Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR

Disusun oleh :
WIDYO NUGROHO
NIM. 211133039

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


FRAKTUR

Telah mendapatkan persetujuan dari Pembimbing Akademik dan Pembimbing


Klinik

Clinical Instructor (CI) Mengetahui

Clinical Teacher (CT)

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. Konsep Teoritis Fraktur


1. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi
dimana kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara
sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis
(Smeltzer & Bare, 2013).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak
tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan
fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas
(tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha,
kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan
pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan
rasa nyeri (Ghassani, 2016).

2. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Black, (2014) mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan
radiologis. Beberapa fraktur sering langsung tampak jelas; beberapa lainnya
terdeteksi hanya dengan rontgen (sinar –x). Pengkajian fisik
dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas, Pembengkakan
(edema), Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan ,
Kehilangan fungsi, Pegerakan abnormal dan krepitasi, Perubahan
neurovaskular, Syok.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur.
Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1-2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

4. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah
dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk
histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan
permeabilitas pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,
mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous
return) dengan cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik.
Cara yng paling efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel
dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat
esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah
ke metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan
berkembangnya asidosis metabolik.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
WOC/Pathway (Aplikasi diagnosa keperawatan Nanda NIC NOC, 2015)

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tekanan sumsum tulang


Pergeseran fragmen tulang Spasme otot
lebih tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak


ekstremitas
Protein plasma hilang Bergabung dengan
Hambatan mobilitas Fisik trombosit
Edema
Emboli
Penekanan pembuluh darah
Menyumbat pembuluh
darah

Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer

Perdarahan Resiko infeksi

Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)


5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.

6. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:
a. Fraktur terbuka.
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
Pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting situasi
dan pemberian antibiotik.
b. Seluruh fraktur.
Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
1) Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction
and Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi
fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat
juga diartikan reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis.
2) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal
Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang
melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan
sementara dengan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Alat ini akan memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur
comminuted (hancur dan remuk) sementara jaringan lunak yang hancur
dapat ditangani dengan aktif (Smeltzer & Bare, 2013).
3) Retensi (Immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksatoreksternal. Implant logam dapat
digunakan untuk fiksasi internal yang berperan sebagia bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Graf tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan
sendi, mengisi defek atau perangsangan dalam proses penyembuhan. Tipe
graf yang digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi tulang,
dan jumlah tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat berasal
dari tulang pasien sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank
(allograft) (Smeltzer & Bare, 2013)
5) Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai
kebutuhan. Status neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi diberitahu
segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan
ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya:
menyakinkan, perubahan posisi, stageri peredaan nyeri, termasuk
analgetik).

7. Komplikasi
Menurut Appley (2010), hal-hal yang dapat terjadi pada pasien post
operasi fraktur adalah:
a. Deep vein trombosis, sumbatan pada vena akibat pembentukan
thrombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang
statis, kerusakan endotel maupun hiperkoagubilitas darah. Hal ini
diperberat oleh imobilisasi yang terlalu lama setelah operasi akibat
nyeri yang dirasakan. Thrombosis akan berkembang menjadi
penyebab kematian pada operasi apabila thrombus lepas dan
terlepas oleh darah kemudian menyumbat daerah vital seperti
jantung dan paru. Kemungkinan thrombosis lebih besar pada
pengunaan ortose secara general dari pada local maupun lumbal.
b. Stiff Joint (kaku sendi), kekakuan terjadi akibat oedem, fibrasi
kapsul, ligament, dan otot sekitar sendi atau perlengketan dari
jaringan lunak satu sama lain. Hal ini bertambah jika immobilisasi
berlangsung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi ligament
memendek, tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya
merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan yang hilang.
c. Sepsis, teralirnya baksil pada sirkulasi daraah sehingga dapat
mengakibatkan infeksi.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau
pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada personal
hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun
menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di
RS disesuaikan dengan penyakit dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi
dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi,
pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari
fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat /
keluarga.
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan
pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola
kognitif atau cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
9) Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum
berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien meminta
perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan

No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Jam Keperawatan Hasil (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan - Lakukan pengkajian
dengan terputusnya selama ...x... jam nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
gerakan fragmen dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
tulang, edema dan kriteria hasil: durasi, frekuensi,
cedera pada Pain control kualitas, dan faktor
jaringan, alat - Mampu mengontrol presipitasi.
traksi/immobilisasi, nyeri (tahu penyebab - Observasi reaksi
stress, ansietas nyeri, mampu nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk - Ajarkan teknik non
mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi,
mencari bantuan) distraksi dll) untuk
- Melaporkan bahwa mengetasi nyeri.
nyeri berkurang - Evaluasi tindakan
dengan menggunakan pengurang nyeri/kontrol
manajemen nyeri. nyeri.
- Mampu mengenali - Kolaborasi dengan
nyeri (skala, dokter bila ada
intensitas, frekuensi komplain tentang
dan tanda nyeri) pemberian analgetik
- Menyatakan rasa tidak berhasil.
nyaman setelah nyeri
berkurang.
2 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure Management
integritas kulit tindakan keperawatan - Monitor kulit akan
berhubungan selama ...x... jam adanya kemerahan
dengan tekanan, diharapkan kerusakan - Hindari kerutan pada
perubahan status integritas kulit klien tempat tidur
metabolik, dapat teratasi dengan - Jaga kebersihan kulit
kerusakan sirkulasi kriteria hasil: agar tetap bersih dan
dan penurunan Tissue Integrity : Skin kering.
sensasi ditandai and Mucous - Mobilisasi pasien (ubah
dengan oleh - Integritas kulit yang posisi pasien) setiap
terdapat luka / baik bisa dua jam sekali
ulserasi, dipertahankan - Oleskan lition atau
kelemahan, (sensasi, elastisitas, minyak/baby oil pada
penurunan berat temperatur, hidrasi, daerah yang tertekan
badan, turgor kulit pigmentasi). - Mandikan pasien
buruk, terdapat - Tidak ada luka/lesi dengan sabun dan air
jaringan nekrotik pada kulit hangat.
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya cedera
berulang.
- Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3 Hambatan Setelah dilakukan Exercise therapy :
mobilitas fisik tindakan keperawatan ambulantion
berhubungan selama ...x... jam - Monitor vital sign
dengan nyeri/ diharapkan klien dapat sebelum / sesudah
ketidaknyamanan, beraktivitas secara latihan dan lihat
kerusakan mandiri dengan kriteria respon pasien saat
muskuloskletal, hasil: latihan
terapi pembatasan Mobility Level - Konsultasikan dengan
aktivitas, dan - Klien meningkat terapi fisik tentang
penurunan dalam aktivitas fisik rencana ambulasi
kekuatan/tahanan - Mengerti tujuan dari sesuai dengan
peningkatan mobilitas kebutuhan
- Memverbalisasikan - Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatan saat berjalan dan
kekuatan dan cegah terhadap cedera
kemampuan - Ajarkan pasien atau
berpindah. tenaga kesehatan lain
- Memperagakan tentang teknik
penggunaan alat bantu ambulasi
untuk mobilisasi - Kaji kemampuan klien
(walker). dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
- Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
- Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Infection Control
berhubungan tindakan keperawatan - Bersihkan lingkungan
dengan stasis selama ...x... jam setelah dipakai pasien
cairan tubuh, diharapkan resiko infeksi lain
respons inflamasi tidak terjadi dengan - Pertahankan teknik
tertekan, prosedur kriteria hasil: isolasi
invasif dan jalur Risk Control - Batasi pengunjung
penusukkan, - Klien bebas dari tanda bila perlu
luka/kerusakan dan gejala infeksi - Instruksikan pada
kulit, insisi - Mendeskripsikan pengunjung untuk
pembedahan proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien.
penatalaksanaannnya. - Gunakan sabun
- Menunjukkan antimikroba untuk
kemampuan untuk mencuci tangan
mencegah timbulnya - Cuci tangan setiap dan
infeksi sesudah melakukan
- Jumlah leukosit dalam tindakan keperawatan
batas normal - Pertahankan
- Menunjukkan lingkungan aseptik
perilaku hidup sehat selama pemasangan
alat.
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Berikan terapi
antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Muskuloskaletal. Jakarta : EGC

Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta : Mediaction

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah


(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

Anda mungkin juga menyukai