Anda di halaman 1dari 7

Daftar Isi Lengkap

1. Bab 1: Pengantar Hukum Pidana – 2


A. Istilah “Hukum Pidana” Secara Luas – 5
B. Jenis Hukum Pidana – 6
C. Pembagian Hukum Pidana – 7
D. Sifat Hukum Pidana – 8
E. Sumber Hukum Pidana – 9
F. Sejarah Hukum Pidana Indonesia – 10
G. Fungsi Hukum Pidana – 16
H. Ilmu Hukum Pidana – 18
I. Ilmu Hukum Pidana dan Ilmu Bantu Hukum Pidana – 21

2. Bab 2: Berlakunya Hukum Pidana – 28


A. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu (tempus delicti) – 28
B. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat (locus delicti) – 33
i. Kasus 1: Kecelakaan Kapal Bahuga Jaya v Tangker Singapura – 33
ii. Pengertian Locus Delicti – 34
iii. Tori Locus Delicti – 34
C. Penerapan Teori Locus Delicti, Asas Berlakunya Undang-Undang Pidana Menurut
Tempat dalam Hukum Pidana Positif – 35
i. Asas Teritorial – 36
ii. Kasus 1: Kecelakaan Kapal Bahuga Jaya v Tangker Singapura (Analisa Perkara)
– 45
iii. Asas Kewarganegaraan (Nasional Aktif) – 46
iv. Kasus 2: Samuel Iwuchukwu Okoye dan Hansen Anthony Nwaolisa – 51
v. Asas Kewarganegaraan (Asas Kepentingan Nasional) – 54
vi. Asas Universal – 56
vii. Kasus 3: Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat v Abu Bakar Ba’asyir – 58
viii. Kasus 4: Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat v Pollycarpus Budihari Priyanto – 66

3. Bab 3: Asas Legalitas – 76


A. Sejarah dan Landasan Filsafati Asas Legalitas – 76
B. Definisi Asas Legalitas – 80
i. Kasus 5: Kejaksaan Negeri Yogyakarta v Ismayawati – 83
C. Makna Asas Legalitas – 85
D. Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Indonesia – 88
i. Perkembangan Asas Legalitas dalam KUHP Indonesia – 88
ii. Perkembangan Asas Legalitas dalam RKUHP Indonesia – 92
E. Asas Legalitas sebagai Kepastian Hukum – 94
F. Lex Temporis Delicti – 96
i. Kasus 6: Dugaan Suap Hakim Agung – 97
G. Asas Legalitas dalam Instrumen Internasional – 101
i. Asas Legalitas dalam Konvensi Amerika Tentang Hak Asasi Manusia – 102
ii. Asas Legalitas dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia – 102
iii. Asas Legalitas dalam Piagam Afrika Tentang Hak Asasi Manusia dan Hak
Penduduk – 103
iv. Asas Legalitas dalam Konvensi Eropa Hak-Hak Asasi dan Kebebasan-Kebebasan
Mendasar – 104
v. Asas Legalitas dalam Statuta Roma – 106
H. Pengaturan Asas Legalitas di Beberapa Negara dan Perkembangannya – 109
i. Republik Rakyat Cina (RRC) – 109
ii. Portugal – 109
iii. Jerman – 111
iv. Polandia – 111
v. Perancis – 111
vi. Republik Korea – 111
vii. Spanyol, Italia, Belgia, dan Hongaria – 112
viii. Kasus 7: Abilio Jose Osorio Soares v Pemerintah Negara Republik Indonesia –
112
ix. Kasus 8: Masykur Abdul Kadir v Pemerintah Negara Republik Indonesia – 124
I. Ketentuan Asas Legalitas Diluar KUHP – 128
i. Kasus 9: Uji Materil UU No 8 Tahun 1981 – 130

4. Bab 4: Kesalahan Dan Pertanggugjawaban Pidana – 140


A. Pendahuluan – 140
B. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana – 141
C. Mampu Bertanggung Jawab – 142
D. Kesalahan – 143
i. Kesengajaan (opzet) – 144
ii. Kealpaan (culpa) – 147
iii. Tidak Ada Alasan Pemaaf – 149
E. Alasan Penghapusan Pidana – 152
i. Daya Paksa Relatif (overmacht) – 152
ii. Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas (noodweer exces) – 152
iii. Menjalankan Perintah Jabatan yang Tidak Sah, Tetapi Terdakwa Mengira
Perintah Itu Sah – 153
iv. Kasus 10: Jaksa v Andi Als. Abu Bin Ripin – 155
v. Kasus 11: Jaksa v PT. Giri Jaladhi Wana – 156

5. Bab 5: Kausalitas – 162


A. Pengertian Kausalitas – 162
B. Jenis Delik yang Memerlukan Kausalitas – 163
i. Delik Materil – 164
ii. Delik yang Dikualifisir – 165
iii. Delik Omisi Tidak Murni – 165
iv. Delik Culpa – 167
v. Dolus Eventualitas – 168
C. Asas Rasionalitas dalam Penentuan Sebab – 169
D. Beberapa Teori Kausalitas – 170
i. Teori Conditio Sine Qua Non – 170
ii. Teori Individualisasi – 171
iii. Teori Generalisasi – 171
iv. Teori Adequate dari Treger – 172
E. Asas: Suatu Akibat Dapat Diduga Sebelumnya – 174
i. Kausalitas Alternatif (doppelkausalitat) – 174
ii. Kausalitas Hipotesis – 174
iii. Kausalitas Kumulatif/Teputus (uberholende kausalieit) – 175
F. Kausalitas dalam Praktek – 176
i. Kasus 12: Jaksa v dr. Setyaningrum – 177
ii. Kasus 13: Jaksa v PT. Pacifik Paint – 179

6. Bab 6: Pidana Dan Pemidanaan – 186


A. Pengertian Pidana dan Pemidanaan – 186
B. Teori Tujuan Pemidanaan – 190
i. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (vergeldingstheorien) – 192
ii. Teori Relatif (doeltheorien) – 193
iii. Teori Gabungan – 195
C. Tujuan Pemidanaan menurut RKUHP Nasional – 199
D. Jenis-Jenis Pidana – 202
i. Pidana Pokok, terdiri dari lima jenis pidana, yaitu: - 203
ii. Pidana Tambahan – 208
E. Jenis Pidana Menurut RKUHP Nasional – 210
F. Sistem Pemidanaan – 223
i. Single Track System – 223
ii. Double Track System – 223
7. Bab 7: Tindak Pidana – 228
A. Istilah – 228
B. Unsur-Unsur Tindak Pidana Dalam Arti Luas – 230
i. Contoh Kasus – 237
ii. Merumuskan Norma dalam Tindak Pidana – 239
iii. Penempatan Norma dan Sanksi – 241
iv. Jenis-Jenis Tindak Pidana (delict) – 241
C. Subjek Tindak Pidana (normandressaat) – 247
i. Unsur Tingkah Laku Manusia – 249
ii. Unsur Melawan Hukum – 249
iii. Kasus 14 – 256
iv. Kasus 15 – 263
v. Kasus 16 – 271
vi. Kasus 17 – 274
D. Unsur Kesalahan (verwijbaarheid) – 281

8. Bab 8: Alasan Penghapus Pidana – 288


A. Makna dan Pembagian Alasan Penghapus Pidana – 288
i. Makna Alasan Penghapus Pidana – 288
ii. Pembagian Alasan Penghapus Pidana – 290
B. Teori-Teori tentang Alasan Penghapus Pidana – 296
i. The Theory of Pointless Punishment – 299
ii. The Theory of Necessary Defence – 300
C. Alasan Pemaaf dan Contoh Kasus – 301
i. Pasal 44 KUHPidana (pelaku yang sakit/terganggu jiwanya) – 301
ii. Kasus 18 – 302
iii. Pasal 48 KUHPidana (perbuatan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa) – 309
iv. Kasus 19 – 310
v. Pasal 49 Ayat 2 KUHPidana (pembelaan diri yang melampaui batas) – 319
vi. Kasus 20 – 320
vii. Pasal 51 Ayat 2 KUHPidana (melakukan perintah jabatan yang tidak sah, tetapi
dianggap sah) – 327
viii. Kasus 21 – 328
D. Alasan Pembenar dan Contoh Kasusnya – 328
i. Pasal 49 Ayat 1 KUHPidana – 328
ii. Kasus 22 – 329
iii. Pasal 50 KUHPidana (melaksanakan peraturan perundang-undangan) – 342
iv. Kasus 23 – 343
v. Pasal 51 Ayat 1 KUHPidana (melakukan perintah jabatan yang sah) – 343
vi. Kasus 24 – 344

9. Bab 9: Gugurnya Hak Menuntut Dan Gugurnya Hukuman – 364


A. Gugurnya Hak Menuntut – 364
i. Kasus 25 – 371
B. Gugurnya Hukuman – 383

10. Bab 10: Percobaan – 392


A. Pengertian Percobaan – 392
i. Kasus 26 – 395
B. Dasar Pemidanaan Percobaan – 396
i. Teori Subyektif – 396
ii. Teori Obyektif – 397
iii. Teori Campuran – 397
C. Unsur-Unsur Percobaan – 398
i. Niat – 399
ii. Permulaan Pelaksanaan (begin van uitvoering) – 401
iii. Pelaksanaan Tidak Selesai Bukan Karena Kehendak Sendiri – 405
D. Percobaan Mampu dan Tidak Mampu – 409
E. Pemidanaan Terhadap Percobaan – 415

11. Bab 11: Penyertaan (deelneming) dan Pembantuan (medeplichtige) – 424


A. Penyertaan (deelneming) – 424
i. Pengertian – 424
ii. Bentuk-bentuk Penyertaan – 430
iii. Kasus 27: Jaksa v ASW – 454
iv. Kasus 28: Jaksa v RM – 473
B. Pembantuan (medeplichtige) – 479
i. Pengertian – 479
ii. Syarat-Syarat Pembantuan – 480
iii. Bentuk-Bentuk Pembantuan – 481
iv. Pertanggungjawaban Pidana Pembantuan – 484
v. Perbedaan antara Pembantuan dengan Bentuk Penyertaan Lainnya – 486
vi. Kasus 29: Jaksa v YL – 488
vii. Kasus 30: Jaksa v AZ – 499

12. Bab 12: Perbarengan Tindak Pidana (concursus) Dan Pengulangan Tindak Pidana
(recidive) – 526
A. Perbarengan Tindak Pidana – 526
i. Pengertian – 526
ii. Dasar Perhitungan Perbarengan – 527
iii. Kasus 31: Madoff – 528
iv. Perbarengan Tindak Pidana dalam KUHP dan RKUHP – 531
v. Bentuk-bentuk Perbarengan Tindak Pidana – 538
B. Perbuatan Berlanjut (voorgezette handeling) – 546
i. Pengertian – 546
ii. Syarat-Syarat – 547
iii. Perbuatan Berlanjut Dalam Tindak Pidana Korupsi – 550
C. Perbarengan Beberapa Perbuatan (meerdaadsche samenloop/concursus realis) – 551
i. Pengertian – 551
ii. Ancaman Pidana Sejenis dan Tidak Sejenis – 552
iii. Ancaman Pidana Mati – 553
iv. Kejahatan dan Pelanggaran – 554
v. Delik Tertinggal – 555
vi. Perbarengan Tindak Pidana dalam Praktik – 556
vii. Kasus 32: Jaksa v Liem Swan Thwan – 556
viii. Kasus 33: Jaksa v Erwin alias Ateng – 561
ix. Kasus 34: Jaksa v Tarmono Bin Brojo Utomo – 563
D. Recidive (Pengulangan) – 565
i. Kasus 35: Syarif Iskandar Al Kadrie v Mahkamah Agung – 576
ii. Kasus 36: Untung Edy Syahputra v PN. Bukit Tinggi – 579

13. Bab 13: Sistem Peradilan Pidana – 586


A. Pengantar – 596
B. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana – 591
C. Sifat Hukum Acara Pidana – 593
D. Asas-Asas Umum Hukum Acara Pidana – 594
i. Asas Praduga Tidak Bersalah (presumption of innocence) – 594
ii. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan – 595
iii. Asas Hak Ingkar – 595
iv. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum – 596
v. Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Adanya Kehadiran
Terdakwa – 597
vi. Asas Equal Before The Law – 597
vii. Asas Bantuan Hukum – 598
viii. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan – 598
ix. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi – 599
x. Asas Pengawasan dan Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan – 599
xi. Asas Kepastian Jangka Waktu Penahanan – 599
E. Pengertian Istilah Sistem Peradilan Pidana – 600
F. Bentuk Pendekatan dalam Sistem Peradilan Pidana – 603
G. Bentuk Pendekatan Normatif dalam Sistem Peradilan Pidana – 604
H. Komponen Sistem Peradilan Pidana – 610
I. Pendekatan Sistem Peradilan Pidana – 613
J. Wilayah Penelitian dari SPP dan Kebijakan Kriminal – 627
K. Studi Kasus – 630
i. Kasus 37 – 630
ii. Kasus 38 – 631
iii. Kasus 39 – 632
iv. Kasus 40 – 633

14. Bab 14: Pemeriksaan Pendahuluan – 642


A. Penyelidikan – 642
B. Penyidikan – 645
i. Penghentian Penyidikan – 654
C. Upaya Paksa – 657
i. Penangkapan – 658
ii. Penahanan – 661
iii. Penggeledahan – 669
iv. Penyitaan – 671
v. Pemeriksaan Surat – 673
vi. Kasus 41: Jaksa v Imam Hambali – 674
vii. Kasus 42: Jaksa v Drs. Hasnil.,Sk.,MM. – 676

15. Penuntutan dan Pra Persidangan – 682


A. Pra Penuntutan – 682
i. Tahap I: Penyidik hanya menyerahkan berkas perkara – 685
ii. Tahap II: Penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang
bukti kepada penuntut umum – 688
B. Pembuatan Surat Dakwaan – 689
C. Bentuk-bentuk Surat Dakwaan – 696
i. Surat Dakwaan Biasa/Tunggal – 696
ii. Surat Dakwaan Kumulatif – 696
iii. Surat Dakwaan Alternatif – 697
iv. Surat Dakwaan Subsidair – 699
v. Surat Dakwaan Kombinasi – 700
vi. Kasus 43: Jaksa v Syamsul Arifin – 701
D. Koneksitas – 704
i. Kasus 44: Jaksa v Kolonel Ngadimin, DS. Samuel Kristianto Dedy Budiman
Garna – 709
E. Penggabungan Perkara – 711
F. Penuntutan – 712
i. Pengertian Penuntutan – 712
ii. Wewenang melakukan Penuntutan Dalam Perkara Pidana – 713
iii. Penghentian Penuntutan – 717
iv.

Anda mungkin juga menyukai