Anda di halaman 1dari 6

1.

Nama Kerajaan : Kerajaan Samudera Pasai


2. Sumber tertulis dan benda peninggalan : Hikayat Raja-Raja Pasai, Kitab Rihlah ila I-
Masyriq, Kronik China, Lonceng Cakra Donya, Naskah Surat Sultan Zainal Abidin,
Stempel Kerajaan Samudra Pasai, Nisan Sultan Malik As-Shalih, Makam Sultan
Muhammad Malik Al Zahir, Makam Teungku Sidi Abdullah Tahul Nillah, Makam Ratu Al
Aqla (Nur Ilah), Koin Emas Kerajaan Samudra Pasai, Nisan Sultanah Nahrasiyah.
3. Pendiri Kerajaan : Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh.
4. Silsilah kerajaan : Sultan Malik as-Saleh (1267-1297)
Sultan Al-Malik at Tahir I/Muhammad I (1297-1326)
Sultan Ahmad I (1326-133?)
Sultan Al-Malik at Tahir II (133?-1349)
Sultan Zainal Abidin I (1349-1406)
Ratu Nahrasyiyah (1406-1428)
Sultan Zainal Abidin (1428-1438)
Sultan Salahuddin (1438-1462)
Sultan Ahmad II (1462-1464)
Sultan Abu Zaid Ahmad III (1464-1466)
Sultan Ahmad IV (1466-1466)
Sultan Mahmud (1466-1468)
Sultan Zainal Abidin III (1468-1474)
Sultan Muhammad Syah II (1474 – 1495)
Sultan Al-Kamil (1495-1495)
Sultan Adlullah (1495-1506)
Sultan Muhammad Syah III (1506-1507)
Sultan Abdullah (1507-1509)
Sultan Ahmad V (1509-1514)
Sultan Zainal Abidin IV (1514-1517)
5. Raja termahsyur : Sultan Muhammad Malikul Zahir (Sultan Malik al Tahir)
6. Sebab Kemahsyuran : Kerajaan Samudera Pasai memiliki wilayah-wilayah dengan
tanah yang subur, serta aktivitas bisnis dan perdagangan kerajaan amat maju dengan
penggunaan mata uang yang terbuat dari emas. Sultan Malik al Tahir merupakan sosok
pemimpin yang memiliki semangat tinggi dalam mempelajari ilmu-ilmu Islam. Di puncak
kejayaannya ini, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional yang
dikunjungi pedagang juga saudagar dari berbagai belahan dunia, seperti Asia, Afrika,
Cina, maupun Eropa. Kerajaan Samudera Pasai juga menjadi pusat perkembangan
agama Islam dan merupakan pemerintahan pertama di Indonesia yang menganut
ajaran Islam.
7. Raja terakhir : Sultan Zain Al-Abidin.
8. Sebab keruntuhan : Kerajaan Majapahit berambisi menyatukan Nusantara, yaitu
pada tahun 1339 M Patih Majapahit Gajah Mada menyerang Samudera Pasai.
Berdirinya Bandar Malaka yang letaknya lebih strategis. Setelah Sultan Malik ath-Thahir
meninggal tidak ada penggantinya yang cakap dan terkenal sehingga peran
penyebaran agama Islam diambil alih oleh Kerajaan Aceh. Terjadi Perebutan
kekuasaan yakni pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang pada masa
Sultan Zainal Abidin Bahian Syah Malik al-Tahir yang sebagian diperoleh dari berita-
berita Cina. Serangan bangsa portugis yang memanfaatkan konflik intern yang terjadi
saat itu.
9. Kehidupan Sosial : Para pedagang asing yang singgah di Malaka untuk sementara
menetap beberapa lama untuk mengurusi perdagangan mereka. Dengan demikian para
pedagang dari berbagai bangsa itu bergaul selama beberapa lama dengan penduduk
setempat. Kesempatan itu digunakan oleh pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab
untuk menyebarkan agama Islam, dengan demikian kehidupan sosial masyarakat dapat
lebih maju, bidang perdagangan dan pelayaran juga bertambah maju.

Kerajaan Samudera Pasai sangat dipengaruhi oleh Islam. Hal itu terbukti terjadinya
perubahan aliran Syiah menjadi aliran Syfi’i di Samudera Pasai ternyata mengikuti
perubahan di Mesir. Pada saat itu di Mesir sedang terjadi pergantian kekuasaan dari
Dinasti Fatimah yang beraliran Syiah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di Pasai menyesuaikan dengan adat Istiadat
setempat sehingga kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan
adat Istiadat setempat.

10. Kehidupan ekonomi : Kehidupan ekonomi masyarakat Kerajaan Samudera Pasai


berkaitan dengan perdangan dan pelayaran. Hal itu disebabkan karena letak Kerajaan
Samudera Pasai yang dekat dengan Selat Malaka yang menjadi jalur pelayaran dunia
saat itu. Samudera Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang menghubungkan
Samudera Pasai – Arab – India – Cina. Samudera Pasai juga menyiapkan bandar-
bandar dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk berlayar
selanjutnya, mengurus masalag perkapalan, mengumpulkan barang dagangan yang
akan di kirim ke luar negeri dan menyimpan barang dagangan sebelum di antar ke
beberapa daerah di Indonesia.

11. Kehidupan budaya : Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan
dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti
bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian.
Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan hubungan
yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka
sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

Kerajaan Samudera Pasai juga berkembang sebagai penghasil karya tulis yang baik.
Beberapa orang berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam
untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu, yang kemudian disebut dengan
bahasa Jawi dan hurufnya disebut Arab Jawi. Selain itu juga berkembang ilmu tasawuf
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu.
1. Nama Kerajaan : Kesultanan Aceh Darussalam
2. Sumber tertulis dan benda peninggalan : Masjid Raya Baiturrahman, Benteng
Indrapatra, Makam Sultan Iskandar Muda, Meriam Kesultanan Aceh, Taman Sari
Gunongan, Uang Emas Kerajaan Aceh, bustanussalatin dan Tibyan fi Ma’rifatil Adyan
karangan Nuruddin ar-Raniri pada awal abad ke -17, Kitab Tarjuman al-Mustafid yang
merupakan tafsir Al-Qur’an Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun
1670-an, Tajussalatin karya Hamzah Samsuri, Masjid Tua Indrapuri, Pinto Khop,
Stempel Cap Sikureung, Pedang Aman Nyerang, Kerkhof.
3. Pendiri Kerajaan : Sultan Ali Mughayat Syah
4. Silsilah Kerajaan :
Sultan Ali Mughayat Syah (1514 – 1528 M)
Sultan Salahuddin (1528 – 1537 M)
Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537 – 1568 M)
Sultan Iskandar Muda (1607 – 16 36 M)
Sultan Iskandar Thani (1636 – 1641 M)
Sultan Sri Alam (1575-1576)
Sultan Zain al-Abidin (1576-1577)
Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
Sultan Buyong (1589-1596)
Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604)
Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636)
Iskandar Thani (1636-1641)
Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675)
Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
Sultan Badr al-Din (1781-1785)
Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
Alauddin Muhammad Daud Syah
Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
Sultan Mansur Syah (1857-1870)
Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
5. Raja termahsyur : Sultan Iskandar Muda
6. Sebab Kemahsyuran : Kerajaan Aceh memiliki wilayah yang luas. Selain itu, juga
mampu melakukan perdagangan ke wilayah China, India, Gujarat, Timur Tengah
sampai ke Turki. Selama 20 tahun Sultan Iskandar Muda, pendiri sekaligus sultan
pertama Kerajaan Aceh, mampu menekan perdagangan orang-orang Eropa. Sultan
Iskandar Muda juga berhasil menerobos jalur perdagangan Portugis mulai dari Selat
Malaka sampai ke Teluk Persia. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh
berkembang pesat menjadi kerajaan besar. Beberapa faktor pendukung Kerajaan Aceh
berkembang pesat yaitu: Letak ibu kota aceh strategis di pintu gerbang pelayaran dari
India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, China atau Jawa. Pelabuhan Aceh
(Olele) memiliki persyaratan baik sebagai pelabuhan dagang. Pelabuhan itu terlindung
dari ombak besar oleh Pulau We, Pulau Nasi dan Pulau Breuen. Daerah Aceh kaya
tanaman lada sebagai mata dagang ekspor yang penting dalam mengadakan
perdagangan internasional. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan
pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih
melalui sepanjang barat Sumatera.
7. Raja terakhir : Muhammad Daud Syah
8. Sebab keruntuhan : Setelah Sultan Iskandar Muda wafat , tidak ada lagi raja-raja
yang mampu mengendalikan Aceh, Perang Aceh yang terjadi secara terus – menerus,
Kekalahan Aceh melawan Portugis, Munculnya kota dagang Banten yang merupakan
saingan Aceh.
9. Kehidupan Sosial : Struktur sosial masyarakat Aceh terdiri atas empat golongan, yaitu
golongan teuku (kaum bangsawan yang memegang kekuasaan pemerintahan sipil),
golongan tengku (kaum ulama yang memegang peranan penting dalam keagamaan),
hulubalang atau ulebalang (para prajurit), dan rakyat biasa. Antara golongan Tengku dan
Teuku sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan Aceh.

Sejak kerajaan Perlak berkuasa (abad ke-12 M sampai dengan abad ke-13 M) telah
terjadi permusuhan antara aliran Syi’ah dan Ahlusunnah wal jamaaah. Namun pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, aliran Syi’ah mendapat perlindungan dan
berkembang ke daerah kekuasaan Aceh. Aliran itu diajarkan Hamzah Fansuri dan
dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Syamsuddin Pasai. Setelah Sultan Iskandar
Muda wafat, aliran Ahlusunnah wal jamaah berkembang dengan pesat di Aceh.

10. Kehidupan ekonomi : Karena letaknya di jalur lalu lintas pelayaran dan perdagangan
selat Malaka, kerjaan Aceh menitik beratkan perekonomiannnya pada bidang
perdagangan. Dibawah pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah, Aceh berkembang
menjadi Bandar utama di Asia bagi para pedagang mancanegara, bukan hanya bangsa
Inggris dan Belanda yang berdagang di pelabuhan Aceh, melainkan juga bangsa asing
lain seperti Mesir, Arab, Persia, Perancis, Inggris, Afrika, Turki, India, Syam, China, dan
Jepang.

Barang yang diperdagangkan dari Aceh, antara lain lada, beras, timah, emas, perak, dan
rempah-rempah (dari Maluku). Orang yang berasal dari mancanegara (impor), antara lain
dari Koromandel (India), Porselin dan sutera (Jepang dan Cina), dan minyak wangi dari
(Eropa dan Timur Tengah). Selain itu, kapal pedagang Aceh aktif dalam melakukan
perdagangan sampai ke laut merah.

Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain: beras, guci, gula (sakar), sakar lumat,
anggur, kurma, timah putih dan hitam, besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan
dan mangkuk, kipas, kertas, opium, air mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut
dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara lain kayu
cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan (Poesponegoro:
2010, 31)

Titik utama perekonomian Kerajaan Aceh, dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke
Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan
kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat
pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara.

11. Kehidupan Budaya : Kehidupan budaya di kerajaan Aceh tidak banyak diketahui
karena kerajaan Aceh tidak banyak meninggal banda hasil budaya. Perkembangan
kebudayaan di Aceh tidak terpusat perkembangan perekonomian. Perkembangan
kebudayaan yang terlihat nyata adalah bangunan masjid Baiturrahman dan buku
Bustanu’s Salatin yang ditulis oleh Nurrudin Ar-raniri yang berisi tentang sejarah raja-raja
Aceh.

Aceh sering disebut sebagai Negeri Serambi Mekah, karena Islam masuk pertama kali
ke Indonesia melalui kawasan paling barat pulau Sumatera ini. Orang Aceh mayoritas
beragama Islam dan kehidupan mereka sehari-hari sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam
ini. Oleh sebab itu, para ulama merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat Aceh.
Pengaruh Islam yang sangat kuat juga tampak dalam aspek bahasa dan sastra Aceh.

Peninggalan Islam di Nusantara banyak di antaranya yang berasal dari Aceh,


seperti Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-
Raniri pada awal abad ke-17: Kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al
Quran Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun 1670-an;
dan Tajussalatin karya Hamzah Fansuri.

Ini bukti bahwa Aceh sangat berperan dalam pembentukan tradisi intelektual Islam di
Nusantara. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat Prang Sabi, Hikayat Malem
Diwa, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, merupakan
bukti lain kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Anda mungkin juga menyukai