JR KLPK
JR KLPK
Pendahuluan
Estimasi interval postmortem (PMI), juga dikenal sebagai waktu saat kematian,
sangat penting dalam penyelidikan forensik. Dalam kasus forensik harian, Estimasi
interval postmortem (PMI) dapat membantu ahli patologi forensik memverifikasi
pernyataan saksi, mempersempit ruang lingkup pencarian, atau bahkan memandu arah
investigasi. Berbagai metode telah digali oleh para sarjana forensik untuk mencapai
tujuan ini.
Metode tradisional termasuk pemeriksaan algor mortis, rigor mortis, livor mortis,
dan kondisi pertumbuhan serangga setelah kematian. Banyak metode baru fokus pada
postmortem perubahan indeks kimia dan biomolekul, seperti degradasi DNA, RNA,
protein, dan variasi postmortem mikroorganisme. Namun, sebagian besar metode baru
memerlukan proses yang kompleks untuk menganalisis forensik sampel, dan instrumen
yang dibutuhkan mahal dan memakan waktu. Oleh karena itu, penggunaan pretreatment
sederhana untuk memperkirakan PMI akan cukup bermanfaat dalam pekerjaan forensic
sehari-hari.
Fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy merupakan metode analisis
sensitive sangat tinggi untuk identifikasi sampel komposisi molekul
biologis dengan deteksi getaran ikatan kimia. Oleh karena itu
keuntungannya tidak merusak, cepat, portabel, dan baik untuk digunakan.
FTIR telah banyak digunakan dalam investigasi forensik untuk menganalisis sidik jari,
tinta, serat, rambut dan residu tembakan ditemukan di TKP. Selain itu, FTIR dapat
diterapkan menganalisis sampel biologis, termasuk komponen makromolekul organik
seperti protein, karbohidrat, lipid, dan
asam nukleat. Ketika organ dan jaringan menurun secara bertahap setelah
kematian, komponen jaringan berubah
dari waktu ke waktu, dan fenomena ini dapat digunakan dalam spektral data seperti
penurunan intensitas puncak dan area. Kombinasi dengan kemometrik lebih banyak
informasi yang diperoleh dan lebih tepat untuk memperkirakan estimasi interval
postmortem.
Penulis sebelumnya telah menunjukkan kegunaan FTIR untuk studi perubahan
biokimia dalam organ dan cairan biologis, dan beberapa karakteristik intensitas puncak
dan area terbukti berkorelasi dengan estimasi interval postmortem. Petimbangan bahwa
sebagian besar jaringan rentan terhadap degradasi dan gangguan mikroba, ada banyak
keterbatasan untuk estimasi interval postmortem secara akurat untuk tetap dalam kondisi
pembusukan tinggi. Yan et al. menemukan bahwa komposisi
adipocere berbeda pada berbagai titik waktu, yang dapat diterapkan untuk estimasi
interval postmotem dalam kasus tertentu. Degradasi lipid relatif lambat dan dapat
diterapkan untuk estimasi interval postmortem yang lebih lama. Selain itu, jaringan
adiposa dekat dengan permukaan tubuh dan dapat diperoleh melalui sayatan kecil,
bahkan tanpa melakukan otopsi forensik, dan mungkin merupakan sampel yang tepat
untuk memperkirakan estimasi interval post mortem dari sisa-sisa yang terurai. Jadi,
dalam pekerjaan ini, kami menggunakan FTIR yang digabungkan dengan kemometrik
untuk mendeteksi proses dekomposisi jaringan adiposa.
BAHAN DAN METODE
Persiapan sampel manusia
Informed consent diperoleh dari kerabat semua orang yang meninggal dalam
penelitian ini, dan harus ditekankan bahwa semua prosedur dalam penelitian ini
mematuhi persyaratan hukum setempat dan pedoman kelembagaan dan telah disetujui
dan diawasi oleh Komite Etik Xi'an Jiaotong Universitas. Sebanyak delapan jaringan
adiposa subkutan perut dikumpulkan dari delapan manusia: dua yang sudah terurai dan
enam relatif segar, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Untuk setiap kasus, setelah
sayatan longitudinal dari seluruh dinding perut selama otopsi, sekitar 4 cm × 4 cm kulit
dengan lapisan lemak subkutan penuh terputus dari atas daerah pusar. Kemudian
spesimen disimpan dalam gelas ukur 100 mL dan ditempatkan di ruang yang dikontrol
secara lingkungan dengan suhu konstan 25 ° C ± 1 ° C dan kelembaban relatif 50% ±
5%. Kemudian, sekitar 0,5 cm × 0,5 cm × 0,5 cm jaringan adiposa dari setiap sampel
setiap 2 hari selama 2 minggu berikutnya. Untuk mendapatkan gambar spektral yang
stabil, sebelumnya dilakukan pengukuran sampel: semua tabung jaringan adiposa
dengan ultrasonik selama 15 detik dan disentrifugasi pada suhu 4 ° C dan 3000 rpm
selama 3 menit, dan supernatan diperoleh dan kemudian dibekukan pada - 80 ° C hingga
analisis FTIR.
Persiapan sampel hewan
Tikus jantan (n = 121, berat 24-26 g), dibeli dari Pusat Hewan Universitas Xi'an
Jiaotong, dibius dengan 0,1 ml / 10 g 4% chloral hydrate melalui perut, dan kemudian
dengan dislokasi serviks. Semua percobaan hewan dalam penelitian ini secara khusus
disetujui dan diawasi oleh Komite Perawatan dan Penggunaan Hewan Laboratorium
Universitas Xi’an Jiaotong. Kadaver disimpan pada suhu sekitar 25 ° C ± 1 ° C dan
kelembaban relatif 50% ± 5% dalam ruang. Sampel jaringan adiposa dari 121 tikus
diambil pada 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 14 hari (11 sampel untuk setiap titik waktu,
delapan untuk satu set kalibrasi, dan tiga untuk suatu set prediksi). Semua sampel
jaringan adiposa dikumpulkan dari daerah inguinal. Karena tikus tidak memiliki cukup
lemak dalam jaringan adiposa, semua sampel secara ultrasonik selama 15 detik, dan 100
μL petroleum eter ditambahkan untuk memurnikan
lipid dalam jaringan adiposa. Selain itu, harus dicatat bahwa kerapuhan eter minyak
bumi tidak boleh mempengaruhi spektral
pengumpulan data. Kemudian sampel disentrifugasi pada 4 ° C dan 3000 rpm selama 3
menit dan supernatan terutama terkandung dalam jaringan adiposa untuk analisis FTIR.
Sementara itu, asimetris peregangan dari pemutusan ikatan CH2 dan amida II
tidak mempengaruhi variabel. Nilai VIP menunjukkan bahwa proses degradasi
trigliserida dalam asam lemak relative biasa dan memiliki kecenderungan yang stabil
dann penting untuk memperkirakan PMI. Dalam penelitian in vivo dengan
menggunakan sampel tikus, peneliti menemukan bahwa perubahan postmortem secara
konsisten terjadi pada jaringan adipose manusia secara in vitro. Penelitian ini sangat
penting saat penyelidikan untuk menentukan waktu kematian.
Perubahan jaringan adipose diamati selama 4 hari, dan dibandingkan dengan
aturan dari degradasi jaringan lain. Sedangkan untuk jaringan hati dan limpa yang
mengandung protein diamati selama 5 hari (tidak boleh lebih dari 6 hari) karena jaringan
yang memiliki protein di dalamnya, mudah terpengaruhi oleh mikroba yang dapat
mengganggu hasil penelitian jika lebih dari 6 hari. Wang et al mengumpulkan data
spectral plasma dan menetapkan model untuk memperkirakan PMI selama 2 hari dengan
menerapkan kemomotriks yang mencapai hasil Rcv2 = 0.91, Rp2 = 0.85, RMSECV = 4.76
h, RMSEP = 5.31 h) dengan hasil yang tertinggi R 2. Peneliti menyimpulkan bahwa
jaringan yang kaya akann protein memiliki korelasi yang lebih baik dengan waktu
kematian dalam jangka pendek.
Gambar 3. Hasil prediksi dan cross validasi dari model PLS dengan
menggunakan spectral variabel antara 3050-2800cm-1 dan 1800-400cm-1
Gambar 4. Gambaran plot dari kepentingan variabel pada nilai proyeksi dari
variabel spectral untuk membedakan model PLS