Anda di halaman 1dari 4

Makna Asmaul Husna AL-GHAFFAR Allah Yang Maha Pengampun 

– Seorang
hamba Allah melakukan dosa lalu berdoa, “Wahai, Tuhanku, ampunilah dosaku.”  Allah
Swt. berfirman, “Hamba-Ku telah melakukan dosa, tetapi ia tahu bahwa ia mempunyai
Tuhan yang akan mengampuni dosa atau menghukumnya karena melakukan dosa.”
Kemudian, hamba Allah tersebut kembali melakukan dosa lalu berdoa, “Wahai,
Tuhanku, ampunilah dosaku.” Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku melakukan dosa, tetapi
ia tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa atau menghukumnya
karena melakukan dosa.”
Kemudian, sang hamba kembali melakukan dosa dan berdoa, “Wahai, Tuhanku,
ampunilah dosaku.” Allah Swt. berfirman, “Hamba-Ku melakukan dosa, tetapi ia tahu
bahwa ia mempunyai Tuhan yang akan mengampuni dosa atau menghukumnya karena
melakukan dosa. Oleh karena itu, berbuatlah sesuka hatimu. Aku akan tetap
mengampuni dosamu.” Hamba tersebut berkata, “Aku tidak tahu hingga kali ketiga atau
keempat aku meminta pengampunan, tetapi Allah Swt. tetap berfirman, ‘Berbuatlah
sesuka hatimu. Aku tetap akan mengampuni dosamu’” (HR Bukhari Muslim).
Allah Swt. teramat mengasihi hamba-Nya. Walaupun sang hamba berkali-kali
melakukan kemaksiatan kepada-Nya, pintu pengampunan Allah senantiasa terbuka.
Berkali-kali Dia dikhianati, tetapi tangan-Nya senantiasa terbuka dan siap menerima
kembali hamba-Nya yang ingin bertobat. Tidak bosan Dia memberikan ampunan-Nya
karena Dialah Al Ghaffar, Zat Yang Maha Pengampun, Zat yang tidak pernah jemu
memberi ampunan.
Keyakinan akan ampunan Allah inilah yang membuat Imam Syafi’i lebih tegar
menghadapi kematian setelah sebelumnya ia dilanda kecemasan karena teringat akan
dosa-dosa yang pernah diperbuatnya. Dikisahkan, salah seorang muridnya yang
bernama Imam Muzani, menjenguk beliau ketika sakitnya semakin berat. “Apa kabarmu
pagi ini, wahai, Guru?” tanyanya. Imam Syafi’i menjawab, “Pagi ini aku akan
meninggalkan dunia, akan berpisah dengan saudara-saudara, akan berjumpa dengan
segala kejelekan amal, akan meminum gelas kematian, dan akan menghadap Allah.
Akan tetapi, aku tidak tahu, rohku ini akan berjalan ke surga ataukah terjerumus ke
dalam neraka.”
Kemudian, Imam Syafi’i mengungkapkan harapan hatinya dalam sebait syair:

“Ketika hatiku keras dan jalanku sempit

Aku meletakkan harapanku berada di tangga pengampunan-Mu

Dosaku terasa begitu besar, tapi ….

Dibanding ampunan-Mu, jelas ampunan-Mu jauh lebih besar

Engkau masih selalu Maha Mengampuni dosa

Dan masih selalu mengasihi ….”


 

Makna Asmaul Husna AL-GHAFFAR Allah Yang Maha Pengampun


Kata ‘Al Ghaffar’ Al Ghaffar  diambil dari kata dasar ghafara yang berarti ‘menutup’.
Ada juga yang berpendapat bahwa kata Al Ghaffar berasal dari kata Al ghafaru, yaitu
sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika pendapat pertama yang
dipilih, Al Ghaffar berarti Dia menutupi dosa-dosa hamba-hamba-Nya karena
kemurahan dan anugerah-Nya. Apabila yang kedua yang dipilih, Al Ghaffarbermakna
Allah menganugerahi hamba-Nya penyesalan atas dosa-dosa sehingga penyesalan ini
berakibat kesembuhan, dalam hal ini terhapusnya dosa.
Dalam Al Qur’an , kata ghaffar diulang lima kali. Dua di antaranya berdiri sendiri,
sebagaimana terungkap dalam QS Nuh  (71: 10) dan QS Thaha  (20: 82). Tiga lainnya
dirangkaikan dengan sifat Al ‘Aziz yang mendahuluinya. Yang dirangkaikan ini
dikemukakan bukan dalam konteks pengampunan dosa. Hal ini memberi kesan bahwa
Allah sebagai Al Ghaffar menutupi dan menyembunyikan banyak hal yang tidak atau
kurang pantas pada manusia, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, penyembunyian pertama atas manusia adalah bahwa Dia menjadikan bagian-
bagian buruk di dalam tubuh dan menyembunyikannya. Mata kita akan jijik melihatnya
sehingga Allah Azza wa Jallamenutupi dengan keindahan bagian luar. Betapa
besarnya perbedaan antara bagian luar manusia dengan bagian dalamnya, kebersihan
dan kekotorannya ditutupi oleh keindahan luarnya. Sanggupkah kita melihat seseorang
yang semua kulit arinya terkelupas atau yang bagian dalam tubuhnya terbuka?
Kedua, penyembunyian kedua adalah Allah Azza wa Jalla menjadikan lubuk hati
manusia sebagai penyembunyian tentang pikiran-pikiran tercelanya dan niat buruknya
sehingga orang lain tidak dapat mengetahui rahasia-rahasia kita. Jika Allah tidak
menyembunyikan dari orang lain dan membukakan apa yang menjadi pikiran buruk
kita, penipuan dan pengkhianatan, atau pikiran-pikiran buruk mengenai orang yang ada
di lubuk hati kita tentu orang lain akan benci dan jijik kepada kita kemudian kita atau
mereka akan mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri hidup dan
membinasakannya. Tafakurilah betapa rahasia-rahasia dan kelemahan seseorang
tersembunyi dari orang lain.
Ketiga, penyembunyian ketiga adalah bahwa Allah Azza wa Jalla mengampuni dosa-
dosa makhluk-Nya.Dosa-dosa yang patut mendapat aib di hadapan semua makhluk.
Sesungguhnya, Allah pun telah berjanji untuk mengubah perbuatan buruk manusia
menjadi perbuatan baik dan menutupi dosa-dosa yang menjijikkan dengan perbuatan-
perbuatan baiknya jika dia mati sebagai seorang mukmin.
”… kecuali, orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh,
kejahatan mereka itu diganti Allah dengan kebajikan; dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS Al Furqan, 25: 70)
Kita dapat becermin dari kisah seorang perampok ulung yang kemudian dimuliakan
Allah sebagai mujahid agung karena ia bersungguh-sungguh bertobat dan memperbaiki
diri. Pada masa kekuasaan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang menjadi gubernur di
wilayah Khurasan adalah Sa’id bin Utsman bin Affan. Di daerah kekuasaan Sa’id ada
seorang perampok yang sangat terkenal yang bernama Malik. Suatu hari, Sa’id bin
Utsman bepergian dengan mengambil jalan Persia. Ternyata, di tengah perjalanan ia
bertemu Malik dan kawan-kawannya. Sang Gubernur begitu tertarik dengan
penampilan Malik yang tampan dan kekar. Ia pun berkata, ”Wahai Malik, apa yang
mendorongmu berbuat permusuhan, menanamkan kebencian, dan merampok di
tengah jalan sebagaimana laporan yang aku terima tentang dirimu?”
Malik menjawab, ”Semoga Allah membereskan urusan Amir. Saya merampok ini
karena tidak sanggup membiayai keluarga.” Lalu, Sa’id berkata kembali, ”Jika aku tutupi
kebutuhan keluargamu dan engkau aku jadikan sebagai sahabat, apakah engkau akan
berhenti merampok dan bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar benarnya,
lalu bergabung bersamaku?” Malik segera menyahut, ”Ya, semoga Allah memberikan
kebaikan kepada Amir. Saya akan berhenti dari perbuatan ini, suatu perhentian yang
paling bagus yang tidak seorang pun bisa menandingi perhentian saya dari profesi
menyamun ini.”
Begitulah, perampok kawakan ini berusaha memenuhi janjinya kepada Sa’id. Ia pun
berusaha memperbaiki diri dengan sungguh-sungguh. Gubernur pun menepati janjinya.
Setiap bulan Sa’id mengirimkan lima ratus dinar kepada Malik. Hari demi hari keislaman
Malik semakin bagus. Bahkan, ia mulai ikut serta dalam jihad menegakkan kemuliaan
Islam hingga ia terkenal seorang mujahid tangguh dan disegani. Allah Swt. pun
menakdirkan akhir yang mulia dari kehidupannya, Malik gugur sebagai syahid dalam
sebuah peperangan melawan kaum kafir. Itulah Malik, kesungguhannya dalam bertobat
telah menutupi dosa-dosanya yang menggunung. Allah pun menggantinya dengan
kemuliaan yang sangat istimewa.
 
Mentradisikan Al Ghaffar
Dalam Al Qur’an, Allah Swt. memerintahkan manusia untuk meneladani dan
mentradisikan maghfirah-Nya. Beberapa cara di antaranya adalah dengan senantiasa
memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti dan berbuat kesalahan kepadanya,
serta mengikis kebencian dan kedendaman di dalam hati.
”Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-
orang yang tiada takut akan hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al Jatsiyah, 45: 14)
Hal kedua, dari upaya mentradisikan magfirah-Nya adalah dengan menghindarkan diri
dari berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan, membuka aib saudara kita sendiri,
menggunjingkan, memfitnah, dan semua perbuatan yang dapat menyakiti dan
menghancurkan nama baiknya.
”Tidak seorang pun menutup aib saudaranya di dunia kecuali Allah akan menutupi
aibnya pada hari Kemudian.” (HR Muslim)
”Hai, orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka,
tentulah kamu merasa jijik kepadanya; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Hujurat, 49: 12)

‫سسُوا وَ اَل يَ ْغتَبْ بَعْ ضُ ُك ْم بَعْ ضً ا ۚ َأيُحِبُّ َأ َح ُد ُك ْم‬ ْ ‫يَا َأيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا‬
َّ ‫اجتَ ِنبُوا َكثِيرً ا مِنَ الظَّنّ ِ ِإنَّ بَعْ ضَ الظَّنّ ِ ِإ ْث ٌم ۖ وَ اَل تَ َج‬
‫َأنْ ي َْأ ُك َل لَ ْح َم َأ ِخي ِه َم ْيتًا َف َك ِر ْهتُمُو ُه ۚ وَ اتَّقُوا اللَّ َه ۚ ِإنَّ اللَّ َه تَوَّابٌ رَ ِحي ٌم‬

Referensi: https://tafsirweb.com/9782-surat-al-hujurat-ayat-12.html

Anda mungkin juga menyukai