Anda di halaman 1dari 36

MASALAH KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN CAIRAN

AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERKEMIHAN DAN METABOLIK


ENDOKRIN BATU SALURAN KEMIH

Dosen Pengampu : Ns. Ali Akbar, M.Kep


Di Susun Oleh :
Delilah Tu Ulfha 841204025
Nurul Jannah 841204019

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Pontianak


Prodi D3 Keperawatan
2021/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Makalah yang berjudul Masalah Keperawatan Pada Gangguan
Kebutuhan Cairan Akibat Patologis Sistem Perkemihan Dan Metabolik Endokrin

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak/ibuyang telah membantu kami


baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-
teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa laporan makalah yang kami buat ini masih jauh


dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang.

Semoga laporan makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan


bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pontianak, 15 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................2
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................3
D. Manfaat.....................................................................................................4
E. Metode Penulisan.....................................................................................4
F. Ruang Lingkup Penulisan.........................................................................4

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................5

A. Definisi Batu Saluran Kemih....................................................................5


B. Anatomi Fisiologi Batu Saluran Kemih...................................................6
C. Etiologi Batu Saluran Kemih...................................................................15
D. Manifestasi Klinis Batu Saluran Kemih..................................................17
E. Patofisiologi Batu Saluran Kemih...........................................................18
F. Pathway...................................................................................................19
G. Komplikasi Batu Saluran Kemih.............................................................21
H. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................21
I. Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih.....................................................22
J. Asuhan Keperawatan Teoritis.................................................................23

BAB III PENUTUP.............................................................................................31

A. Kesimpulan..............................................................................................31
B. Saran........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batu saluran kemih atau urolithiasis adalah batu yang terbentuk


secara patologis pada sistem perkemihan mulai dari ginjal, ureter, vesica
urinaria atau pada uretra. Insiden batu saluran kemih diperkirakan 10 -
15% pada populasi global. Batu saluran kemih merupakan penyakit yang
umum ditemukan dengan morbiditas yang cukup signifikan dan
prevalensinya dilaporkan antara 3% dan 20% di seluruh dunia dengan
risiko kekambuhan seumur hidup 50-70. (Agustin, 2019)

Berdasarkan data RISKESDAS (2013) prevalensi penderita


urolithiasis berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia
sebesar 0,6%, prevalensi tertinggi di DI Yogyakarta (1,2%), Kalimantan
timur sendiri menduduki peringkat ke tujuh dengan prevalensi 0,4%.
(Agustin et al. 2019) Penelitian di rumah sakit Arifin Ahmad Pekanbaru
pada tahun 2010 hingga tahun 2016, didapatkan 1.418 pasien dengan batu
saluran kemih yang terdiri dari 951 (67,1%) laki-laki dan 467 (32,9%)
perempuan dengan rasio 2:1. Jumlah pasien terbanyak pada kelompok
umur 40-49 tahun sebanyak 407 orang (28,7%), dan yang paling sedikit
pada kelompok umur >20 tahun sebanyak 27 orang (1,9%) (Romi Saputra,
2019)

Batu dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga dapat


menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada pada tahap
ini dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase lanjut ini dapat
menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus berlanjut maka dapat
menyebabkan gagal ginjal yang akan menunjukkan gejalagejala gagal
ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia. Selain itu stagnansi batu pada
saluran kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akan berlanjut

1
menjadi urosepsis dan merupakan kedaruratan urologi, keseimbangan
asam basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa
darah ke seluruh tubuh.(Nathan and Scobell 2012)

Gejala batu saluran kemih tergantung pada letak batu, tingkat


infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih, meskipun beberapa batu
ginjal tidak menimbulkan gejala klinis. Gejala klinis dapat berupa nyeri
yang bersifat klasik yaitu nyeri kolik akibat strangulasi batu dan nyeri
kostovertebral, hematuria akibat gesekan batu dengan ginjal maupun ureter
dan gangguan miksi. Sedangkan gejala sistemik yang muncul dapat berupa
demam jika berhubungan dengan infeksi, mual maupun muntah.
(Pramiadi, 2017)

Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan


keperawatan pada pasien dengan masalah batu saluran kemih. Asuhan
keperawatan yang professional diberikan melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa, pembuatan
intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan. Metode farmakologis dapat dilakukan dengan cara
memberikan obat berupa suntikan anti nyeri sesuai dengan dosis yang
dituliskan dokter untuk mengurangi rasa nyeri. Metode nonfarmakologi
dapat diterapkan pada rumah sakit atau klinik di Indonesia. Tindakan
nonfarmakologis untuk mengatasi kecemasan terdiri dari beberapa
tindakan penanganan, meliputi; teknik relaksasi, terapi musik, terapi
murottal, dan terapi menggunakan aromaterapi. Salah satu upaya untuk
mengatasi kecemasan pasien yaitu dengan menggunakan terapi
mendengarkan murottal yang diharapkan dapat mengurangi kecemasan,
stess dan nyeri fisiologis, dengan memberikan efek relaks.

2
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi batu saluran kemih atau urolithiasis?


2. Apa saja etiologi batu saluran kemih atau urolithiasis?
3. Apa saja manifestasi klinis batu saluran kemih atau urolithiasis?
4. Bagaimana patofisiologi batu saluran kemih atau urolithiasis?
5. Apa saja komplikasi dari batu saluran kemih?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic batu saluran kemih atau urolithiasis?
7. Bagaimana penatalaksaan medis urolithiasis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien batu saluran kemih atau
urolithiasis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien Urolithiasis
b. Untuk memenuhi memenuhi tugas sebagai tugas sebagai salah satu
salah satu syarat dari syarat dari mata kuliah mata kuliah KMB I
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperdalam anatomi fisiologi organ yang berhubungan
dengan batu saluran kemih yang merupakan merupakan dasar
pengkajian dan pengkajian dan intervensi keperawatan intervensi
keperawatan
b. Untuk memperdalam pengetahuan tentang konsep penyakit batu
saluran kemih.
c. Untuk memperdalam pengetahuan tentang askep teoritis batu
saluran kemih

D. Manfaat
1. Agar pembaca memahami anatomi fisiologi dan konsep penyakit
batu saluran kemih

3
2. Agar pembaca teredukasi tentang batu saluran kemih dan
pencegahannya

E. Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan
dengan melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang
relevan dan pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang
digunakan yaitu data dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka
yang relevan

F. Ruang Lingkup Penulisan


Pada pembahasan ini terfokus pada
1. definisi batu saluran kemih
2. penatalaksanaan dan askep teoritis batu saluran kemih

G. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan :

Menjelaskan mengenai Pendahuluan, terdiri dari latar belakang, tujuan


penulisan, metode penulisan, ruang lingkup penulisan dan sistematika
penulisan
BAB II Pembahasan :

Terdiri dari tinjauan Pustaka, terdiri dari konsep dasar penyakit dan asuhan
keperawatan teoritis

BAB III :
Terdiri dari penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Batu Saluran Kemih

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh


pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Nurlina, 2008). Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan
material keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu
ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat dan sistein (Chang, 2009)

Batu saluran kemih merupakan penyakit dimana didapatkan masa keras di


sepanjang daerah saluran kemih, batu saluran kemih dapat ditemukan pada
sistem saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah, yang dapat
menimbulkan rasa nyeri, penyumbatan saluran kemih dan dapat menyebabkan
perdarahan. Terdapat dua faktor yang membentuk penyakit batu saluran kemih
yaitu faktor internal dan faktor eksternal .faktor internal yang di pengaruhi
pada diri seseorang, Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang didapat
dari luar. Faktor eksternal lebih banyak mempengaruhi kejadian penyakit batu
saluran kemih diantaranya faktor geografi, pola hidup, pekerjaan, cuaca, dan
kebiasaan (Wardani et al., 2014).

Penyakit batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan


oleh pengendapan substansi yang berlebihan dalam air kemih. Di Indonesia
BSK merupakan penyakit yang paling sering terjadi di klinik urologi (Depkes
RI, 2002). Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih
mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini
mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian
bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya

5
stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu
uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang
terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis
ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Brunner dan
Suddarth, 2003).

Jadi batu saluran kemih adalah batu yang terbentuk di saluran kemih yang
disebabkan oleh pengendapan substansi dalam air dalam jumlah yang
berlebihan sehingga menimbulkan rasa nyeri serta pendarahan.

B. Anatomi Fisiologi Batu Saluran Kemih

Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan
oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air dan akan dikeluarkan berupa urine.
Zat yang dibutuhkan tubuh akan beredar kembali dalam tubuh melalui
pembuluh darah kapiler ginjal, masuk ke dalam pembuluh darah dan
beredar keseluruh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem rangkaian
organ yang terdiri atas ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra
(Syaifuddin, 2009)

Ginjal, ureter, kadung kemih dan uretra membentuk sistem


urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur keseimbangan cairan serta
elektrolit dan komposisi asam basa cairan tubuh, mengeluarkan produk
aktif metabolik dari dalam darah dan mengatur tekanan darah. Urin yang
terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter
kedalam kandung kemih tempat urin tersebut disimpan untuk sementara
waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi dan urin akan
diekskresikan dari tubuh lewat uretra (Brunner & Suddarth, 2002).

6
Meskipun cairan serta elektrolit dapat hilang melalui jalur lain dan
ada organ lain yang turut serta dalam mengatur keseimbangan asam basa,
namun organ yang mengatur kimia internal tubuh secara akurat adalah
ginjal. Fungsi ekskresi ginjal diperlukan untuk mempertahankan
kehidupan. Namun demikian, berbeda dengan sistem kardiovaskuler dan
respiratorius, gangguan total fungsi ginjal tidak menimbulkan kematian
dalam waktu yang singkat. Ginjal harus mampu untuk mengekskresikan
berbagai produk limbah makanan dan metabolisme dalam jumlah yang
dapat diterima serta tidak dieliminasi oleh organ lain. Jika diukur tiap hari,
jumlah produk tersebut biasanya berkisar dari 1 hingga 2 liter air, 6 hingga
8 gram garam (natrium klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70
mg ekuivalen asam perhari. Di samping itu, ureum yang merupakan
produk akhir metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya
diekskresikan dalam urin (Brunner & Suddarth, 2002).

1. Ginjal

Menurut Saputra (2014) ginjal merupakan suatu organ bervaskuler


banyak yang berbentuk seperti kacang. Ginjal terdiri dari tiga
bagian

a) Korteks renalis (bagian luar): mengandung mekanisme


penyaringan darah dan dilindungi oleh kapsul berfibrosa
dan lapisan lemak
b) Medula renalis (bagian tengah): mengandung 8 sampai 12
piramida ginjal (biji berlurik yang sebagian besar tersusun
dari struktur tubular)
c) Pelvis renalis ( bagian dalam): menerima urine melalui
kalises mayor

Pada potongan sagital ginjal terdapat 2 bagian yaitu bagian tepi


luar ginjal yang disebut korteks dan bagian dalam ginjal yang
berbentuk segitiga disebut pyramid ginjal atau bagian medulla

7
ginjal. Didalam ginjal terdapat satuan fungsional ginjal yang
paling kecil, yaitu nefron. Tiap ginjal terdiri dari sekitar 1,2
juta nefron. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler yaitu
glomerulus dan komponen tubulus, keduannya secara struktural
dan fungsional bekaitan erat (Sloane, 2003).

Setiap nefron merupakan saluran yang tipis (dengan diameter


20-50 ) dan memiliki bentuk yang memanjang/elongasi
(dengan panjang 50 mm). Nefron terdiri dari saluran berujung
buntu (blind end) yang melebar. Kapsul bowman yang diikuti
oleh tubulus kontotus proksimal, ansa Henle serta tubulus
kontortus distal (Marya, 2013)

Nefron terdiri dari beberapa bagian antara lain sebagai berikut:

 Glomerulus

Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola


yang terdapat sepanjang arteriol, fungsinya untuk
filtrasi air dan zat terlarut dalam darah. Glomerulus juga
merupakan gulungan gulungan kapiler yang dikelilingi
kapsul epitel berdinding ganda disebut kapsul bowman
(Sloane, 2003).

 Kapsul bowman

Kapsul bowman merupakan suatu pelebaran nefron


yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomeulus
untuk mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh
glomerulus (Sloane, 2003).

 Tubulus kontroktul proksimal

8
Tubulus kontroktul proksimal merupakan bagian utama
nefron. Tubulus ini dilapisi oleh lapisan tunggal sel
epitel yang memperlihatkan suatu brush border yang
menonjol pada permukaan lumen dan sejumlah besar
mitokondria dan sitoplasma. Karasteristik histologik
epitel tubulus kontroktus proksimal ini mungkin
berkolerasi dengan aktivitas reabsorpsinya yang luas.
Cairan yang difiltrasi akan mengalir ketubulus
kontrotus proksimal. Letak tubulus ini didalam korteks
ginjal, sepanjang 15 mm dengan diameter 50-60 mm.
Bentuknya berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran
yang lurus yang berjalan kearah medulla, yaitu ansa
henle (Marya, 2013).

 Ansa henle

Ansa henle terdiri dari segmen desenden yang tebal


yang struktur serta fungsinya serupa dengan tubulus
kontroktus proksimal, lalu segmen tipis yang berjalan
turun kedalam medulla hingga kedalaman yang
beragam untuk membentuk sebuah ansa
(gulungan/loop), dan segmen asenden yang tebal yang
struktur serta fungsinnya serupa dengan tubulus
kontortus distal. Dengan menimbulkan hiperosmolalitas
pada interstisium medularis, ansa henle memainkan
peranan yang penting dalam mekanisme pemekatan urin
pada ginjal (Marya, 2013).

 Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal merupakan segmen nefron


diantara macula densa dan duktus koligentes. Sel-sel

9
ditandai dengan tidak adanya brush border dan
memiliki banyak mitokondria pada tepi basalis yang
menunjukkan peranan sekresi pada sel-sel tersebut
(Marya, 2013).

 Duktus koligentes atau duktus pengumpul

Duktus koligentes merupakan saluran pengumpul yang


akan menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus
distal. Duktus koligers berjalan dari dalam berkas
medulla menuju ke medulla.

Setiap duktus pengumpul yang berjalan kearah medulla


akan mengosongkan urin yang telah terbentuk kedalam
pelvis ginjal (Sloane, 2003).

 Pembuluh darah ginjal

Setiap arteri renalis berasal langsung dari aorta. Arteri


ini memasuki ginjal dan bercabang secara progresif
menjadi pembuluh arteri yang lebih kecil yaitu arteri
interlobaris, arteri arkuata dan arteri interlobularis.
Setiap arteri interlobularis mempercabangkan suatu seri
arteriola aferen. Arteriola aferen terpecah menjadi 4-6
gelungan kapiler (glomerulus) yang kemudian menyatu
kembali menjadi arteriola eferen. Arteriola eferen
bercabang-cabang menjadi suatu jaringan kapiler, yaitu
kapiler peritubularis untuk mengelilingi bagian nefron
yang berada dalam korteks renal (Marya, 2013).

Arteriola eferen glomerulus jukstamedularis


membentuk suatu tipe kapiler peritubularis yang spesial
dan dinamakan vasa rekta. Vasa rekta relatif lurus dan

10
merupakan gelungan kapiler panjang yang berjalan
turun kedalam medulla renal serta membentuk gelungan
seperti penjepit rambut disepanjang sisi ansa henle.
Vasa rekta memiliki peranan yang penting dalam
memelihara hiperosmolalitas interstisium medularis
(Marya, 2013).

 Pembentukan urin

Menurut Saputra (2014) urine dihasilkan dari tiga


proses yang terjadi di nefron: filtrasi oleh glomerulus,
reabsorsi oleh tubulus dan sekresi oleh tubulus.

Pada filtrasi oleh glomerulus: Transpor aktif dari


tubulus kontortus proksimal menyebabkan reabsorsi
Na+ dan glukosa ke sirkulasi terdekat. Osmosis
kemudian menyebabkan reabsorsi H2O

Pada reabsorsi tubulus: Suatu zat bergerak dari filtrat


kembali dari tubulus kontortus distal ke kapiler
peritubuler. Transfor aktif menyebabkan reabsorsi Na+.
Adanya ADH menyebabkan reabsorsi H2O.

Pada sekresi oleh tubulus: suatu zat berpindah dari


kapiler peritubuler ke dalam filtrat tubulus. Kapiler
peritubuler kemudian mensekresikan NH3 dan H+.

2. Ureter
Ureter merupakan tabung fibromuskular yang
menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih (ureter kiri
sedikit lebih panjang dari ureter kanan), dikelilingi oleh tiga lapis
dinding. Berperan sebagai saluran yang membawa urine dari ginjal

11
ke kandung kemih. Mempunya gelombang peristaltik satu sampai
lima kali setiap menit untuk mengalirkan urine ke kandung kemih.
Ureter dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
 Pelvis renalis: pelvis renalis adalah bagian atas yang
mengembang. Struktur ini bermula sebagai alat
berbentuk mangkuk yang dikenal sebagai kaliks.
 Ureter: ureter memiliki panjang sekitar 25,4 cm. Bagian
atas terletak di depan otot belakang abdomen; bagian
bawah masuk ke dalam rongga pelvis sejati dan
berakhir di permukaan belakang kandung kemih di
mana ureter menembus dinding kandung kemih
tersebut. Setiap ureter tersusun atas:
 Jaringan fibrosa: lapisan paling luar
 Jaringan otot bebas: lapisan tengah; urine mengalir dari
ginjal ke dalam kandung kemih melalui gerak peristaltic
 Jaringan epitel transisional: menyusun lapisan dalam
ureter dan menjaganya dari keasaman urine

3. Vesika Urinarius (Kandung Kemih)


Menurut Syaifuddin (2009), vesika urinaria (kandung
kemih) : terletak tepat dibelakang os pubis, merupakan tempat
penyimpanan urin yang berdinding otot yang kuat, bentuknya
bervariasi sesuai dengan jumlah urin yang di kandung. Kandung
kemih pada waktu kosong terletak dalam rongga pelvis, sedangkan
dalam keadaan penuh dinding atas terangkat masuk kedalam region
hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di belakang pinggir
atas simpisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk segi
tiga. Bagian sudut superolateral merupakan muara ureter dan sudut
interior membentuk uretra.

12
Bagian atas kandung kemih di tutupi oleh peritoneum yang
membentuk eksafasio retrovesikalis, sedangkan bagian bawah
permukaan posterior dipisahkan oleh rectum oleh duktus deferens,
vesika seminalis, dan vesiko retro vesikalis. Permukaan posterior
seluruhnya di tutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan
gulungan ileum dan kolon sugmoid. Sepanjang lateral permukaan
peritoneum melipat ke dinding lateral pelvis.
 Pengisian kandung kemih
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun
dalam berkas spiral longitudinal dan sekitar lapisan otot
yang tidak terlihat. Kontraksi peristaltic ureter 1-5 kali
per menit. Akan menggerakkan urin pada pelvis renalis
kedalam andung kemih dan disemprotkan setiap
gelombang peristaltic. Ureter yang berjalan miring
melalui dinding kandung kemih untuk menjaga ureter
tertutup kecuali selama gelombang peristaltic untuk
mencegah urin tidak kembai di uretra.
Apabila kandung kemih terisi penuh permukaan
superior membesar, menonjol ke atas masuk ke dalam
rongga abdomen. Peritenium akan menutupi bagian
bawah dinding anterior kolum kandung kemih yang
terletak dibawah kandung kemih dan permuaan atas
prostat. Serabut otot polos dilanjutkan sebagai serabut
otot polos prostat kolum kandung kemih yang
dipertahankan. Pada tempatnya oleh liga mentum
puborostatika pada pria oleh ligamentum pubovesikalis.
Pada wanita yang merupaan penebalan fasia pubis.
Membran mukosa kandung kemih dalam keadaan
kosong akan berlipat-lipat. Ipatan ini akan hilang
apabila kandung kemih berisi penuh. Daerah membrane
mukosa meliputi permukaan dalam basis kandung

13
kemih yang dinamakan trigonum. Vesika ureter
menembus dinding kandung kemih secara miring
membuat seperti katup yang mencegah aliran balik urin
ke ginjal pada waktu kandung kemih terisi.
 Pengosongan kandung kemihna
Kontraksi otot muskulus detrusor bertanggung jawab
pada pengosongan kandung kemih selama berkemih
(miksturasi) berkas otot tersebut berjalan pada sisi
uretra, serabut ini dinamakan sfingter uretra interna.
Sepanjang uretra terdpat sfingter otot rangka yaitu
sfingter uretra membrannosa (sfingter uretra eksterna).
Epitel kemih dibentuk dari lapisan superfisialis sel
kuboid.

4. Uretra
Menurut Saputra dan Dwisang Evi (2014) uretra adalah suatu
saluran sambungan yang membawa urine dari kandung kemih ke
arah luar. Uretra pada perempuan berukuran pendek dengan
panjang 3,8 cm. Lubang keluarnya membuka di antara bibir
vagina, di atas lubang vagina. Otot sfringter uretra perempuan
terdapat di permulaan saluran tersebut. Pada laki-laki uretra
memiliki panjang 15 hingga 20 cm dari kandung kemih ke lubang
keluarnya di ujung penis. Uretra laki-laki menjalankan dua tugas:
tugas pertama adalah menyalurkan urine dan yang kedua adalah
menyalurkan mani. Uretra laki-laki dibagi menjadi beberapa
bagian:
 Bagian prostat: kelenjar prostat mengelilingi uretra di
bagian ini; otot sfringter uretra terdapat di bagian bawah

 Bagian membran: bagian uretra yang berlanjut dari


bagian prostat

14
 Bagian penis: bagian yang terdapat di dalam penis

C. Etiologi Batu Saluran Kemih

Menurut Wijayaningsih (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi batu


saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor intrinsik
Herediter (keturunan), umur 30-50 tahun, jenis kelamin lai-laki lebih
besar dari pada perempuan.

2. Faktor ekstrinsik
Geografis, iklim dan temperature, asupan air, diet (banyak purin,
oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu).
Menurut Purnomo (2011) dalam Wardani (2014), Terbentuknya batu
saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran

Penyebab lain terjadinya urolithiasis secara teoritis dapat terjadi atau


terbentuk diseluruh salurah kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis
uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign
Prostate Hyperplasia (BPH), striktur dan buli-buli neurogenik merupakan
keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu
(Prabowo & Pranata, 2014).

Menurut Grace & Barley (2006) Teori dalam pembentukan batu saluran
kemih adalah sebagai berikut:
1. Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu
yang membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari

15
senyawa jenuh yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi
sehingga pada urin dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk
terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2. Teori Matriks
Batu Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu
penempelan partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin
seringkali terbentuk matriks yang merupakan sekresi dari tubulus
ginjal dan berupa protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan
sedikit hexose dan hexosamine yang merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya
faktor inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam
sistem urinaria dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah
satunya adalah mencegah terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang
dapat menjaga dan menghambat kristalisasi mineral yaitu magnesium,
sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan senyawa penghambat tersebut
mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin cepat dan
mempercepat terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). Batu
terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu
juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti
sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi
lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin
dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi)
(Boyce, 2010; Moe, 2006)

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor


antara lain faktor endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin
yang bersifat asam maupun basa dan kelebihan pemasukan cairan
dalam tubuh yang bertolak belakang dengan keseimbangan cairan yang

16
masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu, sedangkan
faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air
mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal
akibat ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu
panas menyebabkan banyaknya pengeluaran keringat, yang akan
mempermudah pengurangan produksi urin dan mempermudah
terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang tinggi,
kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu
(Boyce, 2010; Corwin, 2009; Moe, 2006)

D. Manifestasi Klinis

Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu saluran
kemih sangat ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya.
Walaupun demikian penyakit ini mempunyai tanda dan gejala umum yaitu
hematuria, dan bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan
kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lainnya.
Batu pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan
gejala berat, umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi
aliran kemih dan infeksi. Tanda dan gejala yang ditemui antara lain :
1. Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam
bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat
karena adanya pionefrosis.
2. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada,
sampai mungkin terabanya ginjal yang membesar akibat adanya
hidronefrosis.
3. Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta
pada sisi ginjal yang terkena.
4. Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
5. Gangguan fungsi ginjal
6. Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing.

17
E. Patofisiologi

Berdasaran tipe batu, proses pembentukan batu melalui kristalisasi. 3


faktor yang mendukung proses ini yaitu saturasi urin, difisiensi inhibitor dan
produksi matriks protein. Pada umumnya Kristal tumbuh melalui adanya
supersaturasi urin. Proses pembentukan dari agregasi menjadi partikel yang
lebih besar, di antaranya partikel ini ada yang bergerak kebawah melalui
saluran kencing hingga pada lumen yang sempit dan berkembang membentuk
batu. Renal kalkuli merupakan tipe Kristal dan dapat merupakan gabungan
dari beberapa tipe. Sekitar 80% batu salurn kemih mengandung kalsium fosfat
dan kalsium oksalat (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Menurut Raharjo dan Tessy dalam Suharyanto dan Madjid, 2009
menyatakan bahwa sebagian batu saluran kemih adalah idiopatik dan dapat
bersifat simtomatik ataupun asimtomatik. Teori terbentuknya batu antara lain :
1. Teori Inti matriks
Terbentuknya batu saluran kemih memerlukan substansi organic sebagai
inti. Substansi organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan
mukoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan agresi substansi
pembentuk batu.
2. Teori supersaturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti sistin,
santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
3. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
Pada urin yang bersifat asam akan mengendap sistin,, santin, asam dan
garam urat. Sedangkan pada urin yang bersifat alkali akan mengendap
garam-garam fosfat.
4. Teori kurangnya faktor penghambat.

18
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat,
polifosfat, sitrat, magnesium, asam mukopolisakarid akan mempermudah
terbentuknya batu saluran kemih.

F. Pathway

Referensi Hasil Penelitian


Keputusan untuk memberikan tata laksana batu pada saluran kemih
dapat berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala pasien. Terapi
umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih adalah pemberian
analgesik harus diberikan segera pada pasien dengan nyeri kolik akut Non
Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol dengan
memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat pilihan
pertama pada pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi lebih
baik dibandingkan opioid. Obat golongan NSAID yang dapat diberikan
antara lain diklofenak, indometasin, atau ibuprofen. Pada pasien yang
belum diketahui fungsi ginjalnya, pemberian analgetika sebaiknya bukan
NSAID, utamanya bila ada riwayat tindakan untuk untuk batu yang
berulang dan komorbiditas diabetes mellitus. Diklofenak
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kongestif kelas II-

19
IV berdasarkan klasifikasi New York Heart Association (NYHA),
penyakit jantung koroner, dan penyakit serebrovaskuler, serta penyakit
arteri perifer. Namun, pasien dengan faktor risiko kardiovaskular dapat
diberikan diklofenak dengan pengawasan dokter dan diberikan dosis
rendah dengan durasi yang singkat. Penambahan obat anti spasmodik pada
pemberian NSAID tidak menghasilkan kontrol nyeri yang lebih baik.

Pada pasien dengan batu ureter yang diharapkan dapat keluar


secara spontan, maka pemberian NSAID baik tablet maupun supositoria
(seperti natrium diklofenak 100-150 mg/hari selama 3-10 hari) dapat
membantu mengurangi inflamasi dan risiko nyeri berulang. Walaupun
diklofenak dapat memperburuk fungsi ginjal pada pasien yang sudah
terganggu fungsi ginjalnya, namun tidak berpengaruh pada pasien yang
masih memiliki fungsi ginjal yang normal. Pada studi RCT, episode nyeri
berulang pada kolik menurun secara signifikan pada pemberian NSAID
pada 7 hari pertama pemberian obat. Pemberian obat golongan α-blocker,
juga dapat menurunkan episode nyeri, namun masih terdapat kontroversi
pada beberapa literatur. Pemberian obat simtomatik segera diikuti dengan
terapi desobstruksi drainase dan atau terapi definitif pada batu saluran
kemih. Untuk pasien batu ureter simptomatik, pengangkatan batu segera
merupakan tata laksana pertama apabila memungkinkan.

G. Komplikasi Batu Saluran Kemih

Menurut Putri & Wijaya (2013), komplikasi untuk penyakit batu saluran
kemih adalah :
a) Obstruksi ; menyebabkan hidronefrosis
b) Infeksi Gangguan fungsi ginjal.

20
c)
H. Pemeriksaan Diagnostic/Penunjang

Menurut Wijayaningsih (2013), pemeriksaan diagnostik untuk batu


saluran kemih diantaranya sebagai berikut :
1. Urinalisa
Warna mungkin kuning, cokelat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), pH asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat), urin 24 jam
: (kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urin menunjukan Infeksi saluran kemih (ISK),
Blood ureum nitrogen (BUN /kreatinin serum dan urin) ; abnormal
(tinggi pada serum atau rendah pada urin).
2. Darah lengkap
Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien dehidrasi berat atau
polisitemia.
3. Hormon paratiroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal
4. Foto rontgen menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomi
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
5. Ultrasonografi ginjal untuk menentukan perubahan obstruksi dan
lokasi batu.

I. Penatalaksanaan

Menurut Putri & Wijaya (2013), tujuan penatalaksanaan batu saluran


kemih adalah menghilangkan obstruksi, mengobati infeksi, menghilangkan
rasa nyeri, serta mencegah terjadinya gagal ginjal dan mmengurangi

21
kemungkinan terjadinya rekurensi. Adapun mencapai tujuan tersebut,
dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Diagnosis yang tepat mengenai adanya batu, lokasinya, dan


besarnya batu
2. Menentukan adanya akibat-akibat batu saluran kemih seperti : rasa
nyeri, obstruksi disertai perubahan-perubahan pada ginjal, infeksi
dan adanya gangguan fungsi ginjal.
3. Menghilangkan obstruksi, infeksi dan rasa nyeri.
4. Mencari latar belakang terjadinya batu.
5. Mengusahakan penceghan terjadinya rekurensi

Penatalaksanaan secara umum pada obstruksi saluran kemih bagian


bawah diantaranya sebagai berikut :
a) Cystotomi ; salah satu usaha untuk drainase dengan
menggunakan pipa sistostomy yang ditempatkan langsung
didalam kandung kemih melalui insisi supra pubis.
b) Uretrolitotomy ; tindakan pembedahan untuk mengangkat batu
yang berada di uretra.

Menurut Purnomo dalam Wardani (2014) pemeriksaan penunjang


yang dapat dilaukan yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL) merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada
tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui
tubuh untuk memecah batu dan Tindakan endourologi merupakan
tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas
memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukan langsung kedalam saluran kemih. Alat
tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit.

22
J. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian yang diambil menurut Ardiansyah dalam Rais (2015)


diantarannya sebagai berikut:

1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola
pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui
anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Anamnese
a) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan,
suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri pada
daerah pinggang, urine lebih sedikit, hematuria,
pernah mengeluarkan batu saat berkemih, urine
berwarana kuning keruh, sulit untuk berkemih, dan
nyeri saat berkemih.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung
kemih penuh dan rasa terbakar, dorongan berkemih,
mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul, kolik

23
ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan
demam.
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya,
riwayat kolik renal atau bladder tanpa batu yang
keluar, riwayat trauma saluran kemih.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau
kelainan ginjal lainnya.
f) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya
banyak mengandung kapur, perlu dikaji juga daerah
tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau
tidak.
g) Pengkajian Kebutuhan Dasar
h) Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan
pasien teratur saat inspirasi dan ekspirasi dan tidak
ada penggunaan otot bantu pernapasan
i) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen,
diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau
ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak cukup
minum, terjadi distensi abdomen, penurunan bising
usus.
j) Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi
sebelumnya (kalkulus). Penurunan haluaran urin,
kandung kemih penuh, rasa terbakar saat buang air
kecil. Keinginan dorongan ingin berkemih terus,

24
oliguria, hematuria, piuri atau perubahan pola
berkemih.
k) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan
pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinggi,
keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit
yang kronis atau adanya cedera pada medulla
spinalis.
l) Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri,
cemas akan hospitalisasi.
m) Kebutuhan Persepsi dan Sensori
Perkembangan kognitif klien dengan kejadian di
luar penampilan luar mereka.
n) Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi
tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul
di regio sudut costovertebral dapat menyebar ke
punggung, abdomen dan turun ke lipat paha
genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukkan
kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri
yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan
posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area
ginjal pada palpasi.
o) Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan
selama dirawat di rumah sakit.
p) Kebutuhan Informasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang diet pada
vesikolitiasis serta proses penyakit dan
penatalakasanaan.

25
2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Muttaqin dan Sari (2011), Putri dan Wijaya (2013) dan
Wijayaningsih (2013) diagnosa keperawatan yang muncul untuk
penderita batu saluran kemih adalah:

a) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi atau


dorongan kontraksi uroteral, trauma jaringan, pembentukan
edema, dan iskemia seluler.

b) Retensi urin berhubungan dengan stimluasi kandung kemih


oleh batu, iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi
mekanis.

c) Ansietas berhubungan dengan prognosis pembedahan,


tindakan infasi diagnostik.

d) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya


informasi tentang proses penyakit dan perawatan rutin
pasca operasi.

A. Intervensi Keperawatan

Rencana Tindakan Keperawatan

Hr/Tgl Diagnosa
Keperawatan Tujuan/Kriteria Tindakan Rasional
(NIC)
Hasil (NOC)

Nyeri akut NOC: NIC:


Definisi : Tingkat Manajemen Nyeri  Membantu
pengalaman sensori Kenyamanan 1. Lakukan pengkajian mengevaluasi
dan emosional yang nyeri secara komperhensif tempat
tidak menyenangkan Kriteria hasil: termasuk lokasi, obstruksi dan
yang muncul akibat - Menyataka karakteristik, durasi kemampuan

26
kerusakan jaringan n rasa frekuensi, kualitas dan gerakan
yang aktual atau nyaman factor presipitasi. kalkulus
potensia setelah 2. Observasi reaksi
ataudigambarkan nyeri nonverbal dari  Bermanfaat
dalam hal kerusakan berkurang ketidaknyamanan. dalam
sedemikian rupa 3. Gunakan teknik mengenali
(international komunikasi terapeutik adanya
association for the untuk mengetahui nyeri ; akan
study of pain) : pengalaman nyeri pasien. tetapi, isyarat
awitan yang tib-tiba 4. Evaluasi pengalaman yang tidak
atau lambat dari nyeri masa lampau. sesuai
intensitas ringan 5. Kontrol lingkungan dengan
hingga berat dengan yang dapat mempengaruhi laporan
akhir yang dpat nyeri seperti suhu ruangan, verbal
diantisipasi atau pencahayaan dan mengindikasi
diprediksi dan kebisingan berulang). kan
berlangsung <6 kebutuhan
bulan. untuk
Batasan evaluasi lebih
karasteristik : lanjut.
- Perubahan
selera makan
- Perubahan  Lingkungan
tekanan tenang akan
darah menurunkan
- Perubahan stimulus
frekwensi nyeri
jantung eksternal dan
- Perubahan menganjurka
frekwensi n pasien
pernapasan untuk
- Laporan beristirahat
isyarat. dan
Retensi urin pembatasan
Definisi : 1. Eliminasi Urine NIC: pengunjung
pengosongan Manajemen Nyeri akan
kandung kemih tidak Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian membantu
komplit - Pengeluara nyeri secara komperhensif meningkatka
Batasan n urine termasuk lokasi, n kondisi O2
karasteristik : tanpa nyeri, karakteristik, durasi ruangan yang
- Disuria kesulitan di frekuensi, kualitas dan akan
- Sensasi awal, atau factor presipitasi. berkurang
kandung urgensi 2. Observasi reaksi apabila
kemih penuh - Bau, nonverbal dari banyak
- Distensi jumlah dan ketidaknyamanan. pengunjung
kandung warna urine 3. Gunakan teknik yang berada

27
kemih dalam komunikasi terapeutik diruangan
- Urine rentang untuk mengetahui dan menjaga
menetes yang pengalaman nyeri pasien. privasi
- Inkontinensia diharapkan 4. Evaluasi pengalaman pasien.
- Urine residu nyeri masa lampau.  Mengarahkan
- Keluaran 2. Kontinensia 5. Kontrol lingkungan kembali
urine sering Urine yang dapat mempengaruhi perhatian dan
dan sedikit nyeri seperti suhu ruangan, membantu
atau Kriteria hasil: pencahayaan dan dalam
 Eliminasi kebisingan berulang). relaksasi otot.
secara
mandiri

B. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hr/Tgl/Jam Tindakan Keperawatan Kode Dx. No Evaluasi


Keperawatan Dx

1. Monitor tanda-tanda vital 1 S:


Klien mengungkapkan apa
2. Lakukan pengkajian nyeri yang dirasakan setelah
secara komperhensif termasuk dilakukan tindakan
lokasi karakteristik, durasi O:
frekuensi, kualitas dan faktor Perawat melihat perubahan
presipitasi. yang dirasakan oleh klien
ketika dilakukan tindaka
3. Observasi reaksi nonverbal
A:
dari ketidaknyamanan.
Menilai apakah masalah klien
teratasi atau belum
4. Mengajarkan tentang teknik
P : Memutuskan apakah
non farmakologi (Teknik nafas
intervensi yang dilakukan akan
dalam)
dilanjutkan atau tidak sesuai

28
5. Menganjurkan klien untuk dengan kondisi pasien
meningkatkan istirahat. .

BAB III

29
PENUTUP

A. Kesimpulan

Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh


pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi
(Nurlina, 2008). Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan
material keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik
saluran kemih atas (ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah yang dapat
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal). Batu ini terbentuk dari
pengendapan garam kalsium, magnesium, asam urat dan sistein.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca bisa saling berbagi edukasi atau
pembelajaran terhadap sesama terkait penyakit batu saluran kemih agar
masyarakat sama sama tau cara penanganan penyakit ini dan cara
pengobatannya

30
Daftar Pustaka

Agustin, 2019. “Hubungan Hiperrensi Dan Obesitas Dengan Pasien Batu Saluran
Kemih Pada Pasien Poliklinik Urologi Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.” Health Science Journal

Romi Saputra, 2019. “Hubungan Batu Saluran Kemih Bagian Atas dengan


Karsinoma Sel Ginjal dan Karsinoma Sel Transisional Pelvis Renalis”

Nathan, Andrew J., and Andrew Scobell. 2012. “How China Sees America.”
Foreign Affairs 91(5): 1689–99.

Pramiadi, d. (2017). DUAL-ENERGY COMPUTED TOMOGRAPHY UNTUK.


MENENTUKAN KOMPOSISI BATU URIN. Jurnal Radiologi
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta : EGC
Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika
Marya. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Tanggerang Selatan : Binarupa Aksara
Muslim, Rifki. 2007. Batu Saluran Kemih Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola
Makan serta Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Pidato Pengukuhan.
Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Bedah
Fak. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, 3 Maret 2007.
Muttaqin A & Sari K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan.
Jakarta : Salamba Medika.
Nahdi, 2013. Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra dengan Infeksi Saluran
Kemih Atas. Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Interventions Classification
(NIC). Edisi Bahasa Indonesia. Edisi keenam. Yogyakarta. Mocomedia
Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi Bahasa Indonesia. Edisi kelima. Yogyakarta. Mocomedia

31
Nurlina. 2008. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki.
(Studi kasus di RS. Dr. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan Agung
Semarang. Semarang
Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC, jakarta.

Putri & Wijaya. S.A. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
Rais. 2015. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah “Vesikolitiasis” Pada Tn. A di
Ruang Asoka BLUD RSU Bahteramas Provinsi sulawesi Tenggara 2015.
Kendari. Avicenna
Rubenstein, dkk.2007. Lecture Notes. Kedokteran Klinis. Edisi Keenam.
Erlangga. Jakarta
Saputra. 2014. Organ system: Visual Nursing, Genitourinaria. Tangerang selatan :
Binarupa Aksara Publisher
Saputra dan Dwisang Evi. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis. Tangerang selatan : Binarupa Aksara Publisher
Sloane Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
STIK Avicenna. 2016. Buku Panduan Seminar Keperawatan Program Studi Ners.
Kendari : SULTRA
Suharyanto & Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
System Perkemihan. Jakarta : Transinfo Media.
Syaifuddin, 2009. Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika
Wardani F.A.M, 2014. Hubungan Batu Saluran Kemih dengan Penyakit Ginjal
Kronik Di Rumah Sakit An-Nur Yogyakarta Periode Tahun 2012-2013.
Yogyakarta (Tidak Di Publikasikan).
Wijayaningsi. S. K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Willkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil / NOC. Alih bahasa : Esty

32
Wahyuningsih, editor edisi bahasa Indonesia: Dwi Widiarti. Edisi 9.
Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai