Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Apendisitis

1. Pengertian Apendisitis

Apendisitis adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendisitis disebut juga

umbai cacing. Apendiks merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang

paling umum ditemukan dan yang paling sering dikeluhkan abdomen yang akut.

(Wijaya & Putri, 2013)

2. Penyebab Apendisitis

Apendiksitis akut dapat disebabkan oleh beberapa faktor terjadinya proses

radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya

ulserasi pada mukosa, obstruksi pada colon oleh fecalit ( feses ysng keras ),

berbagai macam penyakit cacing, tumor. Apendisitis disebabkan oleh infeksi

bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai

faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan

cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan terdapat pula penyebab yang

dapat menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti

e.histolytica. Penelitian epidemiologi menyatakan peran kebiasaan

makanmakanan rendah serat dan mempengaruhi konstipasi dapat menimbulkan

apendisitis karena konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang dapat

menimbulkan sumbatan pada fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman. (R. Sjamsuhidajat, 2011)


B. Konsep Nyeri Akut Pada Post Operasi Apendiksitis

1. Pengertian nyeri akut pada post operasi apendiksitis

Nyeri merupakan pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat

dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan

(PPNI, 2016). Nyeri seringkali dikaitkan dengan kerusakan pada tubuh yang

merupakan peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun

potensial. Nyeri adalah bentuk suatu rasa sensorik ketidaknyamanan yang bersifat

subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam

kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan ( International Association For The

Study Of Pain, IASP ) (Andarmoyo, 2013).

2. Penyebab nyeri akut pada apendiksitis

Menurut ( PPNI, 2016) beberapa penyebab terjadinya nyeri akut seperti agen

pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,

prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).

3. Faktor yang berhubungan dengan nyeri akut

a. Agens pencedera fisiologis ( misal, inflamasi, iskemia, neoplasma ).

b. Agen pencedera kimiawi ( misal, terbakar, bahan kimia iritan ).

c. Agen pencedera fisik ( misal, abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat

berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan ).

4. Patosisiologi nyeri akut pada apendiksitis

Apenndisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat

9
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menimbulkan mucus

diproduksi mukosa mengalami mendungan. Makin lama mucus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut

akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri

ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendiditis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium.

Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini

disebut dengan apendisitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi

infark dinding apendiks yang diikuti dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding

yang telah rapuh akan terjadi apendisitis perforasi.

Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan

akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut

infiltrate apendukularis, peradangan apendiks dapat menjadi abses atau

menghilang. Anak-anak karena momentum lebih pendek dan apendiks lebih

panjang maka dinding apendik lebih pendek, keadaan tersebut ditambah dengan

daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi,

sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan

pembuluh darah (Wijaya & Putri, 2013).

10
5. Tanda dan gejala nyeri akut

Pasien dengan nyeri akut memiliki tanda dan gejala mayor maupun minor

sebagai berikut (PPNI, 2016) :

a. Tanda dan gejala mayor :

1) Secara subjektif pasien mengeluh nyeri.

2) Secara objektif pasien tampak meringis, bersikap protektif ( mis, waspada,

posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat dan sulit tidur.

b. Tanda dan gejala minor :

1) Secara subjektif tidak ada gejala minor dari nyeri akut.

2) Secara objektif nyeri akut ditandai dengan tekanan darah meningkat, pola

napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri,

berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.

Secara spesifik tanda gejala nyeri akut pada pasien apendisitis menurut (Wijaya

& Putri, 2013) tanda dan gejala nyeri akut yang muncul data subyektif seperti

nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah, mual,muntah,

kembung, tidak nafsu makan, demam, tungkai kanan tidak dapat diluruskan , diare

atau konstipasi, data obyektif seperti nyeri tekan di titik mc.burney, spasme otot,

takikardi, takipnea, pucat, gelisah, bising usus berkurang atau tidak ada, demam

38-38,5°c.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Persepsi individu terhadap nyeri di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

(Andarmoyo, 2013) :

11
a. Usia

Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur

yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Mereka belum dapat

mengucapkan kata-kata untuk mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Pada sebagian

anak, terkadang segan untuk mengungkapkan keberadaan nyeri yang ia alami

disebabkan mereka takut akan tindakan perawatan yang harus mereka terima

nantinya.

b. Jenis kelamin

Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin dan memaknai nyeri

(menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh

menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama).

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu mengatasi

nyeri. Budaya berpengaruh pada bagaimana seseorang merespon terhadap nyeri.

Sejak dini pada masa kanak-kanak, individu belajar dari sekitar mereka respon

nyeri yang bagaimana yang dapat diterima atau tidak diterima. Latar belakang

budaya merupakan faktor yang memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan

ekspresinyeri. Sebagai contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif

dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain cenderung

lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain

d. Makna nyeri

Makna seseorang yang berkaitan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan

12
mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi

kesan ancaman, suatau kehilangan, hukuman dan tantangan.

e. Perhatian

Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan

nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan ( distraksi ) dihubungkan

dengan respons nyeri yang menurun

f. Ansietas

Ansietas seringkali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak

jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di

sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang

percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan

mengalami peurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi

nyeri mereka.

g. Keletihan

Keletihan/kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan persepsi

nyeri. Rasa kelelahan akan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan

menurunkan kemampuan koping.

h. Pengalaman sebelumnya

Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan

kepekaannya terhadap nyeri. Apabila individu sejak lama sering mengalami

serangkaian nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat maka

ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Dan, apabila individu mengalami

nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut

13
dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk

menginterprestasikan sensasi nyeri akibanya, klien akan lebih siap untuk

melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri

i. Gaya koping

Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan, baik sebagian maupun

keseluruhan/total. Sumber-sumber seperti berkomunikasi dengan keluarga

pendukung melakukan latihan, atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana

asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan mengurangi nyeri sampai

tingkat tertentu

j. Dukungan keluarga dan sosial

Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran

orangorang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien. Individu

yang mengalamai nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman

dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri

tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan

kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada keluarga atau teman seringkali

pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat

penting bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri

7. Penenilaian Respon Intensitas Nyeri

Intesitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual, serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuraan nyeri dengan pendekatan

objektif yang paling mungkin dilakukan adalah melalui respon fisiologi tubuh

14
terhadap nyeri itu sendri. Penilaian nyeri akut pada post operasi apendiktomi sama

dengan nyeri pada umum nya .Penilaian terhadap intensitas nyeri dapat dilakukan

dengan menggunakan skala yaitu : Skala Penilaian Numerik

Penilaian nyeri menggunakan skala penilaian Numerical Rating Scale ( NRS)

lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini efektif untuk digunakkan

saat mengkaji intesitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi terapeutik.

Gambar 1 Skala Penilaian Numerik

Keterangan :

0 : tidak nyeri

1-3 : nyeri ringan ( secara objektif mampu berkomunikasi dengan baik)

4-6 : nyeri sedang secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat

mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : nyeri berat secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapinmasih respon terhadap tindakan dapat menunjukan lokasi

nyeri, dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan posisi alih

napas panjang dan distrkasi.

10 : Pasien sudah tidak mampu berkomunikasi, memukul.

15
C. Asuhan Keperawatan Pada Post Operasi Apendisitis Dengan Nyeri Akut

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, untuk mengidentifikasi,

mengenal masalah kebutuhan kesehatan, keperawatan pasien baik fisik, mental,

sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Pada klien dengan nyeri akut dalam

kategori fisiologis dengan subkategori nyeri dan kenyamanan, perawat harus

mengkaji data mayor dan minor yang tercantum dalam buku Standar Diagnosa

Keperawatan Indonesia (2017). Tanda dan gejala mayor diantaranya yaitu

subyektif (mengeluh nyeri), obyektif (tampak meringis , bersikap protektif,

(mis.waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit

tidur). Tanda dan gejala minor diantaranya yaitu obyektif (tekanan darah

meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu,

menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung aktual maupun potensial. (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan memiliki 3 kriteria yaitu P (problem) merupakan label

diagnosis keperawatan yang menggambarkan inti dari respon pasien dengan

kondisi kesehatan atau proses kehidupannya, E (etiology) yang merupakan

faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan status kesehatan, S (sign/symptom)

yang merupakan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium

prosedur diagnostik dan anamnesa (Tarwoto, 2015).

16
Penelitian ini memfokuskan diagnosa keperawatan nyeri akut. Diagnosa

keperawatannya jika diuraikan dalam PES, maka akan menjadi P (problem): nyeri

akut. E (etiologi): agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma),

agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera fisik

(mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,

trauma, latihan fisik berlebihan). S (sign/symtom): mengeluh nyeri, tampak

meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, poisi menghindari nyeri), gelisah,

frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas

berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus

pada diri sendiri, diaforesis (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Tabel 1
Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Dengan Nyeri
Akut

Problem Etiologi Symptom


1 2 3
Nyeri akut Agen pencendera : fisik Gejala dan tanda mayor
(Prosedur operasi) Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis,
bersikap protektif (misalnya
waspada, posisi menghindari
nyeri), gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tekanan darah
meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri

Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagonosis Keperawatan Indonesia, 2016

17
3. Perencanaan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang diharapkan. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018a) Selama

perencanaan dibuat prioritas dengan kolaborasi pasien dan keluarga, konsultasi

tim kesehatan lain, modifikasi asuhan keperawatan dan catat informasi yang

relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan pasien dan penatalaksanaan

klinik. Tujuan dan kriteria hasil untuk masalah nyeri akut mengacu pada standar

luaran keperawatan indonesia mengenai aspek-aspek yang dapat diobservasi

meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai

respons terhadap intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :

Tabel 2
Perencanaan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Dengan Nyeri
Akut
Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
1 2 3
Nyeri Akut berhubungan 1. Tingkat nyeri menurun Manajemen nyeri
dengan agen pencedera Dengan kriteria hasil : a Observasi :
fisik (prosedur operasi) a. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
ditandai dengan menurun karakteristik, durasi,
mengeluh nyeri, tampak b. Meringis menurun frekuensi, kualitas,
meringis, bersikap c. Tidak bersikap intensitas nyeri
protektif (misalnya protektif 2. Identifikasi respon
waspada, posisi d. Tidak gelisah nyeri non verbal
menghindari nyeri), e. Kesulitan tidur 3. Identifikasi faktor yang
gelisah, frekuensi nadi menurun memperberat dan
meningkat, sulit tidur, f. Frekuensi nadi memperingan nyeri
tekanan darah meningkat, membaik 4. Identifikasi
pola napas berubah, nafsu g. Melaporkan nyeri pengetahuan dan
makan berubah, proses terkontrol keyakinan nyeri
berpikir terganggu, h. Kemampuan 5. Identifikasi pengaruh
menarik diri mengenali onset budaya terhadap
nyeri meningkat respon nyeri

18
i. Kemampuan 6. Identifikasi pengaruh
mengenali nyeri terhadap kualitas
penyebab nyeri 7. Monitor keberhasilan
meningkat terapi komplementer
j. Kemampuan yang sudah diberikan
menggunakan 8. Monitor efek samping
teknik non penggunaan analgetik
farmakologis b. Terapeutik :
meningkat 1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(misalnya akupresure,
terapi pijat, kompres
hangat/dingin).
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur)
D. Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
E. Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik

Sumber : (Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan
Indonesia) & (Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan komponen keempat dari proses keperawatan setelah

merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi keperawatan merupakan

bagian dari proses keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai

tujuan dan hasil yang diperkirakan dalam asuhan keperawatan dilakukan dan

19
diselesaikan (Potter & Perry, 2010). Terdapat berbagai tindakan yang bisa

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi lebih ditujukkan pada

upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan, upaya pemberian informasi

yang akurat, upaya mempertahankan kesejahteraan, upaya tindakan peredaan

nyeri non farmakologis, dan pemberian terapi non-farmakologis. (Andarmoyo,

2013). Pelaksanaan implementasi nyeri akut (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

meliputi :

a. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri

b. Mengidentifikasi lokasi nyeri

c. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal

d. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

e. Mengidentifikasi pengetahuan dan keyakinan nyeri

f. Mengidentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

g. Mengidentifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup

h. Memonitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan

i. Memonitor efek samping penggunaan analgetik

j. Memberikan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya

akupresure, terapi pijat, kompres hangat/dingin)

k. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya suhu ruangan,

pencahayaan, dan kebisingan)

l. Memfasilitasi istirahat dan tidur)

m. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

n. Mengkolaborasikan pemberian analgesik

20
5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi

keperawatan ialah evaluasi yang dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif

dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon (jangka panjang)

terhadap tujuan, dengan kata lain, bagaimana penilaian terhadap perkembangan

kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi formatif atau

disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera

timbul setelah intervensi keperawatan di lakukan.

Evaluasi keperawatan menurut Barbara (2010) menggunakan metode SOAP.

Metode SOAP ini merupakan salah satu metode yang terdiri dari S (subjektif)

yaitu informasi berupa ungkapan atau perasaan yang didapat dari pasien setelah

tindakan diberikan. O (objektif) yaitu informasi berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A

(assesment) yaitu membandingkan antara data subjektif dan data objektif yang

diperoleh dengan tujuan dan kriteria hasil pada intervensi keperawatan

sebelumnya kemudian diambil kesimpulan apakah masalah teratasi atau tidak. P

(planning) yaitu rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan

hasil analisa (Tarwoto, 2015).

Evaluasi keperawatan untuk nyeri akut diuraikan dalam SOAP maka akan

menjadi S (subjektif) : pasien mengatakan rasa nyeri mulai menurun. O (objektif)

: meringis menurun ( skala 5), sikap protektif menurun (skala 5), gelisah menurun

(skala 5), kesulitan tidur menurun (skala 5), menarik diri menurun (skala 5),

berfokus pada diri sendiri menurun (skala 5), diaforesis menurun (skala 5),

21
perasaan depresi menurun (skala 5), perasaan takut mengalami cedera berulang

menurun (skala 5), anoreksia menurun (skala 5), perineum terasa tertekan

menurun (skala 5), uterus teraba membulat menurun (skala 5), ketegangan otot

menurun (skala 5), pupil dilatasi menurun (skala 5), muntah menurun (skala 5),

mual menurun (skala 5), pola napas membaik (skala 5), tekananan darah membaik

(skala 5), proses berfikir membaik (skala 5). A (asessment) : masalah bisa teratasi

bisa tidak. P (planning) : menyesuaikan dengan rencana keperawatan.

22

Anda mungkin juga menyukai