Anda di halaman 1dari 4

Nama : Jasmin Surkomala Putri

Kelas : B

NIM : P07121124057

Empat pilar kebangsaan

Sejarah Perkembangan Ideologi Pancasila dari Masa Ke Masa

1. Ideologi Pancasila Pada Zaman Orde Lama

Pada masa orde lama, Pancasila masih dalam tahap dibangun untuk dijadikan keyakinan sekaligus
ciri khas bangsa Indonesia. Presiden Soekarno yang mengusung konsep Pancasila menyatakan meski
berasal dari mitologi yang belum jelas, tetap saja dapat membimbing masyarakat Indonesia menuju
kesejahteraan. Pada masa ini perkembangan Pancasila dipengaruhi oleh berbagai kondisi dan situasi
di dunia yang masih dilanda kekacauan. Masa orde lama merupakan masa pencarian bentuk
Pancasila terutama pengaruhnya terhadap kehidupan bernegara.

2. Ideologi Pancasila Pada Zaman Orde baru

Pada masa ini gejolak politik di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Dimulai dengan pecahnya
peristiwa G 30 S/PKI. Kemudian peristiwa dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
pada tahun 1966. Walaupun pemerintahan orde baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai
ideologi negara, pelaksanaannya pada tahun-tahun berikutnya ternyata malah keluar dari jalur.
Banyak dari kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan nilai-nilai dalam Pancasila.

Pada masa orde baru terdapat beberapa tindakan pemerintah yang keluar dari nilai-nilai Pancasila,
antara lain :

a. Kekuasaan presiden yang dilanggengkan hingga 32 tahun lamanya.


b. Adanya penafsiran sepihak Pancasila lewat program p4.
c. Ada penindasan terhadap gagasan atau hasil pemikiran secara sepihak, hingga orang-orang
takut mengeluarkan pendapatnya
d. Ada penindasan dalam bentuk fisik seperti yang terjadi di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya, dan
lainnya.
e. Adanya diskriminasi terhadap masyarakat non pribumi, juga kelompok yang minoritas.

3. Ideologi Pancasila Pada Masa Reformasi

Yang dimaksud reformasi adalah sebuah kegiatan menata ulang, memformat ulang, atau menata
kembali segala hal yang dianggap keluar jalur, dan dikondisikan agar kembali pada bentuk yang
sebenarnya, sesuai dengan tujuan asalnya. Reformasi bisa juga diartikan sebagai pembaruan untuk
menuju hal yang lebih baik lagi dan sesuai dengan harapan.

Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk dapat melakukan reformasi atau pembaruan,
yaitu :

a) Terdapat penyimpangan.
b) Harus mengacu pada sebuah struktur kerangka tertentu.
c) Reformasi harus dapat mengembalikan sistem pada dasar negara demokrasi.
d) Reformasi harus berupaya dilakukan untuk hal yang lebih baik.
e) Reformasi harus berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menjamin persatuan
bangsa.

Adapun tujuan dilakukannya reformasi adalah sebagai berikut ini :

 Untuk melakukan perubahan yang bertahap demi menemukan pembaruan nilai-nilai dalam
kehidupan bernegara.
 Untuk melakukan penataan terhadap seluruh struktur kenegaraan termasuk hukum dan
undang-undang yang menyimpang dari tujuan.
 Untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi,
sosial budaya, juga pertahanan keamanan.
 Meniadakan segala kegiatan dan kebiasaan dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan
reformasi, seperti KKN, kekuasaan yang otoriter, penyimpangan dan penyelewengan lainnya.

Pancasila sebagai ideologi negara

telah melewati beberapa fase perkembangan. Walaupun dipertahankan, Pancasila beberapa kali
mengalami penyelewengan dalam praktiknya. Namun akar nilai-nilai Pancasila terlalu kuat sehingga
masih dapat bertahan hingga kini. Pancasila sebagai pedoman hidup akan tetap menjadi acuan
masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan bernegara.

Tantangan, Hambatan dan Solusi.

“Pancasila bukan hanya ideologi bagi rakyat Indonesia, tapi juga budaya, falsafah hidup, juga sebagai
cita hukum atau dasar negara yang tertanam dalam jiwa masyarakat Indonesia dan tidak dapat
dilepaskan dalam kehidupan berbangsa,” ungkap Wetik. Lebih lanjut Wetik menyampaikan bahwa
budaya Pancasila yang digali dari bumi kita, harus disosialisasikan untuk dibumikan kembali ke bumi
nusantara.

Wetik juga menyampaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen, haruslah memiliki
visi yang sama sebagai bangsa, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Sebagaimana
tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Visi ini dapat tercapai bila negara
menjalankan fungsinya yang tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang disepakati bersama. Nilai-
nilai yang ada pada setiap bangsa Indonesia, yang tidak lain adalah Pancasila dengan berbagai
instrumennya. Wetik berharap, Pancasila dapat diajarkan kepada masyarakat secara baik sehingga
menjadi perilaku sehari-hari yang membudaya, terutama pada generasi muda.

UUD 1945 Sebagai konstitusi negara

Paham konsititualisme

Konstitusionalisme adalah suatu konsep atau gagasan yang berpendapat bahwa kekuasaan
pemerintah perlu dibatasi, agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang atau otoriter. Ide
konstitusionalisme ini kemudian diadopsi oleh para Founding Fathers Amerika Serikat sebagai dasar
mereka merumuskan dasar negara yang demokratis
SEJARAH KONSTITUSI

Sebenarnya. Konstitusi (constitution) berbeda dengan Undang-Undang Dasar (Grundgezets),


dikarenakan suatu kekhilafan dalam pandangan orang mengenai konstitusi pada negara-negara
modern sehingga pengertian konstitusi itu kemudian disamakan dengan Undang-Undang Dasar.
Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan
hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Begitu
besar pengaruh faham kodifikasi, sehingga setiap peraturan hukum karena penting itu harus ditulis,
dan konstitusi yang ditulis itu adalah Undang-Undang Dasar.

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :

1) Konstitusi tertulis dan

2) Konstitusi tak tertulis.

Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar (UUD) yang
pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja
berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.

Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan
Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua
hak asasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen, baik
dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta yang berasal dari
tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan mengenai
kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan
masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.

Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan jenis-
jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-lembaga
negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian
dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.

Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu, salah
satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu terbagi
dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan itu adalah :

 Kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif)


 Kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif)
 Kekuasaan kehakiman (yudikatif).

Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam konstitusi
dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee. Ia membagi
kekuasaan menjadi empat macam yaitu :

 Pemerintahan (bestuur)
 Perundang-undangan
 Kepolisian
 Pengadilan.
Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi
dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya
kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu
memaksa untuk melaksanakan hukum.

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung
gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis kekuasaan
negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan untuk memeriksa keuangan
negara serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.

Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas enam dan
masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lembaga tersendiri yaitu:

 Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)


 Kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
 Kekuasaan kehakiman (yudikatif)
 Kekuasaan kepolisian
 Kekuasaan kejaksaan
 Kekuasaan memeriksa keuangan negara

Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal
mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki sifat yang lebih stabil
dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan
negara juga diatur dalam konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa
perubahan yang besar terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang
demokratis berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.

Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu hal yang
tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara yang diatur dalam
konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu,
konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang
kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar
aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun
keinginan dari sekelompok orang belaka.

Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek ketatanegaraan di dunia
dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah bahwa apabila suatu konstitusi diubah,
maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi).
Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu
konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut
merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut
merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.

Anda mungkin juga menyukai