Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPARATOMI

Disusun Oleh

Siti Aisyah

PROFESI NERS

Stikes Horizon Karwang

Jln Pangkal Perjuangan Km 1 By Pass Karawang 41


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Post Op Laparatomi
1. Pengertian
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan
pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan
bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan
pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut
membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk
pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi
pembedahan abdomen.

2. Tujuan perawatan post laparatomi


a. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b. Mempercepat penyembuhan.
c. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
d. Mempertahankan konsep diri klien.
e. Mempersiapkan klien pulang.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi

4. Komplikasi
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme. Manifestasi Klinis :
pucat,  kulit dingin dan terasa basah, pernafasan cepat, sianosis pada bibir, gusi dan
lidah, nadi cepat, lemah dan bergetar, penurunan tekanan nadi, tekanan darah rendah
dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
1. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan
darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman
dari pembuluh darah yang tidak terikat
3. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami
erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya
besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena
dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
d. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang
paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme; gram
positif. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah
infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada
dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

5.     Pencegahan dan Penanganan Komplikasi

a. Syok

Pencegahan :

1) Terapi penggantian cairan


2) Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
3) Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
4) Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
5) Ruangan tenang untuk mencegah stress
6) Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
7) Pemantauan tanda vital

Pengobatan :

1) Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan


2) Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
3) Pemantauan status pernafasan dan CV
4) Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
5) Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen darah,
albumin, plasma atau pengganti plasma)
6) Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik (mengurangi
retensi cairan dan edema)

b. Hemorrhagi

Penatalaksanaan :

1) Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok


2) Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
3) Inspeksi luka bedah
4) Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
5) Transfusi darah atau produk darah lainnya
6) Observasi Vital Signs.
c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.

d. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.


Tindakan pengendalian :
1) Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering mengubah posisi
2) Penggunaan peralatan steril
3) Antibiotik dan antimikroba
4) Mempraktikkan teknik aseptic
5) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
6) Pencegahan kerusakan kulit
7) Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
8) Pantau adanya perdarahan
9) Perawatan insisi dan balutan
10) Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

1) Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.


2) Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3) Pencegahan infeksi.
4) Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas
dan batuk efektf, latihan mobilisasi dini
5) Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy
karena adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan
terutama ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat
dekatnya berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana
perasaan pasien setelah operasi.

B. Ileus obstruktif
1. Pengertian
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus, dan
makanan, dapat secara mekanis atau fungsional (Iin Inayah, 2004 : 202). Ileus obstruktif
terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran normal dari isi usus, bisa juga karena
hambatan terhadap rangsangan saraf untuk terjadinya peristaltik atau karena adanya
blockage (Barbara C. Long, 1996 : 242).
Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus obstruktif adalah penyumbatan yang
terjadi secara parsial atau komplit, mekanik atau fungsional, yang terjadi bisa diusus halus
ataupun diusus besar, dapat mengakibatkan terhambatnya pasase cairan, flatus, dan
makanan.

2. Anatomi Usus Halus


Usus halus merupakan bagian saluran pencernaan yang paling panjang, dibagi
menjadi 3 bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah
pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan.
a. Duodenum
Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya sekitar 25 sentimeter
yang menghubungkan lambung dengan jejunum. Duodenum sangat penting karena
dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Duodenum
melengkung sekitar kaput pankreas. Dua setengah sentimeter pertama duodenum
menyerupai lambung karena pada permukaan anterior dan posteriornya diliputi
peritonium dan mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya dan
omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Bursa omentalis terletak di
belakang segmen yang pendek ini. Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal,
hanya sebagian saja yang diliputi peritoneum.
b. Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum panjangnya sekitar 6 meter, 2/5 bagian atas merupakan
jejunum, masing-masing bagian mempunyai gambaran yang berbeda, tetapi terdapat
perubahan yang berangsur-angsur dari bagian yang satu ke bagian yang lain. Jejunum
mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai mesenterium
usus halus. Pinggir bebas lipatan yang panjang meliputi usus halus yang mobile.
Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding
posterior abdomen sepanjang garis yang berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri
vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterika superior,
pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari
cabang-cabang arteri mesenterika superior. Cabang-cabang intestinal berasal dari sisi
kiri arteri dan berjalan dalam mesenterium untuk mencapai usus. Pembuluh-pembuluh
ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arcade. Bagian ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika. Vena jejunum dan ileum sesuai
dengan cabang-cabang arteri mesenterika superior dan mengalirkan darahnya ke vena
mesentrika superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior,
yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Saraf untuk jejunum dan ileum
berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika
superior.

3. Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih
luas bagi kerja lipase pankreas. Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim
dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada
brush border vili dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan
segmental usus halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh
sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Pergerakan usus halus
berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan dapat berlangsung
secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari : Pergerakan mencampur (mixing) atau
pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar
mudah untuk dicerna dan diabsorbsi Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang
mendorong makanan ke arah usus besar. Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas
otot polos usus halus yang terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan
otot sirkuler. Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur
makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding
usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus
sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan
dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi. Kontraksi segmentasi
berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang merupakan basic electric rhytm
(BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12
kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada
usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2
cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan
peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai
5 cm Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya
gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel-sel
pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel-sel ini
dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal. Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat
setelah makan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum
sehingga menimbulkan refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus.
Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan
usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus. Setelah
mencapai katup ileocaecal, makanan kadang-kadang terhambat selama beberapa jam
sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal meningkatkan aktifitas
peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal menuju ke kolon. Makanan
yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh adanya sfingter ileocaecal
berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk
mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke ileum. Fungsi sfingter ileocaecal diatur
oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam caecum meningkat sehingga terjadi
dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum
akan berkurang sehingga memperlambat pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada
caecum atau pada appendiks maka sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum
akan mengalami paralisis sehingga pengosongan ileum sangat terhambat.

4. Etiologi
Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002),Susan Martin Tucker (1998), Christian
Stone M.D (2004) dan Barbara C Long (1996) mengatakan bahwa penyebab dari ileus
obstruktif adalah :
a. Mekanis
1) Adhesi, sebagai perlengketan fibrosa (jaringan ikat) yang abnormal di antara
permukaan peritoneum yang berdekatan, baik antar peritoneum viseral maupun
antara peritoneum viseral dengan parietal
2) Hernia, terjebaknya bagian usus pada lubang abnormal.
3) Karsinoma, tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus, atau tumor
diluar usus mendesak dinding usus
4) Massa makanan yang tidak dicerna.
5) Sekumpulan cacing
6) Tinja yang keras.
7) Volvulus, terplintir atau memutarnya usus.
8) Intussusception, masuknya satu segmen usus kedalam usus itu sendiri.
5. Pathway
etiologi

mekanik fungsional

Perlengketan intusupesi volvulus hernia tumor Gangg


(adhesi) muskuler usus

Bgian usus Usus mmutar Protusi usus Tumor dlm


Lengkung Tdk mmpu
menyusup n kmbli ke dinding usus
usus melekat Alrn usus mendorong
Kdlm bgian yg keadaan
pd area trsmbt usus
dbwhnya Mluas k
jrignparu
Lumen Gas, lumen
pasca operasi
Pnyempitan Pympitan usus Statis isi usus
usus cairan
lumen usus alrn drh
Prputaran lengkung trsmbat trsmbt
usus (stlh 3-4 hr Tknn pd dndg Isi lumen
stlh pasca operasi) usus tersumbat
Alrn usus trsmbt Alrn drh k usus
trsmbt Lumen usus trsmbt sbgian

Ileus obstruksi

hipomotilitas Rspon psikologis Hlgny kmmpuan Gg flora nrml Gg GI


intestinaldlm proses dlm usus
mtrial feses Mual,
Ktdkmmpuan Interpretasi
inflamasi muntah,
absorpsi air prwtn n
kembung,
pengobatan konstipasi
Peradangan pd anoreksia,
Air trtmpung usus
dlm lumen Kcmasan BAB keras Asupan
usus pmenuhan nutrisi
Iritasi mukosa
infrmasi inadekuat
usus
Pnrunan
intake cairan DP :
DP : Nyeri akut
ketidakseimbangan
DP : Resiko nutrisi kurang dr
ketidakseimbangan kbthan
cairan
6. Patofisiologi
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan terenggang oleh cairan dan
gas (70 % dari gas yang tertelan) akibat penekanan intralumen menurunkan pengaliran
air dan natrium dari lumen usus kedarah. Sekitar 8 liter cairan diekskresi kedalam
saluran cerna setiap hari, karena tidak adanya absorpsi mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan merupakan
sumber utama kehilangan cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah
penciutan ruang ekstra sel yang mengakibatkan syok hipotensi. Pengaruh curah jantung,
pengurangan perfusi jaringan dan asidosis metabolic. Efek local peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrotik, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Kehilangan
sodium dan ion-ion klorida menyebabkan keluarnya potassium dari sel, mengakibatkan
alkalosis hipovolemik.
Menurut Susan C Smeltzer & Brenda G. Bare (2002), akumulasi isi usus, cairan,
dan gas terjadi didaerah diatas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi
cairan mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi cairan lambung.
Dengan peningkatan distensi, tekanan darah lumen usus meningkat, menyebabkan
penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan
edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi. Muntah refluk dapat
terjadi akibat distensi abdomen.

7. Manifestasi Klinis
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long
(1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah:
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna,selanjutnya muntah air
dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan
menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi. Perforasi
dengan cepat dapat menyebabkan perdangan  dan infeksi yang berat serta
menyebabkan syok.
5) Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6) Abdominal distention
7) Tidak adanya flatus
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet
4) Muntah fekal laten
5) Dehidrasi laten
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara penyumbatan
sebagian menyebabkan diare.

8. Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum
berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan
kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan
muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus
dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai
bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah
satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba
dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau
massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai
kolik pada perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak
pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi
pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising usus).
Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada tinggi, atau
tidak terdengar sama sekali. Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan
terjadi hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan gambaran
anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian
kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif
letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon
(dengan colok dubur dan barium in loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula
kemungkinan terjadi hernia.

9. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit, akibat dari lumen usus yang tersumbat, secara
progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70 % gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan aliran air dan natrium dari lumen
usus kedarah. Oleh karena itu sekitar delapan liter cairan diekskresi kedalam saluran
cerna setiap hari, tidak ada absorpsi mengakibatkan penimbunan intra lumen dengan
cepat. muntah dan penyedotan usus
b. Asidosis metabolic
c. Perforasi, akibat dari terlalu tingginya tekanan intra lumen.
d. Syok, akibat dari kehilangan cairan yang berlebih kedalam lumen usus dan
kehilangan cairan menuju ruang peritoneum setelah terjadi perforasi.

10. Penatalaksanaan
a. Puasa
b. Selang nasogastrik harus dipasang, untuk dekompresi usus, mengurangi muntah, dan
mencegah aspirasi.
c. Cairan parenteral dengan elektrolit, untuk perbaikan keadaan umum.
d. Bedah(laparatomy), dilakukan apabila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan.
e. Analgetik
f. Therapy oksigen.

C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a.  Identitas
1) Identitas klien
Data yang terdapat berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi,
diagnosa medik.
2) Identitas penanggung jawab
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan klien.
b. Riwayat keperawatan
1) Keluhan utama
Gangguan utama/terpenting yang dirasakan klien sehingga ia butuh pertolongan.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang
dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien ileus
obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi bila
bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung
beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun mengeluh
nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila klien bergerak dan
akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien biasanya hanya
berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayat-sayat oleh benda
tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri lebih dari 5 (0-10).
3) Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan ileus obstruktif mempunyai riwayat pernah dioperasi pada bagian
abdomen, yang mengakibatkan terjadinya adhesi. Klien post laparatomi biasanya
mempunyai riwayat penyakit pada system pencernaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat dalam keluarga sedikit sekali kemungkinan mempunyai ileus obstruktif
karena kelainan ini bukan merupakan kelainan genetik, ada kemungkinan pada
keluarga dengan ileus obstruktif dan post laparatomi mempunyai riwayat penyakit
kanker dan dapat pula mempunyai riwayat cacingan pada keluarga.
5) Situasi Riwayat pekerjaan
Tempat bekerja dan lingkungan.
6)  Riwayat geografi
Kondisi lingkungan tempat tinggal
7) Riwayat social
Ada perubahan peran, pekerjaan, atau aktivitas, klien akan merasa tergantung
dan membutuhkan bantuan orang lain.kesembuhan penyakit.
8) Pola kebiasaan sehari-hari
Adanya kesulitan dalam melakukan aktivitas, adanya gangguan dalam nutrisi
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah, gangguan
dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi), personal hygiene
kurang terpenuhi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
2) Sistem pernafasan (breath)
3) Sistem kardiovaskuler (blood)
4) Sistem pencernaan(bawel)
5) Sistem persyarafan (brain)
6) Sistem musculoskeletal (bone)
7) Sistem perkemihan (bladder)
8) Sosial
9) Spiritual
d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut:
1) Laboratorium : BUN, hematokrit, berat jenis urin meningkat, penurunan kadar
serum natrium, klorida dan kalium, leukosit meningkat, terdapat penurunan
sodium dan potassium.
2) Enema barium membantu menentukan bila obstruksi didalam kolon.
3) Pemeriksaan radiologis abdomen, foto rontgen bisa menunjukan lingkaran usus
yang melebar, yang menunjukkan lokasi dari penyumbatan dan juga bisa
menunjukkan adanya udara di sekitar usus di dalam perut yang merupakan tanda
adanya perforasi.
4) Scan CT, MRI (magnetic resonance imaging), atau ultrasound membantu
memastikan diagnosis.
5) Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila didalam
kolon klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang

2. Diagnosa keperawatan
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post op
laparatomy ec ileus obstrutif sebagai berikut :
a. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan menyeluruh (Fatique)
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme pengaturan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (Post OP)
DAFTAR PUSTAKA

Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC. Jakarta.

Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.

Doengoes , Mailyn . E . 2000. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC . Jakarta.

Harjono . M . 2001. Ilmu Bedah . Jakarta : Erlangga.

Corwin , Mutaqin .2003 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta :
Salemba      Medica

Subiston,D.C.2001 .Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.

Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan


Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.

Ditulis oleh lutfy nooraini at 6:40:00 PM 

http://razimaulana.wordpress.com/2011/02/25/ileus-obstruktif/

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

10. www.fk.unpad.ac.id/upload/distance-learning/admind/RenoBedah-1-Ileus.pdf 11. www.


Lifesteps.com/gm/Atoz/ency/ileus.jsp

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

http://www.scribd.com/doc/172420532/Pathway-Ileus

Anda mungkin juga menyukai