Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

A. POST PARTUM
a. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
Menurut Hadijono (2008), m.asa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam
setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Erin Fhadilla,
2019).
Masa nifas atau masa peurperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira – kira 6-8 minggu (Manjoer, A dkk, 2001). Akan tetapi seluruh alat genetal
baru pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Ilmu
kebidanan, 2007).
Masa nifas (peurperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selam kira-kira 6 minggu, wanita yang melalu periode
peurperium disebut peurpura. Nifas berlangsung selama 6 minggu, merupakan waktu
yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati,
2009).
b. Pembagian Masa Post Partum
Menurut referensi dari Prawirohardjo (2009:238) dalam Karya Tulis Ilmiah
Erin,2019, nifas di bagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Puerperium Dini
Yaitu proses pemulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam
agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium Intermedial
Merupakan proses pemulihan secara menyeluruh terhadap alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.

Periode pasca partum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir sampai organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan. Berikut ini merupakan periode
puerperium:

1) Immediate post partum: Periode ini berlangsung dalam 24 jam pertama.


2) Early post partum: Berlangsung sampai minggu pertama.
3) Late post partum: Berlangsung sampai masa post partum berakhir.
c. Perubahan Sistem Organ Reproduksi
Menurut Ilmu Kebidanan (2007), yaitu perubahan sistem organ reproduksi pada
post partum ialah:
1) Payudara
Setelah masa persalinan dimana plasenta sudah terlepas dan berkurangnya
fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone juga mulai berkurang,
prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk
memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama
dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah
dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan
terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan
pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai
macam hormon sehingga ASI dapat keluar.
2) Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal berdiferensiasi menjadi
2 lapisan, lapisan pertama ialah lapisan superficial yang menjadi nekrotik dan
terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan yang kesua merupakan lapisan
basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar yang tetap
utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses
regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruh endometrium pulih
kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
3) Cerviks, Vagina, Vulva, dan Perineum
Pada persalinan dengan sectio caesarea (SC) tidak terdapat peregangan
pada serviks dan vagina kecuali jika sebelumnya pernah dilakukan partus
percobaan naka serviks akan mengalami peregangan dan kembali normal sama
seperti post partum normal. Pada klien dengan SC keadaan perineum utuh
tanpa luka.
d. Involusi
Menurut Manuba Ida (2009) dan Sarwono (2002), involusi terbagi atas 2 bagian
yaitu :
1) Pengertian Involusi Uteri
Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal pada suatu organ setelah
organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah
melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah
persalinan dan kembali kebentuk asal. Involusi atau pengerutan uterus
merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil
dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot polos uterus.
Involusio Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari dibawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan simpisis-pusat 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simpisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

2) Proses Involusi Uterus


Ischemi pada miometrium disebut juga lokal ischemia yaitu kekurangan
darah pada uterus. Kekurangan darah ini bukan hanya karena kontraksi dan
retraksi yang cukup lama tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah yang
pergi ke uterus di dalam masa hamil. Hal ini disebabkan karena uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Selain itu uterus akan
mengalami kekurangan darah sehingga jaringan otot-otot uterus mengalami
otropi kembali kepada ukuran semula. Setelah bayi dilahirkan, uterus yang
selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan menjadi keras
sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas
implantasi plasenta. (Sarwono, 2002).
Waktu Bobot Diameter Palpasi
Uterus Uterus Uterus
Pada akhir persalinan 900 gram 12.5 cm Lembut / lunak
Akhir minggu ke-1 450 gram 7.5 cm 2 cm
Akhir minggu ke-2 200 gram 5 cm 1cm
Akhir minggu ke-6 60 gram 2.5 cm Menyempit

e. Lochea
Lochea merupakan pengeluaran cairan dari uterus melalui vagina selama masa
nifas. Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
situs plasenta akan menjadi necrotic (layu atau mati). Desidua yang mati akan keluar
bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan desidua dinamakan lokia, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat (Varney, 2004:253). Menurut Rustam
Mochtar (1998) pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warna sebagai
berikut :
1) Lochea rubra berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,
verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke
3-7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
4) Lochea alba merupakan cairan berwarna putih, setelah 2 minggu.
5) Lochea purulenta terjadinya infeksi, cairan yang keluar seperti nanah berbau
busuk.
6) Lochea astastis merupakan lochea yang tidak lancer pengeluarannya.
f. Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI).
ASI merupakan makanan pokok terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Bagi setiap ibu
yang melahirkan akan tesedia makanan bagi bayinya dan bagi si anak akan merasa puas
dalam pelukan ibunya, merasa aman, tenteram, dan hangat akan kasih sayang ibunya.
Hal ini merupakan faktor yang penting bagi perkembangan anak selanjutnya. Produksi
ASI masih sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan
tertekan, sedih, kurang percaya diri dan berbagai ketegangan emosional akan
menurunkan volume ASI bahkan tidak terjadi produksi ASI. Ibu yang sedang menyusui
disarankan untuk jangan terlalu banyak dibebani oleh urusan pekerjaan rumah tangga,
urusan kantor dan urusan yang lainnya hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi
produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik, dianjurkan harus selalu dalam
keadaan tenang. Menurut Varney ( 2004), ada 2 reflek yang sangat dipengaruhi oleh
keadaan jiwa ibu, yaitu :
1) Refleks Prolaktin
Pada waktu bayi menghisap payudara, ibu menerima rangsangan
neurohormonal pada putting dan areola, rangsangan ini diterima melalui nervus
vagus yang diteruskan ke hypophysa lalu ke lobus anterior yang akan
mengeluarkan hormon prolaktin serta masuk melalui peredaran darah sampai
pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI dan merangsang untuk memproduksi ASI.
2) Refleks Let Down
Refleks ini mengakibatkan ASI keluar. Isapan bayi akan merangsang
putting susu dan areola yang dikirim oleh lobus posterior melalui nervus vagus,
dari glandula pituitary posterior dikeluarkan hormon oxytosin ke dalam
peredaran darah yang menyebabkan adanya kontraksi otot-otot myoepitel dari
saluran air susu, karena adanya kontraksi ini maka ASI akan terperas ke arah
ampula.
g. Adaptasi Fisiologis
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk
menghindari terjadinya komplikasi. Menurut Varney ( 2004), perubahan-perubahan
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi kedalaman dan pola respirasi.
Setelah operasi kemungkinan dapat terjadi penumpukan secret pada jalan nafas
yang menyebabkan perubahan pola nafas serta suara tambahan berupa rales.
Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal dan pada umumnya hanya
terjadi pada anesthesia umum. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin
terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri. Keadaan pernafasan selalu
berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak
normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan
khusus pada saluran nafas.
2) System Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak
mengalami perubahan antara lain :
a) Cardiac output
Penurunan cardiac output dapat menyebabkan terjadinya
bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila
frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan,
kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, serta terjadi hyphotensi
orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg.
Hal ini merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan
resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya
ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali
melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic,
hal tersebut merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri.
b) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan, banyak kehilangan plasma
dibandingkan sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat hal
ini menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali
stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada
early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm³ tanpa adanya
infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama,
maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang
hilang selama persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum
dengan section caesarea kehilangan darah lebih banyak dibanding
persalinan normal yaitu sekitar 600-800 cc.
c) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum sectio caesarea biasanya mengalami
penurunan tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam
beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot dapat
dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan
serta mobilitas klien sehingga berpengaruh pada pengosongan usus.
Secara spontan hal tersebut mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain
itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa
mual karena pengaruh dari anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien
akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan
eliminasi BAB.
3) Sistem Endokrin
a) Hormon Plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai
omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
b) Hormon Pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak
menyusui akan menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH
meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH
tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
c) Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali
menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya
kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15%
memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu.
Diantara wanita yang tidak laktasi 40%menstruasi setelah 6 minggu,
65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita
laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak
laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
4) Sistem Perkemihan
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia. Kadang-
kadang oedema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah
kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma
pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya
berlebihan (poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena
kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang
dikeluarkan.
Hematuri juga dapat terjadi yang diakibat karena proses katalitik involusi.
Acetonurie dapat terjadi pada partus yang sulit dan lama. Hal ini disebabkan
karena pemecahan karbohidrat yang banyak oleh kegiatan otot-otot rahim dan
kelaparan. Proteinurine terjadi akibat dari autolisis sel-sel otot. Pada klien
dengan sectio caesarea letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga
pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly
kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian
kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu
dilakukan bledder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan
baunya.
5) Sistem Pencernaan
a) Nafsu Makan
Pada ibu setelah melahirkan biasanya diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari efek
analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat
lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah
yang biasa dikonsumsi dan disertai konsumsi camilan yang sering
ditemukan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan
analgesia dan anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan
motilitas ke keadaan normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pasca
partum. Ibu biasanya merasakan nyeri di perinium akibat episiotomi,
laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
6) Sistem Persyarafan
Sistem persyarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami
gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau
penusukan pada anesthesi epidural, sehingga menimbulkan komplikasi
penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia
perlu tidur flat selama 24 jam pertama.
7) System Integument
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan
akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada
beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada
yang hyperpigmentasi menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat
selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari
penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga
rambut tampak rontok.
8) System musculoskeletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan
hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus otot
dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak
lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan
kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam
pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi
bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang
disebabkan oleh peregangan otot. Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi,
karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-
8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan
distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding
abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan
latihan.
9) Perubahan Tanda – Tanda Vital
a) Suhu Tubuh
Dalam 24 jam suhu tubuh postprtum akan naik sedikit (37,5°C –
38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan
dan kelelahan. Apabila keadaan normal, suhu menjadi biasa. Biasanya
pada hari ketiga suhu tubuh naik lagi karena adanya pembentukan ASI,
buah dada menjadi bengkak dan berwarna merah karena banyaknya
ASI. Bila suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada
endometrium, mastitis, tractus genitalis atau sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-100 x/menit. Sehtelah
melahirkan biasanya denyut nadi akan menjadi lebih cepat.
c) Tekanan Darah
Pada umumnya pada klien postpartum tidak mengalami perubahan,
terdapat kemungkinan jika tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
10) Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma
akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang
meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama
persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum.
Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada
awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta
dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan
dipengaruhi oleh status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Diperkirakan selama
kelahiran dan masa postpartum akan terjadi kehilangan darah sekitar 200-500
ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum
serta akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.
11) Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali, akan tetapi mereka bisa
berubah menjadi garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney,
2004:255). Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran
dan beberapa hari sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar
uterus dibentuk menjadi lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum
latum dan rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil dan
memerlukan waktu cukup lama untuk kembali dari peregangan dan
pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.
12) Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat
melahirkan. Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan
cairan ketuban. Pada minggu pertama post partum seorang wanita akan
kehilangan berat badannya sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney,
2004:255).
13) Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada
wanita hamil. Bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil
dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama
masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan (Varney, 2004:156).
h. Adaptasi Psikologis
Menurut Reva Rubin, adaptasi psikologi ibu post patum dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu :
1) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian
ibu pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk
mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu
cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan. Pada fase ini,
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi, selain itu perasannya sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang berhati-hati. Saat ini ibu memerlukan
dukungan karena ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa
percaya diri.
3) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan
diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini.
i. Bounding Attachment
Bounding merupakan proses pembentukan attachment atau ikatan. Attachmet
adalah suatu ikatan khusus yang dikarakteristikkan dengan kualitas – kualitas yang
terbentuk dalam hubungan orang tua dan bayi (Perry, 2004). Bounding attachment
adalah suatu usaha untuk memberikan kasih saying dan suatu proses yang saling
merespon antara orang tua dan bayi lahir (Parmi, 2002). Sedangkan menurut (Subtroto
Cit Lestari, 2002) bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih
sayang dengan keterikatan bathin antara orang tua dan bayinya. Menurut Perry (2004),
tahap – tahap bounding attachment yaitu sebagai berikut :
1) Perkenalan dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan
mengeksplorasi segera setelah mengenal bayinya.
2) Bounding merupakan suatu ketertarikan.
3) Attachment merupakan suatu perasaan asing yang mengikat individu dengan
individu lainnya.
B. SECTIO CAESAREA
a. Perngertian
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Sedangkan
menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) SC adalah tindakan untuk melahirkan janin
dengan berat badan di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh, dan
menurut (Mansjoer,2002) Sectio Caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding parut dan dinding rahim.
b. Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
1) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ reproduksi
eksternal (organ bagian luar) dan organ reproduksi internal (organ bagian
dalam).
2) Organ Reproduksi Eksternal Wanita
a) Vulva atau pudenda, meliputi seluruh stuktur eksternal yang dapat
dilihat mulai dari pubis sampai pirenium, yaitu mons veneris, labia
mayora dan labia minora, clitoris, selaput darah / hymen, vestibulum,
maura uretra, berbagai kelenjer dan struktur vaskular.
b) Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol di atas
simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup oleh rambut
kemaluan. Pada perempuan umunnya batas rambut melintang sampai
pinggir atas simfisis, sedangakn ke bawah samapai ke sekitar anus dan
paha.
c) Labia mayora / bibir-bibir besar terdiri atas bagian kiri dan kanan,
lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak yang serupa
dengan yang ada di mons veneris.
d) Labia minora / bibir-bibir kecil / nymphae adalah suatu lipatan tipis dan
kulit sebelah dalam bibir besar. Kulit yang meliputi bibir kecil
mengandung banyak glandula sebasea / kelenjar-kelenjar lemak dan
juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan bibir kecil sangat sensitif.
Jaringan ikatnya mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa
otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat mengembang.
e) Clitoris memiliki ukuran sebesar biji kacang ijo, tertutup oleh preputium
clitoris dan terdiri dari glans clitoris, korpus clitoris, dan dua krura yang
menggantungkan clitoris ke os pubis. Glans clitoris terdiri atas jaringan
yang dapat mengambang, penuh dengan urat saraf sehingga sangat
sensitif.
f) Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke
belakang dan dibatasi didepan oleh clitoris, kanan dan kiri oleh ke dua
bibir kecil dan di belakang oleh perineum.
g) Bulbus vestibuli sinitra et dextra merupakan pengumpulan vena
terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat namus ossis pubis.
Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm dan tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus
vestibuli mengandung banyak pembuluh darah, sebagian tertutup oleh
muskulus iskio kavernosus dan muskulus kontriktor vagina.
h) Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda.
Selalu dilindungi oleh labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir
kecil ini dibuka. Introtus vagina ditutupi oleh selaput darah / hymen.
Hymen ini mempunyai bentuk berbeda-beda, ada yang berbentuk
semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau yang
bersekat (septum).
i) Perineum terletak di antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diagfragma pelvis
dan diagfragma urogenitalis (Prawirohardjo, 2009).
3) Organ Reproduksi Internal Wanita
a) Vagina / Liang kemaluan, setelah melewati introtus vagina terdapat
liang kemaluan (vagina) yang merupakan suatu penghubung antara
introtus vagina dengan uterus. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnyan antara 6-7 cm
dan 7-10 cm. Bentuk vangina sebelah dalam yang berlipat-lipat disebut
rugae.
b) Uterus berbentuk sepertu buah avokado atau bauah pir yang sedikit
gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga.Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25
cm dan tebal 2,5 cm dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus keadaan
fifioligis adalah anteversiofleksio / serviks ke depan dan membentuk
sudut dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan membentuk
sudut dengan serviks uteri.
c) Tuba falloppi terdiri atas:
o Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding uterus.
o Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya.
o Pars ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagian saluran
agak lebar, tempat konsepsi terjadi.
o Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke arah
abdomen dan mempunyai fimbriae. Fimbriae penting artinya
bagi tuba untuk mengakap telur dan selanjutnya menyalurkan ke
dalam tuba. Bentuk infundibulum seperti anemon / sejenis
binatang laut.
d) Ovarium, perempuan pada umumnya mempunyai dua indung telur yaitu
kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang
ligamentum latum di kiri dan kanan. Ovarium berukuran kurang lebih
sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang 4 cm, lebar dan tebal 1,5
cm.
4) Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat digolongkan
sebagai berikut:
a) Genetalia eksternal fungsinya adalah dikhususkan untuk kopulasi
(koitus).
b) Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan darah haid
dan secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama dan jalan lahir pada
waktu persalinan.
c) Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin tumbuh
dan berkembang, berkontraksi terutama sewaktu bersalin.
d) Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi
kearah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut
getar tersebut.
e) Ovarium berfungsi sebagai saluran telur, menangkap dan membawa
ovum yang dilepaskan oleh indung telur. Tempat terjadinya pembuahan
(Prawihardjo, 2009).
c. Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi:
1) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika
bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk
memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal
dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim. Keunggulan pembedahan ini, yaitu:
a) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b) Bahaya peritonitis tidak besar.
c) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2) Sectio Caesarea Clasic
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri dengan Panjang sekitar
10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
3) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi
dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk
memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara
ekstraperitoneum.
4) Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan
rahim. Pembedahan ini dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a) Atonia uteri
b) Placenta accrete
c) Myoma uteri
d) Infeksi intra uteri berat
d. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur
uteri iminen, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab yaitu sebagai berikut :
1) CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang berfungsi sebagai jalan yang harus
dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2) PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan
perinatal paling penting. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, agar mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3) KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
4) Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio caesarea. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5) Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan
lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir seperti tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6) Kelainan Letak Janin
a) Kelainan pada letak kepala
o Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
o Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga
bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
o Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi
berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan
presentasi kaki.

Sedangkan menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea dilakukan atas


indikasi sebagai berikut:

1) Etiologi berasal dari ibu


Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai
kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
plasenta previa terutama pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu
preeklampsia-eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit
(Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,
mioma uteri dan sebagainya).
2) Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal
presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan
pembukan kecil, kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi.
e. Manifestasi Klinis
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) komplikasi yang dapat diakibatkan pada pasien
sectio caesarea adalah :
1) Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas yang bisa saja disebabkan karena peritonitis, sepsis dan
sebagainya.
2) Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-
gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya).
3) Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4) Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
5) Komplikasi baru, komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio
Caesarea Klasik.
f. Patofiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan sc dari sang ibu yaitu Primigravida kelainan letak, Disproposi Sefalopelvik,
dan Ketuban Pecah Dini. Sedangkan dari janin adalah Fetal Distress, Giant Baby,
Kelainan letak bayi, dan Kelainan tali pusat. Setelah dilakukan SC ibu akan mengalami
adaptasi post partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de
entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan
prinsip steril.
Nyeri adalah salah satu komplikasi utama dan disebabkan karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu
dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi
lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa
mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa
atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anastesi ini juga
mempengaruhi saluran pencarnaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang
telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancur dengan
bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpung dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
g. Pathway

Indikasi Sectio Caesarea

Indikasi dari Ibu : Indikasi dari Bayi :


Primigravida kelainan letak Fetal Distress
Disproposi Sefalopelvik Giant Baby
Ketuban Pecah Dini Kelainan letak bayi
Kelainan tali pusat

Tindakan Sectio Caesarea

Adaptasi Postpartum Anestesi Pembatasan Insisi


Cairan Peroral

Bedrest Nyeri
Psikologis Fisiologis Penurunan
Resiko Akut
Saraf
Ketidakseimbangan
Taking in Cairan
Taking hold Laktasi Involusi Kondisi Diri
Letting go Menurun
Gangguan
Prolaktin Pelepasan Pola Tidur
Perubahan Menurun Desidula Resti Ketidakmampuan
Peran Cedera Miksi
Produksi Resiko
Kontraksi
ASI Gangguan Infeksi
Uterus
Menurun Eliminasi Urine

Lochea
Hisapan
Menurun
Penurunan
Peristaltik Usus Obstipasi
Menyusui
Tidak Efektif
Konstipasi

Gangguan
Mobilitas Fisik
h. Penatalaksanaan
1) Pemberian Cairan
24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
serta jumlah tetesan tergantung pada kebutuhan. Bila kadar Hb rendah maka
perlu diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap, meliputi : miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur
telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler),
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari
ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
4) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi
dan keadaan penderita.
5) Pemberian Obat-Obatan
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik serta obat lainnya sangat berbeda-
beda sesuai indikasi dan dosis yang dibutuhkan.
a) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat analgetik yang dapat diberikan biasanya melalui
suppositoria yaitu Pronalges Supp 1x/8 jam. Sedangkan obat yang
diberikan melalui oral dapat berupa Paracetamol dan melalui injeksi
dapat berupa Ondansentron tiap 6 jam.
b) Obat-obatan lain
Untuk membantu menghentikan atau mengurangi pendarahan biasanya
pasien dianjurkan untuk meminum obat oral Bledstop dan Laktafit untuk
memperlancar ASI.
6) Perawatan Luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
7) Pemeriksaan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan
8) Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.

C. ASUHAN Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara
bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2012).
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan, pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. kemampuan
menidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan
diagnosis keperawatan oleh karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan
cermat sehingga seluruh kebutuhan perwatan pada klien dapat diidentifikasi.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal
MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri pada daerah luka
bekas operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien bergerak.
c. Riwayat kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji adalah riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan keluarga.
Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal yang perlu dikaji adalah penyakit
yang pernah diderita pasien khususnya penyakit kronis, menular, dan menahun
seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit
kelamin.
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi sectio caesarea seperti
kelainan letak bayi (letak sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta
previa, solution plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat
(prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre
eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat
rencana tindakan terhadap pasien.
Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah keluarga
pasien memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan menahun seperti
penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin
yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia dan
giant baby, seperti diabetes dan hipertensi yang sering terjadi pada beberapa
keturunan.
d. Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia
berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
e. Riwayat Obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu
bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan nifas
yang lalu.
f. Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin
anak, keadaan anak.
g. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah
ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah dalam
penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan menggunakan
alat kontrasepsi apa.
h. Pola Fungsi Kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien
dan lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu perawat
untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data.
Pengkajian pola fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolisme
biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya kebutuhan untuk
menyusui bayinya.
Pola aktifitas biasanya pada pasien post sectio caesarea mobilisasi
dilakuakn secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama,
kemudian latihan duduk dan latihan berjalan. Pada hari ketiga optimalnya
pasien sudah dapat dipulangkan. Pra eliminasi biasanya terjadi konstipasi
karena pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB. Pola istirahat
dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan oleh kehadiran sang bayi
dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka pembedahan. Pola reproduksi
biasanya terjadi disfungsi seksual yang diakibatkan oleh proses persalinan dan
masa nifas.
i. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu proses memeriksa tubuh pasien dari
ujung kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menemukan tanda klinis
dari suatu penyakit. (Dermawan,2012). Pada pemeriksaan kepala meliputi
bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah,
biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post partum. Pada
pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata,kelompok
mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio
caesarea biasanya terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi
anemia atau dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan.
Pada pemeriksaan hidung meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi,
pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan
jalan nafas, apakah ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip dan purulent.
Pada pemeriksaan telinga meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga,
kebersihan dan ketajaman pendengaran.
Pada pemeriksaan leher meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan
vena jugularis. Pada ibu post partum biasanya terjadi pemebesaran kelenjar
tiroid yang disebabkan proses meneran yang salah. Pada pemeriksaan mulut
dan orofaring meliputi keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring,
ukuran tonsil, warna tonsil.
Pada pemeriksaan thorak meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot
bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi (melakukan
perkusi pada semua lapang paru mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap
spasiem intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan).
Pada pemeriksaan payudara pada ibu yang mengalami bendungan ASI
meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua puting
susu menonjol, areola hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar
atau ASI hanya keluar sedikit. Pada pemeriksaan jantung meliputi inspeksi dan
palpasi (amati ada atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau
pembesaran, amati ictus kordis), perkusi (menentukan batas-batas jantung
untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi jantung).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi
apakah ada tanda-tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae
dan linea), auskultasi (peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi
(kontraksi uterus baik atau tidak).
Pada pemeriksaan genetalia eksterna meliputi inspeksi (apakah ada
hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah,
dan konsistensinya). Pada pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah
kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika
ibu tidak mampu lakukan kateterisasi.
Pada pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak. Pada
pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan warna, kelembaban,
temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan ekstermitas
meliputi ada atau tidaknya varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski,
nyeri tekan atau panas pada betis, pemeriksaan human sign.
Pada pemeriksaan status mental meliputi kondisi emosi, orientasi klien,
proses berpikir, kemauan atau motivasi serta persepsi klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau masyarakat, sebagai
akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial
(NANDA 2015). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien sectio caesarea
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
Kategori : Rasional
Subkategori : Interaksi Sosial
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Aktivitas / istirahat
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (D.0049)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi
d. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan reflek oksitosin
(D.0029)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan
e. Defisit pengetahuan tentang teknik menyusui (D.0111)
Kategori : Perilaku
Subkategori : Penyuluhan dan Pembelajaran
f. Defisit pengetahuan tentang perawatan diri pasca operasi sectio caesar
(D.0111).
Kategori : Perilaku
Subkategori : Penyuluhan dan Pembelajaran
g. Ganggaun proses keluarga berhubungan dengan krisis situasional (D.012)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan Kenyamanan
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
Kategori : Psikologis
Subkategori : Integritas Ego
i. Resiko infeksi bd adanya luka insisi (0142)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan Proteksi
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilkaukan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosa keperawtan yang
telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Popy, 2019).
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
berhubungan keperawatan 3x24 jam karaktristik, durasi
dengan Agen diharapkan nyeri berkuran frekuensi, kualitas
dengan Kriteria Hasil: ,intens itas nyeri
pencedera fisik o Mampu mengontrol nyeri 2. Identifikasi respon
(D.0077) (tahu penyebab, mampu nonverbal
menggunakan teknik 3. Kaji jenis dan
nonfarmakologi untuk sumber nyeri
mengurangi nyeri) 4. Berikan teknik
o Melaporkan bahwa nyeri nonfarmakologi
sudah berkurang. untuk mengurangi
o Mampu mengenali nyeri rasa nyeri (relaksasi
(skala, intensitas, frekuensi nafas dalam)
dan tanda nyeri) 5. Fasilitasi istirahat
o Menyatakan rasa nyaman dan tidur
setelah nyeri berkurang 6. Kolaborasi
o Mampu tidur atau istirahar pemberian obat
dengan tepat
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
mobilitas fisik asuhan keperawatan selama 2. Identifikasi adanya
berhubungan 3x24 jam diharapkan klien nyeri atau keluhan
dengan nyeri meningkat dalam aktivitas fisik lainnya
(D.0054) dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi toleransi
o Mengerti tujuan dari fisik melakukan
peningkatan mobilitas pergerakan
o Memverbalisasikan 4. Ajarkan mobilisasi
perasaan dalam sederhana
meningkatkan kekuatan dan 5. Fasilitasi
kemampuan berpindah kemandirian, bantu
o Vital sign dalam batas jika tidak mampu
normal melakukan ADLs
3. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi terhadap
berhubungan keperawatan 3x24 jam adanya bising usus
dengan diharapkan konstipasi dapat pada keempat
diatasi dengan Kriteria Hasil:
penurunan tonus o Bebas dari kuadran setiap 4 jam
otot (D.0049) ketidaknyamanan setelah kelahiran
konstipasi 2. Palpasi abdomen,
o Mengidentifikasi indikator perhatikan distensi
untuk mencegah konstipasi atau ketidak
o Fases lunak dan berbentuk nyamanan
3. Identifikasi
aktivitas-aktivitas
dimana klien dapat
menggunakannya
dirumah untuk
merangsang kerja
usus
4. Anjurkan cairan oral
yang adekuat, bila
masukan oral sudah
mulai kembali.
4. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tujuan
efektif keperawatan 3x24 jam atau keinginan
berhubungan diharapkan konstipasi dapat menyusui
dengan diatasi dengan Kriteria Hasil: 2. Identifikasi adanya
ketidakadekuatan o Kemantapan pemberian keluhan nyeri, rasa
suplai ASI ASI: kemantapan ibu untuk tidak nyaman,
(D.0029) membuat bayi melekat pengeluaran,
dengan tepat dan menyusu perubahan bentuk
dari payudara ibu untuk payudara dan
memperoleh nutrisi selama putting
3 minggu pertama 3. Monitor
pemberian ASI kemampuan bayi
menyusu
4. Dampingi ibu
selama kegiatan
menyusui
berlangsung
5. Anjurkan ibu
mengonsumsi sayur
dan buah-buahan
6. Ajarkan perawatan
payudara
postpartum ( pijat
payudara, pijat
oksitisin, memerah
ASI)
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
Pengetahuan keperawatan 3x24 jam kesiapan dan
tentang teknik diharapkan konstipasi dapat kemampuan
menyusui diatasi dengan Kriteria Hasil: menerima informasi
(D.0111) o Pasien dan keluarga 2. Sediakan materi dan
memehami teknik media pendidikan
menyusui sesuai dengan kesehatan
prosedur yang diijelaskakn 3. Kaji tingkat
secara benar pengetahuan pasien
o Pasien dan keluarga mampu dan keluarga
menjelaskan kembali apa 4. Jelaskan informasi
yang dijelaskan oleh mengenai teknik
perawat menyusui yang
benar
5. Berikan kesempatan
pasien atau keluarga
untuk bertanya
6. Tanyakan kembali
tentang
pengetahuan dan
prosedur yang telah
dijelaskan oleh
perawat
6. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kesiapan dan
pengetahuan keperawatan 3x24 jam motivasi klien untuk
tentang diharapkan konstipasi dapat belajar.
perawatan diri diatasi dengan Kriteria Hasil: 2. Bantu klien atau
pasca operasi o Pasien dan kelaurga pasangan dalam
sectio caesar menyatakan pemahaman mengidentifiksi
(D.0111). tentang perawatan kebutuhan
melahirkan Caesarea 3. Identifikasi tanda /
o Pasien dan keluarga mampu gejala yang
melaksanakan prosedur memerluukan
yang dijelaskan secara perhatian dari
benar pemberi layanan
o Pasien dan kelaurga mampu kesehatan
menjelaskan kembali apa 4. Berikan informasi
yang dijelaskan perawat/ yang brhubungan
tim kesehatan lainnya dengan perubahan
fisiologis dan
psikologis yang
normal berkenaan
dengan kelahiran
caesarea dan
kebutuhan-
kebutuhan
berkenaan dengan
periode
pascapartum
5. Diskusikan program
latihan yang tepat
sesuai ketentuan
7. Ganggaun proses Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi dan catat
keluarga keperawatan 3x24 jam interaksi keluarga
berhubungan diharapkan konstipasi dapat bayi dab perhatikan
dengan krisis diatasi dengan Kriteria Hasil: perilaku
situasional o Menggendong bayi bila 2. Berikan kesempatan
(D.012) kondisi ibu dan neonatus untuk ayah untuk
memungkinkan menyentuh dan
o Mendemonstrasikan menggendong bayi
prilaku kedekatan dan serta bantu dalam
ikatan yang tepat perawatan bayi
o Aktif mengikuti tugas sesuai kemungkinan
perawatan bayi baru lahir situasi
dengan cepat 3. Berikan kesempatan
pada orang tua
untuk
mengungkapkan
perasaan yang
negative dari diri
mereka dan bayi
4. Anjurkan klien
untuk
menggendong,
menyentuh dan
memeriksa bayi
tergantung pada
kondisi klien dan
bayi baru lahir
5. Anjurkan dan bantu
dalam menyusui
6. Berikan informasi,
sesuai kebutuhan,
tentang keamanan
dan kondisi
bayi.dukung
pasangan sesuai
kebutuhan
8. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan tingkat
berhubungan keperawatan 3x24 jam ansietas klien dan
dengan krisis diharapkan konstipasi dapat sumber masalah.
situasional diatasi dengan Kriteria Hasil: mendorong klien
(D.0080) o Pasien mampu untuk
mengidentifikasi dan mengungkapkan
mengungkapkan gejala kebutuhan dan
cemas harapan yang tidak
o Mengidentifikasi, terpenuhi.
mengungkapkan dan 2. Berikan informasi
menunjukkan teknik sehubungan dengan
mengontrol cemas normalnya perasaan
o Vital sign dalam batas tersebut
normal 3. Dorong keberadaan
o Postur tubuh, ekspresi / partisipasi dari
wajah, bahasa tubuh dan pasangan
tingkat aktivitas 4. Bantu klien /
menunjukkan pasangan dalam
berkurangnya kecemasan mengidentifikasi
mekanisme koping
yang lazim dan
perkembangan
strategi koping baru
jika dibutuhkan
5. Mulai kontak antara
klien / pasangan
dengan bayi segera
mungkin.
6. Berikan informasi
yang akurat tentang
keadaan klien /
bayi.
9. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Menunjukkan
berhubungan keperawatan 3x24 jam prilaku hidup sehat
dengan adanya diharapkan resiko infeksi dapat 2. Monitor keadaan
luka insisi (0142) dihindari dengan Kriteria Hasil: lokia (warna,
o Pasien terbebas dari tanda jumlah dan bau)
gejala infeksi 3. Cuci tangan
o Menunjukkan kemampuan sebelum dan
untuk mencegah sesudah kontak
timbulnya infeksi dengan pasien dan
o Jumlah leukosit dalam lingkungan pasien
batas normal 4. Jelaskan tanda dan
o Menunjukkan prilaku gejala infeksi
hidup sehat 5. Kaji suhu, nadi dan
jumlah sel darah
putih
6. Inspeksi balutan
luka terhadap
perdarahan
berlebihan.
7. Kolaborasi dalam
pemberian
antibiotik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawa untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (potter
& pretty, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir proses keperawatan yang terdiri dari evaluasi proses
(formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah perawat melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan terus
menerus hingga mencapai tujuan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setiap hari setelah semua tindakan sesuai diagnosa keperawatan dilakukan evaluasi
sumatif terdiri dari SOAP (Subjek, Objek, Analisis, Planning). Subjek berisi respon
yang diungkapkan oleh pasien dan objektif berisi respon nonverbal dari pasien respon-
respon tersebut didapat setelah perawat melakuukan tindakan keperawatan. Analisis
merupakan kesimpulan dari tindakan dalam perencanaan masalah keperawatan dilihat
dari keteria hasil apakah teratasi, tertasi sebagian atau belum teratasi. Sedangkan
pleaning berisi perencanaan tindakan keperawatan yang harus dilakukan selanjutnya.
Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan keberhasilan tujuan
tindakan yaitu tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan sesuai kriteria
hasil yang telah ditentukan, tujuan tercapai sebagaian apabila jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagaian kriteria hasil yang telah ditetapkan, tujuan tidak tercapai jika
klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali. (Suprajitno
dalam Wardani,2013)

Anda mungkin juga menyukai