“Gangguan kebutuhan rasa aman nyaman akibat akibat patologis sistem imun
AIDS”
KELOMPOK 5
Qonita (105111100419)
TP 2021\2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi saya kesehatan dan
kesempatan serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafaatnya didunia dan diakhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan
judul “Gangguan kebutuhan rasa aman nyaman akibat akibat patologis sistem
imun AIDS”
Akhir kata dari kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya kepada pembaca.
Kelompok 5
A. Latar Belakang
Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh merupakan semua mekanisme tubuh
untuk mempertahankan diri dari serangan benda asing yang masuk kedalam tubuh.
Keberadaan sistem imun dalam tubuh manusia sangat penting, hal itu dikarenakan
sistem imun akan menyerang antigen yang masuk kedalam tubuh sehingga kita
terhindar dari berbagai penyakit.
Selain sebagai benteng pertahanan dari berbagai antigen, sistem imun juga
berperan dalam peremajaan sel-sel yang telah mengalami kerusakan dan kematian
serta berperan dalam membersihkan sisa-sisa sel buangan. Bagi orang-orang yang
mempunyai kelainan terhadap sistem imun, mereka akan memiliki gangguan-
gangguan yang disebabkan oleh sistem imun mereka sendiri.
Dalam menghadapi berbagai antigen yang masuk kedalam tubuh, ada sebagian
sistem imun yang tidak akan langsung merespon terhadapa antigen tersebut. Hal itu
dikarenakan sistem imun harus terlebih dahulu adaptasi dan mengenali jenis antigen
tersebut.
Pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya sisem imun bagi tubuh masih
sangat rendah, baik itu dikalangan mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya.
Sehingga perlu adanya suatu referensi yang dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan tentang pentingnya sistem imun sebagai pertahanan bagi tubuh. Oleh
karena itu, penulis menulis sebuah makalah yang bertajuk “Mekanisme Pertahanan
Tubuh : Peranan Sistem Imun sebagai Pertahanan Tubuh Terhadap Penyakit”.
B. Rumusan Masalah
2. Bagaimanakah konsep asuhan dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan nyaman
patologis system imunitas AIDS?
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui konsep asuhan dengan gangguan kebutuhan rasa aman dan
nyaman patologis system imunitas AIDS
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
HIV adalah singkatan dari human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan
infeksi Yang menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.
AIDS adalah suatu penyakit retrovirus yang ditandai oleh imunosupresi berat yang
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan kelainan
imunolegik. (Price, 2000 : 241)
B. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III) atau
virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili
lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh
dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus
hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa
protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein
Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan mungkin
merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan
transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para
perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit
klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang
baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-
sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T penolong.
Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada
sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang
kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing. Infeksi
HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem
tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui
3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit
CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang
menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada
penderita HIV AIDS yaitu sebagai berikut :
2. Batuk-batuk,
5. Diare ,
6. Sesak napas,
8. Kesadaran menurun,
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala
panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa
gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat
perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV
E. PENULARAN HIV/AIDS
b. Cairan sperma
c. Cairan vagina
a. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terpapar HIV
b. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat
menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan
dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara ini dapat
menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
F. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
4. Neurologik
5. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
6. Respirasi
7. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
8. Sensorik
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan
AIDS.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker terkait.
Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan
pemeriksaan Rontgen.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka
pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang
tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.
Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian
obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan. Bila tidak tersedia peralatan
untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus
AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
I. PENCEGAHAN
A. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat.
Alopesia, lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi, marah,
menangis. Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses
rektal.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi /
gusi yang buruk, dan edema. Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi
buruk, apatis, dan respon melambat.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi, penurunan rentang
gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit. Batuk, Produktif / non
produktif, takipnea, distres pernafasan.
J. Diangnosa
K. Intervensi
Observasi:
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Terapeutik:
Edukasi:
Kolaborasi:
L. Implementasi
M. Evaluasi
PENUTUP
A. KESIMPULAN
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah ( transfuse
darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang mengandung AIDS),
transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
N. SARAN
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien HIV
maupun AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit . Jakarta : EGC