian
dengan tali akan mengalami pengendoran sehingga perlu pemeriksaan secara
berkala.
Dalam penelitian ini akan ditinjau kekuatan tarik sambungan dengan
papan dan pengisi kayu memakai perekat epoksi pada beberapa gaya yang
bersudut terhadap arah serat (arah 00, 300, 600 dan 900). Tujuan dari penelitian
ini antara lain untuk mengetahui pengaruh perubahan arah serat kayu terhadap
bidang pengeleman dimana ada dugaan bahwa perubahan arah serat kayu
terhadap bidang pengeleman berpengaruh terhadap kekuatan sambungan
bambu yang memakai perekat. Penelitian diawali dengan pengujian kuat tarik,
kuat tekan dan kuat geser bambu pada nodia dan internodia. Setelah selesai
dilanjutkan dengan pembuatan dan pengujian benda uji sebanyak 3 buah untuk

TUGAS AKHIR A-7


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

masing-masing sudut. Panjang pengisi 10 cm dan panjang pengelemannya


adalah 8 cm. Dari hasil pengujian tarik sambungan bambu untuk berbagai arah
gaya terhadap arah serat yang ditinjau didapatkan bahwa arah serat kayu
berpengaruh terhadap kekuatan sambungan yang memakai perekat lem.
Penggunaan lem epoksi sebagai perekat menghasilkan kekuatan yang melebihi
kekuatan bahan yang direkat sendiri yaitu papan kayu. Kerusakan yang terjadi
hampir seluruhnya berupa kerusakan geser pada permukaan papan kayu dan
sebagian kecil terjadi kerusakan geser pada papan kayu yang membujur searah
serat kayu.
Dari hasil pelaksanaan penelitian diperoleh hubungan/korelasi kekuatan
sambungan dengan arah serat yang berupa persamaan kuadrat : Y = -O,5X2 +
0,0329X + 23,299. Penggunaan kayu pengisi sepanjang 1,25 kali panjang
bidang pengeleman, sudah cukup memberikan kekuatan agar tidak terjadi
kegagalan pada bidang antara kayu pengisi dengan bambu.

PERILAKU MEKANIK BAMBU WULUNG DENGAN


KANDUNGAN AMONIUM SULFAT AKIBAT

11 PENGARUH TEMPERATUR, Agathonica Lianingrum,


Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas
Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler (97/114558/TK/21742)
lulus 31 Mei 2002

Bambu sebagai salah satu jenis kayu yang populer di negara tropis
banyak dipakai sebagai bahan struktur bangunan. Penggunaan bambu sebagai
bahan bangunan cukup beralasan karena harganya relatif murah dan mudah
didapat. Pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi belum maksimal. Hal
ini disebabkan belum adanya teknik atau cara yang baku dalam aplikasinya
dan mengalami kesulitan dalam merangkai batang-batang tersebut.
Perangkaian batang-batang struktur dari bambu sering dilakukan secara
tradisonal, memakai pasak, tali ataupun paku yang kekuatannya sangat
tergantung dari ketrampilan pelaksana, serta kekuatan sambungan sangat
rendah dan tidak bisa diketahui dengan pasti.
Penelitian tentang sambungan bambu menggunakan baut dengan bahan
pengisi mortar terhadap gaya tekan telah dilakukan secara eksperimental.
Bahan pengisi mortar mempunyai perbandingan antara semen dan pasir
sebesar 1:3 dengan faktor air semen 0,6. Pengujian sambungan dilakukan
dengan adanya penyimpangan arah gaya terhadap arah serat bambu dengan
sudut 0 , 30 , 60 , 90 . Pengujian dilakukan dengan menggunakan dongkrak
hidraulik yang sudah terpasang pada rangka pembebanan (loading frame).

A-8 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Variabel bebas berupa diameter bambu dan tebal bambu, sedangkan variabel
tetap berupa letak baut dan diameter baut serta mutu bahan. Hasil uji
sambungan dianalisis serta dibandingkan dengan rumus usulan yang ada.
Hasil Penelitian dengan menggunakan baut diameter 12 mm, kuat tekan
bambu 28,282 MPa, kuat tekan bahan grouting 19,488 MPa, dan kuat tarik
baut 554,1 MPa, menunjukkan bahwa perbandingan antara eksperimen dan
teoritis, untuk sambungan bambu terhadap gaya tekan diperoleh nilai rata-rata
82,372% dengan simpangan standar 16,525%. Dari hasil pengujian
eksperimen diperoleh kekuatan sambungan terendah pada arah gaya yang
bersudut 90 sebesar 11,40 KN, sedang kekuatan sambungan tertinggi pada
arah gaya yang bersudut 0 sebesar 24,00 KN. Dari hasil teoritis diperoleh
kekuatan sambungan terendah pada arah gaya yang bersudut 90 sebesar
10,543 KN, sedang kekuatan sambungan tertinggi pada arah gaya yang
bersudut 0 sebesar 22,615 KN. Sedang untuk hubungan antara sudut arah
gaya dengan kekuatan sambungan dapat dikatakan bahwa dengan makin
membesarnya sudut arah gaya maka makin mengecil kekuatan sambungan
yang diperoleh.

PENGARUH PANAS TERHADAP KUAT LENTUR


PLAT BETON DENGAN TULANGAN BAMBU,
12 Nanung Budi Santosa, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji:
Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(00/141351/ET/01514) lulus 10 September 2002

Pemakaian bambu sebagai tulangan beton pada komponen struktur


bangunan gedung yang bertujuan untuk menggantikan pemakaian tulangan
baja yang selama ini telah banyak dikaji dan diteliti baik dari dalam dan luar
negeri memungkinkan untuk menghasilkan suatu metode perencanaan beton
bertulang bambu dengan teknologi yang lebih baik. Salah satu pendekatan
penelitian tulangan bambu ini adalah dengan pasca kebakaran suhu tinggi.
Tujuannya adalah sejauh mana pengaruh pembakaran suhu tinggi terhadap
kekuatan beton dengan menggunakan tulangan bambu.
Pengujian dilakukan terhadap benda uji berupa plat beton berukuran
panjang bentang 120 cm, lebar 40 cm, dan tebal 9 cm dengan memakai
tulangan pokok bambu wulung bilah teranyam yang mempunyai kuat tarik
kurang lebih 200 MPa. Ratio penulangan sama 0,2%, sebagai tulangan diambil
sepertiga bagian arah luar dengan tebal 4 mm dan lebar 25 mm. Penulangnan
arah memanjang dengan jarak 3,5 cm dan penulangan arah melebar dengan

TUGAS AKHIR A-9


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

jarak 20 cm. Kuat tekan beton (fe') 16,828 MPa. Digunakan 12 benda uji
dengan lama pembakaran 1,5 jam. Ada 4 kondisi pembakaran yaitu a. suhu
ruang, b. suhu 1500C, c. suhu 3000C, dan d. suhu 4500C. Pembakaran
dilakukan pada cerobong pembakaran dengan memasukkan tiap suhu
pembakaran ada tiga buah benda uji dengan dua blower pada dua sisi rumah
pembakaran. Pelaksanaan pengujian lentur benda uji diseting sedemikian
hingga dengan tumpuan sendi-rol 10 cm dari sisi tepi. Untuk pembebanan
digunakan dua titik dengan jarak 30 cm dari pusat titik perletakan sendi-rol.
Alat-alat yang digunakan antara lain, portal baja sebagai penahan beban,
Hidraulik Jack, Load Cell, Dial Guage, Tranduser.
Berdasarkan hasil pengujian, kapasitas momen lentur yang dihasilkan
rendah untuk benda uji yang tidak dibakar dendan kode SR yaitu turun sebesar
77,862% dari analisis, untuk benda uji pada pembakaran pada suhu 1500C
konstan dan cenderung naik 3,64% dibandingkan terhadap benda uji tanpa
pembakaran. Untuk benda uji yang terbakar pada suhu 3000C dan suhu 4500C
kapasitas momen lentur mengalami penurunan sebesar 24,5% dan 34,83%.
Lendutan benda uji yang tidak dibakar sebesar 0,66 mm momen retak pertama
naik 64,25% dari analisis benda uji tulangan bambu, untuk benda uji
pembakaran suhu 150°C lendutan terbesar 0,75 mm, momen retak pertama
naik 11,15% dari benda uji tidak dibakar, untuk benda uji pembakaran suhu
300°C lendutan terbesar 0,64 mm, momen retak pertama mengalami
penurunan 16,13% dari benda uji tidak dibakar, dan suhu pembakaran 450°C
lendutan terbesar 0,46, momen retak pertama mengalami penurunan 28,08%
dari benda uji tidak dibakar. Lebar retak yang terjadi untuk analisis benda uji
dengan tulangan bambu berkisar 16,5 kali lebar retak bila plat menggunakan
tulangan baja, hal ini sangat dipengaruhi oleh nilai modulus elastisitas bahan
tulangan. Untuk momen retak pertama benda uji tidak dibakar naik 31,23%
dan untuk retak turun 39,1 % dari benda uji secara analisi, untuk pembakaran
suhu 150°C momen retak pertama naik 15,948% dan retak turun 16,625% dari
benda uji tidak dibakar. Unuk benda uji pembakaran suhu 300°C dan
pembakaran suhu 450°C momen retak pertama turun 14,224% dan 29,311%,
untuk retaknya turun 45,875% dan 29,125% dari benda uji yang tidak dibakar.
Daktilitas bambu sangat rendah mengakibatkan daktilitas plat dengan tulangan
bambu jadi rendah. Untuk benda uji pasca pembakaran retak yang terjadi sama
dengan berubahnya kondisi momen lentur karena peningkatan suhu
pembakaran. Untuk aplikasi lapangan dengan pengaruh pasca kebakaran maka
plat beton dengan tulangan bambu tidak dapat dilaksanakan mengingat dari
hasil mekanik plat beton dengan tulangan bambu yang sngat rendah dari hasil
analisa. Dan jika dalam pembuatan benda uji nilai kekuatan mekanik
memenuhi perencanaan atau analisa maka dengan fungsi bangunan sebagai
rumah pengeringan kayu atau oven dengan suhu pengeringan 100°C-120°C

A-10 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

maka hasil pengujian plat beton dengan tulangan bambu dapat dilaksanakan
dilapangan.
PERANCANGAN STRUKTUR JEMBATAN RANGKA
BAMBU SEBAGAI PRASARANA PENUNJANG
PENGEMBANGAN DAERAH TERPENCIL, Herdi
13 Qoharrudin, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji : Dr. Ing.
Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler
(98/121934/TK/23324)
lulus 27 Januari 2003

Bambu mempunyai banyak keunggulan, mudah ditanam,


pertumbuhannya cepat dan tidak memerlukan pemeliharaan khusus.
Berdasarkan sifat mekanisnya, bambu mempunyai kuat tarik sejajar serat yang
tinggi, bahkan lebih besar dari kuat tarik baja normal (Morisco, 1999). Melihat
keunggulan-keunggulan tersebut kiranya bambu cukup potensial untuk
dijadikan alternatif pengganti kayu sebagai bahan bangunan. Pemanfaatan
bambu pada kenyataannya masih jauh dari batas kemampuannya, hal ini
disebabkan adanya kendala pada praktek perangkaian batang-batang bambu
yang hanya dilakukan secara konvensional sehingga kekuatan sambungan
menjadi rendah. Dalam perancangan ini akan ditinjau kelayakan bambu (yang
diwakili oleh bambu Wulung) sebagai bahan struktur utama jembatan rangka
yang mempunyai bentuk moduler dengan bentang 5 m sampai 20 m dengan
kenaikan panjang bentang 2,5 m serta lebar lajur jembatan masing-masing 3,0
m. Tujuan dari perancangan ini selain untuk lebih meyakinkan masyarakat luas
tentang kekuatan bambu juga untuk memberikan masukan guna
pengembangan suatu wilayah yang terpencil dengan adanya prasarana
perhubungan yang sifatnya darurat atau sementara.
Dari hasil analisis gaya-gaya akibat beban yang sesuai dengan Pedoman
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR) 1987 (dengan
penyederhanaan) diperoleh bahwa secara umum bambu masih mampu
menahan gaya batang yang terjadi akibat beban hidup kendaraan pick-up
dengan bobot maksimum 2,5 ton pada semua bentang jembatan rangka,
kecuali pada bentang 20 m pelu digunakan alternatif jenis bambu yang lain
untuk beberapa elemen batangnya. Pada bentang 5 m sampai 12,5 m jembatan
memakai 2 rangka bambu sedang pada bentang yang lebih panjang sudah
memerlukan 3 buah rangka bambu. Jenis sambungan yang digunakan adalah
sambungan plat buhul dan bambu berpengisi mortar. Kebutuhan jumlah baut
maksimum tiap ujung batang rangka adalah 4 buah, sehingga masih dapat
dikerjakan dengan memilih bambu dengan panjang ruas sekitar 40 cm.
Kata kunci : bambu, jembatan, rangka.

TUGAS AKHIR A-11


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KEBUTUHAN BORAKS UNTUK PENGAWETAN


BAMBU DENGAN METODE BOUCHERIE-

14 MORISCO PADA BAMBU JENIS WULUNG, LEGI


DAN AMPEL, Anita Latifa, S.T., Pembimbing: Ir. Morisco,
Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Fitri Mardjono., M.Sc, Mahasiswa S1
Reguler (98/121849/TK/23280) lulus 4 Juli 2003

Salah satu kelemahan bambu adalah keawetan alaminya rendah


sehingga perlu diawetkan lebih dulu sebelum digunakan. Pada proses
pengawetan Boucherie-Morisco, Yayasan Bambu Lingkungan Lestari
Indonesia (YBLL) menyarankan kebutuhan bahan pengawet sebesar 10% dari
volume bambu karena menurut Liese (1980) jumlah berkas pengangkutan (pori
tempat menampung larutan pengawet) juga sebesar itu.
Penelitian ini dilakukan terhadap 3 jenis bambu yang cukup banyak
dipakai dan ditemukan di Yogyakarta, yaitu bambu wulung, legi dan ampel
dengan jumlah benda uji 10 buah untuk tiap jenisnya. Proses pengawetan
dilakukan dengan metode Boucherie-Morisco yang prinsipnya menekan sap
(getah) bambu keluar oleh larutan pengawet yang diberi tekanan udara.
Penelitian ini menggunakan tekanan udara 3-4 kg/cm2 dan bahan pengawet
boraks berkonsentrasi 5%.
Kebutuhan bahan pengawet (boraks) didapat dengan mencari volume
berkas pengangkutan (pori) bambu. Dengan asumsi bahwa bambu yang telah
diawetkan jenuh terhadap larutan pengawet, maka volume berkas
pengangkutan (pori) sama dengan volume larutan pengawet yang masuk
bambu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume pori tiap jenis bambu
yang diuji berbeda dan nilainya cukup jauh dibawah 10%, yaitu sebesar 2,92
% untuk bambu wulung; 2,48 % untuk bambu legi; dan 3,78 % untuk bambu
ampel. Berdasarkan nilai volume pori terbesar dan volume larutan pengawet
yang keluar setelah sap maka kebutuhan bahan pengawet (boraks) diperkirakan
sebesar 8%, lebih kecil dari nilai yang disarankan YBLL.
Waktu pengawetan yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 105,5
menit untuk bambu legi; dan 252,25 menit untuk bambu ampel. Tren
hubungan antara volume pori dengan waktu pengawetan berbeda, pada bambu
wulung dan legi, semakin besar volume pori semakin lama waktunya
sedangkan pada bambu ampel, semakin besar volume porinya, semakin cepat
waktunya.

A-12 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

STRUKTUR KUDA-KUDA BAMBU DENGAN

15 PEREKAT EPOKSI, Moch. Budiman, Pembimbing: Ir.


Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Fitri Mardjono., M.Sc,
Mahasiswa S1 Reguler (96/10839/TK/20790) lulus 30 Juli 2003

Bambu mempunyai banyak keunggulan, mudah ditanam,


pertumbuhannya cepat dan tidak memerlukan pemeliharaan khusus.
Berdasarkan sifat mekanisnya, bambu mempunyai kuat tarik sejajar serat yang
tinggi, bahkan lebih besar dari kuat tarik baja normal (Morisco, 1999). Melihat
keuggulan-keunggulan tersebut kiranya bambu cukup potensial untuk
dijadikan alternatif pengganti kayu sebagai bahan bangunan. Pemanfaatan
bambu pada kenyataannya masih jauh dari batas kemampuannya, hal ini
disebabkan adanya kendala pada praktek perangkaian batang-batang bambu
yang hanya dilakukan secara konvensional sehingga kekuatan sambungan
menjadi rendah.
Dalam perancangan ini akan ditinjau kelayakan bambu (yang diwakili
oleh bambu Wulung) sebagai bahan struktur kuda-kuda dengan bentang 6 m
sampai 15 m dengan kenaikan panjang bentang 3 m. Tujuan dari perancangan
ini untuk mengaplikasikan rumus-rumus yang telah ada sehingga pemakaian
bambu lebih optimal selain itu untuk lebih meyakinkan masyarakat luas
tentang kekuatan bambu terutama dalam pemakaiannya sebagai struktur kuda-
kuda.
Dari hasil analisis gaya-gaya akibat beban yang sesuai dengan
Peraturan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) 1983 diperoleh bahwa secara
umum bambu masih mampu menahan gaya batang yang terjadi akibat beban-
beban rencana pada semua bentang kuda-kuda. Jenis sambungan yang
digunakan adalah sambungan menggunakan papan kayu dan pengisi kayu
memakai perekat epoksi.
Kata kunci : bambu, kuda-kuda, epoksi.

TUGAS AKHIR A-13


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU FISIKA DAN MEKANIKA LANTAI


LAMINASI BAMBU PETING DAN BAMBU PETUNG
DENGAN VARIASI SUSUNAN BILAH DAN JENIS

16 PEREKAT UNTUK PENINGKATAN NILAI


KOMERSIAL BAMBU, Dwi Wahyono, Pembimbing: Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono,
Mahasiswa S1 Reguler (01/148573/TK/26501)
lulus 25 Januari 2006

Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di daerah tropis


memiliki berbagai varietas hayati yang beraneka macam, salah satunya adalah
bambu. Bambu sebagai salah satu tumbuhan yang semenjak dulu memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan pada khususnya, kini
semakin banyak diminati dan dihargai keberadaanya. Salah satu teknologi
pengolahan bambu yang kini kian banyak diupayakan pengembangannya
adalah teknologi laminasi bambu, yaitu perekatan bilah-bilah atau galar bambu
dengan menggunakan perekat menjadi satu kesatuan. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui perilaku fisika dan mekanika lantai laminasi
bambu peting dan bambu petung dengan variasi susunan bilah dan jenis
perekat untuk peningkatan nilai komersial bambu.
Dalam penelitian ini digunakan variasi jenis bambu yaitu bambu
peting (gigantochloa sp) dan bambu petung (dendrocalamus sp), susunan bilah
dengan posisi seperti kayu lapis (plywood) dan posisi menyilang (cross), serta
jenis perekat yang digunakan yaitu urea formaldehida dan melamine adhesive.
Benda uji dibuat sebanyak 3 ulangan, sehingga total jumlah benda uji
sebanyak 24 sampel. Pengujian pendahuluan bambu petung meliputi kadar air,
kerapatan, kuat tekan sejajar dan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat
geser, modulus lentur dan modulus elastisitas. Untuk lantai laminasi pengujian
yang dilakukan meliputi kadar air, kerapatan, penyusutan, modulus lentur dan
modulus elastisitas, kuat tarik tegak lurus bidang rekat, kuat geser laminasi,
kuat tekan tegak lurus permukaan dan kekerasan statik.
Nilai rerata kadar air bambu terendah sebesar 12,48%, nilai kerapatan
rerata tertinggi sebesar 0,727. Kerapatan bambu rata-rata 0,701, menurut PKKI
1961 kerapatan bambu ini dapat diklasifikasikan ke dalam kelas kuat II
dengan rentang berat jenis 0,6-0,9 g/cm3 . Nilai rerata kadar air dan kerapatan
lantai laminasi masing-masing adalah 12,087% dan 0,614. Nilai rerata MOR
sebesar 45,642 Mpa, nilai rerata MOE sebesar 4.910,613 Mpa, nilai kuat geser
rerata sebesar 4,181 Mpa,nilai rerata kekerasan statik sebesar 24,84 Mpa, nilai
kuat tekan tegak lurus permukaan rerata sebesar 3,460 Mpa. Biaya produksi
mempunyai nilai rata-rata sebesar Rp. 251.259,92/m2.

A-14 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN


LAMINASI BAMBU PETUNG DENGAN VARIASI
SUSUNAN BILAH JENIS PEREKAT DAN TEKANAN

17 KEMPA UNTUK MENINGKATKAN NILAI


KOMERSIAL BAMBU, Hari Kusnadi Apriyogo,
Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas
Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler (01/TK/26718)
lulus 25 Januari 2006

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan


manusia semakin hari semakin meningkat. Karena ketersediaannya yang
semakin terbatas, maka saat ini usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku kayu dilakukan dengan mencari jenis-jenis kayu alternatif yang selama
ini belum banyak dimanfaatkan. Salah satu bahan lain yang selama ini belum
dimanfaatkan secara optimal adalah bambu. Bambu apabila diproses dengan
benar, dapat menggantikan pemakaian kayu yang pada saat ini semakin
terbatas ketersediaannya. Salah satu pemanfaatan bambu dalam kaitannya
dengan teknologi perekatan adalah dengan pembuatan laminasi bambu.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perilaku fisika dan mekanika
papan laminasi bambu petung.
Dalam penelitian ini digunakan variasi susunan bilah yaitu posisi
seperti kayu lapis dan posisi pasangan bata, jenis perekat yang digunakan yaitu
urea formaldehida dan melamine adhesive, serta tekanan kempa yang
diberikan yaitu 1,5 MPa dan 2,5 Mpa. Benda uji dibuat sebanyak 3 ulangan,
sehingga total jumlah benda uji sebanyak 24 sampel. Pengujian pendahuluan
bambu petung meliputi kadar air, kerapatan, kuat tekan sejajar dan tegak lurus
serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser, modulus lentur dan modulus
elastisitas. Untuk papan laminasi pengujian yang dilakukan meliputi kadar air,
kerapatan, penyusutan, modulus lentur dan modulus elastisitas, kuat tarik tegak
lurus bidang rekat, kuat geser laminasi, kuat pukul dan kekerasan statik.
Berdasarkan nilai kerapatan menurut PKKI 1961, bambu Petung
termasuk kedalam kelas kuat II. Menurut SNI-2002 bambu Peting termasuk
kelas mutu E26 untuk: kuat tarik sejajar serat, kuat lentur dan kuat geser; E19
untuk modulus elastisitas dan E14 untuk kuat tekan sejajar serat. Rerata hasil
pengujian fisika papan laminasi bambu petung untuk kadar air 14,78 %,
kerapatan 0,71 g/cm3, penyusutan panjang, lebar dan tebal berturut turut 1,41
%, 4,33 %, 5,77 %. Rerata hasil pengujian mekanika papan laminasi bambu
petung untuk MOE 13925,52 MPa, MOR 85,352 MPa, kuat tarik tegak lurus
bidang rekat 1,411 MPa, kuat geser laminasi lapis atas dan bawah 6,569 dan

TUGAS AKHIR A-15


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

5,779 MPa, kuat pukul 177,411 J/m2, kekerasan statik 30,756 N/mm2. Biaya
produksi papan laminasi tipe II dengan perekat UF dan MA untuk tiap m2
sebesar Rp 180.750,00 dan Rp 179.500,00.

PERILAKU FISIKA DAN MEKANIKA PAPAN


LAMINASI BAMBU PETING DENGAN VARIASI
SUSUNAN BILAH JENIS PEREKAT DAN TEKANAN

18 KEMPA UNTUK PENINGKATAN NILAI


KOMERSIAL BAMBU, Lukman Nul Hakim, Pembimbing:
Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono,
Mahasiswa S1 Reguler (01/148378/TK/26308)
lulus 25 Januari 2006

Salah satu teknologi pengolahan bambu yang kini kian banyak


diupayakan pengembangannya adalah teknologi laminasi bambu, yaitu
perekatan bilah-bilah atau galar bambu dengan menggunakan perekat menjadi
satu kesatuan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisika dan
mekanika bambu Peting dan kelas kuatnya menurut PKKI 1961 dan SNI kayu
2002 dan membandingkan dengan sifat fisika dan mekanika papan laminasi
bambu Peting sebagai bahan untuk meningkatkan nilai komersial bambu.
Dalam penelitian ini digunakan variasi susunan bilah yaitu posisi
seperti kayu lapis untuk papan laminasi tipe I dan posisi pasangan bata untuk
papan laminasi tipe II, dengan jenis perekat yaitu Urea Formaldehida dan
Melamine Adhesive, serta tekanan kempa yaitu 1,5 MPa dan 2,5 Mpa.
Penelitian yang dilakukan meliputi: pengujian kadar air dan kerapatan,
penyusutan, kuat lentur, kuat tarik tegak lurus bidang rekat, kuat geser, kuat
pukul dan kekerasan statik dengan 24 buah benda uji tiap pengujian.
Berdasarkan nilai kerapatan menurut PKKI 1961, bambu Peting
termasuk kedalam kelas kuat II dengan nilai kerapatan sebesar 0,728 g/cm3.
Menurut SNI-2002 bambu Peting termasuk kelas mutu E26 untuk: nilai kuat
tekan kuat tekan sejajar serat yaitu sebesar 58,63 MPa, nilai kuat tarik sejajar
serat yaitu sebesar 163,42 MPa, nilai MOR yaitu sebesar 98,01 MPa dan nilai
kuat geser sebesar 11,67 MPa; termasuk kelas mutu E13 untuk nilai modulus
elastisitas yaitu sebesar 12884,53 MPa dan kelas mutu E10 untuk nilai kuat
tekan tegak lurus serat yaitu sebesar 7,93 MPa.
Nilai rata-rata kadar air papan laminasi mengalami penurunan sebesar
1,113% dan nilai rata-rata kerapatan papan laminasi mengalami kenaikan
sebesar 0,015 g/cm3 dari nilai rata-rata kerapatan bambu Peting. Penyusutan

A-16 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

papan laminasi pada arah tangensial, longitudinal, radial hanya dipengaruhi


oleh posisi penempatan bilah dari tipe-tipe papan. Papan laminasi dengan
posisi bilah tipe II memberikan sifat mekanik lebih besar bila dibandingkan
dengan papan laminasi dengan posisi bilah tipe I dengan selisih nilai rata-rata
untuk MOE sebesar 2095,510 MPa, MOR sebesar 32,742 MPa, kuat tarik
tegak lurus bidang rekat sebesar 0,007 MPa, kuat geser bagian atas dan bawah
sebesar 1,986 MPa dan kuat pukul sebesar 54,633 MPa. Papan laminasi
dengan perekat Urea Formaldehida memberikan sifat mekanik lebih besar bila
dibandingkan dengan papan laminasi dengan perekat Melamine Adhesive
dengan selisih nilai rata-rata untuk MOE sebesar 534,272 MPa, MOR sebesar
4,341 MPa, kuat tarik tegak lurus bidang rekat sebesar 0,214 MPa, kuat geser
bagian atas dan bawah sebesar 0,046 MPa dan kuat pukul sebesar 70,868 MPa.
Papan laminasi dengan tekanan kempa 2,5 MPa memberikan sifat mekanik
lebih besar bila dibandingkan dengan papan laminasi dengan tekanan kempa
1,5 MPa dengan selisih nilai rata-rata untuk MOE sebesar 886,634 MPa, MOR
sebesar 7,970 MPa, kuat tarik tegak lurus bidang rekat sebesar 0,354 MPa,
kuat geser bagian atas dan bawah sebesar 0,516 MPa dan kuat pukul sebesar
0,759 MPa.
Kata kunci: bambu Peting, papan laminasi, posisi bilah, jenis perekat, tekanan
kempa, sifat fisik, sifat mekanik, biaya

PERILAKU MEKANIKA DAN FISIKA PAPAN


LAMINASI BAMBU PETUNG DENGAN PENGISI
PARTIKEL PETUNG BERDASAR PERBEDAAN
19 BERAT JENIS DAN VARIASI BERAT LEM, Gagah
Prakoso Ari Bowo, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.
Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler
(01/148712/TK/26639) lulus Juli 2006

Dewasa ini permintaan akan hasil hutan dan berbagai produk lanjutan
semakin meningkat. Salah satu tantangan yang dihadapi sekarang ialah
meningkatkan teknologi produk kayu agar semua sumber kayu yang ada dapat
digunakan seoptimal mungkin. Dari fenomena ini terlihat jelas bahwa industri
pengolahan kayu mengalami kekurangan pasokan bahan baku. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelangsungan sumber bahan baku
adalah dengan memanfaatkan bahan baku hasil hutan lain selain kayu. Bambu
merupakan salah satu yang dapat dimanfaatkan untuk menggantikan kayu
sebagai bahan baku suatu industri. Selain itu usaha lain yang dapat dilakukan
adalah dengan memanfaatkan limbah planner mesin dalam industri bambu

TUGAS AKHIR A-17


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel laminasi.


Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti penggunaan Bambu Petung sebagai
bahan partikel laminasi bambu ditinjau dari segi struktural.
Penelitian ini menggunakan variasi Jumlah lem dan perbedaan
kerapatan Bambu Petung, jenis perekat yang digunakan yaitu urea
formaldehida. Benda uji dibuat sebanyak 3 pengulangan pada setiap keempat
tipe variasinya, sehingga total jumlah benda uji sebanyak 12 sampel. Pengujian
pendahuluan Bambu Petung meliputi kadar air, kerapatan, kuat tekan sejajar
dan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser, modulus lentur dan
modulus elastisitas. Untuk papan partikel dilakukan pengujian kadar air,
kerapatan, penyerapan, dan pengembangan tebal. Untuk papan laminasi
pengujian yang dilakukan meliputi penyusutan, modulus lentur dan modulus
elastisitas, kuat tarik tegak lurus bidang rekat, kuat geser laminasi, kuat tekan
tegak lurus permukaan, kuat pukul dan kekerasan statik.
Berdasarkan nilai kerapatan menurut PKKI 1961 dan SNI 02, Bambu
Petung termasuk kedalam kelas kuat II dan E26. Papan partikel berdasar nilai
kerapatan, pengembangan tebal, dan penyerapan air memenuhi dalam standar
industri memenuhi syarat sebagai bahan industri. Dari hasil pengujian papan
laminasi dengan pengisi partikel didapat nilai MOE berkisar 5750 – 9894
MPa; Nilai MOR berkisar 15,05 -. 40,60 MPa; kuat geser berkisar 0,40 - 2,42
MPa; penyusutan arah tangensial 1,32 %; penyusutan arah aksial 1,44 %;
penyusutan arah radial 2,70 %; kekerasan statik berkisar 2116 – 3413 N/cm2;
tarik tegak lurus serat berkisar 0,115 - 0,336 MPa; kuat pukul berkisar 202,5 -
215,6 KJ/m2. Sifat fisik dan mekanik papan laminasi masing masing tipe tidak
telalu signifikan, kerapatan dan variasi jumlah lem tidak terlalu besar
pengaruhnya dalam perbedaan kekuatan pada tiap tipe.Dari segi pembuatan
papan laminasi dengan pengisi partikel harganya rata-rata untuk 1 papan
berukuran 2x12x120 cm3 sebesar Rp. 41.000,00. Biaya kembali dianalisis
dengan pengoptimalan mesin, menurunkan daya diesel generator, dan
penggunaan energi PLN. Dengan analisis ulang biaya produksi untuk satu
papan laminasi dengan pengisi partikel berukuran 2x12x120 cm3 turun hingga
Rp. 24.000,-
Kata kunci: Bambu petung, dendrocalamus sp, papan laminasi dengan pengisi
partikel, urea formaldehida, sifat fisik, sifat mekanik, biaya

A-18 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA DAN FISIKA PAPAN


LAMINASI BAMBU WULUNG DENGAN PENGISI
PARTIKEL PETING BERDASAR PERBEDAAN

20 BERAT JENIS DAN VARIASI JUMLAH LEM, Tri


Setyady Untoro, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.
Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Reguler
(01/148712/TK/26199)
lulus Juli 2006

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak sekali


varietas hayati yang beraneka ragam, salah satunya adalah bambu. Bambu
merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan untuk
menggantikan kayu sebagai bahan baku suatu industri. Di Indonesia, terutama
di daerah pedesaan, bambu banyak digunakan sebagai bahan bangunan.
Beberapa alasan yang menjadikan penggunaan bambu menjadi populer antara
lain bambu mudah didapat, mempunyai batang yang lurus, harganya relatif
murah, mempunyai kekuatan yang cukup untuk bangunan sederhana,
keawetannya mudah ditingkatkan dengan cara sederhana. Salah satu teknologi
pengolahan bambu yang kini kian banyak diupayakan pengembangannya
adalah teknologi laminasi bambu dan papan partikel bambu. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengetahui perilaku fisika dan mekanika papan laminasi
bambu Wulung dengan pengisi partikel Peting dengan variasi berat jenis dan
jumlah perekat.
Dalam penelitian ini digunakan 2 buah jenis bambu yaitu bambu
Wulung dan bambu Peting dalam bentuk partikel. Variasi yang dilakukan yaitu
variasi berta jenis dari papan partikel (0,5 g/cm3 dan 0,7 g/cm3) dan variasi
jumlah lem yang digunakan untuk papan partikel sebesar 6% dan 10% dari
berat partikel. Jenis perekat yang digunakan adalah Urea Formaldehida.
Benda uji dibuat sebanyak 3 ulangan. Pengujian pendahuluan bambu Wulung
meliputi kadar air, kerapatan, kuat tekan sejajar dan tegak lurus serat, kuat
tarik sejajar serat, kuat geser, modulus lentur dan modulus elastisitas.
Pengujian papan partikel meliputi pengujian kadar air, kerapatan, penyerapan
air dan pengembangan tebal. Untuk pengujian paan laminasi dengan pengisi
partikel meliputi pengujian kuat geser, kuat tarik, penyusutan, kekerasan statik,
kuat pukul, modulus lentur dan modulus elastisitas.
Nilai rerata kadar air bambu Wulung sebesar 15,32%. Nilai kerapatan
bambu rata-rata sebesar 0,602, menurut PPKi 1961 kerapatan bambu ini dapat
diklasifikasikan ke dalam kelas kuat II dengan rentang berat jenis 0,6-0,9
g/cm3. Nilai rata-rata MOE dan MOR papan laminasi dengan pengisi partikel
adalah 5418,55 Mpa dan 24,69 Mpa. Nilai rerata kuat geser papan laminasi

TUGAS AKHIR A-19


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dengan pengisi partikel sebesar 4,89 Mpa. Nilai rata-rata kuat tarik papan
laminasi dengan pengisi partikel sebesar 0,243 Mpa. Nilai rata-rata kekerasan
statik papan laminasi dengan pengisi partikel sebesar 16,59 Mpa. Dan nilai
rata-rata kuat pukul papan laminasi dengan pengisi parikel sebesar 86,93
Kj/m2. Biaya produksi papan laminasi dengan pengisi partikel mempunyai
nilai rata-rata sebesar Rp. 340.210,85.
Kata kunci : bambu Wulung, partikel bambu Peting , papan laminasi dengan
pengisi partikel, berat jenis, jumlah lem, urea formaldehida, sifat
fisik, sifat mekanik, biaya

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT 1 Semen : 0,5 - 1,5 serutan bambu
21 : 6 pasir, Agus Supriyanta, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Dr. Ir. Iman Satyarno, ME., Mahasiswa S1 Ekstensi
(04/177403/ET/3963) lulus 23 Januari 2007

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT 1 Semen : 0,5 - 1,5 serutan bambu
22 : 2 pasir, B. Erdiansyah Putra, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Dr. Ir. Iman Satyarno, ME., Mahasiswa S1 Ekstensi
(04/177097/ET/3922) lulus 29 Januari 2007

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT Komposisi berat 1 Semen : 0,5 -

23 1,5 serutan bambu : 4 pasir, Fespantono Fajri, Pembimbing:


Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Iman Satyarno, ME.,
Mahasiswa S1 Reguler (04/176945/ET/03885)
lulus 29 Januari 2007

A-20 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DARI


CAMPURAN SERUTAN BAMBU
DENGAN PERBANDINGAN BERAT
24 1 Semen: 0 Pasir: 0,5 – 1,5 Serutan Bambu, Hendra
Hamami, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Iman
Satyarno, ME., Mahasiswa S1 Reguler (04/176857/ET/03870)
lulus 29 Januari 2007

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BAMBU


UNTUK DINDING BETON RINGAN PRACETAK
Dengan Campuran 35% Serbuk Bambu, 65% Pasir dan
25 Variasi Semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3, Irfan
Apriyanto, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Iman
Satyarno, ME., Mahasiswa S1 Ekstensi (05/190758/ET/04745)
lulus 29 Januari 2007

Serbuk gergajian bambu dianggap sebagai limbah dan sedikit upaya


untuk memanfaatkannya sedangkan batu bata sebagai bahan penyusun dinding,
dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan karena mengambil
tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Hal ini menyebabkan kualitas
dan kuantitas tanah menjadi turun. Serbuk bambu memiliki ketersediaan yang
cukup besar dan dianggap sebagai limbah dari pemotongan bambu dan
digunakan untuk bahan penyusun dinding. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan campuran serbuk
bambu serta memanfaatkan serbuk bambu sebagai bahan pembuat dinding
beton ringan pracetak.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji benda uji berupa kubus
beton berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian dan pemeriksaan yang
dilakukan adalah kuat tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur 7,
14, dan 28 hari dalam kondisi tanpa perendaman dan koreksi dengan
perendaman. Campuran yang dipakai menggunakan variasi semen 200 kg/m3,
250 kg/m3, 300 kg/m3 dengan perbandingan prosentase 35% serbuk bambu
dan 65% pasir yang dibuat sebanyak 9 buah benda uji untuk setiap variasi
umur pengujian dan variasi campuran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton ringan dengan campuran
serbuk bambu yang paling baik ditinjau dari segi kekuatan, berat dan harga
adalah campuran 35 % serbuk bambu, 65 % pasir dengan variasi semen 200

TUGAS AKHIR A-21


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

kg/m3. Campuran ini memiliki berat isi 1568 kg/m3, kuat tekan 2,333 MPa,
modulus elastisitas 70,80 MPa. Harga bahan susun beton berbentuk panel
dinding berdimensi 250 x 40 x 5 cm untuk yang menggunakan tulangan
sebesar Rp. 20.900,00 dan yang tidak menggunakan tulangan sebesar Rp.
12000,00 .

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BAMBU


UNTUK DINDING BETON RINGAN PRACETAK
Dengan Campuran 25% Serbuk Bambu, 75% Pasir dan
26 Variasi Semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3, Sri
Husodo, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ir. Iman
Satyarno, ME., Mahasiswa S1 Ekstensi (05/190368/ET/04569)
lulus 29 Januari 2007

Pada perkembangannya dinding/penyekat ruangan tidak hanya terbuat


dari batu bata, yang dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan
karena mengambil tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Berbagai
macam cara ditempuh untuk mengatasinya, salah satunya dengan
menggunakan campuran serbuk bambu sebagai bahan bangunan. Serbuk
bambu yang sekarang ini lebih dikenal sebagai limbah yang hanya akan
dibuang ataupun dibakar untuk menghilangkannya. Serbuk bambu dalam
campuran beton ringan selain akan membentuk rongga juga akan digunakan
sebagai bahan tambah yang akan berfungsi untuk mengurangi proporsi/kadar
pasir dalam campuran, sehingga akan memperkecil berat satuan benda uji
shingga penggunaan serbuk bambu ini diharapkan sebagai salah satu alternatif
pengganti batu bata sebagai bahan penyusun dinding.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanik dan harga
beton ringan dengan campuran serbuk bambu. Pengujian dan pemeriksaan
yang dilakukan adalah kuat tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur
7, 14, dan 28 hari dalam kondisi tanpa perendaman dan koreksi dengan
perendaman berupa kubus beton berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Campuran
yang dipakai menggunakan variasi semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3
dengan perbandingan prosentase 25 % serbuk bambu dan 75% dengan benda
uji keseluruhan sebanyak 52 buah.
Hasil penelitian beton ringan campuran 25 % serbuk bambu, 75 %
pasir, variasi I, II dan III memiliki berat isi rerata berturut-turut pada umur 28
sebesar 1621,33 kg/m3, 1709,33 kg/m3, dan 1730,67 kg/m3. Sedangkan kuat
tekan rerata berturut-turut sebesar 2,6 MPa, 2,893 MPa, dan 3,56 MPa.

A-22 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Dinding beton ringan pracetak dari campuran serbuk bambu yang ideal
ditinjau dari segi berat isi kuat tekan dan hargayaitu campuran 35 % serbuk
bambu, 65 % pasir dengan variasi semen 200 kg/m3. Campuran ini memiliki
berat isi 1568 kg/ m3, kuat tekan sebesar 2,33 MPa dan harga bahan susun
beton berbentuk dinding beton ringan pracetak harga tiap m3 sebesar Rp
417.700 dengan menggunakan tulangan bambu dan sebesar Rp 240.100 tanpa
tulangan bambu Hasil pengujian dinding beton sendiri didapat gaya dorong
rerata sebesar 129,60 kg dan lendutan maksimum rerata 56,56 mm. Harga
dengan dimensi beton ringan 250 x 40 x 5 cm (per-m2) untuk yang
menggunakan tulangan sebesar Rp. 20.900,00 dan yang tidak menggunakan
tulangan sebesar Rp. 12.000,00 belum termasuk harga tenaga.

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BAMBU


UNTUK DINDING BETON RINGAN PRACETAK
Dengan Campuran 30% Serbuk Bambu, 70% Pasir dan
27 Variasi Semen 200kg/m3, 250kg/m3, 300kg/m3, Andi Rully
Naharudin, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr- Ing. Ir.
Djoko Sulistyo, Mahasiswa S1 Ekstensi (05/191096/ET/04879)
lulus Pebruari 2007

Serbuk gergajian bambu dianggap sebagai limbah dan sedikit upaya


untuk memanfaatkannya, sedangkan batu bata sebagai bahan penyusun
dinding, dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan karena
mengambil tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Hal ini
menyebabkan kualitas dan kuantitas tanah menjadi turun. Bambu memiliki
potensi ketersediaan yang cukup besar begitu pula dengan limbah serbuk
gergajian bambu dapat diperoleh melalui industri-industri kerajinan rakyat.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku mekanik dan harga beton
ringan dengan campuran serbuk bambu serta memanfaatkan serbuk gergajian
bambu sebagai bahan pembuat dinding beton ringan pracetak.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji benda uji berupa mortal
kubus beton berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian dan pemeriksaan yang
dilakukan adalah kuat tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur 7,
14, dan 28 hari dalam kondisi tanpa perendaman dan koreksi dengan
perendaman. Campuran yang dipakai menggunakan variasi semen 200 kg/m3,
250 kg/m3, 300 kg/m3 dengan perbandingan prosentase 30% serbuk bambu dan
70% pasir yang dibuat sebanyak 9 buah benda uji untuk setiap variasi umur
pengujian dan variasi campuran.

TUGAS AKHIR A-23


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Hasil penelitian beton ringan campuran 30 % serbuk bambu, 70 % pasir


variasi I, II, dan III memiliki berat isi berturut-turut sebesar 1645,33 kg/m3,
1698,67 kg/m3, dan 1752,00 kg/m3; kuat tekan berturut-turut sebesar 2,35
MPa, 2,37 MPa, 2,39 MPa; modulus elastisitas 79,96 MPa, 87,50 MPa, 97,01
MPa. Pemilihan untuk dinding beton ringan pracetak dari campuran serbuk
bambu yang ideal ditinjau dari segi berat isi, kuat tekan dan harga adalah
campuran 35 % serbuk bambu, 65 % pasir dengan variasi semen 200 kg/m3.
Campuran ini memiliki berat isi 1568 kg/m3, kuat tekan sebesar 2,33 Mpa dan
harga bahan susun beton berbentuk dinding beton ringan pracetak harga tiap
m3 sebesar Rp 425.300,00 dengan menggunakan tulangan bambu. Hasil
pengujian dinding beton sendiri didapat gaya dorong rerata sebesar 129,60 kg
dan lendutan maksimum rerata 56,56 mm. Harga dengan dimensi beton ringan
250 x 40 x 5 cm (per-m2) dengan menggunakan tulangan bambu sebesar Rp.
22.400, harga ini tidak termasuk harga tenaga.

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BAMBU


UNTUK DINDING BETON RINGAN PRACETAK
Dengan Campuran 40% Serbuk Bambu, 60% Pasir
28 dan Variasi semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3,
Andri Novaris Prasetyo, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(05/190942/ET/04819) lulus Agustus 2007

Serbuk gergajian bambu dianggap sebagai limbah dan sedikit upaya


untuk memanfaatkannya sedangkan batu bata sebagai bahan penyusun dinding,
dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan karena mengambil
tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Hal ini menyebabkan kualitas
dan kuantitas tanah menjadi turun. Serbuk bambu memiliki ketersediaan yang
cukup besar dan dianggap sebagai limbah dari pemotongan bambu dan
digunakan untuk bahan penyusun dinding. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan campuran serbuk
bambu serta memanfaatkan serbuk bambu sebagai bahan pembuat dinding
beton ringan pracetak.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji benda uji berupa kubus
beton berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm dan dinding panel berukuran 250 cm x 40
cm x 5 cm. Pengujian dan pemeriksaan kubus yang dilakukan adalah kuat
tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur 7, 14, dan 28 hari dalam
kondisi tanpa perendaman dan koreksi dengan perendaman. Campuran yang
dipakai menggunakan variasi semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3 dengan

A-24 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

perbandingan prosentase 40% serbuk bambu dan 60% pasir yang dibuat
sebanyak 9 buah benda uji untuk setiap variasi umur pengujian dan variasi
campuran. Sedangkan pengujian panel dilakakukan pada umur 28 hari dengan
komposisi serbuk bambu 35%, pasir 65% dan variasi semen 200 kg/m3.
Pengujian dinding panel ini dilakukan dengan cara dinding panel diposisikan
secara horisontal pada pada alat penguji kemudian diberi gaya tekan ditengah –
tengah dinding sampai gaya maksimum dan dihitung besar lendutannya
menggunakan tiga dial pembacaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton ringan dengan campuran
serbuk bambu yang paling baik ditinjau dari segi kekuatan, berat dan harga
adalah campuran 40 % serbuk bambu, 60 % pasir dengan variasi semen 200
kg/m3. Campuran ini memiliki berat isi 1392,00 kg/m3, kuat tekan 1,393 MPa,
modulus elastisitas 56,66 MPa. Harga bahan susun beton berbentuk panel
dinding berdimensi 250 x 40 x 5 cm untuk yang tidak menggunakan tulangan
sebesar Rp. 238.150,00 dan yang menggunakan tulangan sebesar Rp.
415.750,00. Hasil pengujian lima buah dinding panel menunjukkan bahwa
dinding panel mampu menahan gaya lentur horisontal rerata sebesar 129,60 kg
dan lendutan maksimal rerata sebesar 56,56 mm. Dengan demikian dinding
panel dengan komposisi serbuk bambu 35%, pasir 65% dan variasi semen 200
kg/m3 termasuk dalam mutu kelas B berdasar SNI 03 – 3976 – 1995.

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BAMBU


UNTUK DINDING BETON RINGAN PRACETAK
Dengan Campuran 20% Serbuk Bambu, 80% Pasir

29 dan Variasi semen 200 kg/m3, 250 kg/m3, 300 kg/m3,


Budhi Santoso, Pembimbing: Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.
Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S1 Ekstensi
(05/184182/ET/04519)
lulus Agustus 2007

Umumnya bahan penyusun dinding terbuat dari batu bata sedangkan


batu bata dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan karena
mengambil tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara, banyak upaya
untuk mengganti batu bata dengan bahan alternatif. Pemanfaatan gergajian
bambu untuk bahan penyusun dinding cukup prospek, gergajian bambu yang
dianggap limbah dan sedikit upaya untuk memanfaatkannya memiliki
ketersediaan yang cukup besar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan campuran gergajian bambu

TUGAS AKHIR A-25


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

serta memanfaatkan gergajian bambu sebagai bahan pembuat dinding beton


ringan pracetak.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji benda uji berupa mortal
kubus beton berukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pengujian dan pemeriksaan yang
dilakukan adalah berat isi, kuat tekan, dan modulus elastisitas pada umur 7, 14,
dan 28 hari dalam kondisi tanpa perendaman dan koreksi dengan perendaman.
Campuran yang dipakai menggunakan variasi semen 200 kg/m3, 250 kg/m3,
300 kg/m3 dengan perbandingan prosentase 20% gergajian bambu dan 80%
pasir yang dibuat sebanyak 9 buah benda uji untuk setiap variasi umur
pengujian dan variasi campuran. Hasil penelitian beton ringan campuran 20 %
gergajian bambu, 80 % pasir variasi I, II, dan III pada umur 28 hari memiliki
berat isi berturut-turut sebesar 1677 kg/m3, 1722,67 kg/m3, dan 1754,67 kg/m3;
kuat tekan berturut-turut sebesar 2,773 MPa, 5,96MPa, 6,08 MPa; modulus
elastisitas 127,67 MPa, 251,57 MPa, 298,93 MPa. Pemilihan untuk dinding
beton ringan pracetak dari penelitian pada waktu yang sama dengan
perbandingan campuran gergajian bambu 20%, 25%, 30%, 35% dan 40%
ditinjau dari segi berat isi, kuat tekan termasuk beton ringan (SNI 03-3449-
1994, Dobrowolski-1998, Nevile dan Brooks-1987) dan segi harga masih
murah maka dipilih campuran 35 % gergajian bambu, 65 % pasir dengan
variasi semen 200 kg/m3. Campuran ini memiliki berat isi 1568 kg/m3, kuat
tekan sebesar 2,33 MPa dan dari hasil pengujian dinding beton sendiri didapat
kuat lentur horisontal max1,80 MPa dan defleksi maksimum rerata 56,56 mm.
Harga beton ringan pracetak harga tiap m3 sebesar Rp 417.700,00 dengan
menggunakan tulangan bambu dan satu buah beton ringan berdimensi 250 x 40
x 5 cm (per-m2) sebesar Rp. 20.900,00/ m2 harga ini tidak termasuk harga
tenaga.

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT 1 Semen : 0,9 Kapur : 0,5-1,25

30 Serutan Bambu : 4,5 Pasir, Abram Kristian A., Pembimbing:


Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. -Ing. Ir. Djoko Sulistiyo,
Mahasiswa S1 Ekstensi (05/191073/ET/04875)
lulus 21 September 2007

Serutan bambu dianggap sebagai limbah dan sedikit upaya untuk


memanfaatkannya sedangkan batu bata sebagai bahan penyusun dinding,
dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan karena mengambil
tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Hal ini menyebabkan kualitas
dan kuantitas tanah menjadi turun. Serutan bambu memiliki ketersediaan yang
A-26 TUGAS AKHIR
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

cukup besar dan dianggap sebagai limbah dari pemotongan bambu dan
digunakan untuk bahan penyusun dinding. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan eampuran
serutan bambu serta memanfaatkan serutan bambu sebagai bahan pembuat
dinding beton ringan pracetak.
Pada penelitian ini, beton ringan yang dibuat berupa kubus beton
ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm serta menggunakan material pasir dari sungai
Progo, semen Portland Gresik Tipe I, kapur, dan serutan bambu. Berdasarkan
pengujian bahan, semua penyusun beton ringan memenuhi syarat sebagai
bahan campuran beton Pengujian dan pemeriksaan yang dilakukan adalah kuat
tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur 7, 14, dan 28 hari dalam
kondisi tanpa perendaman.
Dalam penelitian ini dilakukan 3 kali pereobaan awal (trial). Dalam trial
I dengan komposisi 1 semen: 0,9 kapur: 1-3 serutan bambu: 4,5 pasir tidak
dapat dilakukan pengujian dikarenakan kondisi benda uji yang rapuh akibat
komposisi serutan bambu terlalu banyak. Oleh karena itu pada trial 2 dan 3
dilakukan pengurangan komposisi serutan bambu. Campuran terbaik beton
ringan dari campuran serutan bambu adalah variasi campuran 1 semen: 0,9
kapur : 0,5 serutan bambu : 4,5 fasir (variasi 1, Trial 3). Campuran tersebut
memiliki berat isi sebesar 1364,33 kg/m , dengan kekuatan di atas standar kuat
tekan batako (2,5 MPa) yaitu 2,53 MPa dengan harga panel dinding BRSB per
m2 sebesar Rp 21.588, serta harga BRSB (sebesar batako) untuk dinding
sebesar Rp 881,28-. Dari hasil analisis harga batako BRSB susun per m2,
bahwa semakin banyak penggunaan serutan bambu pada perbandingan
campuran BRSB maka semakin kecil biaya. Harga batako BRSB per m2
terkecil sebesar Rp. 48.285,51 pada perbandingan campllran 1:0,9:1,25:4,5
(trial 2), sedangkan harga batako BRSB per m2 terbesar pada perbandingan
campuran 1:0,9:0,5:4,5 (trial 3) sebesar Rp. 49.410,71.

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT 1 Semen : 0,7 Kapur : 0,5-1,25

31 Serutan Bambu : 4 Pasir, Agung Dwijosasongko,


Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.-Ing. Ir.
Djoko Sulistyo, Mahasiswa S1 Ekstensi (05/184123/ET/04477)
lulus 21 September 2007

Seiring dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang


teknologi bahan bangunan memunculkan berhagai macam bahan alternatif
sebagai penyusun beton ringan. Salah satunya adalah pemanfaatan limbah

TUGAS AKHIR A-27


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

serutan bambu yang ketersediaannya cukup besar sehingga mudah untuk


didapatkan. Namun, serutan bambu sebagai bahan alternatif penyusun beton
ringan ini dapat menyebabkan penyerapan air yang cukup tinggi sehingga akan
memperlambat proses pengeringan (curing). Oleh karena itu digunakanlah
bahan tambah kapur ntuk mempercepat proses pengeringan terserbut. Serutan
bambu dalam campuran beton ringan selain akan membentuk rongga juga akan
digunakan sebagai bahan tambah yang akan berfungsi untuk mengurangi
proporsi/kadar pasir dalam campuran, sehingga akan memperkecil berat satuan
benda uji. Selain itu penggunaan serutan bambu ini adalah sebagai salah satu
alternatif pengganti batu bata sebagai bahan penyusun dinding. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan
serutan bambu.
Pada penelitian ini, beton ringan dibuat berupa kubus beton ukuran 5
cm x 5 cm x 5 cm serta menggunakan material pasir dari sungai Progo, semen
Portland Gresik Tipe I, kapur, dan serutan bambu. Berdasarkan pengujian
bahan, semua penyusun beton ringan memenuhi syarat sebagai bahan
campuran beton. Pengujian dan pemeriksaan yang dilakukan adalah kuat
tekan, regangan, dan berat satuan beton pada umur 7, 14, dan 28 hari dalam
kondisi tanpa perendaman. Dalam penelitian ini dilakukan 3 kali percobaan
awal (trial). Dalam trial 1 dengan komposisi 1 semen: 0,7 kapur: 1-3 serutan
bambu: 4 pasir tidak dapat dilakukan pengujian dikarenakan/kondisi benda uji
yang rapuh akibat komposisi serutan bumbu terlalu banyak. Oleh karena itu
trial 2 dan 3 dilakukan pengurangan komposisi serutan bambu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton ringan dengan campuran
serutan bambu paling baik ditinjau dari segi kekuatan, berat, dan harga adalah
variasi eampuran 1 semen: 0,7 kapur : 0,5 serutan bambu : 4 pasir (variasi I,
Trial 3). Campuran tersebut memiliki berat isi sebesar 1276 kg/m3, dengan
kekuatan di atas standar kuat tekan batako (2,5 MPa) yaitu 2,53 MPa dengan
harga panel dinding BRSB per m2 sebesar Rp. 22.680, serta harga BRSB
(sebesar batako) untuk dinding sebesar Rp 861. Harga tersebut sudah termasuk
biaya tenaga.
Dari hasil analisis harga batako BRSB susun per m2, bahwa semakin
banyak penggunaan serutan bambu pada perbandingan campuran BRSB maka
semakin kecil biaya. Harga batako BRSB per m2 terkecil sebesar Rp. 48.017
pada perbandingan campuran 1: 0,7: 1,25: 4 (trial 2), sedangkan harga batako
BRSB per m2 terbesar pada perbandingan campuran 1: 0, 7: 0,5: 4 (trial 3)
sebesar Rp. 49.142.

A-28 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT : 1 Semen : 0,6 Kapur : 0,5-1,25

32 Serutan Bambu : 3,75 Pasir, Donny Satria, Pembimbing:


Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. -Ing. Ir. Djoko Sulistyo.,
Mahasiswa S1 Ekstensi (05/184184/ET/04521)
lulus 21 September 2007

Pada perkembangannya dinding/penyekat ruangan tidak hanya terbuat


dari batu bata, yang dalam proses pembuatannya tidak ramah bagi lingkungan
karena mengambil tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur hara. Berbagai
macam cara ditempuh untuk mengatasinya, salah satunya dengan
menggunakan campuran serbuk bambu sebagai bahan bangunan. Serbuk
bambu yang sekarang ini lebih dikenal sebagai limbah yang hanya akan
dibuang ataupun dibakar untuk menghilangkannya. Serbuk bambu dalam
campuran beton ringan selain akan membentuk rongga juga akan digunakan
sebagai bahan tambah yang akan berfungsi untuk mengurangi proporsi/kadar
pasir dalam campuran, sehingga akan memperkecil berat satuan benda uji
sehingga penggunaan serbuk bambu ini diharapkan sebagai salah satu
alternatif pengganti batu bata sebagai bahan penyusun dinding.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanik dan harga
beton ringan dengan campuran serbuk bambu. Pada penelitian ini, beton ringan
yang dibuat berupa kubus beton ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm serta
menggunakan material pasir dari sungai Progo, semen Portland Gresik Tipe I,
kapur, dan serutan bambu. Berdasarkan pengujian bahan, semua penyusun
beton ringan memenuhi syarat sebagai bahan campuran beton pengujian dan
pemeriksaan yang dilakukan adalah kuat tekan, regangan, dan berat satuan
beton pada umur 7, 14, dan 28 hari dalam kondisi tanpa perendaman. Dalam
penelitian ini dilakukan 3 kali percobaan awal (trial). Dalam trial 1 dengan
komposisi 1 semen: 0,7 kapur: 1-3 serutan bambu: 4 pasir tidak dapat
dilakukan pengujian dikarenakan kondisi benda uji yang rapuh akibat
komposisi serutan bambu terlalu banyak. Oleh karena ilu pada trial 2 dan 3
dilakukan pengurangan komposisi serutan bambu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa beton ringan dengan campuran
serutan bambu paling baik ditinjau dari segi kekuatan, berat, dan harga adalah
variasi campuran 1semen: 0,6 kapur: 0,5 serutan bambu : 3,75 pasir (variasi I,
Trial 3). Campuran tersebut memiliki berat isi sebesar 1276 kg/m3, dengan
kekuatan di atas standar kuat tekan batako (2,5 Mpa) yaitu 2,48 MPa dengan
harga panel dinding BRSB per m2 sebesar Rp 23.324, serta harga BRSB
(sebesar batako) untuk dinding sebesar Rp 849. Harga tersebut sudah termasuk
biaya tenaga. Dari hasil analisis harga batako BRSB susun per m2, bahwa

TUGAS AKHIR A-29


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

semakin banyak penggunaan serutan bambu pada perbandingan campuran


BRSB maka semakin kecil biaya. Harga batako BRSB per m2 terkecil sebesar
Rp. 48.017 pada perbandingan campuran 1:0,6: 1,25:3,75 (trial 2), sedangkan
harga batako BRSB per m2 terbesar pada perbandingan campuran 1: 0,6:
0,5:3,75 (trial 3) sebesar Rp. 47.861.

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSIT BERAT : 1 Semen : 0,5-1,25 Serutan
33 Bambu : 3,5 Pasir, Dwi Prasetyawan, Pembimbing:Prof. Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. -Ing. Ir. Djoko Sulistyo. Mahasiswa
S1 Ekstensi (05/184098/ET/04457) lulus 21 September 2007

Pada umumnya serutan bambu dianggap sebagai limbah dan sedikit


upaya untuk memanfaatkannya, sedangkan bahan pendukung suatu konstruksi
sebagai penyusun dinding, seperti batu bata maupun batako pada umumnya
masih kurang efisien, seperti batu bata yang proses pembuatannya tidah ramah
bagi lingkungan karena mengambil tanah lapisan atas yang kaya dengan unsur
hara. Hal ini dapat menyebabkan kualitas tanah menjadi turun.sedangkan
batako memer/ukan bahan yang tidak sedikit untuk proses pembuatannya.
Dimana serutan bambu memiliki ketersediaan yang cukup besar dan dianggap
sebagai limbah dari bambu itu sendiri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
perilaku mekanik dan harga beton ringan dengan eampuran serutan bambu
dengan penambahan kapur.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji benda uji berupa kubus
beton dengan ukuran 5 cm x 5 cm x 5 cm. Pemeriksaan dan pengujian yang
dilakukan adalah berat isi,regangan dan kuat tekan beton pada umur 7, 14, dan
28 hari dalam kondisi tanpa perendaman. Campuran yang dipakai
menggunakan variasi 1Semen: 0,5 Kapur: 0,5 1,25 Serutan bambu : 3,5 Pasir,
yang dibuat sebanyak 9 buah benda uji untuk setiap variasi umur pengujianya.
Hasil penelitian menunjukan bahwa beton ringan serutan bambu dengan
adanya penambahan kapur yang paling baik ditinjau dari segi kuat tekan, berat
isi dan harga adalah variasi eampuran 1 Semen : 0,5 Kapur : 0,5 Serutan
Bambu : 3,5 Pasir. Campuran ini memiliki berat isi 1130 kg/m3 , kuat tekan
2,16 MPa , modulus elastisitas 74,25 MPa. Harga batako beton ringan bambu
per m2 sebesar Rp. 48.800,00, harga tersebut sudah termasuk biaya acian.

A-30 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH PEMBERIAN FILLER MORTAR


SEMEN TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK
BAMBU TERSUSUN (TIGA BATANG) DENGAN

34 PENGHUBUNG BAUT DIPASANG TEGAK LURUS,


Bonifatius Yudhistiro Wahyu Saputro, Pembimbing: Prof. Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar Septhia Irawati, ST., MT.,
Mahasiswa S1 Reguler (03/164657/TK/28131)
lulus 21 Nopember 2007

Sebagai negara tropis, Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman


hayati. Sebagai salah satu produknya, bambu perlu dikedepankan sebagai
bahan pengganti kayu untuk material konstruksi bangunan. Balok bambu
tersusun yang dihubungkan dengan baut perlu diupayakan agar gaya tidak
sepenuhnya ditumpu oleh kekuatan geser mengingat sifat bambu yang lemah
terhadap geser. Untuk itu bahan pengisi dapat difungsikan untuk melawan
gaya yang disalurkan baut secarakomposit dengan bambu sehingga gaya yang
diterima bambu telah lebih tereduksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh filler mortar semen terhadap kapasitas lentur balok
tersusun (tiga batang) dengan penghubung baut dipasang tegak lurus.
Bambu yang dipergunakan pada penelitian ini adalah bambu Wulung
yang diperoleh dari dusun Serut, kelurahan Purwosari, kecamatan Girimulyo,
kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisika dan mekanika dari bambu
berdasarkan ISO 3129-1975 dan Bamboo Current Research. Pengujian geser
baut shear connector dalam mengetahui tahanan lateral sambungan.
Karakteristik mekanika digunakan sebagai dasar perhitungan dalam
menentukan panjang bentang balok tersusun (tiga batang). Benda uji balok
tersusun (tiga batang) terdiri atas dua variasi yaitu tanpa dan dengan pengisi
(BT3TF dan BT3F) yang masing-masing dibuat tiga benda uji. Pembebanan
lateral statik diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tekan sejajar dan tegak lurus serat,
kuat geser, kuat tarik sejajar serat, MOR dan MOE bambu bahan penelitian
pada kadar air rata-rata 10,47 % dan kerapatan 0,79 ton/m3 adalah 40,90 MPa,
8,16 MPa, 16,80 MPa, 238,58 MPa, 149,52 MPa dan 19577,55 MPa. Nilai
tahanan lateral sambungan dengan baut sebagai shear connector adalah
11938,77 N untuk benda uji tanpa filler dan sebesar 25908,21 N pada benda uji
dengan pengisi. Pengaplikasian bahan pengisi berupa mortar semen berpotensi
meningkatkan ketahanan balok terhadap beban mencapai 199,79 %.
Keruntuhan yang diamati secara visual dilaporkan untuk balok tersusun (tiga
batang) tanpa filler adalah keruntuhan geser ditandai oleh bahan yang

TUGAS AKHIR A-31


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

retak/pecah mendadak. Sedangkan keruntuhan yang dialami benda uji dengan


filler adalah tipikal keruntuhan lentur yaitu ditunjukan dengan retak/tekuk pada
daerah tekan dan retak memanjang pada daerah tariknya. Perbedaan jenis
keruntuhan ini dimungkinkan karena pengaruh bahan pengisi.
Kata kunci : kapasitas lentur, balok bambu tersusun (tiga batang), bahan
pengisi

PENGARUH PEMBERIAN FILLER MORTAR


SEMEN TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK
BAMBU TERSUSUN (TIGA BATANG) DENGAN
35 PENGHUBUNG BAUT DIPASANG MENYUDUT (60
DERAJAT), Dian Mahdi Hidayat, Pembimbing: Prof. Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar Septhia Irawati, ST., MT.,
Mahasiswa S1 Reguler (03/164610/TK/28095) lulus 21 Nopember 2007

Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti


kayu adalah bambu. Bambu dengan umur tiga tahun sudah dapat digunakan,
sehingga harganya relatif murah dan mudah didapat. Selain itu, bambu juga
mempunyai kuat tarik yang cukup besar. Namun, sambungan pada bambu
dengan baut atau pasak yang masih banyak digunakan, menimbulkan tegangan
geser pada struktur yang disambung. Mengingat bambu sangat lemah menahan
gaya geser, maka perlu diupayakan agar gaya yang disalurkan melalui alat
sambung tidak seluruhnya ditahan oleh kekuatan geser sambungan. Pengisian
bambu dengan mortar akan menimbulkan aksi komposit mortar dan bambu.
Sehingga gaya yang disalurkan oleh alat penyambung akan dilawan secara
komposit dan mengurangi tegangan geser pada bambu.
Dalam tugas akhir ini akan diteliti mengenai pengaruh mortar semen
terhadap kapasitas lentur balok bambu wulung susun (tiga batang) dengan
penghubung baut dipasang menyudut (60°). Penelitian pendahuluan dilakukan
untuk mengetahui karakteristik fisika dan mekanika dari bambu berdasarkan
ISO 3129-1975 dan Bamboo Current Research. Pengujian geser baut shear
connector dalam mengetahui kekuatan sambungan. Karakteristik mekanika
digunakan sebagai dasar perhitungan dalam menentukan panjang bentang
balok tersusun (tiga batang). Benda uji balok tersusun (tiga batang) terdiri atas
dua variasi yaitu tanpa dan dengan pengisi (BT3TFM dan BT3FM).
Pembebanan statis diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.
Dari hasil penelitian didapat bahwa tekan sejajar dan tegak lurus serat,
kuat geser, kuat tarik sejajar serat, MOR dan MOE bambu bahan penelitian

A-32 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

pada kadar air rata-rata 10,47 % dan kerapatan 0,79 ton/m3 adalah 40,90 MPa,
8,16 MPa, 16,80 MPa, 238,58 MPa, 149,52 MPa dan 19577,55 MPa. Nilai
tahanan lateral sambungan dengan baut sebagai shear connector adalah
2975,70 N untuk benda uji tanpa pengisi dan sebesar 5235,27 N pada benda uji
dengan pengisi. Penggunaan bahan pengisi berupa mortar semen berpotensi
meningkatkan ketahanan balok terhadap beban mencapai 122 %.

PENGARUH PEMBERIAN FILLER MORTAR


SEMEN TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK
BAMBU TERSUSUN (DUA BATANG) DENGAN
36 PENGHUBUNG BAUT DIPASANG TEGAK LURUS
Nugrahayu Dinafitri, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Inggar Septhia Irawati, ST., MT., Mahasiswa S1 Reguler
(03/171438/TK/29079) lulus 21 Nopember 2007

Penebangan liar di Indonesia telah menjadi keprihatinan dunia.


Eksploitasi hutan yang berlebihan menyebabkan kayu menjadi barang langka
dan tentu saja menyebabkan melambungnya harga kayu. Sedangkan
penggunaan beton pun teryata tidak ramah lingkungan, maka bambu adalah
sustainable material yang tepat.
Dalam penelitian ini mengaplikasikan balok bambu tersusun dua
dengan perlakuan pemberian filler mortar semen dan tanpa filler guna
membandingkan keefektifan balok dalam kapasitas lentur yang dihasilkan.
Digunakan bambu jenis wulung (bambu hitam) atau Gigantochloa
atroviolacea yang berasal dari Dusun Serut, Desa Purwosari, Kecamatan
Girimulyo, Kabupaten Kulonprogo dengan shear connector baut tegak lurus.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisika dan
mekanika dari bambu berdasarkan ISO 31291975 dan Bamboo Current
Research.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tekan sejajar dan tegak lurus serat,
kuat geser, kuat tarik sejajar serat, MOR dan MOE bambu bahan penelitian
pada kadar air rata-rata 10,47 % dan kerapatan 0,79 ton/m3 adalah 40,90 MPa,
8,16 MPa, 16,80 MPa, 238,58 MPa, 149,52 MPa dan 19577,55 MPa. Nilai
tahanan lateral sambungan dengan baut sebagai shear connector adalah
11938,77 N untuk benda uji tanpa filler dan sebesar 25908,21 N pada benda uji
dengan pengisi. Pengaruh bahan pengisi mortar semen terhadap kapasitas
lentur balok bambu tersusun (dua batang) tidak signifikan. Hal ini disebabkan
karena bambu merupakan bahan alami sehingga memiliki nilai karakteristik

TUGAS AKHIR A-33


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dasar yang sangat bervariatif, dan pada bambu tersusun (dua batang) garis
netral berada pada titik perlemahan dimana terdapat lubang baut sehingga
bambu akan mudah tergeser ketika menerima beban. Nilai kuat lentur dengan
filler meningkat sebesar 144,25% terhadap nilai kuat lentur non-filler.
Kata kunci: kapasitas lentur, balok bambu tersusun (dua batang), bahan
pengisi

PENGARUH PEMBERIAN FILLER MORTAR


SEMEN TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK
BAMBU TERSUSUN (DUA BATANG) DENGAN

37 PENGHUBUNG BAUT DIPASANG MENYUDUT 60


DERAJAT, Santi Kusuma Dewi, Pembimbing: Prof. Ir.
Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar Septhia Irawati, ST., MT.,
Mahasiswa S1 Reguler (03/168666/TK/28727)
lulus 21 Nopember 2007

Indonesia adalah negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati.


Sebagai salah satu produknya adalah bambu. Bambu merupakan hasil alam
potensial pengganti kayu untuk material konstruksi bangunan. Salah satu usaha
untuk memperluas pemakaian bambu dalam bidang konstruksi adalah dengan
melakukan penelitian balok bambu tersusun yang dihubungkan dengan baut
perlu diupayakan agar gaya tidak sepenuhnya ditumpu oleh kekuatan geser
mengingat sifat bambu yang lemah terhadap geser. Untuk itu bahan pengisi
dapat difungsikan untuk melawan gaya yang disalurkan baut secara komposit
dengan bambu sehingga gaya yang diterima bambu telah lebih tereduksi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh filler mortar semen
terhadap kapasitas lentur balok tersusun (dua batang) .dengan penghubung
baut dipasang menyudut 60°. Bambu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bambu Wulung yang diperoleh dari dusun Serut, kelurahan Purwosari,
kecamatan Girimulyo, kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisika dan
mekanika dari bambu berdasarkan ISO 3129-1975 dan Bamboo Current
Research. Pengujian geser baut shear connector dalam mengetahui tahanan
lateral sambungan. Karakteristik mekanika digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam menentukan panjang bentang balok tersusun (dua batang).
Benda uji balok tersusun (dua batang) terdiri atas dua variasi yaitu tanpa dan
dengan pengisi (BT2TF dan BT2F) yang masing-masing dibuat tiga benda uji.
Pembebanan lateral statik diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.

A-34 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Hasil penelitian bambu menunjukan bahwa tekan sejajar dan tegak


lurus serat, kuat geser, kuat tarik sejajar serat, MOR dan MOE bambu bahan
penelitian pada kadar air rata-rata 10,47 % dan kerapatan 0,79 ton/m3 adalah
40,90 MPa, 8,16 MPa, 16,80 MPa, 238,58 MPa, 149,52 MPa dan 19577,55
MPa Nilai tahanan lateral sambungan dengan baut sebagai shear connector
adalah 2854,71 N untuk benda uji tanpa filler dan sebesar 6405,93 N pada
benda uji dengan pengisi. Pengaplikasian bahan pengisi berupa mortar semen
berpotensi meningkatkan ketahanan balok terhadap beban mencapai 133,59 %.
Keruntuhan yang diamati secara visual dilaporkan untuk balok tersusun (dua
batang) tanpa filer adalah keruntuhan geser ditandai oleh bahan yang
retak/pecah mendadak. Sedangkan keruntuhan yang dialami benda uji dengan
filler adalah tipikal keruntuhan lentur yaitu ditunjukan dengan retak/tekuk pada
daerah tekan dan retak memanjang pada daerah tariknya. Perbedaan jenis
keruntuhan ini dimungkinkan karena pengaruh bahan pengisi.
Kata kunci: kapasitas lentur, balok bambu tersusun (dua batang), bahan
pengisi.

PERILAKU MEKANIK BETON RINGAN DENGAN


KOMPOSISI BERAT (1 Semen: 0.8 Kapur: 0,5-1,25

38 Serutan Bambu: 4,25 Pasir), Eddy Suaebu, Pembimbing:


Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono,
Mahasiswa S1 Ekstensi (05/184154/ET/04499) lulus tahun 2008

PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN BAMBU


DENGAN LUAS BANGUNAN 26 X 60 METER, Redhi
39 Abdul Aziz Rachmat, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Ashar Saputra, ST., MT., Ph.D., Mahasiswa S1 Ekstensi
(06/199787/ET/05171) lulus 25 Juni 2008

Bambu merupakan bahan alam yang mudah didapatkan dan banyak


terdapat di daerah tropis maupun subtropis. Selain itu bambu mudah ditanam
dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Dari hasil pengujian yang
telah dilakukan kuat tarik bambu sangat besar bahkan melebihi kuat tarik dari
baja yaitu 470 MPa (Morisco, 1994-1999).
Prosedur perencanaan struktur bambu pada dasarnya sama dengan
perencanaan struktrur lainya baik pada proses pembebanan (Pedoman

TUGAS AKHIR A-35


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987 dan SNI gempa
tahun 2002) sampai analisa struktur (digunakan Program SAP 2000 versi 11) ,
hanya pada proses perencanaan atau pengecekan batang digunakan rumus-
rumus dari perencanaan struktur kayu. Hal ini dikarenakan karakteristik dari
bambu menyerupai karakteristik kayu. Bambu yang digunakan dalam struktur
ini adalah bambu petung yang memiliki Modulus Elastisitas sebesar 19500
MPa dan berat jenis sebesar 790 kg/m3.
Hasil yang didapatkan adalah tegangan dan lendutan maksimum yang
terjadi pada seluruh penampang lebih kecil dari tegangan ijin dan lendutan ijin
dari penampang tersebut. Rasio terbesar antara untuk tegangan yaitu sebesar
0,558 dan nilai rasio terbesar untuk lendutan didapat sebesar 0.831. Sehingga
dapat dikatakan struktur tersebut aman terhadap tegangan dan lendutan ( rasio
< 1). Sedangkan untuk sambungan harus digunakan minimal dua buah baut
dengan diameter baut sebesar 19 mm untuk tiap Joint.

ANALISIS STRUKTUR BANGUNAN BAMBU


TAHAN GEMPA SERTA PELAKSANAANNYA
40 Bayu Satrio Putra, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D.,
Penguji: Ashar Saputra, ST., MT., Mahasiswa S1 Ekstensi
(06/197199/ET/05017) lulus 23 Juli 2008

Salah satu bahan baku dalam bidang konstruksi adalah berasal dari
tumbuhan (kayu). Kebutuhan akan bahan baku tersebut tidak seimbang dengan
kebutuhan papan. Untuk menyelesaikan masalah ini tentunya diperlukan
adanya suatu perubahan dan juga pengembangan paradigma tentang bahan
baku yang dapat dengan cepat diperbaharui. Salah satu solusinya adalah
menggunakan bambu. Dalam hal ini dibuat suatu bangunan yang strukturaI
menggunakan material bambu.
Sampai saat ini tidak sedikit orang yang tahu bagaimana cara
merencanakan bangunan bambu untuk keperluan struktural, mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaksanaannya. Adapun secara garis besar
metodelogi dari pembangunan bangunan bambu ini dimulai dengan
perencanaan dan perancangan bagunan itu sendiri, mengetahui sifat f'isika
maupun mekanika bambu, analisa struktur, serta kontrol batang dari gaya-gaya
yang bekerja. Dalam perencanaan ini menggunakan bambu yang telah
diawetkan sebelumnya. Perhitungan struktur menggunakan program bantu
komputer Structure Analysis Program (SAP) V. 10. Dengan memperhitungkan
pengaruh beban gempa metode respons spectrum. Adapun acuan perhitungan

A-36 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

yang digunakaan dalam kontrol batang adalah standar nasional Indonesia


tentang Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia tahun 2002.
Hasil dari analisis struktur ini secara garis besar sangat memuaskan,
dimana semua batang mampu menahan gaya-gaya yang bekerja kecuali pada
gording belum memenuhipersyaratan lendutannya. Biaya pelaksanaan
bangunan ini adalah sebesar Rp. 66.425.108; dan untuk luasan sebesar 82,5
m2. Biaya yang cukup murah dibandingkan dengan bangunan beton (Rp.
1.500.000 - Rp. 2.000.000 per m2, untuk bangunan satu lantai). Dalam proses
pelaksanaannya tidak terlalu sulit hanya saja kualitas tenaga kerja yang belum
berpengalaman mempengaruhi lama pekerjaan.
Kata kunci : Struktur bambu, analisis bambu, konstruksi, pelaksanaan.

PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN BAMBU


DENGAN LUAS BANGUNAN 26 X 60 METER, Suseno
41 Yudi Raharjo, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji:
Inggar Septhia Irawati, ST., MT., Mahasiswa S1 Ekstensi
(06/199820/ET/05191) lulus 23 Juli 2008

Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan cukup beralasan, karena


harganya yang murah dan mudah diperoleh. Selain itu bambu mudah ditanam
dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus. Struktur bambu relatif
ringan dan lentur sehingga mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gempa.
Suatu kenyataan bahwa bambu memiliki serat yang sejajar, sehingga kekuatan
terhadap gaya normal cukup baik.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan kuat tarik bambu sangat besar
bahkan melebihi kuat tarik dari baja yaitu 470 MPa (Morisco, 1994-1999).
Prosedur perencanaan struktur bambu pada dasarnya sama dengan
perencanaan struktrur lainya baik pada proses pembebanan (Pedoman
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987 dan SNI gempa
tahun 2002) sampai analisa struktur (digunakan Program SAP 2000 versi 10),
hanya pada proses perencanaan atau pengecekan batang digunakan rumus-
rumus dari perencanaan struktur kayu. Hal ini dikarenakan karakteristik alami
dari bambu menyerupai karakteristik kayu. Pada perencanaan struktur bambu
kali ini digunakan bambu petung yang memiliki Modulus Elastisitas sebesar
19500 Mpa dan berat jenis sebesar 790 kg/m.
Hasil yang didapatkan adalah tegangan maksimum yang terjadi pada
seluruh penampang lebih kecil dari tegangan ijin dari penampang terse but.
Rasio terbesar antara tegangan maksimum dan tegangan ijin yaitu sebesar
0,819 < 1 yang berarti batang tersebut aman.

TUGAS AKHIR A-37


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERANCANGAN STRUKTUR KUDA-KUDA


RANGKA BATANG (TRUSS) BENTANG 22 METER

42 MENGGUNAKAN BAMBU PETUNG, Novianto Budi


Nugroho, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar
Septhia Irawati, ST., MT., Mahasiswa S1 Reguler
(04/177033/TK/29753) lulus 28 Juli 2008

Perencanaan struktur mempunyai tujuan agar struktur dapat memenuhi


fungsinya (functional requirement), ekonomis (economical requirement) dan
memenuhi syarat keindahan (aesthetical requirement). Perancangan suatu
sistem struktur harus mampu menahan dan menyalurkan beban yang bekerja
padanya. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada struktur yaitu bambu
sebagai bahan pengganti kayu. Sifat mekanik bambu mempunyai kekuatan
yang cukup tinggi, kuat tariknya dapat dibandingkan dengan baja. Bentuk
bambu seperti pipa sehingga mempunyai momen kelembaman yang tinggi,
oleh karena itu dapat menahan momen lentur dengan baik. Bangunan dari
bambu mudah dibuat, tahan terhadap angin maupun gempa, dan mudah
diperbaiki bila terjadi kerusakan.
Struktur kuda-kuda dirancang menggunakan rangka batang (truss)
dengan bentang antar kolom 22 m, kemiringan atap 20o, ketinggian kolom 7 m
dan ketinggian atap puncak 11 m. Bahan yang dipakai dalam perancangan
adalah bambu jenis petung dengan diameter 12 cm dan 15 cm. Untuk sifat
fisika dan mekanika bahan bambu petung diambil data berdasarkan penelitian
Ajar Pambudi dalam Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh Pengawetan Bambu
dengan Minyak Solar Terhadap Karakteristik Bambu”. Untuk sambungan
dipakai baut ukuran 3/4” dan pengisi bambu mengunakan mortar pengisi.
Perancangan struktur kuda-kuda didasarkan pada standar perencanaan dan
perancangan pada PPPURG 1987 dan PKKI NI-5 (SNI-5) 2002. Sedangkan
untuk analisis perhitungan struktur digunakan program SAP2000 V11.
Setelah hasil gaya-gaya tiap batang diketahui bardasarkan perhitungan
SAP, kemudian batang-batang dianalisis tahanan terfaktornya berdasarkan
gaya-gaya terfaktor maksimum yang terjadi (tekan, tarik, dan lentur terfaktor
maksimum). Gaya-gaya terfaktor harus lebih kecil dari tahanan batang
terfaktornya. Dari hasil analisis tahanan, batang dapat menahan gaya-gaya
yang bekerja terhadapnya baik gaya tekan, tarik, geser maupun momen lentur.
Pada analisis sambungan, dipakai tahanan sambungan Tipe III dengan tahanan
sambungan P’ = 1637,68 kg tiap baut. Pada sambungan joint 3, 5, 6, 8, 20, 21,
22, dan 25 diberi tambahan bambu sebagai penguat sambungan sehingga
tahanan sambungan meningkat dan dapat menahan gaya batang penyusunnya.
Dari hasil analisis tahanan dan sambungan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

A-38 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

perancangan struktur tersebut aman terhadap kombinasi-kombinasi beban yang


dialaminya.

PERANCANGAN WORKSHOP DENGAN


KONSTRUKSI BAMBU, Gilang Pradipta, Pembimbing:
43 Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Ashar Saputra, ST., MT.,
Ph.D., Mahasiswa S1 Reguler (04/176813/TK/29599)
lulus 19 Agustus 2008

Saat ini kondisi hutan di Indonesia semakin buruk karena eksploitasi


yang berlebihan. Kerusakan hutan tersebut menyebabkan bencana seperti
banjir, tanah longsor, dan menjadi penyebab global warming. Dalam bidang
konstruksi, diperlukan adanya suatu bahan bangunan yang bisa menggantikan
kayu. Bambu adalah material yang berpotensi untuk bisa digunakan sebagai
material konstruksi, karena mudah dibuat, tahan angin maupun gempa, serta
mudah diperbaiki bila terjadi kerusakan, selain itu juga karena harganya yang
murah dan mudah diperoleh. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai kekuatan bambu sebagai material konstruksi.
Penelitian ini bertujuan untuk merancang workshop dengan konstruksi
bambu, sekaligus membandingkan hasil perancangan tersebut dengan uji
rangka atap workshop di laboratorium. Perancangan dilakukan dengan cara
mendiskripsikan beban – beban yang bekerja pada konstruksi workshop,
kemudian dianalisis untuk mendapatkan besar gaya dalam yang bekerja pada
workshop. Gaya - gaya dalam selanjutnya digunakan untuk desain penampang
bambu penyusun konstruksi workshop. Sedang untuk pengujian laboratorium
dilakukan dengan pembuatan model rangka atap workshop.
Selanjutnya dari analisis dan desain akan menghasilkan
dimensi/penampang material bambu penyusun konstruksi workshop. Dari hasil
perancangan didapatkan diameter bambu yang bisa digunakan bervariasi
antara 8-10 cm, tergantung pada letak batang penyusun. Dari uji laboratorium
didapat hasil kekuatan uji rangka atap workshop, yaitu sebesar 400 kg pada
tiap sisi kanan dan kiri rangka atap, atau 44 % dari beban rencana sebesar 900
kg.
Kata kunci: konstruksi bambu, beban, analisis, desain, kekuatan konstruksi

TUGAS AKHIR A-39


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERENCANAAN STRUKTUR TRUSS BAMBU


UNTUK GUDANG, Bayu Aji Priwantoro, Pembimbing: Prof.
44 Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar Septhia Irawati, ST., MT.,
Mahasiswa S1 Reguler (02/158242/TK/27792)
lulus 22 Agustus 2008

Perkembangan zaman yang semakin maju dan pertumbuhan populasi


manusia semakin meningkat membuat industri permukiman semakin
berkembang dengan pesat. Hal ini akan berdampak pada permintaan yang
berlebihan terhadap kayu. Oleh karena itu untuk tetap menjaga kelestarian
hutan dan mencegah terjadinya banyak bencana alam yang disebabkan oleh
kayu maka perlu adanya usaha penggantian kayu. Bahan yang dapat
menggantikan kayu tersebut adalah bambu. Bambu adalah tanaman yang
mampu menggantikan kayu sebagai material konstruhi. Kekuatan tarik bambu
sudah dibuktikan di berbagai penelitian memiliki kekuatan tarik yang hampir
sama dengan baja. Hal ini memungkinkan bambu dapat digunakan sebagai
material konstruks pengganti kayu.
Dalam perancangan ini akan ditinjau kelayakan bambu untuk
digunakan sebagai sruktur truss (dalam hal ini bambu Wulung). Tujuan dari
perancangan ini adalah untuk meyakinkan masyarakat tentang kekuatan bambu
dan penggunaannya yang mulai digalakkan. Bentang yang digunakan dalam
perancangan ini adalah struktur Truss Bambu dengan bentang 15 m dan
bentang 10 m.
Dari hasil analisis gaya-gaya beban yang bekerja berdasarkan Peraturan
Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987 diperoleh bahwa struktur truss
Bambu yang dirancang mampu menahan beban-beban tetap dan sementara.
Diameter bambu yang digunakan adalah diameter 10 cm, 9 cm, dan 8 cm.
Kemudian sambungan bambu menggunakan sambungan baut dengan diameter
1,2 cm pada buhul-buhul kuda-kuda. Pada sekitar sambungan bambu tersebut
diisi oleh mortar dengan kuat tekan 10 MPa. Hal ini untuk menguatkan
sambungan bambu karena bambu sedikit lemah terhadap menahan gaya geser.
Kesimpulannya struktur Truss bambu aman terhadap gaya aksial, gaya
lentur, gaya geser dan lendutan yang terjadi akibat beban-beban yang bekerja.
Kata Kunci : Bambu, Truss, Sambungan baut

A-40 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PASAK BAMBU SEBAGAI ALTERNATIF ALAT


SAMBUNG STRUKTURAL KAYU, Rahayatin Gatut
45 Prasetyo, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.
Ashar Saputra, ST., MT., Ph.D., Mahasiswa S1 Ekstensi
(02/158351/ET/02711) lulus 10 Maret 2009

Pemanfaatan pasak bambu dalam sebuah konstruksi sambungan saat ini


masih sebatas kira-kira tentang kekuatannya dan tidak semua jenis bambu
biasa digunakan sebagai pasak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis
bambu yang ada, koefisien gesek bambu terhadap kayu kecil, bilah-bilah
bambu yang tidak kuat, dan sifat hidroskopisnya yang tinggi sehingga
penelitian tentang pemakaian pasak bambu dalam sebuah struktur sambungan
perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pasak
beserta rumusnya, tegangan geser pasak bambu, pengaruh bentuk pasak
terhadap tegangan geser, pengaruh variasi tebal kayu dan interaksi antara
bentuk pasak dan tebal kayu terhadap tegangan geser yang timbul.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dan
populasi yang diambil adalah bambu ori, karena populasinya tidak mempunyai
jumlah (quantity) maka diambil 18 sampel penelitian eksperimen. Jenis bambu
yang digunakan sebagai pasak adalah bambu ori (bambusa arundinacea) dan
kayu penyambungnya memakai kayu duren (durio spec. div.). Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah anava dua jalur (two ways anava)
rancangan acak sempurna desain eksperimen faktorial 2 x 3 yang masing-
masing factor mempunyai 3 kali pengujian. Konstruksi sambungan terse but
mendapatkan perlakuan terhadap bentuk pasak dan terhadap variasi tebal kayu
penyambung. Dalam hal ini bentuk pasak yang dipilih adalah bentuk silindrik
dan bentuk bujur sangkar. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pasak dengan penampang silindrik lebih kuat dibandingkan dengan
pasak penampang persegi. Pada derajat kepercayaan 95%, penelitian ini
menunjukkan bahwa perlakuan bentuk pasak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap besar kecilnya kekuatan pasak. Sedangkan perlakuan variasi
tebal kayu tidak mempengaruhi besar kecilnya kekuatan pasak. Pengaruh
antara bentuk pasak dan tebal kayu tidak berinteraksi (kerja sarna) yang
signifikan terhadap besar keeilnya kekuatan pasak.
Hasil penelitian pasak silindrik menghasilkan kuat pasak rata-rata 7,72
KN untuk tebal kayu 2 cm; dan 10,93 KN untuk tebal kayu 3 cm; serta 10,32
KN untuk tebal kayu 4 cm. Pada pasak Persegi menghasilkan kuat pasak rata-
rata 7,53 KN untuk tebal kayu 2 cm; dan 9,24 KN untuk tebal kayu 3 cm; serta
8,66 KN untuk tebal kayu 4 cm.
Kata kunci: Pasak bambu dan konstruksi kayu.

TUGAS AKHIR A-41


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA


BAMBU PETUNG PADA BAMBU MUDA, DEWASA

46 DAN TUA : STUDI KASUS BAGIAN PANGKAL, Sidik


Mustafa, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Inggar
Septhia Irawati, ST., MT., Mahasiswa S1 Reguler
(05/186574/TK/30945) lulus 30 Juli 2009

Hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan bahwa


bambu yang berumur 3 - 5 tahun memiliki kekuatan yang baik. Batang bambu
yang ada di pasaran atau yang dijual di toko bangunan umumnya campuran
antara bambu muda, bambu dewasa dan bambu tua. Hal ini dikarenakan
metode penebangan yang digunakan adalah metode tebang habis dalam satu
rumpun. Akibatnya kualitas batang bambu yang diperoleh bercampur antara
bambu yang tua dan yang muda. Permasalahan yang muncul adalah tidak
diketahuinya perbedaan kualitas bambu yang berumur muda, dewasa dan tua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika
bambu petung bagian pangkal pada bambu muda, dewasa dan tua. Sifat fisika
yang diteliti adalah kerapatan bambu, sedangkan sifat mekanika bambu yang
diteliti antara lain kuat tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat dan kuat
tarik sejajar serat. Selain itu, pada penelitian ini juga meneliti mengenai
kerapatan serat sklerenkim yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kekuatan bambu.
Hasil penelitian didapatkan kerapatan bambu muda , dewasa dan tua
sebesar 0,695 gr/cm3; 0,809 gr/cm3 dan 0,742 gr/cm3. Kerapatan serat
sklerenkim bambu muda, dewasa dan tua sebesar 0,4257 mm2/mm; 0,4290
mm2/mm dan 0,4284 mm2/mm. Kuat tekan, tegangan batas proporsi dan
modulus elastisitas tekan bambu muda sebesar 37,52 Mpa; 33,10 Mpa dan
3773,15 Mpa; bambu dewasa sebesar 46,59 Mpa; 42,33 Mpa dan 4719,13
Mpa; sedangkan bambu tua sebesar 43,13 Mpa; 38,40 Mpa dan 3783,93 Mpa.
Kuat geser bambu muda, dewasa dan tua sebesar 6,86 Mpa; 9,94 Mpa dan 8,95
Mpa. Kuat tarik bambu muda, dewasa dan tua sebesar 151,54 Mpa; 217,89
Mpa dan 186,09 Mpa. Modulus elastisitas tarik bambu muda sebesar 15694
Mpa; bambu dewasa sebesar 17527 Mpa dan bambu tua sebesar 16280 Mpa.
Kerapatan bambu dan kerapatan serat sklerenkim berpengaruh terhadap
kekuatan bambu. Kekuatan bambu yang tertinggi pada bambu dewasa dan
yang terendah pada bambu muda. Kerapatan dan kekuatan bambu petung
bagian pangkal meningkat dari bambu muda ke bambu dewasa dan menurun
pada bambu tua. Walaupun bambu muda aman bila digunakan sebagai
komponen struktur, sebaiknya pemanfaatan bambu menggunakan bambu

A-42 TUGAS AKHIR


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dewasa karena akan mampu menjaga kelestarian rumpun bambu, disamping


memiliki kekuatan yang baik.
Kata kunci : Umur bambu, kualitas, kekuatan

PASAK BAMBU BERBAJI SEBAGAI ALTERNATIF


ALAT SAMBUNG STRUKTURAL KAYU, Fresky

47 Sunarso, Pembimbing: Prof. Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr.


Ashar Saputra ST., MT., Mahasiswa S1 Reguler
(02/158103/TK/27709)
lulus 24 Oktober 2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan pasak, kuat geser


pasak bambu, pengaruh pasak berbaji terhadap kuat geser, pengaruh variasi
tebal kayu dan interaksi tebal kayu terhadap kuat geser yang timbul.
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen dan
populasi yang diambil adalah bambu ori, karena populasinya tidak mempunyai
jumlah (quantity) maka diambil 18 sampel penelitian eksperimen. Jenis bambu
yang digunakan sebagai pasak adaIah barnbu ori (bambusa afundinacea) dan
kayu penyambungnya memakai kayu durian (durio spec. div.). Analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah anava dua jalur (two ways ana va)
rancangan acak sempurna desain eksperimen faktorial 2x3 yang masing-
masing faktor mempunyai 3 kali pengujian. Konstruksi sambungan tersebut
mendapatkan perlakuan terhadap bentuk pasak dan terhadap variasi tebal kayu
penyambung. Dalam hal ini bentuk pasak yang dipilih adalah bentuk bujur
sangkar, sedangkan variasi tebal kayu adalah 2 cm, 3 cm, dan 4 cm.
Hasil penelitian pasak persegi berbaji menghasilkan kuat pasak rata-rata
9,78 KN untuk tebal kayu 2 em; dan 9,69 KN untuk teba] kayu 3 em; serta
11,75 KN untuk tebal kayu 4 em. Pada pasak Persegi tidak berbaji
menghasilkan kuat pasak rata-rata 7,53 KN untuk tebal kayu 2 cm; dan 9,24
KN untuk tebal kayu 3 cm; serta 8,66 KN untuk tebal kayu 4 em. Dari hasil
pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pasak persegi berbaji
dibandingkan dengan pasak persegi tidak berbaji tidak berpengaruh secara
signifikan. Pada derajat kepercayaan 95%, penelitian ini menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian berbaji pada pasak tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap besar kecilnya kekuatan pasak. Sedangkan perlakuan variasi
tebal kayu tidak mempengaruhi besar kecilnya kekuatan pasak. Pengaruh
antara pemasangan baji dan tebal kayu tidak berinteraksi (kerja sama) yang
signifikan terhadap besar kecilnya kekuatan pasak.
Kata kunci: Pasak bambu dan konstruksi kayu.

TUGAS AKHIR A-43


ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

ANALISIS KEKUATAN SAMBUNGAN BAMBU


MENGGUNAKAN PASAK BAMBU CENDANI
DENGAN PENGISI MORTAR, Adriatmoko Ade Nugraha,
48 Pembimbing: Ashar Saputra/Ir. Morisco, Ph.D., Penguji: Dr. –
Ing. Ir. Djoko Sulistyo, Mahasiswa S1 Reguler
(06/193799/TK/31610)
lulus 15 Juli 2010

Perkembangan bahan bangunan di Indonesia khususnya untuk bahan


bangunan organik seperti bambu sangat pesat. Bambu merupakan bahan
organik untuk bangunan yang tidak kalah kuat dibandingkan dengan bahan
bangunan yang lain. Kelebihan bambu sudah dibuktikan pada konstruksi
rumah di daerah gempa, dimana pasca bencana gempa konstruksi dengan
sistem rangka bambu tidak mengalami kerusakan yang berarti. Penggunaan
bambu sebagai bahan konstruksi bangunan terbatas pada bangunan sederhana
dan ringan, hal ini disebabkan karena sulitnya merangkai batang-batang bambu
tersebut yang disebabkan oleh bentuk tampangnya yang bundar serta kekuatan
gesernya yang cukup rendah jika dibandingkan dengan kuat tarik, tekan dan
lentur. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum
dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu
dirangkaikan dengan tali yang kekuatannya rendah.
Dalam tugas akhir ini dilakukan pengujian berupa uji karakteristik
bambu yang meliputi; uji kuat tekan bambu, uji kuat tarik bambu, uji kuat
geser bambu, dan uji kuat lentur pasak. Selain uji karakteristik dilakukan juga
pengujian sambungan dengan berbagai arah sudut gaya (00, 450 dan 900).
Dari pengujian yang dilakukan diperoleh kuat tekan bambu rata-rata
bagian atas 42,11 MPa, bagian tengah 34,54 MPa, dan bagian bawah sebesar
32,90 MPa. Hasil uji tarik bambu tanpa nodia diperoleh kuat tarik bambu rata-
rata bagian atas 114,49 MPa, bagian tengah 136,96 MPa, dan bagian bawah
161,59 MPa, sedangkan untuk bambu degan nodia diperoleh kuat tarik rata-
rata bagian atas 65,22 MPa, bagian tengah 77,54 MPa. Untuk hasil kuat geser
bambu tanpa nodia bagian atas 8,83 MPa, bagian tengah 12,58 MPa dan
bagian bawah 13,06 MPa, sedangkan kuat geser bambu dengan nodia bagian
atas 7,64 MPa, bagian atas11,12 MPa dan bagian bawah 7,96 MPa. Hasil
pengujian kuat lentur pasak 0,54 MPa, serta kekuatan sambungan terendah
pada arah gaya sudut 450 sebesar 5,12 kN dan kekuatan sambungan tertinggi
pada arah gaya sudut 00 sebesar 17,34 kN.

A-44 TUGAS AKHIR


TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA BATANG STRUKTUR


KOMPOSIT LAMINA BAMBU DAN
1 PHENOLFORMALDEHYDA, Widija Suseno Widjaja, Ir.
Morisco, Ph.D. dan Dr. Ir. R. Soekrisno, MSME., Mahasiswa S2
Struktur (4471/I-1/142/92) lulus 28 Maret 1995

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku mekanika dari balok


struktur komposit lamina bambu dan perekat phenol formaldehida yang
meliputi perilaku tarik (tension properties), perilaku tekan (compression
properties), perilaku lentur (flexural properties) dan perilaku geser (shear
properties). Standar pengujian yang dipakai adalah standar Inggris (British
Standard = BS) no. 373/1957 yang hingga sekarang masih dipakai sebagai
pedoman pengujian kayu, dan belum ada standar yang lebih baru.
Untuk mengetahui perilaku mekanika bambu komposit, ditinjau 3
faktor pengaruh yang dominan, yaitu jenis bambu, perekat terlabur (glue
spread) dan jumIah nodia tiap meter panjang bambu. Bambu yang diuji ada 2
jenis, yaitu bambu Petung dan bambu Ori: Perekat terlabur (glue spread) yang
digunakan ada 3 macam, yaitu glue spread 60 #/MSGL, glue spread 45
#/MSGL dan glue spread 30 #/MSGL. Jumlah nodia tiap meter panjang
dibedakan menjadi tiga posisi yaitu posisi pangkal, dengan 4 nodia, posisi
tengah, dengan 3 nodia, posisi ujung, dengan 2 nodia. Selain itu juga diteliti
mengenai besarnya kadar air dan berat jenis dari bambu komposi, yang erat
hubungannya dengan kekuatan mekanika bambu. Setiap per1akuan diadakan
ulangan tiga ka1i.
Hasi1 penelitian ini diana1isa dengan menggunakan rancangan
eksperimen faktorial 2 x 3 x 3 x 3 sehingga setiap perilaku didapatkan 72
pengamatan, yang terdiri dari bambu murni dan bambu komposit. Untuk
melihat pengaruh faktor jenis bambu, faktor perekat terlabur dan faktor jumlah
nodia serta interaksi-interaksinya disusun daftar analisis varian. Dari analisis
varian dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap masing-masing
perilaku mekanika bambu komposit. Pengaruh nyata masing-masing faktor
dapat diketahui dengan pengujian lanjutan yaitu uji LSD (Least Significant
Difference). Hasilnya memperlihatkan bahwa pada pengujian tarik, pengaruh
yang dominan adalah jumlah nodia, nilai rata-rata kekuatan tarik untuk 4 nodia
= 104,019 N/mm2, untuk 3 nodia = 114,256 N/mm2, untuk 2 nodia = 139,780
N/mm2. Untuk pengujian tekan pengaruh yang dominan adalah jenis bambu,
nilai rata-rata kekuatan tekan untuk jenis bambu Petung = 49,906 N/mm2,
bambu Ori = 36,010 N/mm2. Untuk pengujian lentur, pengaruh yang dominan
adalah jenis bambu dan perekat terlabur (glue spread), ni1ai rata-rata kekuatan
lentur untuk jenis bambu Petung 40,001 N/mm2, bambu Ori 58,445 N/mm2.

TESIS B-1
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Sedangkan untuk glue spred 60 #/MSGL= 61,376 N/mm2, glue spred 45


#/MSGL = 42,765 N/mm2, glue spred 30 #/MSGL = 43,030 N/mm2. Untuk
pengujian geser, pengaruh yang paling dominan adalah jenis bambu dan
perekat terlabur (glue spred), nilai rata-rata kekuatan geser untuk bambu
Petung = 2,134 N/mm2 dan bambu Ori = 4,284 N/mm2. Sedangkan untuk glue
spred 60 #/MSGL = 4,204 N/mm2, glue spred 45 #/MSGL = 2,316 N/mm2 dan
glue spred 30 #/MSGL 3,054 N/mm2.

MEKANIK BETON DENGAN FIBER BAMBU, David

2 Widianto, Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ir. R. Soekrisno, MSME.,


Mahasiswa S2 Struktur (4473/1-1/144/92) lulus 26 Mei 1995

Penelitian tentang beton yang diperkuat dengan fiber (fiber reinforced


concrete) sudah banyak dilakukan, tetapi yang menggunakan fiber bambu
sebagai bahan campuran beton masih sangat sedikit, padahal bambu
mempunyai kuat tarik sekitar empat kali baja lunak dan pula bambu sangat
mudah didapatkan di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis beton
yang diperkuat dengan fiber bambu, diantaranya kuat tekan, kuat tarik, kuat
lentur dan ketahanan terhadap impak. Fiber yang digunakan dari bambu Apus
(Gigantochloa Apus Kurz) disayat tipis–tipis dengan ukuran panjang 60 mm
diameter 1 mm. Untuk uji kuat tekan digunakan benda uji silinder dengan
diameter 150 mm tinggi 300 mm, uji kuat tarik dengan tensile splitting
cylinder diameter 80 mm panjang 160 mm, uji kuat lentur dengan balok beton
ukuran 100 mm x 100 mm x 500 mm dan untuk pengujian impak digunakan
benda uji silinder beton diameter 150 mm tinggi 65 mm. Campuran volume
fiber digunakan 0,5 %, 1 %, 2 % dan 3 %, yang dibandingkan dengan beton
tanpa fiber (beton normal).
Fiber bambu termasuk bahan alami, tidak dapat untuk penggunaan
jangka panjang, sebab dapat mengalami penyusutan dan menjadi rapuh untuk
jangka waktu tertentu. Hasil penelitian ini menunjukkan : (a) semakin tinggi
konsentrasi fiber, workability semakin berkurang, (b) beton fiber 1 %
meningkatkan kuat desak 14,52 % dan beton fiber 3 % mengurangi kuat desak
3,23 % dari beton normal, (c) beton fiber 0,5 % meningkatkan kuat tarik 12,29
%, (d) beton fiber 0,5 % meningkatkan ketahanan impak 52,58 %, (e) beton
fiber 3 % meningkatkan Toughness Index 238 %. Dengan penambahan fiber
bambu dapat meningkatkan daktilitas beton, pada penelitian ini penambahan
fiber bambu 3 % pada beton menunjukkan paling tinggi daktilitasnya, sehingga
makin banyak fiber beton makin tinggi daktilitasnya.
B-2 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

APLIKASI BAMBU PADA STRUKTUR GABLE

3 FRAME, Pathurahman, Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ing. Ir.


Andreas Triwiyono, Mahasiswa S2 Struktur (25006012)
lulus tahun 1998

Permintaan kayu sebagai bahan konstruksi selalu meningkat, padahal


ketersediaannya semakin terbatas. Penggunaan kayu yang memiliki usia
tebang pendek (10-15 tahun) sebenarnya merupakan jalan keluar, namun jenis
kayu ini umumnya berkualitas kurang baik. Bambu merupakan jenis kayu yang
memiliki kuat tarik sampai 254 MPa. Dengan kuat-tarik yang cukup tinggi
tersebut, maka jika bilah-bilah bambu diuntai dan difungsikan sebagai
semacam tendon, diberi lintasan terntentu, dan diberikan gaya tarik awal, maka
secara teoritis dapat memperbesar daya dukung balok. Atas dasar pemikiran
tersebut, penelitian ini dilakukan dengan membuat balok pratekan kayu
mahoni dan tendon dari bambu apus.
Benda uji dibuat 9 buah berukuran 60mm x 100mm x1000mm dengan
tendon bambu diameter 10 mm, sebagai pembanding dibuat balok uji kayu
mahoni non pratekan 3 buah. Ujung tendon bambu dipegang dengan klem
penjepit dari pipa baja yang diberi mur f 3/8 inch. Pengujian dilakukan di
laboratorium Mekanika Bahan, PAU-IT, UGM Jogjakarta, yaitu dengan
menggunakan alat Universal Testing System. Metode pengujian load
controlled dengan kecepatan 5 mm/menit. Hasil pengujian menunjukkan,
bahwa beban maksimum bertambah rata-rata sebesar 18 %, 33% dan 51 %
yaitu dari 21385 N menjadi 25135 N, 28588 N , dan 32267 N setelah diberi
gaya prategang tendon bambu dengan tegangan awal 0 %, 25 %, dan 50 %.
Kekakuan balok juga bertambah rata-rata sebesar 4,11 %, 14,37%, dan
15,67%, yaitu dari 1384 N/mm menjadi 1441 N/mm, 1589 N/mm dan 1601
N/mm. Dari analisis diperoleh bahwa, perbandingan momen lentur elastic
teoritis dan hasil pengujian adalah 1,386 : 1,000 untuk balok kayu mahoni non
pratekan, dan 1,188: 1,000 untuk balok kayu pratekan. Hasil di atas
menunjukkan bahwa, penerapan teknologi pratekan ternyata meningkatkan
daya dukung balok kayu secara cukup signifikan. Teknologi ini dapat
digunakan untuk meningkatkan daya dukung kayu yang yang memiliki
kualitas kurang baik.
Kata kunci: bambu, pratekan, daya dukung.

TESIS B-3
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PEMANFAATAN KOMPOSIT BAMBU-BETON

4 UNTUK LANTAI GEDUNG, Gatot Setya Budi, Ir. Morisco,


Ph.D. dan Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S2 Struktur
(12866/I-1/1203/99) lulus 3 Agustus 2001

Meningkatnya harga bahan bangunan dewasa ini membuat biaya


pembangunan gedung menjadi meningkat. Untuk menekan biaya
pembangunan tersebut salah satunya dengan mengadakan komponen lantai
yang relatif lebih murah dan ringan. Struktur gabungan bambu dan beton
diperkenalkan sebagai struktur lantai komposit dimana antara bambu dan beton
disatukan dengan penghubung geser.
Dalam penelitian ini akan diteliti kuat batas struktur komposit bambu-
beton untuk lantai gedung. Penelitian ini meliputi penelitian sifat fisik dan
mekanik bambu, pengujian lentur bambu isian, pengujian geser baut shear
connector pengujian plat bertulangan bambu, serta pengujian model lantai
komposit. Bambu yang digunakan adalah bambu Wulung. Pada pengujian
geser baut sebagai shear connector, baut yang diuji berdiameter W' dan %",
dengan 2 benda uji untuk masing-masing diameter. Pada pengujian plat beton
bertulangan bambu dibuat 3 buah benda uji plat dengan panjang 750 mm, lebar
500 mm serta tebal 50 mm. Pengujian modellantai komposit bambu-beton
digunakan benda uji sebanyak 2 buah. Plat lantai beton komposit terletak
diatas dua tumpuan sederhana (sendi rol), dengan bentang 3000 mm, lebar 750
mm serta tebal 50 mm. Pengujian dilakukan dengan uji tekan monotonik dua
buah beban titik dan lendutan yang terjadi diukur menggunakan dial gauge.
Dalam pengujian lantai komposit bambu beton diamati lendutan, retak pertama
dan beban hidup yang dapat didukung Pada pengujian geser baut sebagai shear
connector, Pijin (beban ijin) ditentukan dari Pmaks12,75 bukan PJ,5. Dalam
pengujian plat bertulangan bambu didapat Per (beban pada saat terjadi retak
pertama) teori 5,89 kN dan Per eksperimen lebih tinggi 16,08 % dari Per teori.
Hasil pengujian lantai komposit bambu beton menunjukan bahwa retak
pertama benda uji 1 dan benda uji 2 berturut-turut terjadi pada lendutan 4,74
mm dan 5,21 mm dengan Pcr sebesar 5,05 kN dan 4,50 kN (termasuk beban
berat sendiri). Kedua lendutan tersebut lebih besar dari ~50 (4 mm). Analisa
Pcr teori dengan metode tampang transformasi sesuai dengan SK SNI-TI5-
1991-03 pada benda uji 1 dan benda uji 2 menghasilkan Pcr berturut-turut
sebesar 7,71 kN dan 7,68 kN. Beban hidup yang dapat ditahan lantai komposit
bambu beton adalah 1,34 kN/m2. Dari hasil pengujian plat lantai, dengan
beban hidup 2 kN/m2 dan untuk beton fc '=10 MPa untuk diameter bambu 80
mm, 90 mm dan 100 mm diperlukanjarak antar bambu berturut-turut lebih
kecil dari 15 cm, 25 cm dan 40 cm.

B-4 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA STRUKTUR PORTAL


BAMBU UNTUK RUMAH SUSUN SEDERHANA, Mego
5 Purnomo, Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono,
Mahasiswa S2 Struktur (12486/I-1/1164/1999)
lulus 11 Desember 2001

Rumah susun sederhana adalah salah satu pemecahan masalah


meningkatnya kebutuhan sarana perumahan dalam pengoptimalan penggunaan
lahan. Bambu dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki sifat mekanik yang
baik dan dapat digunakan dengan cara yang sederhana. Bambu sebagai bahan
bangunan masih banyak digunakan sebagai bahan bangunan penunjang, karena
sistem sambungan bambu merupakan masalah dalam struktur. Sistem
sambungan bambu biasanya digunakan metode konvensional dengan pasak
dan tali sehingga akan menghasilkan kekuatan sambungan yang lemah.
Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan terbatas karena kurangnya
pengetahuan bagaimana membuat sambungan yang kuat.
Penelitian ini meliputi penelitian sifat mekanik dan fisik bambu,
pengujian lentur dan tekan bambu isian, pengujian geser baut shear connector
dan pengujian model sambungan struktur sebagai prototipenya adalah rumah
susun sederhana. Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu
Wulung. Pengujian geser baut sebagai shear connector, baut yang diuji
berdiameter 1/2",5/8" dan 3/4". Pengujian model sambungan dipilih
sambungan siku dan sambungan balok-kolom luar. Pengujian dilakukan
menggunakan beban statik dan siklik dengan aktuator dan lendutan diukur.
Pada pengujian lentur bambu isian, tegangan lentur ijin rata-rata adalah
22,33 MPa. Pengujian geser baut sebagai shear connector, Pijin (beban ijin)
ditentukan dari Pmaks/2,75 dan P1,5. Kekuatan sambungan model lebih tinggi
dari kuat sambungan yang diperlukan pada struktur sebenarnya. Lebih tinggi
577,59 % dan 627,72 % pada sambungan siku dengan beban siklik. Pada
sambungan balok-kolom luar dengan beban statik lebih tinggi 174,76 % dan
229,71 %, sedangkan menggunakan beban siklik lebih tinggi 144,96 % dan
214,94 %. Dengan sistem sambungan yang direncanakan berdasarkan nilai-
nilai kekuatan sifat mekanik yang diperoleh, bambu dapat dipakai sebagai
bahan struktural.
Kata kunci : bambu, lentur, shear connector, sambungan, struktur sederhana

TESIS B-5
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH TEKANAN DAN WAKTU TUNGGU


TERHADAP SIFAT FISIKA, MEKANIKA DAN
DISTRIBUSI BAHAN PENGAWET PADA BAMBU
6 AMPEL KUNING (BAMBUSA VULGARIS SCHRAD),
Darupratomo, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 Struktur (15090/I-1/1470/00),
lulus Oktober 2002

Bambu potensial untuk dijadikan sebagai bahan pengganti kayu. Bambu


mudah diserang oleh jamur dan kumbang bubuk. Pengawetan dilakukan untuk
mencegah serangan jamur dan kumbang bubuk. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui pengaruh tekanan udara dan waktu tunggu terhadap sifat fisika
(kadar air kering angin, penyusutan), sifat mekanika (kuat tarik nodia dan
internodia, kuat tekan, kuat lentur, kuat geser), adsorpsi, retensi dan distribusi
bahan pengawet pada bambu ampel kuning (Bambusa vulgaris Schrad).
Pengawetan bambu metode Boucherie-Morisco dengan variasi tekanan
udara dan waktu tunggu, menggunakan larutan bahan pengawet (boraks)
konsentrasi 5 %. Contoh bambu meliputi bambu tidak diawetkan (kontrol) dan
bambu yang diawetkan. Hasil pengujian terhadap sifat fisika, mekanika,
adsorpsi, retensi dan distribusi bahan pengawet dianalisis menggunakan
rancangan acak lengkap berblok dengan percobaan faktorial (Randomized
Complete Block Design). Uji LSD (Least Square Difference) dilakukan untuk
mengetahui perbedaan setiap level pada faktor yang berbeda nyata dan uji T (T
test) untuk membandingkan bambu kontrol dengan bambu diawetkan.
Hasil Penelitian menyatakan bahwa, interaksi antara faktor tekanan
udara dan waktu tunggu berpengaruh sangat nyata pada penyusutan arah
tangensial, kuat tarik nodia, kuat lentur dan berpengaruh nyata pada kuat tarik
internodia. Kombinasi antara tekanan udara dan waktu tunggu terhadap
penyusutan arah tangensial paling baik dengan nilai terkecil 6,704 % pada
kombinasi faktor tekanan 2 kg/cm2 dengan hari ke-1 dan nilai terkecil 6,702 %
pada kombinasi faktor tekanan 4 kg/cm2 dengan hari ke-5. Kombinasi antara
tekanan udara dan waktu tunggu terhadap kuat tarik nodia paling baik dengan
nilai terbesar 2350,614 kg/cm2 yaitu kombinasi antara faktor tekanan 2 kg/cm2
dengan hari ke-9 dan terbesar 2118,597 kg/cm2 kombinasi antara tekanan 4
kg/cm2 dengan hari ke-13. Kombinasi antara tekanan udara dan waktu tunggu
terhadap kuat lentur paling baik dengan nilai terbesar 1962,972 kg/cm2 yaitu
kombinasi antara tekanan udara 4 kg/cm2 dengan hari ke-13. Kombinasi antara
tekanan udara dan waktu tunggu terhadap kuat tarik internodia dengan nilai
terbesar 3246,042 kg/cm2 yaitu kombinasi antara tekanan 2 kg/cm2 dengan hari
ke-9 dan terbesar 4000,177 kg/cm2 kombinasi tekanan udara 4 kg/cm2 dengan

B-6 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

hari ke-13. Faktor tunggal waktu tunggu berpengaruh sangat nyata pada
adsorpsi dan retensi, yang paling baik dengan nilai adsorpsi terbesar 80,223
kg/m3 pada hari ke-13 dan retensi yang terbesar 4,011 kg/m3 pada hari ke-13.
Faktor tunggal tekanan udara berpengaruh sangat nyata pada adsorpsi dan
retensi, yang paling baik dengan nilai adsorpsi terbesar 66,626 kg/m3 pada
tekanan 4 kg/cm2 dan retensi yang terbesar 3,331 kg/m3 pada tekanan 4
kg/cm2.
Kata kunci : Bambusa vulgaris Schrad, boraks, distribusi

KEKUATAN SAMBUNGAN STRUKTUR RANGKA


BAMBU MENGGUNAKAN PENGISI KAYU
7 VINISIUM YANG DIBUBUT, Aliem Sudjatmiko Ir. Morisco,
Ph.D. dan Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S2 Struktur
(14310/I-1/1353/0030) lulus 30 Januari 2003

Kendala utama konstruksi bahan bambu adalah cara penyambungan,


dika-renakan bahan bambu berbentuk irisan bulat dengan lubang di dalamnya.
Bambu termasuk berkekuatan tarik cukup tinggi, sedang kekuatan yang lain
tergolong rendah apalagi kekuatan geser bambu, sehingga menyulitkan dalam
penyambungan. Masalah utama bahan bambu adalah bagaimana membuat dan
merancang sambungan bambu yang kuat, efisien dan ringan dengan
mempertimbangkan spesifikasi pokok dari bambu tersebut. Kuat tarik bambu
cukup tinggi, kuat tekan termasuk sedang, akan tetapi kuat geser rendah dan
dari pertimbangan inilah bagaimana merencanakan sambungan agar kendala
kuat geser yang rendah tidak lagi menjadikan faktor kesulitan.
Penelitian dilakukan pada bambu Wulung dari desa Sambi Kecamatan
Sambi Kabupaten Boyolali dengan pengujian karakteristik masing-masing 3
sampel: uji tarik, tekan, lentur, geser, uji kadar air, uji kuat geser kayu,uji baut
pada masalah uji tarik dan stripplate pada pengujian geser bahan . Pengujian
sambungan komposit bambu kayu dibuat masing-masing 3 sampel yaitu uji
tarik sejajar serat, uji tekan sejajar serat dan uji tarik sudut α = 33o
Hasil pengujian karakteristik bambu menunjukkan kuat tarik = 198 MPa,
tekan = 34,4 MPa, lentur = 82,5 MPa, geser = MPa, 6,44 dan kadar air
berturut-turut dari pangkal ke ujung =16%, 14,5% dan 13,6 % dan sambungan
model komposit bambu-kayu menunjukkan nilai yang ideal untuk suatu usaha
perbaikan nilai kuat geser, hal ini ditunjukkan pada hasil pengujian sambungan
komposit bambu-kayu mengunakan pengisi kayu Vinisium yang dibubut. Kuat
sambungan tarik untuk bambu berdiameter 7,9 cm s/d 8,2 cm mampu
menahan gaya sebesar 60 kN, sambungan tekan bambu berdiameter 9,1m

TESIS B-7
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

s/d 9,3 cm mampu menahan gaya tekan sebesar 58 kN sedangkan sambungan


sudut α = 33o pada bambu berdiameter antar 8,8 cm s/d 9,3 cm mampu
menahan gaya sebesar 4,8 kN.
Kata kunci: Bambu, sambungan, komposit bambu-kayu, kuat tarik ,tekan dan
geser.

PERILAKU MEKANIK JOINT INTERIOR ATAS

8 PADA STRUKTUR PORTAL BAMBU, Anis Rachmawati,


Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa
S2 Struktur (14603/1-1/1388/2003) lulus 3 Juni 2003

Rumah susun sederhana merupakan salah satu pemecahan masalah atas


meningkatnya kebutuhan sarana perumahan dalam pengoptimalan penggunaan
lahan, Bambu sebagai bahan bangunan masih banyak digunakan sebagai bahan
bangunan penunjang. Kelebihan bambu antara lain dapat tumbuh dengan cepat
dan memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan dengan cara yang
sederhana. Tetapi sistem sambungan bambu merupakan masalah dalam
struktur. Sistem sambungan bambu biasanya digunakan metode konvensional
dengan pasak dan tali sehingga akan menghasilkan kekuatan sambungan yang
lemah. Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan terbatas karena kurangnya
pengetahuan bagaimana membuat sambungan yang kuat.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui sifat
mekanik dan fisik bambu. Selain itu dilakukan pengujian lentur dan tekan
bambu isian, pengujian geser haul shellr connector serta pengujian model
samhungan inlerior alas dari rumah susun sederhana. Bambu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bambu wulung. Pengujian geser baut sebagai shear
connector, baut yang diuji berdiameter 1/2" dan 5/8". Pengujian model
samb'ungan struktur dilakukan dengan beban statik dan siklik.
Pada pengujian lentur bambu isian, tegangan lentur ijin rata-rata adalah
56,905 MPa. Pengujian geser baut sebagai shear connector, Pjjin (beban ijin)
ditentukan dari Pmaksl2,75 dan P1,5 sebesar 6106 N dan 8446 N. Pada
sambungan interior atas dengan beban statik kekuatan sambungan model lebih
tinggi 2774,455%, 2895,23% dan 3136,909%, sedangkan menggunakan beban
siklik lebih tinggi 1009,487%, 1009,487% dan 1056,715% dari kuat
sambungan yang diperlukan pada struktur sebenarnya. Dengan sistem
sambungan yang direncanakan berdasarkan nilai-nilai kekuatan sifat mekanik
yang diperoleh, bambu dapat dipakai sebagai bahan rumah susun sederhana.
Kata kunci : bambu, lentur, shear connector, sambungan, struktur sederhana

B-8 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA BALOK LAMINASI KAYU


KRUING BAMBU PETUNG TERHADAP
9 PEMBEBANAN LENTUR, I Putu Eddy Purnawijaya, Ir.
Morisco, Ph.D. dan Dr. Ing. Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S2
Struktur (17465/I-1/1681/01) lulus 20 Juni 2003

Penggunaan kayu dalalam bangunan sipil terus mengalami peningkatan


baik untuk pemakaian struktural maupun non struktural. Permintaan akan kayu
tersebut tidak dapat terpenuhi akibat kurangnya kayu dalam diameter yang
besar. Di sisi lain pemanfaatan bambu selama ini belum optimal walaupun
hasil penelitian telah menunjukkan bahwa bambu memiliki kekuatan dan
keunggulan dibandingkan dengan material bangunan lainnya. Selain itu bambu
dapat dibuat dalam bentuk balok laminasi untuk meningkatkan perilaku
mekanikanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan
dan kekakuan dari balok tersebut dalam kondisi pembebanan lentur murni.
Dalam penelitian ini dibuat balok laminasi yang tersusun atas kayu
kruing (Dipterocarpus spp.) dan bambu petung (Dendrocalamus asper)
dengan variasi jumlah lamina bambu terhadap balok sebesar 0%, 25%, 50%,
75% dan 100%. Jumlah perekat terlabur dihitung sehingga diperoleh
keteguhan geser yang optimal dan masing-masing variasi balok 1aminasi
dibuat dalam 3 (tiga) ulangan, dengan ukuran penampang dan panjang yang
sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah perekat terlabur yang
optimal adalah sebanyak 40/MDGL untuk perekatan antara kayu kruing dan
antara kayu kruing dengan lamina hambu, serta 50/MDGL untuk perekatan
antar lamina bambu. Kekuatan balok laminasi tertinggi diperoleh pada rasio
bambu terhadap balok 100% (RBB-100) yaitu sebesar 3.484 kg clan terendah
pada rasio bambu terhadap balok 50% (RBB-50), sebesar 2.564 kg. Kekakuan
balok mengalami peningkatan bersamaan dengan bertambahnya rasio bambu
terhadap balok dimana balok RBB-100 memiliki kekakuan yang besarnya
112,38% lebih tinggi daripada balok RBB-O (kayu kruing murni). Selama
pengujian, balok laminasi mengalami kerusakan lentur, namun dijumpai pula
kerusakan geser dan puntir pada beberapa benda uji akibat ketidaksempumaan
balok.
Kata kunci : balok laminasi, perekatan kayu

TESIS B-9
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH LAMINA BAMBU TERHADAP KUAT


LENTUR BALOK LAMINASI KERUING – SENGON,
10 Iskandar Yasin, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A.
Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur (17466/I-1/1682/01),
lulus 31 Juli 2003

Persediaan kayu yang cukup awet dan berkualitas tinggi belum dapat
mencukupi kebutuhan konstruksi bangunan pada waktu sekarang, lebih-lebih
untuk waktu yang akan datang. Melihat kondisi dewasa ini, bahwa untuk
mendapatkan kayu mutu tinggi semakin sulit maka salah satu cara adalah
dengan teknik laminasi. Bila jenis kayu dan bambu dimanfaatkan sebagai
balok komposit, maka diharapkan dapat di hemat penggunaan kayu kualitas
tinggi dan biaya yang dikeluarkan lebih murah.
Dalam penelitian ini dibuat balok glulam yang tersusun dari kayu
sengon (Paraserianthes falcataria), kayu keruing (Dipterocarpaceae) dan
bambu petung (Dendrocalamus asper) dengan variasi jumlah lamina bambu
petung terhadap balok glulam sebesar 0%, 25%, 50% dan 75%. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah perekat terlabur pada keteguhan
balok glulam, mengetahui pengaruh kuat tarik bambu terhadap kekuatan dan
kekakuan balok glulam dan mengetahui kuat lentur balok glulam.
Hasil penelitian dari variasi rasio bambu 0%, 25%, 50% dan 75%
menunjukkan semakin banyak perekat terlabur maka kekuatan rekat semakin
tinggi. Kekuatan dan faktor kekakuan balok glulam tertinggi diperoleh pada
rasio bambu terhadap balok glulam 50% (RBB-50) bersamaan dengan
bertambahnya rasio bambu terhadap balok glulam. Balok glulam mengalami
kerusakan lentur tetapi dijumpai pula rusak geser yang disebabkan oleh kurang
sempurnanya perekatan.
Kata kunci : bambu komposit, perekatan kayu, balok glulam

PENGARUH LAMA WAKTU TUNGGU PADA


PENGAWETAN BAMBU DENGAN CARA
11 TEKANAN, Mudji Suhardiman, Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ing.
Ir. Andreas Triwiyono, Mahasiswa S2 Struktur (13015/1-
1/1223/1999) lulus 28 Agustus 2003

Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan sudah lama dikenal karena


sifatnya yang menguntungkan antara lain mudah tumbuh, umur tebang pendek,
berpenampilan artistik, kuat dan liat serta banyak tersedia di negara kita.

B-10 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Kelemahan bambu adalah keawetan alaminya yang rendah akibat pengaruh air
maupun serangan organisme perusak. Peningkatan keawetan bambu dilakukan
dengan proses pengawetan, salah satunya dengan pengawetan bambu dengan
bahan kimia yang bertujuan untuk mencegah serangan organisme perusak
bambu. Pengaruh lama tunggu sebelum pengawetan bambu diduga
berpengaruh pada pelaksanaan dan hasil pengawetan dengan cara tekanan
tersebut. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh.1ama tunggu bambu
sebelum pengawetan terhadap lama proses pengawetan, nilai absorbsi, retensi
dan mortalitas bambu. Uji pengawetan menggunakan alat pengawet bambu
dengan tekanan, pada benda uji yang diambil dari lokasi dengan ketinggian
+800 m dengan pengawet boraks yang dilarutkan ke dalam air dengan
konsentrasi 5%, dan tekanan saat pengawetan 5 kg/cm2. Variasi perlakuan
terdiri atas faktor jenis bambu dengan 3 jenis bambu yaitu wulung, ampel dan
legi, serta 7 variasi lama tunggu bambu yaitu 2,4,6,8,9, 12 dan 14 hari.
Hasil pengujian yang datanya diseleksi dengan metode Chauvenet's
Criterion, dengan analisis varians disimpu1kan bahwa lama penyimpanan
bambu tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap lama proses
pengawetan, absorbsi, retensi dan mortalitasnya. Sedang perbedaan jenis
bambu memberikan pengaruh signifikan pada lama proses, absorbsi dan
retensinya. Analisis data pada penggabungan benda uji tanpa memperhatikan
faktor jenis bambu, diperoleh hasil waktu tunggu berpengaruh nyata pada lama
pengawetannya, dan tidak member pengaruh signifikan terhadap nilai absorbsi
dan retensinya. Dari pengamatan morta1itas serangga, terlihat bahwa
pengawetan memberi peningkatan ketahanan bambu terhadap serangan
serangga pada seluruh benda uji yang dibuktikan dengan adanya peningkatan
mortalitas terhadap bambu non pengawetan. Dari penelitian dapat disimpulkan
pu1a bahwa pada bambu yang sudah disimpan 14 hari masih dapat dilakukan
proses pengawetan namun memerlukan waktu yang lebih lama. Dan tekanan 5
kg/cm2 dapat dipakai untuk proses pengawetan dengan catatan pemotongan
bagian pangkal jangan terlalu jauh dengan ruas terakhir.
Kata kunci: Waktu tunggu, absorbsi, retensi, mortalitas

HUBUNGAN BERAT JENIS DENGAN PERILAKU

12 MEKANIKA BAMBU, Arif Supriyatno, Ir. Morisco, Ph.D.


dan Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc., Mahasiswa S2 Struktur
(17469/1-1/1685/01), lulus 29 September 2003

Bambu sehagai bahan hangunan masih hanyak digunakan sebagai


bahan bangunan penunjang. Kelebihan bambu antara lain dapat tumbuh

TESIS B-11
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dengan cepat dan memiliki sifat mekanik yang baik dan dapat digunakan
dengan cara yang sederhana. Pemahaman sifat fisika dan mekanik: bambu
dengan benar akan didapat pemakaian bambu secara optimum, sehingga lebih
ekonomis, tidak membahayakan dan tidak terbatas sebagai bahan bangunan
penunjang. Berat jenis sebagai parameter untuk mengetahui kekuatan mekanik
bambu akan sangat membantu dalam pemahaman bambu secara sederhana.
Penelitian ini mempakan gahungan antara pengujian eksperimen
sebagai data primer dengan pengumpulan data hasil pengujian penelitian
sebelumnya sebagai data sekunder. Hasil pengujian berat jenis dan mekanika
dianalisis menggunakan uji regresi dengan berbagai jenis persamaan. Jenis
persamaan dengan nilai korelasi terbesar dan diatas R=0,7071 atau prosentase
varian sebesar 50% dapat digunakan.
Hasil Penelitian menyatakan bahwa, secara umum hubungan berat jenis
dengan kuat tarik, tekan dan lentur mempunyai hubungan yang kuat. Pada kuat
tarik menghasilkan nilai korelasi R=0.7605 dengan persamaan nolinomial Y =
- 9517,6X2 + 13023X – 4070,9, kuat tarik proporsional nilai R=0,9014 dengan
Y = -707,411 Ln(X) + 540,28, kuat tekan nilai korelasi R=0,888 dengan
persaman Y = -46,138X2 + 166,09X – 39,676, kuat tekan proposional nilai
R=0,8930 dengan persamaan polinomial Y= -36,664X2 + 101,82X – 17,947,
kuat lentur proposional nilai R=0,7605 dengan persamaan polinomial Y= -
9537,6X2 + 13023X – 4070,9, kuat lentur proporsional dengan nilai R=0,9055
persamaan polinomial Y= -5617,1X2 + 8386,7X – 2823,9 kuat lentur pada
lendutan L/360 mm nilai R=0,9429 dengan persamaan nolinomial Y = 6,2714
X2 + 0,7305X + 1,8786.
Kata kunci: bambu, berat jenis, kuat mekanika, korelasi

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DALAM


LARUTAN BORAKS 5% DAN VARIASI POLA
SAMBUNGAN TERHADAP PERILAKU LENTUR
13 BALOK GALAR BAMBU WULUNG, WD. Hary Nugroho,
Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (15377/1-1/1489/00),
lulus 30 September 2003

Kayu baru layak tebang setelah mencapai usia setidaknya 30 tahun.


Lamanya masa tumbuh ini serta adanya peningkatan kebutuhan akan kayu
menyebabkan cadangan kayu di alam semakin berkurang. Balok galar atau
balok glulam bambu - yaitu laminated beam yang dibuat dari galar (lembaran
serat bambu) dan resin sintetik Urea Formaldehida (resin UF) sebagai resin

B-12 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

perekat - dapat menjadi altematif untuk mensubstitusi dan mereduksi


penggunaan kayu keras alami dalam lingkup pekerjaan teknik sipil. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rendaman panas dalam larutan
boraks 5% dan variasi pola sambungan terhadap kekuatan balok glulam bambu
Wulung akibat pembebanan lentur.
Pengujian pendahuluan - berdasarkan Standar ISO 1976 dengan
penyesuaian pada bentuk specimen - dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perendaman panas dalam larutan boraks 5% terhadap sifat fisika dan mekanika
bambu Wulung. Benda uji lentur balok glulam bambu Wulung terdiri dari 24
specimen dengan dimensi 38 mm x 95 mm x 2000 mm. Antar lapisan galar
direkatkan dengan resin UF (UA-104) sejumlah 60# MDGL pada tekanan
kempa dingin 1,5 sampai 2 MPa selama sekurang-kurangnya 4 jam. Beban
lentur statik kemudian diberikan secara bertahap pada belok uji sampai
mengalami keruntuhan.
Pengujian lentur terhadap balok glulam bambu Wulung menunjukkan
bahwa perebusan berpengaruh terhadap peningkatan kuat lentur balok dalam
menahan lentur. Kuat batas terbesar (rata-rata 7708,63 N atau 157,89% dari
kuat batas teoritisnya dicapai oleh balok rebus tanpa sambungan, BR-1; disusul
oleh balok rebus dengan sambungan pola-X, BR-3 (rata-rata 700,85 N atau
143,43% dari kuat batas teoritisnya). Saat kuat batas itu tercapai, terjadi
lendutan sebesar rata-rata 29,9 mm untuk BR-1 dan 28,32 mm untuk BR-3.
Lendutan balok glulam bambu Wulung cenderung lebih besar daripada
lendutan izin balok kayu biasa.
Kata kunci: Balok galar, balok glulam bambu, perilaku lentur, rendaman
panas, pola sambungan

PENGARUH GAYA PENGEMPAAN TERHADAP


KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI
14 HORISONTAL BAMBU PETUNG, Gusti Made Oka, Ir.
Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (18695/I-1/1859/02), lulus 15 Juni 2004

Balok laminasi bambu sudah waktunya menjadi salah satu alternative


pengganti kayu, sebagai material konstruksi baik yang bersifat struktural
maupun non struktural. Hal ini dibarengi dengan perkembangan teknologi
perekatan dalam hal ini sebagai tolak ukur keberhasilan teknik perekatan.
Selama ini bambu sebagai salah satu material konstruksi belum dimanfaatkan
secara optimal, walaupun beberapa penelitian menunjukkan beberapa
keunggulan bambu dibanding dengan material konstruksi lainnya. Melalui

TESIS B-13
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

lamina-lamina bambu dibentuk menjadi satu kesatuan dengan teknik perekatan,


sehingga diperoleh laminasi yang berkualitas tinggi sebagai kayu struktural.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya pengempaan
terhadap kekuatan geser balok laminasi bambu Petung (Dendrocalamus sp).
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik
serta kuat rekat bambu Petung sesuai dengan standar pengujian ISO 3129-
1975. Benda uji balok laminasi dibuat dalam lima variasi pengempaan yaitu
0,5 MPa, 1,0 MPa, 1,5 MPa, 2,0 MPa dan 2,5 MPa. Tiap variasi pengempaan
dibuat dalam 3 ulangan dan jumlah keseluruhan benda uji balok laminasi 15
buah. Ukuran balok laminasi yaitu lebar balok 50 mm, panjang bentang 1200
mm, panjang balok 1500 mm dan tinggi balok dibuat dengan jumlah lamina
bambu yang sama yaitu 22 buah dengan tebal tiap lamina 7 mm. Perekatan
antara lamina bambu menggunakan bahan perekat Urea Formaldehyde (UA-
104). Pengempaan balok laminasi dilakukan dengan pengempaan dingin
selama kurang lebih 20 jam.
Hasil pengujian sifat fisika diperoleh nilai kerapatan 0,653 gr /cm3 dan
diklasifikasikan sebagai kelas kuat acuan E13 dan E7 (SNI3-2002:6). Hasil
pengujian sifat mekanika untuk kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus
serat, kuat tarik, kuat geser, kuat lentur dan modulus elastisitas berturut-
berturut 50,29 MPa, 51,06 MPa, 402,18 MPa, 7,62 MPa, 128,80 MPa dan
13.746,33 MPa. Hasil pengujian blok geser laminasi bambu Petung
menunjukkan bahwa jumlah perekat terlabur adalah 50/MDGL dengan
kekuatan geser optimal sebesar 11,304 Mpa. Penerapan variasi pengempaan
dapat meningkatkan kuat geser balok rata-rata berturut-turut sebesar 4,142
MPa, 5,400 MPa, 6,545 MPa, 7,364 MPa dan 6,863 Mpa. Pada tingkat
penegempaan 2,0 Mpa balok laminasi mempunyai kekuatan geser yang
optimum. Jenis kerusakan balok laminasi bambu Petung 100% mengalami
kecendrungan rusak geser.
Kata kunci: Balok laminasi, pengempaan, kuat geser, bambu Petung
(Dendrocalamus sp)

PENGARUH POSISI SAMBUNGAN TERHADAP


KERUNTUHAN LENTUR BALOK BAMBU
15 LAMINASI HORIZONTAL, Astuti Masdar, Ir. Morisco,
Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2
Struktur (18219/I-1/1778/02), lulus 23 Juni 2004

Penggunaan kayu sebagai material pada bangunan terus mengalami


peningkatan baik untuk pemakaian struktural maupun non struktural.

B-14 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Permintaan kayu tersebut tidak dapat terpenuhi akibat kurangnya kayu dengan
diameter besar. Disisi lain, pemamfaatan bambu selama ini kurang optimal
karena selain sifat bambu yang tidak awet adanya keterbatasan dimensi alami
bambu. Untuk mengatasi masalah ini dilakukan laminasi dan penyambungan.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan
mekanik serta kuat rekat bambu mengikuti standar pengujian ISO 3129-1975.
Benda uji balok laminasi dibuat dalam tiga variasi posisi sambungan pada
daerah momen maksimum dan balok laminasi tanpa sambungan sebagai
pembanding. Dimensi balok masing-masingnya adalah lebar 60 mm, tinggi
120 mm, panjang 2100 mm yang terdiri dari 16 lapisan dengan ketebalan
masing-masing lapisan adalah 7,5 mm. Bambu yang digunakan pada penelitian
ini adalah Bambu Petung (Dendrocolamus sp). Perekatan antara lamina bambu
menggunakan bahan perekat Urea Formaldehida (UA-104). Jumlah perekat
terlabur dihitung sehingga diperoleh keteguhan geser yang optimal.
Hasil pengujian sifat fisika bambu menunjukkan nilai kerapatan dan
kadar air sebesar 12,63 % dan 0,653 g/cm3 . Hasil pengujian sifat mekanika
Bambu Petung untuk kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat
tarik, kuat
geser, kuat lentur dan modulus elastisitas berturut-turut sebesar 50,29 Mpa,
51,06 Mpa, 402,18 Mpa, 7,62 Mpa, 128,80 Mpa dan 13.746 Mpa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jumlah perekat terlabur yang optimal adalah
50/MDGL untuk perekatan antar lamina bambu dengan kekuatan geser
optimum sebesar 8,951 Mpa. Kekuatan maksimal balok sambungan diperoleh
pada variasi posisi sambungan pertama (BLPI) sebesar 13230,898 N.
Kekakuan balok mengalami penurunan dengan pemberian sambungan pada
balok sampai 21,8% terhadap balok tanpa sambungan. Selama pengujian balok
sambungan laminasi horizontal mengalami kerusakan lentur.
Kata kunci : balok laminasi, keruntuhan lentur, sambungan

PENGARUH POSISI SAMBUNGAN TERHADAP


KAPASITAS GESER BALOK BAMBU LAMINASI
16 HORISONTAL, Inggar Septhia Irawati, Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(18261/I-1/1786/02), lulus 23 Juni 2004

Bambu merupakan hasil alam potensial pengganti kayu. Salah satu


usaha untuk memperluas pemakaian bambu dalam bidang konstruksi adalah
dengan mengembangkan teknik laminasi. Balok dalam berbagai ukuran
(panjang, lebar, tinggi) dan bentuk (lurus, lengkung) dapat diperoleh dengan

TESIS B-15
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

teknik laminasi. Walaupun demikian, pemakaian sambungan sulit dihindarkan


pada struktur bentang panjang sehingga perlu diketahui pengaruh sambungan
terhadap kapasitas balok laminasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh posisi sambungan terhadap kapasitas geser balok bambu laminasi
horisontal.
Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu petung.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika
bambu serta keteguhan rekat menurut ISO 3129-1975. Sifat mekanik bambu
yang diperoleh digunakan untuk menentukan dimensi balok laminasi. Benda
uji balok laminasi terdiri dari 4 variasi sambungan butt joint (BLP-1, BLP-2,
BLP-3 dan BLP-4) dan balok utuh tanpa sambungan. Pembebanan lateral
statik diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat tekan sejajar dan tegak lurus
serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser, MOR dan MOE bambu bahan
penelitian adalah 50,29 MPa, 51,06 MPa, 402,18 MPa, 7,62 MPa, 128,80 MPa
and 13746,33 MPa. Keteguhan rekat optimal tercapai pada jumlah perekat
terlabur 50#/MDGL dengan kuat geser rata-rata 11,304 MPa. Pengaplikasian
butt joint memberikan pengaruh reduksi kuat geser balok laminasi sebesar
23,21% (BLP-1) sampai 28,27% (BLP-4) rata-rata 25,41%. Variasi posisi
sambungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kapasitas
gesesr balok bambu laminasi horisontal karena pada balok bambu laminasi
horisontal bagian lamina terlemah akan menjadi control keseluruhan kekuatan
geser balok. Retak geser terjadi pada sambungan yang terletak paling dekat
dengan tumpuan.
Kata kunci : kapasitas geser, balok laminasi horisontal, butt joint .

PENGARUH SUSUNAN LAMINA BAMBU


TERHADAP KUAT GESER BALOK LAMINASI
17 GALAR BAMBU PETUNG, Nasriadi, Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(19212/I-1/1899/02), lulus 25 Agustus 2004

Bambu mempunyai sifat lemah terhadap geser dan kuat terhadap lentur.
Gaya geser yang terjadi pada struktur balok laminasi akan mencapai harga
maksimum pada sumbu netral penampang. Pada laminasi horisontal tegangan
geser maksimum terjadi pada garis-garis perekatan di sekitar garis netral. Jika
lekatan antar lamina bambu kurang sempurna, maka akan terjadi kerusakan
geser berupa lepasnya rekatan antar lamina dan juga dapat terjadi kerusakan
geser pada bambu itu sendiri. Sebagai solusi, maka lamina bambu yang

B-16 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

terletak pada daerah yang mempunyai tegangan geser besar disusun secara
vertical (laminasi vertikal) agar kerusakan geser yang terjadi pada balok
laminasi semakin kecil sehingga dapat meningkatkan kekuatan lentur dari
balok laminasi tersebut.
Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu petung
(Dendrocalamus asper). Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat
fisika dan sifat mekanika bambu petung serta keteguhan rekat menurut ISO
3129-1975. Melalui uji sifat mekanika spesimen kecil bambu petung diperoleh
acuan untuk menentukan dimensi balok laminasi. Benda uji balok laminasi
terdiri dari lima variasi susunan lamina bambu dimana masing-masing variasi
dibuat sebanyak tiga sampel untuk persentase laminasi yang dinyatakan
sebagai Rasio Laminasi Vertikal terhadap Balok Glulam, diantaranya adalah
RLVB 0%, RLVB 25%, RLVB 50%, RLVB 75% dan RLVB 100%.
Pembebanan lateral statik diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu petung yang digunakan
dalam penelitian ini mempunyai kekuatan yang cukup tinggi dengan kuat
tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat
geser sejajar serat, kuat lentur (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) berturut-
turut sebesar 51,47 MPa, 51,06 MPa, 402,175 MPa, 7,62 MPa, 128,80 MPa
dan 13746,33 MPa. Keteguhan rekat optimal bambu petung tercapai pada
jumlah perekat terlabur 50/MDGL dengan kuat geser rata-rata 8,951 MPa.
Pengaruh susunan lamina bambu dalam proses laminasi menyebabkan
terjadinya peningkatan kuat lentur dan kuat geser balok laminasi rata-rata
sebesar 35,73% dan 35,93%. Peningkatan kuat lentur dan kuat geser balok
laminasi terjadi dengan berkurangnya susunan laminasi horisontal pada balok,
sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasio laminasi vertikal maka
kerusakan geser yang terjadi pada balok laminasi akan semakin kecil, sehingga
dapat meningkatkan kekuatan lentur dari balok laminasi tersebut.
Kata kunci: lamina, laminasi horisontal, laminasi vertikal, kuat lentur, kuat
geser

PENGARUH SUSUNAN LAMINA KAYU KERUING


DAN GALAR BAMBU PETUNG TERHADAP KUAT
18 LENTUR BALOK LAMINASI, Surya Adinata, Ir. Morisco,
Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2
Struktur (19223/I-1/1910/02), lulus 25 Agustus 2004

Bambu dapat digunakan bersama-sama kayu dengan memamfaatkan


teknologi perekatan untuk dibuat balok laminasi. Namun pada balok laminasi,

TESIS B-17
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

tegangan geser maksimum terjadi pada sumbu netral penampang. Pada


laminasi horisontal tegangan geser maksimum terjadi pada garis-garis
perekatan di sekitar garis netral. Jika lekatan antar lamina kurang sempurna,
maka akan terjadi kerusakan geser berupa lepasnya rekatan antar lamina dan
juga dapat terjadi kerusakan geser pada lamina itu sendiri. Sebagai solusi,
maka lamina yang terletak didaerah yang mempunyai tegangan geser besar
disusun secara vertical agar kerusakan geser pada balok laminasi semakin kecil
sehingga mampu meningkatkan kekuatan dan kekakuan balok laminasi
tersebut.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu keruing
(Dipterocarpaceae) dan bambu petung (Dendrocalamus asper). Uji
pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan sifat mekanika serta
kekuatan rekat bahan menurut ISO 3129-1975. Melalui uji sifat mekanika
spesimen bahan diperoleh acuan untuk menentukan dimensi balok laminasi.
Dimensi benda uji balok laminasi dengan panjang 200 cm, lebar 6 cm dan
tinggi 12 cm. Ada lima variasi susunan lamina vertikal kayu keruing dan
horisontal bambu petung yaitu masing-masing variasi dibuat sebanyak tiga
sampel untuk persentase laminasi yang dinyatakan sebagai Rasio Laminasi
Kayu Keruing terhadap Balok Laminasi (RLKB), diantaranya adalah RLKB-0,
RLKB-25, RLKB-50, RLKB-75 dan RLKB-100. Antara lapisan lamina
direkatkan dengan perekat thermoset Urea formaldehida (UA-104).
Pembebanan lateral statik diberikan secara bertahap sampai balok runtuh.
Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kayu keruing memiliki
kuat tekan sejajar serat (43,65 MPa), kuat tekan tegak lurus serat (19,64 MPa),
kuat tarik sejajar serat (143,27 MPa), kuat geser sejajar serat (143,27 MPa),
kuat lentur (97,814 MPa) dan modulus elastisitas (10.878,430 MPa). Bambu
petung memiliki kuat tekan sejajar serat (51,47 MPa), kuat tekan tegak lurus
serat (51,06 MPa), kuat tarik sejajar serat (402,175 MPa), kuat geser sejajar
serat (7,62 MPa), kuat lentur (128,80 MPa) dan modulus elastisitas (13.746,33
MPa). Kekuatan rekat optimal tercapai pada jumlah perekat terlabur
50#/MDGL yaitu kayu keruing murni (10,004 Mpa), bambu petung murni
(8,951 MPa) dan kayu keruing-bambu petung (12,81 Mpa). Kekuatan lentur
optimal rata-rata balok laminasi RLKB-75 (81,51 MPa). Peningkatan kekuatan
lentur rata-rata balok laminasi RLKB-25, RLKB-50 dan RLKB-75 sebesar
7,05%. Reduksi kekuatan lentur rata-rata balok laminasi RLKB-100 sebesar
34,54%. Kekuatan geser optimal rata-rata balok laminasi RLKB-75 (2,315
MPa). Peningkatan kekuatan geser rata-rata balok laminasi RLKB-25, RLKB-
50 dan RLKB-75 sebesar 6,395%. Reduksi kekuatan geser rata-rata balok
laminasi RLKB-100 sebesar 14,525 %.
Kata kunci: lamina horisontal, lamina vertikal, kuat lentur, kuat geser.

B-18 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH GAYA PENGEMPAAN TERHADAP


KUAT LENTUR BALOK LAMINASI VERTIKAL
19 BAMBU PETUNG, Masrizal, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr.
Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur (18120/I-
1/1765/02), lulus 3 September 2004

Pemakaian kayu dalam bidang ketekniksipilan terus mengalami


peningkatan. Kebutuhan ini tidak diikuti dengan ketersedian kayu dalam hal
kualitas dan diameter yang besar. Salah satu bahan konstruksi yang belum
dioptimalkan pemakaiannya adalah bambu. Hasil penelitian telah
menunjukkan bambu memiliki kuat tarik yang cukup tinggi dibandingkan
dengan material lainnya. Kelemahan bambu selama ini yang menjadi kendala
harus dikurangi agar kekuatan bambu untuk konstruksi bisa meningkat yaitu
dengan cara teknik laminasi bambu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh gaya pengempaan terhadap kuat lentur balok laminasi vertikal
bambu Petung (Dendrocalamus sp).
Dalam penelitian ini dibuat balok laminasi vertikal dari bambu Petung
berukuran, lebar balok 60 mm, tinggi balok 120 mm, panjang balok 3100 mm,
panjang bentangan 2700 mm dan tebal laminasi 6 mm. Jumlah keseluruhan
Balok uji laminasi vertikal adalah 12 balok, dibuat empat variasi gaya
pengempaan yaitu 0,5 MPa, 1 MPa, 1,5 MPa dan 2 MPa. Uji pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui sifak fisik dan mekanika serta kuat rekat bambu
Petung menggunakan standar pengujian ISO 3129-1975. Jenis perekat yang
digunakan Urea Formaldehyde dengan pengempaan dingin selama lebih dari 5
jam. Konfigurasi pengujian adalah four-point bending dengan beban statik
pada jarak sepertiga bentangan.
Hasil pengujian sifat fisika bambu petung menunjukkan nilai kadar air
12,63% dan nilai kerapatan 0,653 t/m3 dengan klasifikasi kelas kuat acuan
E11-E12 (SNI-03-1726-2002). Hasil pengujian sifat mekanika untuk kuat
tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat geser sejajar serat, kuat
tarik sejajar serat, MOR dan MOE berturut-turut 52,47 MPa, 52,05 MPa, 7,77
MPa, 402,18 MPa, 131,29 MPa dan 13528,45 MPa. Jumlah perekat terlabur
adalah 50#MDGL dengan kuat geser optimal laminasi 9,123 MPa. Hasil
pengujian balok bambu laminasi vertikal didapat MOR untuk setiap tingkat
pengempaan berturut-turut sebesar 70,11 MPa, 83,50 MPa, 95,70 MPa, and
80,24 MPa. Kuat lentur balok mengalami peningkatan senilai 31,32% seiring
dengan peningkatan pengempaan dan didapatkan pengempaan maksimum
berkisar antara 1,3 MPa sampai 1,6 MPa. Selama pengujian, seluruh balok
laminasi mengalami kerusakan lentur.

TESIS B-19
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU BALOK LENGKUNG LAMINASI


GALAR BAMBU PETUNG SUDUT 35o, 40o, DAN 45o

20 DENGAN TEGANGAN TARIK BAMBU LAPIS


LUAR, Agung Imanuel Dwi Putranto, Ir. Morisco, Ph.D. dan
Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(20661/1-1/2073/03), lulus 6 Nopember 2004

Bambu sebagai sumber daya alam pada dasamya merupakan sumber


komposit alami yang salah satu peruntukannya sebagai bahan konstruksi. Bila
bambu dimanfaatkan sebagai balok da!am wujud laminasi maka diharapkan
dapat menggantikan kayu kualitas tinggi dan biaya yang ekonomis. Dalam
perencanaan suatu bangunan yang berbentuk lengkung, banyak dijumpai
berbagai variasi khususnya variasi sudut. Berdasarkan hal tersebut, penelitian
ini hanya menyoroti pengaruh yang ditimbulkan akibat variasi sudut terhadap
kekuatan dari struktur lengkung tersebut, khususnya untuk sudut 35°, 40°, 45°
dengan perlakuan tegangan tarik pada bambu lapis luar.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan
mekanik Bambu Petung mengikuti standar pengujian ISO 3129-1975.
Penelitian ini menekankan pada balok lengkung dengan variasi sudut 35°, 40°
dan 45° dengan 2 parameter tetap bentang balok 2 m dan penampang dengan
ukuran 6x12 cm2. Fabrikasi balok laminasi lengkung diawali dengan
pembuatan frame pelengkung dan proses pelengkungan galar bambu dengan
metode panas. Kemudian galar-galar bambu yang telah melengkung dilaminasi
dengan perekat Urea Formaldehida (UF104).
Berdasarkan hasil pengujian pendahuluan disajikan besamya kuat tarik
sejajar serat bambu lapis dalam dengan nodia sebesar 85,10 MPa, sehingga
untuk sudut 40° dan 45° dikhawatirkan terjadi patah pada proses pelengkungan
dengan pengaruh thermal (kemungkinan patah sekitar 67,125%). Dengan
resiko yang cukup signifikan pengaruhnya, maka sudut yang dibuat untuk
benda uji diambil dari ± sudut 35° dengan kelipatan 2,5° sehingga di dapat
sudut di bawah sudut 40° dan 45° yaitu 32,5°, 35° dan 37,5°, dengan tegangan
awal rata-rata 40,95 MPa, 42,89 MPa dan 43,31 MPa. Kekuatan balok uji
berdasarkan pembebanan diperoleh bahwa rata-rata beban maksimal terjadi
pada sudut 40° yaitu sebesar 35,205 kN, sedangkan pada sudut di atas 40°
sampai dengan sudut 42°, kemampuan balok untuk menahan beban menurun.
Berdasarkan pengujian balok lengkung, kegagalan dimulai pada bagian tengah
tampang yang kemudian memanjang ke arah tumpuan. Tegangan utama tengah
tampang diakibatkan oleh kombinasi tegangan lentur, tegangan geser dan
tegangan normal. Tegangan utama akibat tekan pada balok lengkung sudut
35°,40°,42° secara berurutan sebesar 3,866 MPa, 3,398 MPa dan 3,059 MPa.

B-20 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Kenaikan sudut pada rentang sudut 35°, 40°, dan 42° memberikan pengaruh
kenaikan beban yang tidak beda nyata.
Kata kunci: balok lengkung laminasi, sudut, tegangan

PERILAKU BALOK LENGKUNG LAMINASI


BAMBU SUDUT 20o,25o, DAN 30o DENGAN

21 TEGANGAN TARIK BAMBU LAPIS LUAR, Dian Adi


Cahyono, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 Struktur (20671/I-1/2083/03),
lulus 6 Nopember 2004

Bangunan-bangunan dengan atap dome maupun pelengkung menjadi


suatu bangunan yang digemari karena nilai arsitektural yang lebih indah.
Dengan minat yang relatif besar terhadap bangunan ini, mengakibatkan
perlunya komponen struktural yang dapat dibentuk melengkung dengan variasi
sudut. Ketersediaan bahan material penyusun beton maupun kayu telah
berkurang akibat pembangunan prasarana fisik yang dominan menggunakan
bahan material ini, sehingga diperlukan inovasi guna menemukan bahan
material baru yang dapat digunakan sesuai dengan keinginan. Balok laminasi
lengkung belum pernah dikaji secara detail berkaitan dengan kekuatannya.
Dengan demikian dalam penelitian ini mengkaji balok laminasi lengkung
dengan bahan baku Bambu Petung dengan memanfaatkan kuat tarik bahan
yang relatif tinggi.
Penelitian secara garis besar terbagi menjadi dua bagian yaitu pengujian
pendahuluan bahan dan pengujian balok lengkung. Pengujian bahan dilakukan
berdasarkan ketentuan ISO 1975 guna mengetahui kekuatan properties bahan
yang menjadi penuntun perencanaan dalam fabrikasi balok lengkung.
Penelitian ini menekankan pada balok lengkung dengan variasi sudut 20o, 25o
dan 35o dengan parameter tetap bentang balok 2 m dan penampang dengan
ukuran 6x12 cm2. Fabrikasi balok laminasi lengkung diawali dengan
pelengkungan galar bambu dengan metode panas. Kemudian galar-galar
bambu yang telah melengkung dilaminasi dengan perekat Urea Formaldehida
(UF-104).
Sifat fisika bahan bambu menunjukkan kadar air dan kerapatan sebesar
11,23% and 0,72 g/cm3. Hasil pengujian bahan bambu menunjukkan kuat
tarik, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat dan kuat geser
berturut-turut sebesar 391,30 MPa, 51,75 MPa, 49,08 MPa, dan 12,01 MPa.
Fabrikasi dari balok uji pada penelitian ini mengalami penyimpangan sudut
sebesar 5o lebih besar daripada sudut rencana. Hasil penelitian menunjukkan

TESIS B-21
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

bahwa kenaikan sudut kelengkungan balok mengakibatkan kenaikan tegangan


awal material bahan. Besarnya tegangan awal pada sudut 20o, 25o, dan 30o
berturut-turut sebesar 21,74 MPa; 24,02 MPa; dan 26,02 MPa. Pengujian pada
balok uji lengkung diperoleh hasil bahwa balok lengkung mempunyai
kekuatan yang lebih besar daripada balok lurus. Kenaikan beban maksimum
yang mampu didukung oleh balok sudut 25o, 30o, dan 35o adalah sebesar
14,78%; 28,76% dan 24,53%. Kekuatan balok lebih ditentukan oleh tegangan
geser. Balok-balok uji mengalami kegagalan saat tegangan geser maksimum
mencapai 3 MPa. Kegagalan dari setiap balok pada bergesernya antar lamina
yang menunjukkan bahwa kekuatan antar lamina tidak mampu menahan
tegangan yang terjadi. Kenaikan sudut pada rentang sudut 25o, 30o, dan 35o
memberikan pengaruh kenaikan beban yang tidak beda nyata.
Kata kunci: balok lengkung laminasi, sudut.

PENGARUH KERAPATAN PARTIKEL TERHADAP


KUAT LENTUR BALOK KOMPOSIT KAYU

22 KERUING DENGAN PARTIKEL BAMBU, Paula Banun


Panuksmarukmi, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A.
Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur (19211/I-1/1898/02),
lulus 29 Januari 2005

Saat ini untuk mendapatkan kayu gergajian, dimensi besar dan bermutu
baik sudah sangat sulit dan harga semakin mahal. Pemanfaatan jenis kayu
cepat tumbuh mutu rendah yang dikompositkan dengan papan partikel sebagai
kayu struktural dan diharapkan mampu menaikkan rendemen pengolahan
kayu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan papan
partikel terhadap perilaku mekanika balok komposit kayu keruing–papan
partikel bambu.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan
mekanik serta kuat rekat kayu keruing sesuai standar pengujian berdasarkan
ISO-1976, papan partikel bambu berdasarkan ASTM-1992. Benda uji balok
laminasi terdiri dari 15balok ukuran lebar 60 mm, tinggi 120 mm dan panjang
1800 mm, dengan variasi kerapatan papan partikel 0,5 t/m3, 0,6t/m3, 0,7 t/m3,
0,8 t/m3 dan masing–masing variasi balok komposit dibuat dalam tiga ulangan.
Untuk mendapatkan nilai optimal pada jumlah perekat terlabur dilakukan uji
pendahuluan, dengan pengujian perekat terlabur sebesar 40/MDGL,
50/MDGL, dan 60/MDGL. Antara lapisan papan keruing direkatkan
menggunakan bahan perekat Urea Formaldehida (UA-104) pada tekanan
kempa 0,5 sampai 1 MPa selama lebih dari 4 jam. Pengempaan balok

B-22 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

komposit dilakukan dengan pengempaan dingin selama lebih dari 20 jam.


Pembebanan lateral statik diberikan secara bertahap sampai balok komposit
runtuh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah perekat terlabur yang
optimal adalah sebanyak 50/MDGL untuk perekatan kayu keruing. Pengaruh
kerapatan papan partikel signifikan terhadap kekuatan dan kekakuan balok
komposit. Kekuatan tertinggi diperoleh pada balok komposit KPB0,8 dengan
kerapatan papan partikel 0,8 t/m3 rata-rata sebesar 8820,599 N, yang terendah
pada balok komposit KPB0,5 dengan kerapatan papan partikel 0,5 t/m3 rata-
rata sebesar 3430,233 N. Peningkatan kekuatan pada balok komposit KPB0,5,
KPB0,6, KPB0,7 dan KPB0,8 dengan kerapatan papan partikel 0,5 t/m3, 0,6
t/m3, 0,7 t/m3 dan 0,8 t/m3 sebesar 0%, 90,476%, 104,762 dan 157,143%,
untuk peningkatan kekakuan sebesar 0%, 35,607, 43,996% dan 97,983%.
Kata kunci : balok komposit, papan partikel, kerapatan, kekuatan, kekakuan

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN BALOK


LAMINASI GALAR BAMBU WULUNG TERHADAP
23 KERUNTUHAN GESER, Agus Rivani, Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(20323/1-112015/03), lulus 29 Juni 2005

Bambu merupakan salah satu material konstruksi yang tersebar di


seluruh daerah tropis dan subtropis. Sepanjang tradisi, penggunaan bambu
secara luas telah banyak terlihat dalam berbagai bentuk konstruksi.
Keterbatasan dimensi alami dan bentuk serta jenis sambungan yang masih
tradisional berdampak pada efisiensi strukturalnya. Jenis dan posisi sambungan
serta pola kerusakan balok laminasi bambu diharapkan dapat teridentifikasi
secara eksperimental.
Uji pendahuluan dilakukan berdasarkan prosedur standar pengujian ISO
1975. Balok laminasi dibuat dari bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea)
dengan lebar 50 mm, tinggi 140 mm dan bentang 900 mm yang terdiri dari
lapisan lamina horisontal dengan ketebalan 5 mm. Perekatan antara lamina
bambu dan sambungan menggunakan bahan perekat Urea formaldehyda.
Sambungan terdiri atas empat variasi yaitu dua variasi jenis sambungan
(sambungan jari dan miring bertingkat) dan dua variasi posisi sambungan
(vertikal dan horisontal). Balok lainnya juga dibuat berupa balok tanpa
sambungan sebagai parameter pembanding. Uji geser lentur dilakukan dengan
pembebanan lateral statik di tengah bentang.

TESIS B-23
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas bidang rekat yang merupakan


parameter jumlah perekat terlabur sangat berpengaruh pada kuat geser
maksimum. Konsekuensinya, penurunan kekuatan balok dapat mencapai 54%,
sedangkan kekuatan optimum balok dengan sambungan sebesar 83% terhadap
balok tanpa sambungan. Penelitian ini mengidentifikasi bahwa kekuatan balok
dengan sambungan jari lebih efektif dari sambungan miring bertingkat dan
posisi sambungan pada arah vertikallebih kuat dari arah horisontal.
Kata kunci : balok laminasi bambu, keruntuhan geser, sambungan.

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN BALOK


LAMINASI GALAR BAMBU PETUNG TERHADAP
24 KERUNTUHAN GESER, Sukadarminto, Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(19216/I-1/1903/02), lulus 29 Juni 2005

Penggunaan balok bambu laminasi sebagai bahan struktur bangunan


bentang panjang akan membutuhkan penyambungan. Oleh karena itu
pengetahuan tentang jenis dan kekuatan sambungan diperlukan sehingga dapat
menentukan sambungan yang paling efektif. Sambungan dengan perekat lebih
mudah dibuat dalam bentuk balok. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui pengaruh jenis sambungan pada balok laminasi galar
menggunakan sambungan miring (scarf joint) dan sambungan jari (finger
joint) dengan masing-masing berpola horisontal dan vertikal.
Bahan dasar yang digunakan yaitu bambu petung (Dendrocalamus Sp.)
dalam bentuk lembaran galar yang tersusun vertikal dan perekat Urea
Formaldehida UA-104. Sambungan miring dibuat dengan sudut kemiringan
45° dan sambungan jari mempunyai ukuran detil jari yaitu panjang horisontal
11,4 mm, tinggi 4 mm, lebar puncak 0,6 dan sudut kemiringan 7°.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa adanya sambungan menyebabkan
penurunan secara signifikan nilai kekuatan balok balok sambungan miring
horisontal, balok sambungan miring vertikal, balok sambungan jari horisontal
dan balok sambungan jari vertikal berturut-turut sebesar 77%, 92%, 11% dan
13%. Berdasarkan kemampuan dukung terhadap beban lentur, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa balok dengan sambungan jari horisontal merupakan
jenis sambungan yang paling efektif.
Kata kunci: sambungan miring, sambungan jari, keruntuhan geser.

B-24 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN BALOK


LAMINASI GALAR BAMBU WULUNG TERHADAP
25 KERUNTUHAN LENTUR, Sumiati, Ir. Morisco, Ph.D. dan
Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(20101/I-l/1987/03), lulus 29 Juni 2005

Balok laminasi memiliki flesibilitas dimensi dan geometri serta


efisiensi dalam penggunaan bahan, tapi untuk bentang yang panjang
diperlukan adanya penyambungan. Bambu mempunyai kuat tarik dan kuat
lentur yang tinggi jika dibandingkan dengan kayu, tapi mempunyai kelemahan
dalam perangkaiannya. Agar bambu dapat dimanfaatkan secara optimal maka
perlu diteliti pengaruh jenis sambungan yang efektif terhadap kuat lentur dan
aplikasinya terhadap balok laminasi.
Sebagai data pendukung dilakukan pengujian sifat fisika dan mekanika
berdasarkan standar (Ghavami, 1990). Pengujian kuat lentur berdasarkan
empat titik pembebanan (ASTM D 198-84). Ukuran balok ( 50 x 100 x 2400
mm) terdiri dari 20 lamina dengan ketebalan 5 mm. Jenis sambungan yang
diterapkan adalah sambungan jari dan sambungan miring yang dipotong arah
vertikal dan horisontal, sehingga didapatkan empat variasi sambungan yang
diletakkan di tengah bentang pada daerah momen maksimum. Masing-masing
jenis sambungan dibuat tiga balok, sebagai pembanding digunakan balok
laminasi utuh.
Hasil penelitian bambu wulung pada kadar air 15% didapatkan
kerapatan = 0,594 gram/cm3, kuat lentur (MOR) = 91,467 MPa, kekakuan
(MOE) = 13.421,66 MPa. Proses laminasi memberikan efek peningkatan
kekakuan = 20,24%, sebaliknya penerapan sambungan justru menimbulkan
penurunan kekakuan balok laminasi pada sambungan (jari vertikal= 3,1%; jari
horisontal = 11,87%; miring vertikal = 31,59%; miring horisontal = 41,94%).
Proses laminasi menyebabkan penurunan kuat lentur sebesar 33,53%,
penerapan sambungan menyebabkan penurunan kuat lentur pada sambungan
(jari vertikal = 37,76%; jari horisontal = 43,45%; miring vertikal = 71,36%;
miring horisontal = 77,30%). Sambungan jari vertikallebih efektif karena
mempunyai kekuatan tertinggi sebesar 61,77%, jari horisontal, miring vertikal
dan miring horisontal berurutan sebesar: 52,47%; 24,14%; 19,26%.
Kata Kunci: Balok laminasi, Keruntuhan lentur, Sambungan.

TESIS B-25
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN BALOK


LAMINASI GALAR DAN BILAH BAMBU PETUNG
26 TERHADAP KERUNTUHAN GESER, Wahiduddin Basry,
Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (20604/I-1/2058/2003), lulus 29 Juni 2005

Kebutuhan akan kayu sebagai bahan konstruksi yang semakin


meningkat tidak seimbang dengan tersedianya bahan baku yang memadai,
sehingga pemanfaatan bambu sebagai altematif pengganti kayu harus lebih
dioptimalkan. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan bambu
yaitu dengan teknik larninasi, sehingga dengan cara ini dapat diperoleh balok
laminasi sesuai dengan dimensi yang diinginkan. Akan tetapi, pemakaian
sambungan sulit dihindarkan pada struktur bentang panjang sehingga perlu
lmtuk mencari jenis sambungan yang paling optimum untuk digunakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari jenis sarnbungan yang paling optimum
antara sarnbungan jari (finger joint) dengan sambungan miring (scarf joint).
Bambu yang digunakan adalah barnbu petung yang dibentuk berupa
galar maupun bilah. Benda uji terdiri 3 variasi dari bahan galar dan bahan
bilah. Variasi meliputi balok tanpa sarnbungan dari bahan galar (BLP-G) dan
bilah (BLP-B), balok dengan sarnbungan jari dari bahan galar (BLP-GJ) dan
bilah (BLP-BJ), serta balok dengan sambungan miring dari bahan galar (BLP-
GM) dan bilah (BLP-BM). Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti, maka
setiap variasi dibuat 3 benda uji.
Aplikasi sambungan pada balok laminasi memberikan pengaruh
terhadap penurunan kekuatan balok bahan galar dan bilah. Penurunan kekuatan
balok masing-masing sebesar 18% (BLP-GJ), 38% (BLP-BJ), 66% (BLP-GM)
dan 49% (BLP-BM). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa balok BLP-GJ
dan BLP-BJ memiliki kekuatan dalam memikul beban yang lebih tinggi
dibandingkan balok BLP-GM dan BLP-BM. Hal ini disebabkan aplikasi
sambungan jari memiliki sifat saling mengunci dibanding sambungan miring
yang memiliki kekuatan pada bidang perekat dan kemiringan sambungan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aplikasi samblmgan jari
lebih kuat dibanding sambungan miring untuk aplikasi sarnbungan pada balok
larninasi.
Kata kunci : balok laminasi bambu, fingerjoint, scarf joint.

B-26 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN TERHADAP


KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI BAMBU
27 APUS, Niken Warastuti, Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A.
Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur (19814/I-1/1964/03),
lulus 22 Agustus 2005

Saat ini bambu merupakan material konstruksi yang dapat


menggantikan fungsi kayu.Untuk menjadi balok yang dapat digunakan sebagai
struktur panjang, bambu dibuat dengan cara laminasi, disebut dengan balok
laminasi dan memerlukan sambungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh jenis sambungan miring bertingkat dan sambungan jari
terhadap keruntuhan geser balok laminasi dan jenis sambungan yang paling
efektif untuk balok laminasi.
Bambu yang digunakan adalah bambu apus. Pengujian pendahuluan
dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika bambu apus. Balok
laminasi dibuat dari bambu bentuk galar dan bilah, terdiri dari tiga kondisi
yaitu balok laminasi dengan sambungan miring bertingkat, balok laminasi
dengan sambungan jari dan balok laminasi tanpa sambungan sebagai kontrol.
Jumlah benda uji adalah 18 benda uji. Seluruh balok laminasi diuji lentur-geser
dengan pembebanan satu titik, mendapatkan nilai beban maksimum dari setiap
balok. Hasil penelitian ini adalah bahwa bambu apus memiliki nilai kadar air
dan kerapatan 12,123% dan 0,6464%. Tekan sejajar serat, tekan tegak lurus
serat, tarik, geser, MOR dan MOE adalah 40,098 MPa, 5,261 MPa 295,56
MPa, 5,098 MPa, 125 MPa dan 24566 MPa. Nilai kuat lentur dan kuat geser
balok laminasi galar maupun bilah dengan sambungan jari adalah lebih besar
daripada balok laminasi dengan sambungan miring. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sambungan jari lebih efektif daripada sambungan miring.
Kata kunci: bambu apus, keruntuhan geser, sambungan miring, sambungan
jari.

TESIS B-27
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH JENIS SAMBUNGAN TERHADAP


KERUNTUHAN GESER BALOK LAMINASI

28 VERTIKAL BILAH BAMBU PETUNG, Yuzuar Afrizal,


Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (20666/I-1/2078/03),
lulus 22 Agustus 2005

Seiring dengan waktu kebutuhan akan kayu sebagai bahan konstruksi


yang semakin meningkat mengakibatkan menipisnya ketersediaan kayu dan
meningkatnya harga, sehingga pemanfaatan bambu sebagai alternatif
pengganti kayu harus lebih dioptimalkan. Salah satu upaya untuk
mengoptimalkan pemanfaatan bambu yaitu dengan teknik laminasi, sehingga
dengan cara ini dapat diperoleh balok laminasi sesuai dengan dimensi yang
diinginkan. Akan tetapi, untuk struktur bentang panjang mengharuskan untuk
melakukan penyambungan, oleh karena itu perlu diketahui jenis sambungan
yang paling optimum untuk digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari
jenis sambungan yang paling optimum antara sambungan jari (finger joint)
dengan sambungan miring (scarf joint), yang divariasikan dalam arah vertikal
dan horizontal.
Bambu yang digunakan adalah bambu petung yang berbentuk bilah
yang disusun secara vertikal. Variasi meliputi balok tanpa sambungan (BLO),
balok dengan sambungan jari vertikal (BLJV) dan jari horizontal (BLJH), serta
balok dengan sambungan miring vertikal (BLMV) dan miring horizontal
(BLMH). Untuk memperoleh hasil yang lebih teliti, maka setiap variasi dibuat
3 benda uji.
Pemakaian sambungan pada balok laminasi memberikan pengaruh
terhadap penurunan kekuatan balok sesuai dengan bentuk sambungan. Reduksi
kekuatan balok masing sebesar 12,38% (BLJV), 12,391% (BLJH), 60,92%
(BLMV) dan 45,54% (BLMH). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa balok
BLJV dan BLJH memiliki kekuatan dalam memikul beban yang lebih tinggi
dibandingkan balok BLMV dan BLMH. Hal ini disebabkan pemakaian
sambungan jari memiliki sifat saling mengunci dibanding sambungan miring
yang memiliki kekuatan pada bidang perekat dan kemiringan sambungan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemakaian sambungan
jari lebih kuat dibanding sambungan miring untuk aplikasi sambungan pada
balok laminasi, baik arah vertikal maupun horizontal.
Kata kunci : balok laminasi bambu, finger joint, scarf joint.

B-28 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA PAPAN LAMINASI BAMBU


PETUNG TERHADAP BEBAN LATERAL, Sjelly
29 Haniza, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 MTBB (13151/PS/MTBB/2003),
lulus 29 September 2005

Bambu merupakan salah satu hasil hutan yang belum dimanfaatkan


secara maksimal saat ini, khususnya dalam dunia konstruksi. Secara umum
bila diproses dengan benar, bambu dapat menggantikan kayu yang selama ini
mulai susah didapat. Dengan teknik laminasi dan sistim pengawetan diperoleh
dimensi bambu yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan konstruksi.
Penelitian tentang balok laminasi bambu telah banyak dilakukan tetapi
penelitian tentang papan laminasi bambu khususnya tetap mempertahankan
kulit luar pada lapisan atas dan bawah belum pernah dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku papan laminasi
bambu petung terhadap beban lateral. Penelitian menggunakan bambu petung,
dibuat menjadi papan laminasi dengan lebar 100 mm, tinggi 20 mm dan
panjang 1200 mm. Benda uji dibuat empat variasi dan masing – masing tiga
ulangan. Tipe I kombinasi bilah dengan kulit dan galar tanpa kulit. Tipe II
kombinasi bilah tanpa kulit dengan galar tanpa kulit. Tipe III kombinasi galar
dengan kulit dan galar tanpa kulit. Tipe IV kombinasi bilah dengan kulit dan
bilah tanpa kulit. Satu benda uji dari masing – masing tipe digunakan untuk
pengujian kuat geser antar lapisan, tarik tegak lurus permukaan dan lentur. Uji
pendahuluan menggunakan standar ISO- 1975, uji blok geser menggunakan
standar ASTM. Pengujian Kuat lentur menggunakan beban satu titik ditengah
bentang.
Hasil pengujian lentur untuk tipe I didapat MOR sebesar 138,80 MPa
dan MOE sebesar 25.060 MPa. Tipe II didapat MOR sebesar 131,12 MPa dan
MOE sebesar 23.068 MPa. Tipe III didapat MOR sebesar 80,98 MPa dan
MOE sebesar 16.094 MPa. Tipe IV didapat MOR 151,22 MPa dan MOE
sebesar 24.317 MPa. Rerata kuat tarik tegak lurus permukaan untuk tipe I, tipe
II, tipe III dan tipe IV berturut- turut sebagai berikut: 0,956 MPa, 1,018 MPa,
0,808 MPa dan 0,969 Mpa. Rerata kuat geser untuk lapis atas sebagai berikut:
tipe I= 2,314 MPa, tipe II= 3,174 MPa, tipe III= 2,253 MPa dan tipe IV= 3,322
MPa sedangkan kuat geser untuk lapis bawah adalah: tipe I= 2,759 MPa,
tipeII= 3,938 MPa, tipe III= 1,961 MPa dan tipe IV= 3,830 MPa.
Kata kunci: Papan laminasi, lentur dan bambu petung (dendrocalamus sp)
dengan kulit.

TESIS B-29
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH VARIASI DIMENSI BILAH BAMBU,


JENIS PEREKAT DAN TEKANAN KEMPA
TERHADAP KERUNTUHAN LENTUR BALOK
30 LAMINASI BAMBU PETUNG, Anita Mardiana Agus
Salim, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 Struktur (21102/I-1/2114/04),
lulus 29 Maret 2006

Ketersediaan kayu makin berkurang salah satu solusi adalah balok


laminasi. Proses pembuatan balok laminasi memerlukan tekanan kempa, lebar
bilah yang efesien, jenis perekat yang sesuai.
Bambu yang digunakan adalah bambu petung dari Magelang dan Kulon
Progo, berbentuk bilah yang disusun secara vertikal. Variasi yang dipakai
adalah tekanan kempa 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Variasi jenis perekat Urea
Formaldehida dan Melamine Formaldehida. Variasi lebar bilah 2,5 cm dan 3
cm. Pembebanan dilakukan secara lateral statik dalam jangka pendek dan uji
lentur empat titik. Parameter yang diuji yaitu sifat-sifat fisika dan mekanika
bambu petung. Parameter yang diuji pada balok laminasi yaitu kuat lentur
meliputi MOR, MOE dan tipe keruntuhan balok.
Hasil uji statistik sifat fisika dan mekanika bambu dari Magelang dan
Kulon Progo lokasi asal bambu tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap uji sifat fisika dan mekanika benda uji pendahuluan. Hasil uji kuat
lentur balok laminasi dari Magelang dan Kulon Progo pengaruh lebar bilah
terhadap MOR lebar bilah 2,5 cm cenderung lebih kuat dari lebar bilah 3 cm
yaitu 22,416%, tetapi terhadap MOE lebar bilah 3 cm cenderung lebih kuat
dari 2,5 cm yaitu 9,361%. Pengaruh tekanan kempa terhadap MOR bambu
petung dari Magelang dan Kulon Progo tekanan kempa 1,5 MPa cenderung
lebih kuat dari 2,5 MPa yaitu 15,680%, tetapi terhadap MOE tekanan kempa
2,5 MPa cenderung lebih kuat dari 1,5 yaitu 1,863%. Pengaruh jenis perekat
terhadap MOR bambu petung dari Magelang dan Kulon Progo jenis perekat
Urea Formaldehida cenderung lebih kuat dari Melamine Formaldehida yaitu
6,726%, tetapi terhadap MOE bambu dari Magelang dan Kulon progo
cenderung lebih kuat jenis perekat Melamine Formaldehida dari perekat Urea
Formaldehida yaitu 7,357%. Secara umum tipe keruntuhan balok uji adalah
keruntuhan lentur.
Kata kunci :balok laminasi, jenis perekat, tekanan kempa, lebar bilah

B-30 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

SISTEM PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN

31 BAMBU, Dyah Patmasari, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr. Ir.
Fitri Mardjono, M,Sc., Mahasiswa S2 MTBB
(14058/PS/MTBB/04), lulus 29 Maret 2006

Aplikasi bambu sebagai struktur bangunan telah lama dikenal oleh


masyarakat Indonesia. Pengerjaan konstruksi bambu selama ini hanya
berdasarkan pengalaman dan keterampilan, sehingga pemanfaatannya belum
maksimal. Dengan melihat permasalahan itulah, timbul gagasan untuk
membuat suatu sistem perencanaan struktur bangunan bambu berdasar sifat
dan karakteristik bambu dengan cara memanfaatkan referensi dari beberapa
penelitian yang telah ada.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa
masing-masing sistem untuk komponen struktur dan non struktur pada
konstruksi bambu, yang selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk
perencanaan konstruksi bambu yang berkualitas. Penelitian dilakukan dengan
cara mendeskripsikan alternatif-alternatif untuk komponen struktur dan non
struktur, kemudian dianalisa untuk mendapat rekomendasi desain yang sesuai
dengan ktriteria perencanaan yang ditetapkan yaitu: serviceability, makeability,
sustainability, performance, dan price.
Selanjutnya pembahasan dan analisis, akan menghasilkan identifikasi
prinsip dan sistem, kelebihan dan kelemahan untuk masing-masing komponen
(struktur dan non struktur), yang selanjutnya dapat membantu desainer dalam
merancang bangunan bambu. Dari hasil pembahasan dan analisa khusus
dinding, dapat diketahui bahwa tiap-tiap jenis dinding mempunyai konsiderasi
dan konsekuensi perencanaan sendiri-sendiri yang berpengaruh dan
menentukan desain akhir bangunan. Hasil akhir identifikasi dan analisa diatas
adalah transformasi desain Sebagai bahan studi, diambil perencanaan rumah
bambu. Transformasi desain rumah bambu berisi: konsep rumah bambu
secara struktur dan arsitektur, perencanaan struktur bambu, aspek penting
dalam desain bambu, komponen struktur dan non struktur, serta sambungan
untuk mendapatkan desain rumah bambu yang dinilai paling efektif dan
efisien.
Kata kunci: identifikasi, struktur, non-struktur, perencanaan.

TESIS B-31
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH DIMENSI BILAH, JENIS PEREKAT


DAN TEKANAN KEMPA TERHADAP

32 KERUNTUHAN LENTUR BALOK LAMINASI


BAMBU PETING, Agus Setiya Budi, Prof. Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(21724/I-1/2184/04), lulus 23 Juni 2006

Kebutuhan kayu meningkat pesat seiring pertumbuhan perumahan dan


jumlah penduduk. Untuk menjaga kelestarian hutan perlu dicari alternatif lain
pengganti kayu, diantaranya adalah bambu, karena selain mudah tumbuh juga
memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Agar supaya diperoleh ukuran balok yang
sesuai dengan kebutuhan struktural, diperlukan teknik pengolahan bambu yaitu
teknik bambu laminasi. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dimensi
bilah, jenis perekat dan tekanan kempa terhadap keruntuhan lentur balok
laminasi bambu Peting.
Balok laminasi dibuat dari bambu Peting dengan dimensi 60x120x2600
mm. Dimensi bilah yang digunakan 15x5 mm dan 25x5 mm; jenis perekat
yang digunakan Urea Formaldehyde (UF) dan Melamine Formaldehyde (MF);
dan tekanan pengempaan yang digunakan 1,5 MPa dan 2,5 MPa. Pengujian
balok laminasi dilakukan diatas dua tumpuan sederhana pada jarak 2400 mm,
dengan sistem pembebanan four point loading.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemakaian dimensi bilah
15x5 mm, beban dan tegangan lentur maksimum yang dicapai masing-masing
11,8% dan 19,8% lebih besar daripada pemakaian dimensi 25x5 mm. Pada
pemakaian jenis perekat MF, beban dan tegangan lentur maksimum yang
dicapai masing-masing 11,9% dan 13,9% lebih besar dari jenis perekat UF.
Pada pemakaian tekanan kempa 2,5 MPa, beban dan tegangan lentur
maksimum yang dicapai masingmasing 6,9% dan 7,4% lebih besar daripada
tekanan kempa 1,5 MPa.
Kata kunci: balok laminasi bambu, keruntuhan lentur, kekuatan balok

33
B-32 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KEPASTIAN GESER RETROFITTING BALOK


LAMINASI BAMBU PETUNG TAMPANG I, Arqam
33 Laya, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 Struktur (23227/I-1/2395/05),
lulus 11 April 2007

Bambu sebagai bahan alternatif pengganti kayu dapat dibentuk sebagai


balok atau papan dengan cara dilaminasi (laminated bamboo). Teknik laminasi
seperti ini mampu digunakan untuk membentuk dimensi bahan bangunan yang
digunakan sebagai bahan konstruksi. Bambu mempunyai sifat elastisitas yang
sangat besar karenanya defleksi yang terjadi cukup besar sebab bambu
merupakan bahan yang daktail. Mengacu pada sifat bambu yang elastis ini,
maka material tersebut sangat baik untuk diperbaiki.
Penelitian ini menggunakan balok laminasi yang telah dibebani,
kemudian diperbaiki dengan cara dilaminasi kembali. Konsep energy fracture
dan uji geser digunakan terhadap Balok Laminasi Tampang I dengan dimensi
tampang 120 x 160 mm dan panjang 1200 mm. Balok laminasi bambu
tampang I ini dibuat dalam tiga variasi susunan, yaitu susunan horisontal,
vertikal dan kombinasi vertikal – core.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Balok laminasi susunan galar
dengan kombinasi vertikal – core memiliki kecenderungan menahan beban
lebih besar dibanding 2 tipe balok lainnya, diikuti oleh balok laminasi susunan
horizontal, dan balok laminasi susunan vertical. Balok Laminasi Retrofitt
kekuatan beban yang mampu dipikul berkisar antara 1952 – 3239 kg atau
antara 36 – 60 %. Jadi Balok Laminasi Retrofitt kekuatannya hanya berkisar 50
% dibandingkan kekuatan awal sebelum diperbaiki tapi kekuatan ini masih
lebih besar dari kekuatan balok kayu pada umumnya dimana tegangan geser
ijin balok laminasi 1,54 – 2,16 MPa sementara tegangan geser kayu kuat kelas
II 1,20 Mpa. Dari uji analysis of varians (anova) bahwa susunan variasi
berpengaruh secara beda sangat nyata atau sangat signifikan terhadap kekuatan
dan kekakuan balok.
Kata kunci: kapasitas geser, retrofitt, bambu petung, balok laminasi galar

TESIS B-33
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KAPASITAS GESER BALOK LAMINASI GALAR

34 BAMBU PETUNG PROFIL I, Dwiharjanto, Prof. Ir.


Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For,
Mahasiswa S2 Struktur (22517/I-1/2316/05), lulus 11 April 2007

Untuk mengurangi penggunaan kayu dalam bidang kontruksi dan


perabot rumah tangga, saat ini sedang dikembangkan teknologi laminasi pada
bambu. Salah satu keistimewaan bambu adalah masa penennya yang relatif
cepat dibandingkan dengan kayu. Penelitian-penelitian tentang laminasi bambu
telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian yang membahas tentang balok
laminasi galar bambu dengan bentuk profil I belum pernah dilakukan.
Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Bambu
Petung. Oleh karena waktu penelitian yang relatif lama, maka diperlukan
proses pengawetan pada bambu. Untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik
Bambu Petung dilakukan pengujian sesuai standard ISO 3129 – 1975 yang
meliputi uji kerapatan, lentur, geser sejajar serat, desak sejajar dan tegak lurus
serat, dan uji tarik sejajar serat. Namun, karena keterbatasan yang dimiliki
bambu, tebal spesimen tidak bisa memenuhi standard di atas dan hanya
didasarkan pada ketebalan bambu. Uji geser dilakukan pada balok laminasi
galar dengan 3 variasi susunan yang berbeda yaitu balok laminasi susunan
horizontal, vertikal, dan kombinasi vertikal-core. Seluruh balok laminasi
tersebut memiliki dimensi yang sama yaitu lebar sayap 12 cm, tinggi sayap 4
cm, lebar badan 4 cm, dan tinggi balok 16 cm. Masing-masing pengujian di
atas dilakukan dengan 3 kali perulangan.
Hasil uji pendahuluan menunjukkan Bambu Petung memiliki rata-rata
kerapatan 0,61 g/cm3, sehingga dikategorikan dalam kelompok kayu berat.
Bambu Petung memiliki rata-rata kuat tarik yang cukup tinggi yaitu 194,49
MPa, namun rata-rata kuat geser sejajar seratnya hanya 8,8 MPa. Rata-rata
kuat desak sejajar serat, kuat desak tegak lurus serat, Modulus of Elasticity dan
Modulus of Rupture Bambu Petung berturut-turut adalah 28,57 MPa, 14,03
MPa, 4838,39 MPa, 61,76 MPa. Rata-rata tegangan geser yang terjadi pada
balok laminasi susunan horizontal, vertikal, dan vertikal-core berturut-turut
adalah 5,86 MPa, 4,60 MPa, dan 6,35 MPa.
Kata kunci : Bambu Petung, balok laminasi, kombinasi vertikal- core

B-34 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KAPASITAS GESER BALOK LAMINASI


VERTIKAL BAMBU PETUNG BILAH PROFIL I, Eko
. 35 Raharjo, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno,
M.For., Mahasiswa S2 Struktur (23520/I-1/2449/05), lulus 15
Mei 2007

Kebutuhan kayu meningkat bersamaan dengan kebutuhan akan tempat


tinggal, baik digunakan sebagai struktural maupun non struktural. Permintaan
kayu tersebut tidak dapat terpenuhi karena kayu baru dapat dimanfaatkan pada
umur sekitar 50 tahun. Bambu yang mempunyai kekuatan yang tinggi dan
kualitas yang baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun, sehingga bambu dapat
dijadikan alternatif pengganti kayu. Bambu mempunyai keterbatasan sebagai
bahan bangunan adalah bentuk dan ukuran bambu serta bentang yang
dihasilkan. Dengan teknologi laminasi dapat mengahasilkan dimensi baik
panjang, lebar, maupun tebal yang sesuai dengan yang kita butuhkan.
Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu petung.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik
serta kuat rekat bambu mengikuti standar pengujian ISO 3129-1975. Melalui
uji sifat mekanika bambu petung akan menentukan dimensi balok profil I yang
digunakan. Benda uji balok profil I laminasi susunan vertikal dibuat dalam tiga
variasi penggunaan core pada balok, yaitu tanpa core (BL 00), dengan core 1
cm (BL 01) dan core 1,6 cm (BL 1,6), dengan menggunakan jumlah perekat
terlabur 50/MDGL. Pembebanan lateral statik diberikan secara bertahap
sampai balok profil I runtuh.
Hasil pengujian sifat mekanika Bambu Petung dapat diketahui nilai
ratarata kuat tekan dan kuat tarik sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat,
kuat geser, kuat geser laminasi, kuat lentur dan modulus elastisitas (MOE)
masing-masing berturut-turut sebesar 28,57 MPa, 149,5 MPa, 14,03 MPa, 8,80
MPa, 25,36 MPa, 118,8 MPa dan 17918 MPa. Kekuatan maksimal balok
laminasi profil I diperoleh pada variasi dengan core 1 cm sebesar 71380,8 N.
Kekuatan balok laminasi mengalami peningkatan 36,46 % pada penggunaan
core 1 cm dibandingkan tanpa core. Selama pengujian balok laminasi
kerusakan yang terjadi adalah patah geser dan patah lentur.
Kata-kata kunci : bambu balok laminasi profil I, laminasi vertikal, kuat geser.

TESIS B-35
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU MEKANIKA BALOK BAMBU SUSUN


DENGAN MENGISI MORTAR, Khelmy Tibyani, Prof. Ir.
36 Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (15171/I-1/1475/00),
lulus 30 Agustus 2007

Barnbu dapat tumbuh dengan cepat dan memiliki sifat mekanik yang
baik serta dapat dimanfaatkan dengan cara yang sederhana.Bambu sebagi
bahan bangunan masih banyak digunakan sebagai bahan bangunan
penunjang.Penggunaan barnbu sebagai bahan bangunan terbatas karena
kurangnya pengetahuan pada masyarakat Barnbu akan menjadi konstruksi
yang lebih kuat bila digabungkan dengan material lain seperti diisi dengan
mortar.Bambu dengarl isian mortar dan dibuat susun 2 dan 3 dapat menjadi
salah satu bentuk konsruksi yang baik.
Penelitian ini meliputi pengujian sifat mekanik dan fisik bambu,
pengujian bahan grouting, pengujian geser baut shear connector serta
pengujian model bambu tunggal, susun 2 dan susun 3 dengan isian mortar
maupun tanpa mortar dengan panjang 3m dan 3,8 m.Bambu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bambu wulung. Pengujian geser baut sebagai shear
connector, baut yang diuji berdiarneter 1/2", 5/8" dan 3/4". Pengujian Model
barnbu susun dilakukan diatas dua tumpuan sederhana (sendi-roll) dengan dua
beban titik dan lendutan yang terjadi diukur dengan menggunakan dial gauge.
Pada pengujian geser baut sebagai shear connector Pijin (beban ijin)
ditenWkan dari Pmaks l2,75 dan P1,5.Pengujian lentur bambu tunggal maupun
susun lendutlill yang terjadi masih dalan: kondisi linier sampai pembebanan
dihentikan.Batas lendutan ijinnya adalah L/240.Terjadi peningkatan
Pmaksyang cukup besar untuk bambu isian mortar dibandingkan dengan
barnbu tanpa mortar serta lmtuk barnbu susun 2 dan 3 dibandingkan dengan
barnbu tlmggal. Prosentase peningkatan Pmaksbambu dengan isian mortar
dibandingkan dengan barnbu tanpa mortar untuk bambu umggal, susun 2 dan
susun 3 berturut-turut antara 13,33% - 56,923%, antara 152,238 %-172,65 %
dan antara 135,515 % - 296,69 %. Peningkatan Pmaks barnbu dengan isian
mortar untuk susun 3 terhadap susun 2 sebesar 155,41 %, susun 2 terhadap
tunggal sebesar 692,93 % dan susun 3 terhadap tunggal sebesar 1925,25%.
Peningkatan Pmaks bambu tanpa mortar untuk susun 3 terhadap susun 2 sebesar
197,37 %, susun 2 terhadap tunggal sebesar 107,79 % dan susun 3 terhadap
tunggal sebesar 1016,99 %.
Kata kunci : Bambu susun, grouting, mortar, shear connector, lentur

B-36 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KUAT TEKAN BAMBU LAMINASI DAN


APLIKASINYA SEBAGAI KOLOM UKIR PADA

37 RUMAH TRADISIONAL BALI (BALE


DAJE/BANDUNG), I GL Bagus Eratodi, Prof. Ir. Morisco,
Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2
MTBB (19172/PS/MTBB/06), lulus 12 September 2007

Perkembangan teknologi bahan bangunan saat ini sangat pesat, dalam


tiap penciptaan inovasi teknologi terinspirasi oleh beberapa tujuan utama,
seperti: efesiensi biaya, optimalisasi pemanfaatan bahan, pelestarian dan
pengembangan bahan alami, teknologi bahan bangunan pintar dan ramah
lingkungan. Teknologi bambu laminasi adalah salah satu produk yang dapat
memenuhi bahan pengganti kayu yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam
upaya mendukung inovasi bambu laminasi sebagai bahan pengganti kayu pada
bangunan tradisonal Bali maka perlu diketahui karakteristik mekanik bambu
laminasi sebagai kolom dalam menahan beban tekan aksial.
Bambu laminasi dibuat berbentuk kolom dengan dua jenis ukuran
penampang, yakni ukuran 20x20 mm dengan nilai kelangsingan (λ) 50, 75,
100, 125 dan 150, dan ukuran 120x120 mm dengan panjang 2400 mm (sesuai
ukuran pada bangunan tradisional Bali). Bambu yang digunakan adalah bambu
petung yang dibuat bilah sekitar 5x20 mm direkatkan dengan perekat Urea
Formaldehida (UF) dan dikempa dengan tekanan 2,0 MPa. Tahap penelitian
adalah pengujian sifat fisika dan mekanika bahan bambu petung, yang
dilanjutkan dengan proses pembuatan kolom bambu laminasi dan pengukiran.
Pengujian dilakukan pembebanan tekan statik dengan perletakan sendi-sendi
pada ujung-ujung batang sampai mencapai beban maksimum, deformasi besar
dan batang tidak sampai runtuh.
Inovasi teknologi bambu laminasi mampu meningkatkan kuat tekan
batang sampai sebesar 36,02% dibanding bahan dasar bambu yang digunakan.
Peran dari bahan perekat dan pengempaan memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap kuat tekan bambu laminasi, sehingga bambu laminasi selain
memiliki kelebihan mampu dibuat dengan dimensi dan bentuk sesuai
keinginan kita juga memiliki kuat tekan yang tinggi. Kuat tekan bambu
laminasi dari bahan bambu petung pada berbagai kelangsingan memiliki kuat
tekan yang semakin mengecil dengan semakin membesarnya nilai
kelangsingan. Tegangan tekan pada kelangsingan yang terkecil, λ=50 sebesar
60,093 MPa sampai batang dengan kelangsingan terbesar, λ=150 sebesar
12,946 MPa sedangkan untuk model struktural polos dan diukir berturut-turut
25,578 MPa dan 23,529 MPa. Perlakuan pengukiran pada kolom bambu

TESIS B-37
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

laminasi struktural memperlemah daya dukung terhadap beban aksial rata-rata


41,15 % dan penurunan tegangan tekan rata-rata 8,009 %.
Kata kunci: bambu laminasi, kuat tekan dan kelangsingan

PENGARUH PENGAWETAN TERHADAP


KEKUATAN DAN KEAWETAN PRODUK
38 LAMINASI BAMBU, Nurul Aini Sulistyowati, Prof. Ir.
Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For. ,
Mahasiswa S2 MTBB (19159/PS/MTBB/06), lulus 19 Maret 2008

Kebutuhan rumah terus meningkat seiring dengan meningkatnya


jumlah penduduk yang berakibat terhadap tingginya permintaan akan kayu
bangunan. Pemerintah telah memperketat aturan penebangan hutan untuk
kayu produksi dalam rangka pencegahan kerusakan hutan yang semakin parah.
Untuk mengatasi kebutuhan akan kayu bangunan yang terus meningkat perlu
dilakukan usaha diversifikasi dengan pembuatan kayu laminasi yang
memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki seperti bambu. Selain mempunyai
keunggulan, bambu mempunyai kelemahan dapat diserang organisme perusak
apabila tidak ditangani dengan baik. Peningkatan ketahanan terhadap
organisme perusak dapat dilakukan dengan pengawetan, sehingga umur layan
bambu meningkat. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pengawetan
bambu terhadap kekuatan dan keawetan bambu laminasi.
Bambu yang digunakan adalah bambu petung (Dendrocalamus sp) yang
diberi perlakuan pengawetan boron plus 63 % dengan konsentrasi larutan 1,57
% dan 3,15 % dengan metoda Boucherie-Morisco menggunakan tekanan udara
3 kg/cm2 dan 4 kg/cm2. Pembuatan bambu laminasi berukuran 25 mm x 30
mm x 200 mm dari bilah bambu yang telah diawetkan menggunakan perekat
polymer isocyanate dengan perekat labur 50#/ MSGL dan tekanan
pengempaan 1,2 MPa. Sebagai kontrol digunakan bambu yang tidak diawetkan
. Ulangan setiap perlakuan pembuatan bambu laminasi sebanyak 3 buah.
Kadar air bambu laminasi perlakuan dipengaruhi oleh tekanan
pengawetan. Pengawetan bambu tidak mempengaruhi kerapatan, kuat tekan
sejajar serat, kuat tarik sejajar serat, kuat rekat, kuat lentur horisontal, kuat
lentur vertikal, modulus elastisitas horisontal dan modulus elastisitas vertikal
bambu laminasi perlakuan. Retensi bahan pengawet dipengaruhi oleh
konsentrasi larutan pengawet dan tekanan pengawetan. Persentase kehilangan
berat bambu laminasi perlakuan tidak dipengaruhi oleh pengawetan,
sebaliknya persentase mortalitas rayap sangat dipengaruhi oleh pengawetan
bambu. Bila membandingkan dengan bambu laminasi kontrol maka kerapatan,

B-38 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

kuat tarik sejajar serat, kuat rekat, kuat lentur horisontal, modulus elastisitas
horisontal dan modulus elastisitas vertikal bambu laminasi perlakuan tidak
berbeda. Persentase kehilangan berat bambu laminasi perlakuan lebih rendah
daripada bambu laminasi kontrol dan persentase mortalitas rayapnya lebih
tinggi.
Kata kunci: Pengawetan bambu, bambu laminasi, kekuatan, keawetan.

PENGARUH EKSTRAK TEMBAKAU TERHADAP


SIFAT DAN PERILAKU MEKANIK LAMINASI
39 BAMBU PETUNG, Putu Setyawati, Prof. Ir. Morisco, Ph.D.
dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 MTBB
(19155/PS/MTBB/06), lulus 19 Maret 2008

Semakin terbatasnya ketersediaan kayu berakibat pada semakin


tingginya harga dan rendahnya kualitas produk kayu. Kebutuhan material kayu
ini akan terus berlanjut, sehingga diperlukan suatu alternatif atau pengganti
kayu seperti bambu laminasi. Mengingat bambu sangat rentan terhadap
serangan kumbang bubuk, dalam proses pembuatan laminasi bambu harus
dilakukan pengawetan. Bahan pengawet kimia yang digunakan dalam proses
industri memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu alternatif
bahan pengawet yang ramah terhadap mahluk hidup dan lingkungan adalah
ekstrak tembakau. Konsentrasi yang paling efektif dari ekstrak tembakau dan
pengaruhnya terhadap bahan perekat belum banyak diketahui.
Dalam rangka penggunaan bahan pengawet yang ramah lingkungan,
maka dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak tembakau (nicotiana
tabacum) terhadap sifat dan perilaku mekanik laminasi bambu petung
(Dendrocalamus Sp). Serbuk tembakau yang telah dikering udarakan,
dicampur dengan air dengan variasi konsentrasi : 100, 125, 150 dan 175
gram/liter. Bilah bambu diawetkan dengan cara perebusan dalam larutan yang
berisi ekstrak tembakau tersebut. Sebagai pembanding dilakukan pula
pengawetan bambu dengan bahan pengawet boraks 5% dan perebusan tanpa
bahan pengawet. Benda uji bambu tanpa pengawetan dibuat sebagai kontrol.
Bambu dikering-anginkan, kemudian dibuat benda uji pendahuluan (uji
mekanik dan mortalitas rayap) dan benda uji laminasi (uji mekanik).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor keragaman/variasi
perlakuan pengawetan terhadap bambu petung sangat berpengaruh nyata
terhadap sifat fisika yaitu kadar air dan kerapatan, beberapa sifat mekanika
(tekan serat, tarik // serat, MOR) serta sifat mekanik bambu laminasi (kuat
tekan // serat dan MOR). Ekstrak tembakau dengan konsentrasi 150 gram per

TESIS B-39
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

liter air telah menyebabkan mortalitas rayap kayu kering sebesar 61,33 %, dan
pengurangan berat 1,87% cukup efektif digunakan sebagai bahan pengawet
dibandingkan dengan tiga (3) perlakuan pengawetan ekstrak tembakau lainnya.
Ditinjau dari kadar air dan kerapatan, nilai yang dihasilkan oleh pengawetan
ekstrak tembakau 150 gram per liter sebanding dengan pengawetan dengan
perebusan tanpa bahan pengawet dan menghasilkan nilai kadar air yang lebih
kecil dan kerapatan yang besar dibandingkan perlakuan pengawetan dengan
boraks 5%. Ekstrak tembakau dengan konsentrasi 150 gram per liter air
menghasilkan sifat mekanik bambu petung dengan nilai kuat tarik // serat
tertinggi sebesar 277,95 MPa dan nilai MOR tertinggi sebesar 170,34 MPa.
Jika ditinjau dari sifat mekanik balok laminasi yang dipengaruhi oleh variasi
pengawetan, nilai tertinggi untuk kuat tekan // serat sebesar 66,09 MPa dan
MOR sebesar 127,12 MPa dihasilkan oleh perlakuan pengawetan tembakau
dengan konsentrasi 100 gram per liter air.
Kata kunci : pengawetan, ekstrak tembakau, laminasi bambu.

PERILAKU MEKANIKA BALOK BAMBU


TERSUSUN ISIAN MORTAR DENGAN
40 PENGHUBUNG GESER BAUT, Heri Kasyanto, Prof. Ir.
Morisco, Ph.D. dan Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D., Mahasiswa
S2 Struktur (25018/1-1/2633/06), lulus 23 Mei 2008

Kayu adalah salah satu sumber daya alam yang sering digunakan pada
bagian tertentu dari bangunan rumah. Meskipun kayu merupakan bahan yang
dapat diperbaharui, tetapi kayu membutuhkan proses yang lama sampai kayu
siap untuk dimanfaatkan. Oleh karena itu, lamanya proses dari kayu itu
menjadi tantangan untuk menemukan bahan alternatif pengganti kayu. Bambu
adalah salah satu bahan yang mempunyai potensi untuk menggantikan kayu,
karena bambu tumbuh dengan mudah dan cepat hampir diseluruh daerah dan
berbagai jenis tanah. Selain itu bambu dengan kekuatan tinggi sudah
didapatkan hanya dalam 3 - 5 tahun. Sasaran penelitian ini adalah untuk
mengetahui perilaku mekanika balok bambu susun isian mortar dengan
penghubung geser baut.
Dalam penelitian ini digunakan lima buah model balok bambu, yaitu
satu model balok bambu tung gal (BBT), dua model balok bambu susun 2
(BBS2), dan dua model balok bambu susun 3 (BBS3). Model balok bambu
susun dibuat dengan ada yang diberi pipa PVC pada baut sebagai penghubung
geser (BBSDP) dan tanpa pipa PVC pada baut sebagai penghubung geser
(BBSTP). Masing-masing model balok bambu susun ada 3 benda uji.

B-40 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Pengujian balok bambu susun diasumsikan balok sederhana dengan tumpuan


sendi rol dan dua beban titik.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa daya dukung beban balok
bambu susun untuk BBSDP meningkat sekitar 55,74 %dari BBT ke BBS2 dan
sekitar 36,84 % dari BBS2 ke BBS3, Pada BBSTP juga meningkat sekitar
92,08 % dari BBT ke BBS2 dan sekitar 34,14 % dari BBS2 ke BBS3.
Perbandingan daya dukung beban balok bambu susun antara BBSDP dengan
BBSTP adalah 0,82. Tegangan lentur balok bambu susun untuk BBSDP dari
kekuatan lentur bahannya sekitar 14,54 % dan tegangan lentur balok bambu
susun untuk BBSTP dari kekuatan lentur bahannya sekitar 15,18 %.
Perbandingan tegangan lentur balok bambu susun antara BBSDP dengan
BBSTP adalah 0,96.
Kata kunci : balok bambu, bambu susun, penghubung geser, tegangan 1entur

PERILAKU MEKANIKA SAMBUNGAN BALOK


KOLOM DENGAN BEBAN SIKLIK AKIBAT GEMPA

41 PADA STRUKTUR RUMAH KNOCK DOWN BAMBU


LAMINASI, R. Indra Pratomo P., Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan
Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., Ph.D., Mahasiswa S2
Struktur (24094/I-1/2505/06), lulus 15 September 2008

Sebagai salah satu material substitutif yang mudah didapat, bambu telah
menjadi pilihan mudah dalam menggantikan fungsi kayu yang kian tak
terjangkau harganya. Penelitian terhadap pemakaian bambu telah banyak
dilakukan sebagai upaya untuk membandingkan kekuatan bambu dengan kayu,
salah satunya adalah penelitian terhadap balok laminasi bambu peting.
Perilaku bambu peting dalam bentuk balok laminasi bilah ataupun galar
diharapkan dapat diketahui lebih lanjut melalui penelitian ini. Jenis perekat
yang berbeda yaitu urea (UF –104) dan melamin (MF-204) digunakan sebagai
salah satu faktor pengujian.
Uji pendahuluan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui sifat
fisika dan mekanika bambu peting. Balok laminasi galar dan bilah dibuat
dengan menggunakan dua perekat yang berbeda, lantas dilakukan pengujian
lentur dan
geser dengan metode four points load. Panjang bentang untuk pengujian lentur
adalah 240 cm dan 100 cm untuk pengujian geser. Beban statik sebanyak 2
titik arah tegak lurus dengan jarak 33 cm, diletakkan pada bagian tengah
bentang.

TESIS B-41
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Pengujian sifat fisika bambu peting menghasilkan besarnya kadar air dan
kerapatan yaitu sebesar 15,79% dan 0,727 g/cm3. Pengujian sifat mekanika
menunjukkan nilai rata kuat tekan sejajar serat, tekan tegak lurus serat, tarik
sejajar serat, MOR, MOE dan kuat geser berturut-turut adalah 58,63 MPa, 6,04
MPa, 163,42 MPa, 98,01 MPa, 12885 MPa dan 11,67 MPa. Berdasarkan hasil
pengujian lentur dan geser diperoleh hasil bahwa balok laminasi bilah lebih
kuat bila dibandingkan galar. Perekat urea dan melamin memiliki kekuatan
yang paling besar bila digunakan pada bilah. Balok laminasi galar memiliki
kekuatan yang lebih baik bila menggunakan perekat melamin dibanding
dengan urea. Pendekatan analisis varians menunjukkan bahwa jenis perekat
sangat dipengaruhi oleh bentuk laminasi, sebaliknya bentuk laminasi tidak
banyak terpengaruh oleh jenis perekat. Balok laminasi bambu peting dengan
kekuatan tertinggi adalah balok bilah dengan perekat urea, lantas balok bilah
dengan perekat melamin, balok galar dengan perekat melamin dan balok galar
dengan perekat urea.
Kata kunci: bambu peting, balok laminasi bilah dan galar, urea dan melamin,
gagal lentur dan geser

PERILAKU MEKANIKA PAPAN LAMINASI BAMBU


BILAH/GALAR TERHADAP KERUNTUHAN
42 LENTUR DAN GESER, Ernawati Sri Sunarsih, Prof. Ir.
Morisco, Ph.D. dan Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D., Mahasiswa
S2 Struktur (24553/I–1/2576/06), lulus 22 September 2008

Bambu sudah banyak digunakan sebagai alternatif pengganti kayu.


Dengan teknik laminasi dan sistem pengawetan akan diperoleh dimensi bambu
yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk bahan konstruksi. Salah
satunya yaitu papan laminasi bambu yang penggunaannya yaitu sebagai lantai
atau dinding. Penelitian tentang papan laminasi bambu sudah pernah
dilakukan, namun papan laminasi hasil penelitian tersebut jika digunakan
sebagai lantai, secara ekonomi masih tergolong boros. Penelitian ini diarahkan
untuk mencari bentuk dari papan laminasi dimana secara ekonomi hemat tetapi
kekuatannya masih memenuhi syarat yang diijinkan terutama terhadap
keruntuhan lentur dan geser. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan
memberikan jarak pada pengisinya.
Penelitian ini menggunakan bambu petung asal Sukoharjo. Uji
pendahuluan menggunakan standar ISO 3129-1975 dan ISO 22157-1:2004, uji
blok geser dan tarik laminasi menggunakan standar ASTM. Benda uji papan
laminasi dibuat dengan kombinasi galar tebal 7,5 mm dengan mempertahankan

B-42 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

kulit pada sisi atas dan bawah dan bilah dengan lebar 25 mm dan tebal 5 mm
tanpa kulit pada sisi dalam (pengisi). Lebar benda uji 150 mm dengan panjang
sesuai dengan jenis pengujian dan jarak bilah. Pengujian papan laminasi
menggunakan Flexural Testing Machine (FTM) dengan sistem tumpuan
sederhana dengan satu titik pembebanan ditengah bentang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MOR dan MOE papan
laminasi keruntuhan lentur pada jarak bilah 5 cm sebesar 46,083 MPa dan
14766 MPa, jarak bilah 7,5 cm sebesar 58,575 MPa dan 13919 MPa, jarak
bilah 10 cm sebesar 67,700 MPa dan 17932 MPa dan jarak bilah 12,5 cm
sebesar 39,250 MPa dan 12576 MPa. Nilai τ maksimum dan MOE papan
laminasi keruntuhan geser pada jarak bilah 5 cm sebesar 1,507 MPa dan 8196
MPa, jarak bilah 7,5 cm sebesar 0,921 MPa dan 11226 MPa, jarak bilah 10 cm
sebesar 0,688 MPa dan 14598 MPa dan jarak bilah 12,5 cm sebesar 0,429 MPa
dan 12816 MPa. Jarak balok penumpu lantai papan laminasi bambu pada
rumah tinggal dan perkantoran terpanjang yaitu sebesar 742 mm dan 525 mm
untuk papan laminasi bambu dengan jarak bilah 5 cm dan terpendek sebesar
504 mm dan 356 mm untuk papan laminasi bambu dengan jarak bilah 12,5 cm.
Kata kunci : papan laminasi, bambu petung, jarak bilah, keruntuhan lentur
dan geser.

PERILAKU MEKANIKA SAMBUNGAN BAMBU


MENGGUNAKAN ISIAN MORTAR TERHADAP
43 GAYA TARIK, Ida Nugroho Saputro, Prof. Ir. Morisco, Ph.D.
dan Ir. Suprapto Siswosukarto, Ph.D., Mahasiswa S2 Struktur
(24519/I-1/2572/06), lulus 22 September 2008

Kendala penggunaan bambu yang menyangkut kekuatan bambu yang


umumnya masih sangat rendah mengingat perangkaian batang-bantang bambu
seringkali dilakukan secara konvensional. Sambungan dengan memakai paku
atau pasak, maka arah serat yang sejajar dengan kekuatan geser yang rendah
menjadikan bambu mudah pecah karena paku atau pasak. Penyambungan
memakai tali didasarkan pada kekuatan gesek antara tali dan bambu atau
antara bambu yang satu dengan bambu yang lainnya. Dengan demikian
sambungan bambu secara konvensional kekuatanya rendah, sehingga kekuatan
bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Penelitian ini tentang kekuatan sambungan bambu dengan bahan
pengisi mortar terhadap gaya tarik menggunakan 1 buah baut dengan diameter
12 mm. Bahan pengisi mortar mempunyai perbandingan antara semen dan
pasir sebesar 1 : 3 dengan faktor air semen 0,6. Pengujian kekuatan sambungan

TESIS B-43
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dilakukan dengan arah penarikan 0°, 30°, 60°, dan 90° terhadap arah serat
bambu. Serta untuk mengetahui pengaruh penggunaan klem dan letak lubang
isian. Pengujian sambungan dilakukan dengan hidraulic jack yang sudah
dipasangkan pada loading frame.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan klem ada peningkatan
kekuatan sebesar 13,82%. Terjadi penurunan kekuatan sambungan sejalan
dengan bertambahnya sudut penarikan. Kekuatan yang paling rendah pada
sudut 90° sebesar 8,34 KN untuk sambungan isian samping dan 9,81 KN untuk
sambungan isian ujung. Kekuatan sambungan yang paling tinggi pada sudut 0°
sebesar 25,51 KN untuk isian samping dan 28,45 KN untuk isian ujung.
Pengaruh letak lubang isian mortar juga tidak mempengaruhi kekuatan
sambungan. Perbandingan teoritis dan eksperimen sesuai, sehingga persamaan
usulan dapat digunakan.
Kata kunci: kuat tarik, sambungan, baut, bambu wulung, lubang isian, sudut

TEGANGAN KRITIS BATANG BAMBU PETUNG


LAMINASI BENTUK PROFIL SIKU TUNGGAL DAN
44 GANDA, Novita Sari, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir.
T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur (25015/I-
l/2630/06), lulus 17 Oktober 2008

Pekembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil terutama di


bidang konstruksi berkembang pesat seiring dengan kemajuan zaman, untuk
itu diperlukan suatu inovasi-inovasi baru dalam pembangunan mengingat tidak
seimbangnya kebutuhan material konstruksi yang sangat besar dengan
ketersediaan bahan baku material konstruksi di alam. Penggunaan bambu
sebagai bahan konstruksi belum maksimal dilakukan padahal penggunaan
bambu sebagai material konstruksi memiliki banyak keunggulan dibandingkan
kayu, misalnya mudah ditanam, pertumbuhannya cepat, dan tidak perlu
pemeliharaan khusus. Salah satu pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi
adalah dengan teknologi laminasi, dengan teknologi ini bambu-bambu
dilekatkan dengan perekat khusus sehingga didapat suatu jenis bentuk bambu
laminasi dengan dimensi yang dikehendaki.
Pengujian bambu laminasi dibentuk profil siku tunggal maupun ganda
dengan dimensi 40x40x10 mm. Benda uji dirancang dengan lima variasi
kelangsingan (λ = 50, 75, 100, 125 dan 150), dimensi penampang bilah 3000 x
20 mm, jenis perekat yang digunakan adalah urea formaldehida dan tekanan
kempa untuk laminasi adalah 1,6 MPa. Tahap pertama penelitian adalah
pengujian sifat fisika dan mekanika bahan bambu petung kemudian pengujian

B-44 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

bambu laminasi profil siku tunggal maupun ganda dibebani beban tekan aksial
dimaksudkan untuk mengetahui besarnya gaya yang menyebabkan tekuk pada
model.
Tegangan kritis bambu laminasi dipengaruhi secara nyata oleh
kelangsingan, makin besar nilai kelangsingan maka kuat tekannya semakin
kecil. Besar tegangan tekan pada kelangsingan yang terkecil untuk profil siku
tunggal adalah λ=50 sebesar 39,12 MPa sampai batang dengan kelangsingan
terbesar, λ=150 sebesar 8,340 MPa sedangkan untuk profil siku ganda sebesar
26,95 MPa dan 4,804 MPa. Hasil perbandingan antara nilai teoritis dan
eksperimen pada berbagai kelangsingan untuk profil siku tunggal diperoleh
nilai rata-rata untuk λ50 sebesar 129,1 %; λ75 sebesar 80,60 %; λ100 sebesar
90,92 %; λ125 sebesar 93,87 %; dan λ150 sebesar 66,95 % dan untuk profil siku
ganda diperoleh nilai rata-rata λ50 sebesar 33,64 %; λ75 sebesar 27,15 %; λ100
sebesar 15,69 %; λ125 sebesar 18,08 %; dan λ150 sebesar 20,704 %. Hasil ini
menunjukkan kesesuaian dengan teori dimana persamaan Euler merupakan
persamaan differensial berdasarkan tekuk elastis dimana kolom yang termasuk
tekuk elastis memiliki rasio kelangsingan tinggi dan semakin besar
kelangsingannya hasil eksperimen mendekati teoritis. Rumus usulan dalam
perancangan kuat tekan kolom dari bahan bambu laminasi untuk profil siku
tunggal = 0,0027 − 0,8408 + 73,303 dan untuk profil siku ganda :
= 0,0036 − 0,9453 + 67,856.
Kata kunci: bambu laminasi, profil siku, tegangan kritis dan kelangsingan

PERILAKU MEKANIKA PAPAN LAMINASI BAMBU


PETUNG DARI KAB. NGADA PROP. NTT

45 TERHADAP BEBAN LATERAL DENGAN VARIASI


SUSUNAN BILAH, Dona Fabiola Tho, Prof. Ir. Morisco,
Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2
MTBB (07/262179/PTK/4548), lulus 3 Nopember 2008

Perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan naiknya kebutuhan


perumahan, yang berarti meningkatnya kebutuhan kayu, apalagi kalau dilihat
bahwa kayu dalam bentuk kayu lapis juga dipakai sebagai sumber devisa
negara. Kebutuhan kayu yang berlebihan akan mengakibatkan penebangan
kayu hutan dalam jumlah banyak dan membahayakan kelestarian hutan. Untuk
kelestarian hutan, kiranya perlu dicari bahan bangunan lain sebagai pengganti
kayu hutan. Penelitian tentang papan laminasi bambu dengan menggunakan
bambu petung yang berasal dari pulau jawa telah banyak dilakukan, tetapi
penelitian tentang papan laminasi bambu petung yang berasal dari luar pulau
jawa khususnya Pulau Flores-Nusa Tenggara Timur belum pernah dilakukan.

TESIS B-45
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku papan laminasi


bambu petung terhadap beban lateral dengan variasi susunan bilah. Penelitian
ini menggunakan bambu petung, dibuat menjadi papan laminasi dengan
dimensi : (120x20x1200) mm dan (120x25x1200) mm. Benda uji dibuat empat
variasi susunan bilah dan masing-masing tiga ulangan. Type I dengan variasi
susunan bilah 1 lapis disusun secara vertikal. Type II variasi susunan bilah 3
lapis disusun secara horizontal. Tipe III variasi susunan bilah 3 lapis yang
terdiri dari lapis face, back dan core disusun secara horizontal. Type IV variasi
susunan bilah 3 lapis yang terdiri dari lapis face dan back disusun secara
horizontal dan lapis core disusun secara vertikal. Semua type papan laminasi
menggunakan bilah tanpa kulit. Satu benda uji dari masing-masing type
digunakan untuk pengujian kuat geser antara lapisan, tarik tegak lurus
permukaan dan pengujian lentur. Uji Pendahuluan bambu petung
menggunakan standar ISO-1975, uji blok geser menggunakan standar ASTM.
Pengujian Kuat Lentur menggunakan beban satu titik di tengah bentangan.
Hasil pengujian lentur untuk type I didapat MOR sebesar 117,38 MPa
dan MOE sebesar 21.490 MPa. Type II didapat MOR sebesar 126,63 MPa dan
MOE sebesar 22.772 MPa. Type III didapat MOR sebesar 84,79 MPa dan
MOE sebesar 19.150 MPa. Type IV didapat MOR sebesar 72,00 MPa dan
MOE sebesar 16.083 MPa. Rerata kuat tarik tegak lurus permukaan untuk type
I, type II, Type III dan IV berturut-turut sebagai berikut : 0,44 MPa, 1,44 MPa,
1,41 MPa dan 1,30 MPa. Rerata kuat geser Type I, type II, type III dan type IV
berturut-turut didapat 3,40 MPa, 4,55 MPa, 2,33 MPa dan 2,63 MPa.
Kata kunci: Papan laminasi, lentur dan bambu petung (dendrocalamus sp)
tanpa kulit.

PENGARUH KHITOSAN SEBAGAI BAHAN


PENGAWET PADA BILAH DAN LAMINASI BAMBU
46 AMPEL, Budi Wibowo SP, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof.
Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 MTBB
(07/262174/PTK/4553), lulus 31 Maret 2009

Dewasa ini pemanfaatan bambu untuk produk barang kerajinan, mebel,


dekorasi dan produk laminasi berkembang dengan pesat, bahkan sudah masuk
ke pasar dunia. Dengan demikian kebutuhan bambu akan semakin meningkat,
oleh karena itu harus diimbangi dengan efisiensi pemanfaatannya. Mengingat
bambu sangat rentan terhadap organisme perusak seperti serangga dan jamur,
maka harus dilakukan pengawetan dalam proses produksinya. Bahan pengawet
kimia yang digunakan dalam proses industri memiliki dampak negatif terhadap

B-46 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

lingkungan. Salah satu alternatif bahan pengawet yang ramah terhadap


makhluk hidup dan lingkungan adalah khitosan yang berbahan dasar limbah
cangkang udang dan rajungan. Konsentrasi yang paling efektif dari khitosan
sebagai bahan pengawet dan pengaruhnya terhadap bilah dan laminasi bambu
belum banyak diketahui.
Dalam rangka penggunaan bahan pengawet yang ramah lingkungan,
maka dilakukan penelitian tentang pengaruh khitosan sebagai bahan pengawet
pada bilah dan laminasi bambu ampel. Bilah bambu diawetkan dengan metode
perebusan dalam larutan khitosan dengan variasi konsentrasi 2%, 3%, 4%, 5%,
6%. Sebagai pembanding dilakukan perebusan bambu dengan larutan asam
cuka 2,5% dan perebusan dengan air. Benda uji bambu tanpa pengawetan
dibuat sebagai kontrol. Bambu dikering-anginkan, kemudian dibuat benda uji
retensi, mortalitas rayap dan pengurangan berat. Dari variasi konsentrasi
dengan hasil pengujian yang optimal selanjutnya dibuat benda uji bilah bambu
dan laminasi bambu untuk mengetahui sifat fisika dan mekanikanya mengacu
pada standar ISO Kayu-Pengujian Sifat Fisika-Mekanika-1975 dan ASTM D
143-94.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor variasi perlakuan
pengawetan terhadap bambu ampel berpengaruh nyata terhadap mortalitas
rayap dan pengurangan berat benda uji. Larutan khitosan 4% telah
menyebabkan mortalitas rayap kayu kering sebesar 90%, dan pengurangan
berat 1,46%, cukup efektif digunakan sebagai bahan pengawet dibandingkan
dengan variasi perlakuan pengawetan lainnya. Disamping itu faktor variasi
perlakuan pengawetan juga berpengaruh nyata pada sifat fisika bambu yaitu
kerapatan baik pada bilah maupun laminasi, sifat mekanik bilah yaitu modulus
elastisitas lentur serta sifat mekanik laminasi yaitu kuat tarik ┴ garis laminasi.
Perlakuan pengawetan dengan larutan khitosan 4% menghasilkan sifat
mekanik bilah bambu ampel dengan nilai kuat lentur tertinggi sebesar 143,79
MPa dan nilai modulus elastisitas lentur tertinggi sebesar 14.179,01 MPa.
Kata kunci : pengawetan, larutan khitosan, bilah dan laminasi bambu.

SIFAT PENGAWET AIR LAUT PADA BAMBU


AMPEL MENGGUNAKAN METODE BOUCHERIE –
47 MORISCO, Irwan Ismail, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof.
Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 MTBB
(262189/PTK/4538), lulus 2 Juni 2009

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak sumber


alam salah satunya adalah bambu. Namun ketersediaan bambu yang banyak

TESIS B-47
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

tersebut ternyata belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Bambu sejak lama
telah dimanfaatkan oleh masyarakat dengan kelebihan dan kekuranganya
sebagai bahan pengganti kayu, yang semakin terbatas ketersediaannya.
Pemanfaatan bambu tersebut sebagai rumah tinggal sederhana (elemen struktur
tahan gempa), jembatan, pipa air minum, kerajinan tangan, alat musik, perabot
rumah tangga dan lain-lain. Salah satu permasalahan dalam pemanfaatan
bambu tersebut adalah tingkat keawetan bambu yang rendah yang
mengakibatkan bambu tidak tahan oleh serangan serangga maupun jamur.
Peningkatan ketahanan bambu terhadap organisme perusak dapat dilakukan
dengan pengawetan, sehingga umur layan bambu meningkat. Penelitian ini
untuk mengetahui pengaruh pengawetan bambu terhadap ketahanan dan
keawetan bambu.
Bambu yang digunakan adalah bambu ampel (bambusa vulgaris
schrad) karena bambu ampel mempunyai kandungan pati yang tinggi sehingga
rentan terhadap kerusakan. Bambu diberi perlakuan pengawetan menggunakan
air laut dengan salinitas 2,6% (diukur menggunakan salinometer), air laut yang
ditambahkan garam (NaCl) 10%, dan penambahan 15%. Perlakuan
pengawetan selanjutnya mengunakan air tawar yang ditambahkan garam yang
konsentrasi larutannya sama dengan yang menggunakan air laut. Proses
pengawetan menggunakan metode Boucherie – Morisco. Sebagai kontrol
digunakan bambu ampel yang tidak diawetkan pada batang yang sama.
Retensi bahan pengawet dipengaruhi oleh konsentrasi larutan pengawet.
Pengawetan bambu dengan konsentrasi salinitas 2,6% tidak berpengaruh nyata
terhadap persentase mortalitas rayap dan persentase pengurangan berat benda
uji, konsentrasi salinitas 12,6% berpengaruh sangat nyata terhadap persentase
mortalitas rayap tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
pengurangan berat benda uji, sedangkan pada konsentrasi salinitas 17,6%
sangat berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap dan persentase
pengurangan berat benda uji. Penggunaan air laut dan air laut yang ditambah
garam dibandingkan dengan air tawar yang ditambah garam sebagai bahan
pengawet pada konsentrasi salinitas yang sama tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap persentase mortalitas rayap dan persentase pengurangan
berat benda uji. Ketiga variasi konsentrasi larutan pengawetan yang dilakukan
belum dapat membunuh rayap secara keseluruhan dalam jangka waktu 28 hari.
Pengawetan tidak berpengaruh terhadap kadar air, kerapatan, kuat tarik sejajar
serat, kuat tekan sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat rekat, kuat lentur
dan modulus elastisitas.
Kata kunci : Pengawetan bambu, keawetan, kekuatan.

B-48 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PERILAKU KERUNTUHAN BALOK LAMINASI

48 HORIZONTAL BAMBU AMPEL, Khairul Amirullah,


Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 MTBB (07/262194/PTK/4533), lulus 30 Juni 2009

Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000


terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62
juta hektar berada dalam kawasan hutan. Industri perkayuan di Indonesia
memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu.
Kebutuhan material kayu ini akan terus berlanjut, sehingga diperlukan suatu
alternatif atau pengganti kayu seperti laminasi bambu. Selama ini bambu
sebagai salah satu material konstruksi belum dimamfaatkan secara optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perilaku keruntuhan balok laminasi
bambu Ampel. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisik
dan mekanik serta kuat rekat bambu Ampel sesuai dengan standar pengujian
ISO 3129-1975.
Benda uji balok laminasi dibuat dalam empat variasi pengempaan, yaitu
1 MPa, 1,5 MPa, 2 MPa dan 2,5 MPa. Tiap variasi pengempaan dibuat dalam 3
ulangan dan jumlah keseluruhan benda uji balok laminasi 12 buah. Ukuran
balok laminasi yaitu lebar 50 mm, panjang bentang 900 mm, panjang balok
800 mm dan tinggi balok 70 mm. Perekatan antara laminasi bambu
menggunakan bahan perekat Urea Formaldehyde (UA-104). Pengempaan
balok laminasi dilakukan dengan pengempaan dingin dingin selama kurang
lebih 20 jam.
Hasil pengujian sifat fisika diperoleh nilai kerapatan dan kadar air
bambu Ampel 0,84 g/cm3 dan 10,27% maka bambu Ampel dapat
diklasifikasikan sebagai kelas kuat acuan E15 dan E16 (SNI-2002:5). Hasil
pengujian rata-rata sifat mekanika untuk kuat tekan sejajar serat, kuat tekan
tegak lurus serat, kuat geser sejajar serat, kuat tarik sejajar serat, MOR dan
MOE berturut-turut adalah 45,20 MPa, 14,71 MPa, 8,91 MPa, 264,93 MPa,
93,412 MPa dan 14533,99 MPa. Hasil pengujian blok geser laminasi bambu
Ampel menunjukkan bahwa jumlah perekat terlabur adalah 50#MDGL dengan
kekuatan geser optimum 5,41 MPa. Kuat geser balok rata-rata berturut-turut
sebesar 5,596 MPa, 5,714 MPa, 5,931 MPa dan 5,877 MPa, pada tingkat
pengempaan 2 MPa balok mempunyai kekuatan geser optimum. Perilaku
keruntuhan balok laminasi bambu Ampel adalah 50% mengalami
kecenderungan runtuh geser dan 50% mengalami kecenderungan runtuh lentur.
Kata kunci : gaya pengempaan, perilaku keruntuhan, balok laminasi bambu
Ampel.

TESIS B-49
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH PEREKAT LABUR DAN KULIT LUAR


BAMBU PADA KUAT GESER BALOK BAMBU
49 LAMINASI, Zulmahdi Darwis, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan
Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 Struktur
(24713/I-1/2590/06), lulus 18 September 2009

Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui pengaruh variasi penggunaan


perekat labur jenis urea formaldehyde (UF-104) pada balok bambu laminasi
terhadap kuat geser dan pengaruh penggunaan kulit luar bambu pada lapisan
muka balok bambu laminasi. Perbandingan ukuran balok antara tinggi dan
lebarnya adalah dua banding satu yang berukuran (100 mm x 50 mm).
Selanjutnya diuji kekuatan balok terhadap kapasitas geser dengan 3 buah
variasi penggunaan perekat labur yaitu 40# Multi Layer Double Glue Line
(MDGL), 50#MDGL dan 60#MDGL untuk bambu laminasi menggunakan
kulit luar bambu pada permukaan balok dan tanpa menggunakan kulit luar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan perekat
labur 40#MDGL, 50#MDGL dan 60#MDGL pada balok laminasi terhadap
kekuatan dan kekakuan tidak terlalu beda. Pengaruh penggunaan kulit luar
bambu pada lapisan muka balok bambu laminasi didapat perbedaan pada
kekuatan dan kekakuan. Kekuatan Balok tertinggi adalah benda uji BGDK
dengan nilai rata-rata 35,5 kN kemudian benda uji BGTK dengan nilai rata-
rata 30,55 kN. Perbandingan dari beban yang sama, lendutan pada balok
BGDK lebih rendah dari balok BGTK. Kuat geser balok menggunakan kulit
luar bambu memiliki kuat geser 3,9-5,85 MPa, yang masih lebih besar dari
kuat geser balok kayu kelas dua dengan yang umumnya 1,25 MPa. Uji analysis
of varians (anova) menunjukkan bahwa penggunaan kulit luar pada lapisan
permukaan balok bambu laminasi berpengaruh terhadap kekuatan dan
kekakuan balok bambu laminasi tetapi tidak ada pengaruh nyata akibat variasi
perekat labur.
Kata kunci: kapasitas geser, perekat labur, bambu petung, balok laminasi
menggunakan kulit luar.

B-50 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

TINJAUAN ANALITIS DAN EKSPERIMENTAL


SQUARE TRUSS BAMBU DENGAN BEBAN STATIK
50 TERPUSAT, Jon Putra, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr.-Ing.
Ir. Djoko Sulistiyo, Mahasiswa S2 Struktur
(08/274949/PTK/05001), lulus 16 Pebruari 2010

Bambu sudah digunakan secara turun -temurun oleh masyarakat


Indonesia sebagai bahan konstruksi. Namun seiring dengan perkembangan
zaman, secara perlahan-lahan bambu mulai ditinggalkan sebagai bahan
konstruksi karena dianggap kurang menguntungkan, selain itu penggunaan
bambu memiliki pandangan khusus di masyarakat, sebagai simbol kemiskinan.
Namun demikian, bambu merupakan material yang sangat potensial karena
ketersediaannya yang relatif mudah didapat, dan bisa tumbuh dimana saja.
Selain itu sifat mekanik dan sifat fisik bambu cukup baik, serta teknologi
pengawetan bambu dapat meminimalisir kekurangan bambu yang kurang
tahan terhadap cuaca dan mikro organisme.
Selama ini penggunanaan material bambu sebagai bahan konstruksi
telah banyak diaplikasikan, baik dengan analisis-analisis struktur yang ada
maupun berdasarkan pengalaman-pengalaman empirik yang sudah diwariskan
secara turun-temurun. Pada penelitian ini, bambu wulung dan bambu cendani
dirangkai sedemikian rupa menjadi struktur square truss, dengan variasi
didasarkan pada tinggi spesimen. Spesimen merupakan square truss 3D
dengan lebar tiap spesimen adalah 25 cm. Variasi tinggi masing-masing
specimen adalah 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Panjang bentang semua spesimen
sama yaitu 400 cm. Variasi yang lain adalah dengan penambahan mortar pada
salah satu spesimen. Spesimen difungsikan sebagai balok yang memikul beban
terpusat di tengah bentang.
Dari hasil eksperimen untuk spesimen tanpa mortar dengan variasi
spesimen 25 cm x 30 cm, 25 cm x 40 cm dan 25 cm x 50 cm, diperoleh beban
runtuh maksimum 3,60 kN, 3,84 kN dan 3,82 kN dengan lendutan 58,51 mm,
80,41 mm, dan 80,94 mm. Sedangkan specimen dengan mortar diperoleh
beban runtuh maksimum 7,42 kN dengan lendutan 90,94 mm. Penambahan
mortar pada spesimen meningkatkan k ekakuan pada struktur. Baik hasil
eksperimental maupun hasil analisis numerik menunjukkan trend yang sama,
dimana hubungan beban dan lendutan linear sampai pada batas lendutan
tertentu yaitu berkisar L/200. Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan lendutan y
ang terjadi sekitar L/200, beban runtuh maksimum berkisar 1,50 kN dengan
lendutan maksimum 20 mm. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
struktur square truss bambu dapat dimanfaatkan untuk bangunan bambu

TESIS B-51
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dengan beban relatif ringan, seperti rumah tid ak bertingkat, tenda-tenda


darurat, dan konstruksi sementara yang lain.
Kata kunci : sifat mekanik, sifat fisik, square truss bambu, hasil eksperimen,
hasil analisis numerik.

PERILAKU JOINT KERANGKA STRUKTUR

51 BAMBU PETUNG, Suantoro Wicaksono, Prof. Ir. Morisco,


Ph.D. dan Dr.-Ing. Ir. Djoko Sulistiyo, Mahasiswa S2 Struktur
(07/260420/PTK/4741), lulus 16 Pebruari 2010

Perkembangan teknologi bambu saat ini sudah mengantarkan bambu


tidak lagi hanya untuk struktur bangunan sederhana, tetapi juga bisa untuk
bangunan lebih dari tiga lantai. Untuk itu diperlukan adanya penelitian lebih
lanjut pada elemen-elemen struktur bambu seperti pada joint, dengan tujuan
mencari alternatif tipe sambungan joint struktur bambu yang lebih kuat, lebih
murah, serta mudah dikerjakan.
Penelitian dilakukan terhadap 5 tipe joint struktur bambu Petung
dengan diameter luar 10 ~ 13 cm yang tidak diawetkan. Karakteristik tipe joint
yang diteliti adalah; joint bambu tanpa tambahan perkuatan, joint bambu
dengan isian mortar, joint bambu dengan tambahan perkuatan pada kolom,
joint bambu dengan tambahan perkuatan pada balok, serta joint bambu dengan
tambahan balok melintang. Pengujian eksperimental dilakukan dengan skala
penuh dan dibebani sampai runtuh. Sebagai verifikasi dilakukan pemodelan
dengan menggunakan software SAP2000 serta perhitungan kekakuan rotasi.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah pada beban layan tipe
joint dengan tambahan perkuatan kolom adalah yang paling kuat, sementara
untuk sampai beban runtuh, joint dengan pengisi mortar yang paling kuat.
Adanya tambahan perkuatan pada kolom dapat membuat joint bersifat lebih
getas, sedangkan tambahan perkuatan pada balok dapat membuat joint bersifat
lebih daktail.
Kata Kunci: kekakuan, joint, bambu

B-52 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

KEKAKUAN LENTUR BALOK BAMBU PETUNG

52 (Dendrocalamus Asper), Dwi Satio Permono, Prof. Ir.


Morisco, Ph.D. dan Dr. Ashar Saputra, ST.,MT., Mahasiswa S2
Struktur (07/260434/PTK4758), lulus 25 Februari 2010

Perkembangan Struktur bambu saat ini sudah semakin pesat. Dengan


perkembangan arsitektur, bambu dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga
bangunan memiliki nilai seni yang tinggi. Konstruksi bambu merupakan
alternatif bahan yang murah dan terjangkau oleh masyarakat disamping
budidaya bambu yang mudah dikembangkan serta umur tebang 3 – 5 tahun
memberikan banyak keuntungan. Bambu sebagai bahan konstruksi bangunan
telah mulai banyak dikembangkan, khususnya untuk rumah tinggal, bangunan
komersial, ibadah dan konstruksi jembatan. Pengetahuan tentang perilaku
mekanika bambu sangat diperlukan sebagai dasar perencanaan struktur bambu.
Balok adalah salah satu bagian struktur yang penting dari sebuah struktur
bangunan, berfungsi untuk penahan beban diatasnya kemudian disalurkan ke
kolom. Balok merupakan gelagar penahan beban yang memberikan respon
momen lentur dan terjadi deformasi lentur. Kelenturan dan kekakuan balok
dipengaruhi oleh Elastisitas (E) dan Inersia (I) dari bahan, semakin besar nilai
EI maka lendutan semakin kecil. Bambu merupakan bahan yang memiliki nilai
elastisitas yang kecil dibandingkan beton dan baja. Sehingga bambu memiliki
lendutan yang besar sehingga diperlukan batasan lendutan untuk kenyamanan
pemakai. Elastisitas bambu mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
struktur, jika lendutannya terlalu besar maka struktur akan tidak nyaman
meskipun secara mekanika aman. Pada peraturan SNI kayu lendutan pada
sturktur bangunan dibatasi sebesar L/200 sampai L/700 tergantung fungsi
bangunan.
Penelitian ini memodelkan balok bambu yang dengan diapit kolom
bambu dikedua ujungnya seperti pada konstruksi balok pada bangunan bambu,
yang terdiri dari 1 balok dan 2 balok. Balok bambu dibebani dengan beban
lentur yang berupa beban 2 titik pada 1/3 bentang. Kemudian dibandingkan
dengan analisis SAP2000 ver.11 yang mana pada join dilakukan release
momen yang nilainya berdasarkan penelitian sebelumnya agar perilaku joint
pada analisis SAP2000 akan seperti bentuk aslinya.
Hasil tegangan rata-rata pada beban maksimal untuk 1 bambu adalah
65,359 MPa, untuk 2 bambu adalah 41,948 MPa dan untuk 1 bambu dengan
pengisi adalah 56,648 MPa. Hasil penelitian menunjukkan nilai EI sangat
mempengaruhi kekakuan dan kelenturan balok bambu, dan batasan untuk
L/300 sangat tidak efisien dan boros karena bambu masih dapat menahan
tegangan diatas batas lendutan L/300. Pada hasil perbandingan dengan analisis

TESIS B-53
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

SAP2000 didapat perbedaan nilai lendutan pada pengujian lebih besar 3%


sampai 35% dari analisis.
Kata kunci: Bambu,lendutan, batasan lendutan, Elastisitas, Inersia..

PERILAKU MEKANIKA BALOK BAMBU


TERSUSUN DENGAN ISIAN MORTAR PADA
53 PENGHUBUNG GESER BAUT, Bagus Aditya Wardhana,
Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Ir. Suprapto Siswosukarso, Ph.D.,
Mahasiswa S2 Struktur (25022/I-1/2637/06), lulus 24 Juni 2010

Bambu dapat digunakan sebagai bahan bangunan alternatif pengganti


kayu karena memiliki umur produksi yang relatif singkat yaitu 3 – 5 tahun.
Balok bambu susun dipergunakan untuk mengatasi masalah kekakuan yang
relatif rendah terutama untuk balok bentang yang panjang. Balok bambu susun
memiliki kapasitas yang tinggi meskipun memiliki kekakuan rendah.
Penelitian ini dilaksanakan untuk meneliti perilaku mekanika balok bambu
susun dengan isian mortar pada penghubung geser.
Model yang digunakan pada penelitian ini sebanyak lima buah yaitu
satu model balok bambu tunggal (BT), dua model balok bambu susun dua
(BS2) dan dua model balok bambu susun tiga (BS3). Pada masing – masing
model balok bambu susun dibagi menjadi dua variasi yaitu penghubung geser
tanpa menggunakan pipa PVC (TP) dan penghubung geser dengan
menggunakan pipa PVC (DP). Jumlah benda uji untuk masing – masing
variasi adalah sebanyak tiga buah.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa beban pada balok bambu
BS2TP mengalami peningkatan sebesar 260 % dari BT dan BS3TP meningkat
sebesar 353 %. Sedangkan balok bambu susun BS2DP mengalami peningkatan
beban sebesar 149 % terhadap BT, dan BS3DP meningkat sebesar 272 %.
Dalam kondisi elastis dan ultimit, momen eksperimen memiliki kapasitas yang
lebih rendah terhadap momen teoritis dengan rasio tertentu. Untuk kondisi
batas ijin, balok bambu BS2TP mengalami penurunan beban dengan rasio
0,382 dan BS2DP memiliki penurunan dengan rasio 0,298. Sedangkan balok
BS3TP mengalami penurunan beban dengan rasio 0,188 dan BS3DP memiliki
penurunan dengan rasio 0,150. Untuk kondisi ultimit, balok bambu BS2TP
mengalami penurunan beban dengan rasio 0,805 dan BS2DP memiliki
penurunan dengan rasio 0,668. Sedangkan balok BS3TP mengalami penurunan
beban dengan rasio 0,482 dan BS3DP memiliki penurunan dengan rasio 0,322.
Kata kunci: balok bambu susun, penghubung geser, momen

B-54 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

PENGARUH UMUR BAMBU TERHADAP KUAT


LENTUR BALOK LAMINASI BILAH BAMBU
54 PETUNG, Taufik Maduretno, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof.
Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For., Mahasiswa S2 MTBB
(08/276048/PTK/5225), lulus 24 Juni 2010

Bambu sebagai bahan bangunan alternatif kayu yang ramah lingkungan


sangat dibutuhkan saat ini, mengingat bencana akibat kerusakan hutan sering
terjadi. Dengan menggunakan bambu sebagai bahan bangunan, penggunaan
kayu dapat dikurangi sehingga kerusakan hutan dapat dihentikan. Namun
pemakaian bambu sebagai bahan bangunan dirasa belum maksimal akibat
beberapa kendala, seperti anggapan bambu sebagai bahan bangunan
masyarakat ekonomi rendah, ketahanan bambu terhadap serangan kumbang
bubuk sehingga manfaat bambu relatif pendek. Dengan pengawetan yang baik
maka umur manfaat bangunan bambu dapat diperpanjang, disamping itu
bambu sebagai bahan bangunan mudah diperoleh dan harganya relatif lebih
murah dari bahan yang lainnya. Bambu dapat mudah diperoleh dilapangan,
bambu bisa dibeli dipedagang bambu atau dibeli langsung dari pemilik bambu.
Untuk membedakan bambu yang tua dan yang muda di tempat pembelian sulit
hal ini disebabkan para pedagang telah mencampur bambu-bambu tersebut
menjadi satu. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah untuk
balok laminasi bambu muda dapat dipakai atau tidak karena pada saat membeli
bambu muda dan tua tercampur.
Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika
bambu dengan menggunakan standar SNI03-1726-2002. Benda uji balok
laminasi dibuat dalam tiga variasi umur yaitu bambu umur 1-2 tahun, 2-3
tahun dan > 3 tahun dengan pengujian lentur. Tiap variasi dibuat dalam 3
ulangan dan jumlah keseluruhan benda uji balok laminasi 9 buah. Ukuran
balok laminasi yaitu lebar 60 mm, panjang 2000 mm dan tinggi balok 80 mm.
Perekatan antara laminasi bambu menggunakan bahan perekat Urea
Formaldehyde (UA-104). Pengempaan balok laminasi dilakukan dengan
pengempaan dingin selama kurang lebih 24 jam.
Hasil pengujian sifat fisika diperoleh nilai kerapatan dan kadar air
bambu Petung 1-2 tahun 0,59 g/cm3 dan 12,50%, bambu Petung 2-3 tahun 0,77
g/cm3 dan 12,46%, bambu Petung > 3 tahun 0,78 gr/cm3 dan 12,36%. Hasil
pengujian rata-rata sifat mekanika untuk kuat tekan sejajar serat, kuat tekan
tegak lurus serat, kuat geser sejajar serat, kuat tarik sejajar serat, MOR dan
MOE berturut-turut adalah umur 1-2 tahun 36,81 MPa, 9,40 MPa, 4,73 MPa,
99,99 MPa, 105,72 MPa dan 12443 MPa, umur 2-3 tahun 55,83 MPa, 14,71
MPa, 5,82 MPa, 87,69 MPa, 116,90 MPa dan 162,11 MPa, umur > 3 tahun

TESIS B-55
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

58,77 MPa, 15,91 MPa, 5,84 MPa, 123,43 MPa, 119,16 MPa dan 16286 MPa.
Dari hasil pengujian lentur balok laminasi besarnya kekuatan, kekakuaan kuat
lentur dan kuat geser, MOR, MOE untuk balok laminasi muda adalah 1988
N/mm2, 239 N/mm, 77,19 Mpa, 0,57 MPa, 74,13 MPa, 15029 MPa sedang
untuk balok laminasi sedang adalah 3203 N/mm2, 369 N/mm, 113,11 MPa,
0,85 MPa, 114,21 MPa, 20017 MPa dan untuk balok laminasi tua adalah 3719
N/mm2, 385 N/mm, 129,88 MPa dan 0,95 MPa, 131,45 MPa, 20639 MPa.
Kata kunci : umur bambu, perilaku keruntuhan, balok laminasi bambu Petung.

PENGARUH UMUR BAMBU TERHADAP


PERILAKU KEKUATAN GESER BALOK LAMINASI

55 BILAH BAMBU PETUNG, Theodorus Paling, Prof. Ir.


Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For,
Mahasiswa S2 Struktur (08/276328/PTK/05262),
lulus 24 Juni 2010

Dari seluruh tanaman yang dikenal tumbuh di Indonesia bambu


merupakan tanaman yang sangat cepat tumbuhnya. Dengan kecepatan
tumbuhnya bambu dapat diharapkan sebagai bahan pengganti kayu.
Penggunaan bambu muda sebagai bahan bangunan jarang dijumpai karena
mudah diserang kumbang bubuk dan susutnya besar sehingga umur manfaat
bambu relatif pendek. Dengan pengawetan dan perawatan yang baik maka
umur manfaat bangunan bambu dapat diperpanjang. Bambu sebagai bahan
bangunan mudah diperoleh di lapangan melalui pedagang bambu atau dibeli
langsung dari pemiliknya, juga harganya relatif lebih murah dari bahan yang
lainnya. Untuk membedakan bambu yang tua dan yang muda di tempat
pembelian sulit hal ini disebabkan para pedagang telah mencampur bambu-
bambu tersebut menjadi satu tumpukan. Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui sifat fisika dan mekanika bambu petung, juga mengetahui rasio ,
kekakuan, kuat lentur dan kuat geser balok laminasi bambu umur muda dan
sedang terhadap umur tua.
Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan mekanika
bambu petung yang didasari pada standar SNI 03-1726-2002. Benda uji balok
laminasi dibuat dalam tiga variasi umur yaitu bambu umur muda (1-2 tahun),
umur sedang (2-3 tahun) dan umur tua (3-5 tahun) dengan pengujian lentur
untuk seting keruntuhan geser. Tiap variasi dibuat dalam 3 ulangan dan jumlah
keseluruhan benda uji balok laminasi 9 batang. Ukuran balok laminasi lebar
(b) 60 mm, tinggi (h) 80 mm dan panjang 900 mm. Perekatan antara laminasi
bambu menggunakan bahan perekat Urea Formaldehyde (UA-104).

B-56 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

Pengempaan balok laminasi dilakukan dengan pengempaan dingin dengan


tekanan pengempaan ± 2 MPa selama kurang lebih 24 jam. Bahan pengawet
menggunakan boras dengan konsentrasi 5% berat air.
Hasil pengujian menunjukan bahwa adanya perbedaan umur bambu
memberikan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai kerapatan dan
sifat mekanik bambu petung serta nilai kekakuan, kuat lentur dan kuat geser
balok laminasi. Hasilnya menunjukan peningkatan sebanding dengan
pertambahan umur, makin tua makin tinggi. Kerapatan bambu muda 590
kg/m3, bambu sedang 770 kg/m3 dan bambu tua 780 kg/m3, peningkatan juga
terjadi pada sifat mekanik. Kekakuan balok laminasi meningkat, umur muda
1319,584 N/mm, umur sedang 2428,855 N/mm dan umur tua 2594,247 N/mm.
Kuat lentur dan kuat geser juga mengalami peningkatan, umur muda (51,72
MPa dan 2,36 MPa), umur sedang (71,59 MPa dan 3,54 MPa) dan Bambu tua
(87,22 MPa dan 4,27 MPa).
Kata-kata kunci: Balok laminasi, bambu petung, , umur bambu, keruntuhan
geser

TINJAUAN ANALITIS DAN EKSPERIMENTAL


SQUARE TRUSS BAMBU DENGAN BEBAN AKSIAL,
56 Teguh Ananto Utomo, Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Dr.-Ing. Ir.
Djoko Sulistyo, Mahasiswa S2 Struktur (08/275089/PTK/05018),
lulus 22 Maret 2011

Bambu merupakan material yang sangat potensial karena


ketersediaannya yang relatif mudah didapat dan bisa tumbuh dimana saja.
Selama ini penggunaan material bambu sebagai bahan konstruksi telah banyak
diaplikasikan baik dengan analisis struktur yang aman maupun berdasarkan
pengalaman empirik yang sudah diwariskan secara turun-menurun, seperti
yang digunakan untuk elemen balok, kolom maupun kuda-kuda. Dewasa ini
sudah mulai dikembangkan penggunaan bambu sebagai struktur rangka batang
(square truss) yang dapat dijadikan sebagai struktur utama pada konstruksi
pada konstruksi rumah bambu baik yang mengarah pada kolom maupun pada
balok dari strusktur tersebut. Tetapi yang menjadi pertanyaan kemudian adalah
apabila digunakan sebagai elemen kolom, bagaimana pengaruh panjang square
truss kolom bambu terhadap beban aksial maksimal, dan pengaruh
penambahan mortar terhadap kekuatan maupun berat dari struktur tersebut.
Pada penelitian ini, square truss kolom bambu dibuat dari bambu wulung
dengan diameter ±8 cm sebagai batang utama kolom dan bambu kuning
dengan diameter ±3 cm sebagai batang diagonal. Batang-batang tersebut

TESIS B-57
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

dirangkai menjadi struktur square truss 3D dengan ukuran lebar 30 cm dan


tinggi 30 cm. Model square truss kolom bambu dibuat dalam 2 jenis, yaitu
tanpa mortar dan dengan mortar. Variasi model square truss kolom bambu
tanpa mortar berturut-turut adalah : Model ST-30/30-L=300 cm, Model ST-
30/30-L=350 cm dan Model ST-30/30-L=400 cm. Variasi lain adalah
penambahan mortar untuk square truss kolom bambu dengan mortar, yaitu ST-
30/30(M)-L=350 cm. Model-model tersebut diuji dengan beban aksial
menggunakan alat Hydrolic Jack, Load Cell, LVDT dan Data Logger, dimana
besar beban aksial tersebut sebelumnya sudah diprediksi dengan Persamaan
Euller dan analisis SAP2000. Hasil pengujian yang diperoleh, yaitu Pmax,
selanjutnya dibandingkan dengan hasil analisis numerik (SAP2000) dan hasil
analisis Euller. Dari hasil penelitian Pmax untuk setiap model tanpa mortar
menurut hasil eksperimen, Euller dan SAP2000 berturut-turut adalah sebagai
berikut : (1) Model ST-30/30-L=300 sebesar 55,33 kN; 147,43 kN; 169,00 kN,
(2) Model ST-30/30-L=350 sebesar 48,37 kN, 145,23 kN; 147,00 kN, dan (3)
Model ST-30/30-L=400 sebesar 127 kN; 142,51 kN; 127,00 kN. Semakin
panjang square truss kolom bambu semakin kecil beban runtuhnya. Adapun
untuk Pmax hasil eksperimen untuk model dengan mortar, yaitu Model ST-
30/30(M)-L350 adalah sebesar 75,57 kN. Penambahan mortar pada spesimen
square truss kolom bambu dapat meningkatkan kapasitas beban sebesar
56,233%. Tetapi berat spesimen itu sendiri juga meningkat sebesar 170,65%.
Kata kunci : sifat mekanik, sifat fisik, square truss kolom bambu, hasil
eksperimen,hasil analisis numerik.

PERILAKU KOLOM BAMBU PETUNG


(DENDROCALAMUS ASPER), Yoga Aprianto Harsoyo,
57 Prof. Ir. Morisco, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. T.A. Prayitno, M.For.,
Mahasiswa S2 Struktur (07/260418/PTK/4742),
lulus 22 Maret 2011

Tata cara perencanaan kolom bambu untuk struktur bambu yang saat
ini belum ada referensi atau peraturan yang baku untuk mengatur itu, oleh
karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prilaku kolom bambu itu
sendiri, bambu petung diambil sebagai bahan penelitian karena bambu petung
yang berasal dari cangkringan dan banyak digunakan sebagai bahan konstruksi
bangunan.
Permasalahan kolom selalu terkait dengan batang tekan karena gaya-
gaya dalam kolom selalu di dominasi oleh beban aksial, dalam perhitungan
kolom tidak hanya tergantung pada luas penampang dan kuat tekannya saja,

B-58 TESIS
ABSTRAK PENELITIAN BAMBU Morisco

tetapi juga pada modulus elastis, panjang batang dan dimensi penampang
batang. Pada batang yang panjang kegagalan dapat terjadi walaupun tegangan
ijin belum terlampaui. Kerusakan ini terjadi akibat tekuk. pada konstruksi baja
dan kayu table tekuk sudah ada tetapi pada bambu belum ada, dan pada
penelian ini juga dilakukan pemodelan kolom bambu menggunakan SAP 2000
yang tujuannya adalah untuk mengetahui perbandingan Pcr antara eksperimen
dan Pemodelan di SAP 2000.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui faktor tekuk pada
bambu dan untuk mengetahui perbandingan Pcr pada eksperimen dan analisa
Menggunakan SAP 2000 sebagai acuan bagi para perencana untuk mengetahui
safety factor dalam perencanaan.
Kata kunci: Tekuk, Tegangan Kritis, Angka kelangsingan

TESIS B-59

Anda mungkin juga menyukai