Anda di halaman 1dari 12

Abstrak

Estimasi Interval PostMortem sangat penting dalam melakukan investigasi


forensik. Seiring berjalannya waktu, tidak ada laporan yang menggunakan metode
spektroskopi dalam jaringan adiposa yang tersedia. Reflektansi total atenuasi fourier
transforminfrared (ATR-FTIR) spektroskopi digunakan untuk mengumpulkan informasi
biokimia komprehensif dari jaringan adiposa manusia secara in vitro pada waktu yang
berbeda. Tikus digunakan sebagai contoh pada eksperimen in vivo untuk penelitian yang
lebih terperinci mengenai PMI. Model PLS digunakan untuk estimasi PMI berdasarkan
spektral yang diperoleh dari dataset sampel tikus. Variabel spektral yang terkait dengan
C=O didapatkan dari lipid dan asam lemak bebas yang rentan terhadap PMI. Model PLS
juga digunakan untuk mencapai kesalahan prediksi cross validation selama 1,87 hari.
Penelitian ini menggunakan metode ATR-FTIR dalam estimasi PMI dengan
menggunakan jaringan adiposa

Pendahuluan
Estimasi interval postmortem (PMI), juga dikenal sebagai waktu saat kematian,
sangat penting dalam penyelidikan forensik. Dalam kasus forensik harian, Estimasi
interval postmortem (PMI) dapat membantu ahli patologi forensik memverifikasi
pernyataan saksi, mempersempit ruang lingkup pencarian, atau bahkan memandu arah
investigasi. Berbagai metode telah digali oleh para sarjana forensik untuk mencapai
tujuan ini.
Metode tradisional termasuk pemeriksaan algor mortis, rigor mortis, livor mortis,
dan kondisi pertumbuhan serangga setelah kematian. Banyak metode baru fokus pada
postmortem perubahan indeks kimia dan biomolekul, seperti degradasi DNA, RNA,
protein, dan variasi postmortem mikroorganisme. Namun, sebagian besar metode baru
memerlukan proses yang kompleks untuk menganalisis forensik sampel, dan instrumen
yang dibutuhkan mahal dan memakan waktu. Oleh karena itu, penggunaan pretreatment
sederhana untuk memperkirakan PMI akan cukup bermanfaat dalam pekerjaan forensic
sehari-hari.
Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy merupakan metode analisis
sensitive sangat tinggi untuk identifikasi sampel komposisi molekul
biologis dengan deteksi getaran ikatan kimia. Oleh karena itu
keuntungannya tidak merusak, cepat, portabel, dan baik untuk digunakan.
FTIR telah banyak digunakan dalam investigasi forensik untuk menganalisis sidik jari,
tinta, serat, rambut dan residu tembakan ditemukan di TKP. Selain itu, FTIR dapat
diterapkan menganalisis sampel biologis, termasuk komponen makromolekul organik
seperti protein, karbohidrat, lipid, dan
asam nukleat. Ketika organ dan jaringan menurun secara bertahap setelah
kematian, komponen jaringan berubah
dari waktu ke waktu, dan fenomena ini dapat digunakan dalam spektral data seperti
penurunan intensitas puncak dan area. Kombinasi dengan kemometrik lebih banyak
informasi yang diperoleh dan lebih tepat untuk memperkirakan estimasi interval
postmortem.
Penulis sebelumnya telah menunjukkan kegunaan FTIR untuk studi perubahan
biokimia dalam organ dan cairan biologis, dan beberapa karakteristik intensitas puncak
dan area terbukti berkorelasi dengan estimasi interval postmortem. Petimbangan bahwa
sebagian besar jaringan rentan terhadap degradasi dan gangguan mikroba, ada banyak
keterbatasan untuk estimasi interval postmortem secara akurat untuk tetap dalam kondisi
pembusukan tinggi. Yan et al. menemukan bahwa komposisi
adipocere berbeda pada berbagai titik waktu, yang dapat diterapkan untuk estimasi
interval postmotem dalam kasus tertentu. Degradasi lipid relatif lambat dan dapat
diterapkan untuk estimasi interval postmortem yang lebih lama. Selain itu, jaringan
adiposa dekat dengan permukaan tubuh dan dapat diperoleh melalui sayatan kecil,
bahkan tanpa melakukan otopsi forensik, dan mungkin merupakan sampel yang tepat
untuk memperkirakan estimasi interval post mortem dari sisa-sisa yang terurai. Jadi,
dalam pekerjaan ini, kami menggunakan FTIR yang digabungkan dengan kemometrik
untuk mendeteksi proses dekomposisi jaringan adiposa.
BAHAN DAN METODE
Persiapan sampel manusia
Informed consent diperoleh dari kerabat semua orang yang meninggal dalam
penelitian ini, dan harus ditekankan bahwa semua prosedur dalam penelitian ini
mematuhi persyaratan hukum setempat dan pedoman kelembagaan dan telah disetujui
dan diawasi oleh Komite Etik Xi'an Jiaotong Universitas. Sebanyak delapan jaringan
adiposa subkutan perut dikumpulkan dari delapan manusia: dua yang sudah terurai dan
enam relatif segar, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk setiap kasus, setelah
sayatan longitudinal dari seluruh dinding perut selama otopsi, sekitar 4 cm × 4 cm kulit
dengan lapisan lemak subkutan penuh terputus dari atas daerah pusar. Kemudian
spesimen disimpan dalam gelas ukur 100 mL dan ditempatkan di ruang yang dikontrol
secara lingkungan dengan suhu konstan 25 ° C ± 1 ° C dan kelembaban relatif 50% ±
5%. Kemudian, sekitar 0,5 cm × 0,5 cm × 0,5 cm jaringan adiposa dari setiap sampel
setiap 2 hari selama 2 minggu berikutnya. Untuk mendapatkan gambar spektral yang
stabil, sebelumnya dilakukan pengukuran sampel: semua tabung jaringan adiposa
dengan ultrasonik selama 15 detik dan disentrifugasi pada suhu 4 ° C dan 3000 rpm
selama 3 menit, dan supernatan diperoleh dan kemudian dibekukan pada - 80 ° C hingga
analisis FTIR.
Persiapan sampel hewan

Tikus jantan (n = 121, berat 24-26 g), dibeli dari Pusat Hewan Universitas Xi'an
Jiaotong, dibius dengan 0,1 ml / 10 g 4% chloral hydrate melalui perut, dan kemudian
dengan dislokasi serviks. Semua percobaan hewan dalam penelitian ini secara khusus
disetujui dan diawasi oleh Komite Perawatan dan Penggunaan Hewan Laboratorium
Universitas Xi’an Jiaotong. Kadaver disimpan pada suhu sekitar 25 ° C ± 1 ° C dan
kelembaban relatif 50% ± 5% dalam ruang. Sampel jaringan adiposa dari 121 tikus
diambil pada 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 14 hari (11 sampel untuk setiap titik waktu,
delapan untuk satu set kalibrasi, dan tiga untuk suatu set prediksi). Semua sampel
jaringan adiposa dikumpulkan dari daerah inguinal. Karena tikus tidak memiliki cukup
lemak dalam jaringan adiposa, semua sampel secara ultrasonik selama 15 detik, dan 100
μL petroleum eter ditambahkan untuk memurnikan
lipid dalam jaringan adiposa. Selain itu, harus dicatat bahwa kerapuhan eter minyak
bumi tidak boleh mempengaruhi spektral
pengumpulan data. Kemudian sampel disentrifugasi pada 4 ° C dan 3000 rpm selama 3
menit dan supernatan terutama terkandung dalam jaringan adiposa untuk analisis FTIR.

Pengukuran fourier transform infrared (FTIR)

FTIR dikumpulkan oleh Thermo Nicolet-IS50 FTIR (Thermo Electron Scientific


Instruments Corp, WI, USA) digabungkan dengan berlian attenuated total reflectance
(ATR) aksesori, dan balok splitter KBr digunakan untuk akuisisi spektral. Paket
perangkat lunak analisis spektrum inframerah OMNIC versi 8.2 (Thermo Nicolet
Analytical Instruments, WI, USA) digunakan untuk menganalisis spektrum dan
merekam data. Tiga supernatan 1 μL dari masing-masing sampel ditambahkan pada
kristal berlian ATR. Untuk memastikan reproduktifitas spektral dan menilai ketelitian
analisis, setiap tetes supernatan terdeteksi dan dicatat tiga kali. Parameter pengumpulan
spektral diatur ke frekuensi mulai dari 4000 hingga 400 cm -1 dengan resolusi 4 cm-1 dan
32 scan
Total Atenuasi Reflektansi-Transformasi Analisis Spektral Dan Pretreatment
Fourier Infrared

9 dari masing-masing sampel mereplikasi spektrum yang diperoleh untuk dataset


treatment. Untuk mengurangi variasi yang sistematis, peneliti menggunakan metode
bervariasi (SNV) standard normal variate untuk menormalkan spectrum. (PLS) partial
least squares adalah pendekatan model populer untuk mendapatkan data di berbagai
bidang dengan tujuan menemukan faktor laten variabel (LVs) dengan memaksimalkan
jumlah variasi yang dijelaskan dalam X untuk memprediksi respon Y dan hubungan
model linear antara X dan Y seperti data spektral dan nilai PMI dalam penelitian ini

Hasil dan diskusi


Analisis spektrum visual sampel manusia
Analisis spektral visual sampel manusia gambar 1 menunjukkan sampel awal
SNV ATR-FTIR pada 0 dan 6 hari dalam kisaran 4000-400 cm -1. Tanda pada band
ditunjukkan pada Tabel 2. Spektra memiliki C – H yang kuat antara 3050 dan 2850 cm -1.
Band terpisah pada 2922 dan 2852 cm-1 sesuai dengan peregangan C – H asimetris
(CH2) dan peregangan C – H simetris, masing-masing dengan puncak yang lemah pada
3008 cm-1 disebabkan oleh peregangan C – H asimetris (= C – H). Dibandingkan dengan
spektrum pada 0 hari, spektrum pada 6 hari menunjukkan 1711 cm -1, yang dikenal
sebagai daerah signifikan untuk asam lemak bebas. Kami menganggap bahwa ini
mungkin puncak karakteristik yang terkait dengan estimasi interval postmortem . Pada
1465 cm-1 ditetapkan untuk memutuskan CH2 dari rantai asil lipid dan rentang frekuensi
1159-1174 cm-1 hasil dari peregangan getaran karbohidrat. Wilayah spektral antara 1120
dan 1050 cm-1 memiliki dua puncak lemah dari RNA yang disebabkan oleh peregangan
C – O pada 1117 cm-1 dan PO2 - peregangan simetris pada 1089 cm-1.
Waktu puncak pada 1711 cm-1 pertama kali muncul (T1711) dalam 8 sampel
selama 2 minggu tercantum dalam Tabel 1. Kami menemukan bahwa T1711 sampel 1
dan sampel 7 masing-masing adalah 6 dan 8 hari, yang jauh lebih sedikit daripada
sampel lain dan karakteristik umum keduanya adalah bahwa mereka berada dalam
keadaan pembusukan tinggi dengan estimasi interval postmortem lebih lama. Estimasi
interval postmortem dalam kedua kasus tidak dapat sepenuhnya ditentukan karena
kurangnya informasi di tempat. Tidak termasuk dua kasus yang sangat terurai, T1711
dari sampel 2 dan sampel 6 keduanya 10 hari. Estimasi interval postmortem dari dua
sampel ini lebih panjang dari pada sampel lainnya. Temuan ini lebih jauh
mengkonfirmasi relevansi puncak pada 1711 cm-1.
Penelitian telah membuktikan bahwa jaringan adiposa tubuh sebagian besar
terdiri dari lipid, dimana 90% - 99% adalah trigliserida yang dihidrolisis oleh jaringan
intrinsic lipase setelah kematian untuk menghasilkan campuran asam lemak jenuh dan
tidak jenuh. [21] Pada penelitian Swann et al asam lemak dapat dideteksi dengan metode
kromatografi spektrometri massa dalam cairan yang dikeluarkan selama dekomposisi
dan komponen asam lemak berkorelasi dengan estimasi interval postmortem. Kami
menemukan bahwa asam lemak bebas juga dapat dideteksi oleh ATR-FTIR dalam
jaringan adiposa. Asam lemak bebas yang dihasilkan dari penguraian lipid berkorelasi
dengan estimasi interval postmortem. Menurut penelitian pendahuluan pada sampel
manusia in vitro. Namun, kondisi in vitro sangat berbeda dengan in vivo. Karena
kurangnya penelitian terus menerus tentang penguraian lipid, kami mempelajari tikus
untuk memverifikasi temuan pada sampel manusia dan untuk membangun model yang
sesuai untuk memperkirakan estimasi interval postmortem.
Analisis spectrum visual sampel tikus
Kami hanya menggunakan spektrum pada 3050–2800 cm-1 dan 1800–400 cm-1,
yang berisi getaran frekuensi dasar penyerap energi dari sebagian besar biomolekul
untuk analisis lebih lanjut untuk mengurangi gangguan dari kebisingan. Gambar 2
menunjukkan spektra rata-rata setelah pawal perawatan dengan SNV dari setiap
kelompok estimasi interval postmortem dan perbandingan. Pada gambar 2 yang terlihat
berubah adalah pada 1743 dan 1711 cm-1 , dan intensitas 1743 cm-1 menurun dari waktu
ke waktu, sementara 1711 cm-1 meningkat pada awalnya dan kemudian menurun. Nilai
tertinggi yang terkait dengan = C – H pada 3008 cm-1 menunjukkan peningkatan
intensitas, sedangkan nilai tertinggi yang terkait dengan getaran CH2 pada 2922 dan
2852 cm-1 mengalami peningkatan kemudian menurun. Kami percaya bahwa perubahan
dalam spektrum ini dihasilkan dari hidrolisis trigliserid yang mengurangi kandungan
lipid dan meningkatkan kandungan asam lemak bebas dan dengan peningkatan estimasi
interval postmortem, asam lemak bebas tersebar dari jaringan adiposa dan menjadi
bagian dari produk degradasi.
Selanjutnya, kita dapat menentukan bahwa waktu ketika nilai pada 1711 cm -1
pertama kali muncul adalah pada hari ke-4 pada 25 ° C ± 1 ° C dan kelembaban relatif
50% ± 5%. Variasi spektrum pada karakteristik konsisten dengan sampel manusia in
vitro. Perbedaannya adalah bahwa nilai tertinggi karakteristik pada sampel tikus in vivo
muncul lebih awal daripada pada sampel manusia in vitro. . Kami mempertimbangkan
jaringan adiposa in vivo terdegradasi dengan cara yang sama seperti in vitro, tetapi
terjadi lebih cepat, karena kandungan lebih banyak pada enzim dan air. Nilai tertinggi
pada 1159-1174 cm-1, yang mewakili karbohidrat dan berhubungan dengan RNA pada
1117 dan 1089 cm-1 berkurang.
Pada langkah berikutnya, peneliti menerapkan metode chemometrik untuk
menjelaskan informasi dataset spektral untuk membuat model estimasi PMI. Gambar 3
menunjukkan hasil yang relative memuaskan (Rcv2 = 0.80, Rp2 = 0.80; RMSECV = 1.78
hari dari model PLS dengan 4 LVs. Selain itu, peneliti menghitung variabel dalam nilai
proyeksi (VIP) untuk semua variabel spectral untuk menghitung model PLS. sedangkan
gambar 4 menunjukkan nilai tertinggi pada skor VIP dengan hasil 1743 dan 1711 cm-1
pada getaran lipid dan asam lemak bebas dengan ikatan C=O diikuti oleh getaran C-O
dari karbohidrat.

Sementara itu, asimetris peregangan dari pemutusan ikatan CH2 dan amida II
tidak mempengaruhi variabel. Nilai VIP menunjukkan bahwa proses degradasi
trigliserida dalam asam lemak relative biasa dan memiliki kecenderungan yang stabil
dann penting untuk memperkirakan PMI. Dalam penelitian in vivo dengan
menggunakan sampel tikus, peneliti menemukan bahwa perubahan postmortem secara
konsisten terjadi pada jaringan adipose manusia secara in vitro. Penelitian ini sangat
penting saat penyelidikan untuk menentukan waktu kematian.
Perubahan jaringan adipose diamati selama 4 hari, dan dibandingkan dengan
aturan dari degradasi jaringan lain. Sedangkan untuk jaringan hati dan limpa yang
mengandung protein diamati selama 5 hari (tidak boleh lebih dari 6 hari) karena jaringan
yang memiliki protein di dalamnya, mudah terpengaruhi oleh mikroba yang dapat
mengganggu hasil penelitian jika lebih dari 6 hari. Wang et al mengumpulkan data
spectral plasma dan menetapkan model untuk memperkirakan PMI selama 2 hari dengan
menerapkan kemomotriks yang mencapai hasil Rcv2 = 0.91, Rp2 = 0.85, RMSECV = 4.76
h, RMSEP = 5.31 h) dengan hasil yang tertinggi R 2. Peneliti menyimpulkan bahwa
jaringan yang kaya akann protein memiliki korelasi yang lebih baik dengan waktu
kematian dalam jangka pendek.

Gambar 3. Hasil prediksi dan cross validasi dari model PLS dengan
menggunakan spectral variabel antara 3050-2800cm-1 dan 1800-400cm-1
Gambar 4. Gambaran plot dari kepentingan variabel pada nilai proyeksi dari
variabel spectral untuk membedakan model PLS

Seiring dengan keuntungan jaringan adiposa, penelitian spektroskopi saat ini


menunjukkan bahwa jaringan adiposa dapat menjadi media yang tepat untuk estimasi
interval postmortem dalam tubuh yang sangat terurai. Namun, estimasi interval
postmortem dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti suhu, kelembaban, dan penyebab
kematian. studi saat ini berfokus pada satu kondisi tunggal dan penerapan ruang lingkup
yang terbatas. Kondisi yang lebih kompleks dan dapat berubah dalam kasus forensik
nyata dapat mempengaruhi proses perubahan postmortem dari jaringan adiposa dan
menyebabkan kesalahan prediksi yang lebih besar. Oleh karena itu, dalam pekerjaan di
masa depan kita perlu mempelajari perubahan postmortem dari jaringan adiposa dalam
kondisi kompleks, menetapkan model yang sesuai, mengurangi kesalahan dan
beradaptasi dengan kebutuhan kerja.
KESIMPULAN

Spektroskopi ATR-FTIR diaplikasikan untuk memperoleh informasi biokimia dalam


jaringan adiposa sampel manusia in vitro untuk pertama kalinya dan kemudian
dilakukan tes in vivo pada tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa analisis FTIR dan
kemometrik berdasarkan perubahan biokimia dalam jaringan adiposa sangat ideal untuk
memperkirakan estimasi interval postmortem pada sisa yang sangat terurai.
Spektroskopi mencerminkan bahwa perubahan yang bergantung pada estimasi interval
postmortem dalam jaringan adiposa berasal dari proses hidrolisis lipid yang diatur waktu
menjadi asam lemak bebas dan molekul biologis lainnya seperti karbohidrat dan asam
nukleat yang juga memiliki efek kecil. Selain itu partial least square untuk memprediksi
estimasi interval postmortem yang menghasilkan hasil yang memuaskan. Singkatnya,
penelitian ini menunjukkan kelayakan menggunakan ATR-FTIR pada jaringan adiposa
untuk memperkirakan estimasi interval postmortem dan memberikan pendekatan baru
yang menjanjikan dalam adegan spesifik sisa- sisa yang sudah sangat terdekomposisi.

Anda mungkin juga menyukai