Anda di halaman 1dari 90

KONSEP CINTA TANAH AIR PERSPEKTIF ATH-

THAHTHAWI DAN RELEVANSINYA DENGAN


PENDIDIKAN DI INDONESIA
SKRIPSI
kan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Isl
ng Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh
BAHIYYAH SOLIHAH
1110011000138

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KONSEP CINTA TANAH AIR PERSPEKTIF

ATH-THAHTHAWI DAN RELEVANSINYA DENGAN


PENDIDIKAN DI INDONESIA

SKRIPSI
kan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Isl
ng Pendidikan Strata Satu (S-1)

Oleh
BAHIYYAH SOLIHAH 1110011000138

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2015

i
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Bahiyyah Solihah


NIM 11100110G0138
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Alamat Kp. Joglo. Rt 004 Rs’ 005 Desa Cibeureum
Kecarriatan Cisarua Kabupaten Bogor Propinsi Jawa
Barat Indonesia

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudu! Konsep Cinta Tanah Air Perspektif Ath-Thahthawi
Dan Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia adalah benar hasil karya
sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’ i Noor

19470902 196712 1 001


Jurusan/Program Pendidikan Agama Islam
Studi

Demikian sura.t pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri

Jakarta, 16 Maret
2015 Yang
Menyatakan

Bahi ah Solihah
LEMBAR PENGESAffAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul Konsep Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dan


Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia disusun oleh Bahiyyah Solihali,
NIM. 111001 i000 138, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, Unlversiras Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui
bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan
pada sidang inunaqasah sesuai Ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 16 Maret 2015

Yang mengesahkan,

Prof. Dr. H. Ahmad Svafi’i Noor


NIP. 19470902 196712 1 001
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Konsep Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dan


Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia disusun oleh Bâhiyyah Solihah,
Nomor Induk Mahasiswa 1110011000138, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 31 Maret
2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Samana Pendidikan Islam (S. Pd. I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
Jakarta, 10 April 2015

Panitia Ujian Munaqasah Tanggal Tanda Tangan


Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag


NIP. 19580707 198703 1 005
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Marhamah Saleh, Lc. MA.


NIP. 19720313 200801 2
010
Penguji I

Nluhammad Zuhdi II Ed P.b.D


NIP. 19720704 19<70 1 002
Penguji II

Dr. Khalimi, M.Ag


NIP. 19650515 199403 1
006 Mengetahui:
Dekan Fakultas u Tarbiy an eguruan,

Prof. Dr. Ahma ib R a -


A NIP.
19550421 9 1 007
ABSTRAK
KONSEP CINTA TANAH AIR PERSPEKTIF ATH-THAHTHAWI DAN
RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA

Kata Kunci: Cinta Tanah Air, Ath- Thahthawi


Seiring dengan zaman yang semakin maju dan modern, sebuah rasa yang
tercipta pada seorang diri terutama sebuah perasaan peduli terhadap tempat
dimana ia dilahirkan semakin hari semakin patut dipertanyakan. Sikap dan
perilaku yang mencerminkan perasaan cinta terhadap tanah airnya semakin tidak
terlihat lagi. Cinta Tanah Air merupakan pengalaman dan wujud dari sila
Persatuan Indonesia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di
keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan negara, syarat-syarat pembelaan negara diatur
dalam Undang-undang. Kesadaran cinta tanah air itu pada hakikatnya berbakti
kepada negara dan kesediaan berkorban membela negara.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif artinya penelitian ini
menggunakan data informasi yang diperoleh dari kepustakaan. Dan metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif-analitif. Kemudian pada teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi dan mempelajari
karya ilmiah yang dikarang oleh Ath-Thahthawi sebagai objek yang diteliti.
Dalam konsep cinta tanah airnya, Ath-Thahthawi menyebutkan agar
kiranya sebagai penduduk yang baik dapat mempertahankan negaranya dan
membela negaranya bahkan mempertaruhkan nyawanya. Cinta tanah air tidak
hanya diwujudkan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah saja. Cinta tanah air
pula harus diwujudkan untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Konsep
tersebut relevan dengan sistem pendidikan di Indonesia yang mana pada
kurikulum dan tujuan pendidikannya mencantumkan konsep cinta tanah air
sebagai materi pelajaran dan juga sebagai harapan agar bangsa Indonesia dapat
menanamkan kembali rasa cinta terhadap tanah air. Hal itu diwujudkan semata-
mata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan untuk mengharumkan
nama Indonesia di matadunia.

v
ABSTRACTION

The Nationalism Concept of Ath-Thahthawi Perspective and Its


Relevancy to Education in Indonesia

Keywords: nationalism, Ath-Thahthawi

A long with the era which is more proggessive and modern, a sense that is
created into oneself especially sense of caring about a place where he was born
there should be being asked day by day. Bearing and behavior which reflect the
sense of nationalismare more disappear. Nationalism is an experience and a
manifestation of sila “The Unity of Indonesia (Persatuan Indonesia)” which is able
to be manifested on daily life in family, school and society. Every civil society has
the right and must join in defence the state, the requirements of defence the state
are managed in constitution. The counciousness of nationalism actually is being
loyal to the nation and being ready for sacrificing to provide it.
This research is a qualitative research, it means that this research uses
information data which is taken from literature. And method that’s used in this
research is descriptive-analytive. Then for technique of accumulation data is used
by documentation study and studying from scientific paper that is composed by
Ath-Thahthawi as object that is being researched.
In his nationalism concept, Ath-Thahthawi mentioned that as a good civil
society should be able to defend their state and provide it even venture their soul.
The nationalism is not only manifested by taking freedom from the colonialist, but
also by defending that freedom. Its concept is relevant with educational system in
Indonesia which its curriculum and educational destination included nationalism
concept as a subject and also as prospects in order to the nation can reimpart sense
of loving the country for defending Indonesia as freedom and making fragrant it in
the eyes of the world.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan rasa syukur penulis


panjatkan kehadirat Allah swt sebagai Sang Maha Pencipta, Penata dan
Pemelihara alam semesta yang masih memberi hidayah dan inayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Konsep Cinta
Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dan Relevansinya dengan Pendidikan
di Indonesia”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw, karena dengan perjuangannyalah sinar Islam dapat
menerangi peradaban dunia.

Adapun tujuan dari penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat
dalam mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa kemampuan penulis dalam menulis skripsi ini


sangatlah terbatas. Walaupun demikian, penulis telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menutupi kesalahan dan kekurangan dalam menyempurnakan
skripsi ini, sehingga kemudian penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, masyarakat dan pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya.

Sejak awal penulisan hingga tersusunnya skripsi ini, skripsi ini mungkin
tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan, dorongan dan partisipasi dari
semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis untuk
menghaturkan rasa hormat, penghargaan dan rasa terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

vii
2. Abdul Majid Khon, MA. Dan Marhamah Lc, MA. selaku Ketua Jurusan
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta staf yang telah membantu serta segenap dosen yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.
3. Zaimudin, MA. sebagai Dosen Penasehat Akademik yang telah
membimbing dan memberikan nasehat dari awal masuk ke dalam dunia
perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini.
4. Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’I Noor, sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan perhatian, arahan dan
bimbingan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Iman jama Lebak Bulus,
Perpustakaan Islamic Centre Pejaten, Perpustakaan Darus-Sunnah
International Institute For Hadith Science, Perpustakaan UIN Sunan
Kalijaga Jogjakarta untuk buku-buku referensi beserta tempat yang selalu
tersedia.
6. Teruntuk yang teristimewa dan tersayang Ayahanda Munawar dan Ibunda
Iis Islahiyah, Adikku Kamaludin Cahya Kusuma, Najiyyah Sya’bani,
Farhanah Fuadiyyah dan Abdul Aziz, beserta kakak-kakak sepupuku Dida
Farida S. Si Lc, Iwan Tyo, Shofwan Kemal Lc, Erwin Dwi Nugroho dan
semua keluarga besarku yang dengan limpahan kasih dan kesabarannya
yang tak terbatas, memberi dorongan dan sokongan serta menyalakan api
semangat dalam jiwa penulis sehingga tulisan ini pun dapat terselesaikan.
7. Teruntuk yang teristimewa pula sebagai orang tua kedua penulis Prof. KH.
Ali Musthafa Yaqub, MA., yang dengan limpahan kasih beliau selalu
senantiasa mengajarkan dan membimbing penulis agar selalu istiqamah
dalam melaksanakan segala amal kebaikan terutama dalam menuntut ilmu.
8. Sahabat-sahabatku El-Bieya (Hayatun Nufus, Nur Fatimah, Eka Efrianti S.
Pd. I dan Nur Annisa S. Pd. I), ka Syifa Ghalbe S. Pd. I Lc, Yeni Muspiroh
S. E. Sy, Ainul-Rochmah, Neneng Maghfiroh, Amalia S. Pd. I, Fikri

viii
S.Pd.I yang selalu mendukung dan memberikan semangat, bantuan dan
kritik yang membangun.
9. Andi Muhamad yang telah rela meluangkan waktunya untuk mencari buku
primer dan membawanya ke penulis.
10. Keluarga besar Dhe Community angkatan 2010 PAI, You are my
Everything.
11. Keluarga besar Forum Silaturrahim angkatan 13 (Fushilat) di Darus-
Sunnah International institute for Hadith Sciences, terima kasih atas
motivasi yang kalian berikan.
12. Teman sekamarku Ka Saidah Sholihah S. Sy Lc, Sartika, Deza Emira,
Mardiah, Siti Masyitoh, Sinta, Syarifah Alawiyah dan Hafidhah, yang
selalu memberikan semangat dan mendengarkan segala keluh kesahku.
13. Keluarga besar rayon PMII di PAI, terutama Seniorku ka Ahmad Fiqri el-
Qureshi S. Pd. I (Ka Cucur), Ka Yudi S. Pd. I, Ka Hamdillah S. Pd. I (ka
Thile), Ka Ali Mudasir S. Pd. I, Ka Lutfi Kamil Mauln S. Pd. I (ka Igo),
Ka Haris S. Pd. I dan kakak-kakak yang lain serta adik-adik yang telah
setia menjawab pertanyaan-pertanyaan saat penulis mengalami kesulitan.
14. Semua pihak yang telah berpartisipasi yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang telah memberikan segala bentuk bantuan.
Semoga amal baiknya mendapat balasan kebaikan yang berlimpah dari
Allah SWT. Amin Ya Rabb al’Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 16 maret 2015

Penulis
Bahiyyah Solihah

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH..........................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.........................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...................................................................iv

ABSTRAK..............................................................................................................v

KATA PENGANTAR...........................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah.............................................................................1


2. Identifikasi Masalah...................................................................................11
3. Pembatasan dan Perumusan masalah........................................................12
4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................12

BAB II Kajian Teori

A. Cinta Tanah Air.........................................................................................14


1. Pengertian Cinta..................................................................................14
2. Pengertian Tanah Air...........................................................................15
3. Pengertian Cinta Tanah Air.................................................................17

B. Sistem Pendidikan di Indonesia.................................................................26


1. Pengertian Pendidikan.........................................................................26
2. Tujuan Pendidikan...............................................................................28
3. Kurikulum Pendidikan........................................................................31

BAB III Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................33


2. Metodologi Penelitian.........................................................................33
3. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data............................35
4. Pengecekan Keabsahan Data...............................................................36
5. Teknik Analisis Data...........................................................................36
6. Teknik Penulisan.................................................................................37
x
7. Prosedur Penelitian..............................................................................37

BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Deskripsi Data
1. Riwayat Hidup Ath-Thahthawi......................................................38
2. Latar Belakang Pendidikan Ath-Thahthawi..................................41
3. Guru-guru Ath-Thahthawi.............................................................42
4. Karya-karya Ath-Thahthawi..........................................................43

B. Pembahasan
1. Konsep Cinta Tanah Air sebagai Tujuan Pendidikan Islam
perspektif Ath-Thahthawi..............................................................46
2. Relevansi pemikiran Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi
dengan Pendidikan di Indonesia....................................................56

BAB V Kesimpulan, Implikasi Dan Saran

A. Kesimpulan........................................................................................59
B. Implikasi............................................................................................59
C. Saran...................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................62

Lampiran-lampiran................................................................................................65

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Melihat pada realita yang ada sekarang ini di bumi kita Indonesia,
banyak sekali problematika-problematika yang muncul ke dataran publik baik
dari segi politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan masih banyak lagi. Berkaca
pada beberapa permasalahan yang timbul di Indonesia ini, seperti:
Terdapat banyak kasus yang terjadi dalam beberapa dasa warsa
terakhir ini, hal ini menyadarkan semua pihak bahwa ada sesuatu yang
kurang beres dalam dunia pendidikan secara keseluruhan misalnya gejala
penyalahgunaan obat terlarang, pergaulan bebas, tawuran pelajar dan
bahkan tawuran antar kelompok masyarakat yang dirasakan sangat
mengkhawatirkan ketenangan hidup masyarakat dan bahkan lebih jauh
dikhawatirkan dapat menjadikan bangsa Indonesia makin terpuruk dalam
berbagai sisi kehidupan.1
Selain permasalahan yang ada pada pendidikan di Indonesia ini,
terdapat pula permasalahan di bidang lain yaitu ekonomi, persoalan yang juga
akut menyangkut ekonomi ini seperti permasalahan pada pengembangan
usaha kecil dan menengah. Karena keadaan mereka yang miskin,
ketidakpastian dan resiko yang tinggi menyebabkan mereka menjadi
terasingkan dari sumber-sumber modal, keahlian, informasi dan peluang
bisnis. Oleh karenanya, perekonomian Indonesia tidak akan maju dengan
keadaan masyarakat yang masih jauh tertinggal dengan negara lain baik dari
segi pengetahuan mengenai perekonomiaannya ataupun strategi yang
dipakainya.2
Sepertinya permasalahan mengenai ekonomi ini disebabkan karena
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan ekonomi yang bisa
menghasilkan keuntungan untuk sendiri maupun untuk pemerintah sebagai
kontribusi yang diberikan kepada tanah air serta kurangnya strategi yang

1
2
A. Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), h. 69
Ibid., h.43

1
2

digunakan dalam menjalankan usaha tersebut sehingga hasilnya pun tidak


seperti apa yang diharapkan.
Dari segi politik, seorang warga negara berkewajiban untuk
mengangkat seorang pemimpin untuk mengatur jalannya organisasi dalam
pemerintahan. Badri Khaeruman mengambil contoh yaitu pada pemilu
Presiden putaran ke-2 yang dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004
beberapa tahun yang lalu. Peran dan suara umat Islam khususnya, dan rakyat
Indonesia pada umumnya dapat menentukan pilihan pemimpin yang ideal atau
yang mendekatinya. Jika tidak ada calon yang ideal atau yang mendekatinya,
maka memilih untuk “tidak memilih” dari calon yang tersedia menjadi pilihan
yang terbaik, atau istilah yang lebih dikenal pada masa ini yaitu “golput”.
Ketika hal tersebut dibiarkan, maka sama saja kita membiarkan atau
memberi kesempatan kepada orang yang bermaksud tidak baik untuk
memanfaatkannya. Pada pemilihan umum Presiden ini, masyarakat punya
andil yang sangat besar dalam menentukan seorang pemimpin yang akan
memimpin negara menuju sebuah perbaikan. Namun sayangnya hal ini tidak
dijadikan ajang sebuah kesempatan sebagai suatu sikap yang menunjukkan
sebuah kontribusi yang dilakukan masyarakat untuk tanah air mereka dalam
menentukan seorang pemimpin bangsa ini.3
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan berdasarkan ambang
batas konsumsi minimal, 14 % rakyat Indonesia masih tergolong miskin.
Jumlah tersebut justru akan meningkat tajam jika ambang batas tersebut
dinaikkan. Kemiskinan merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam
menyejahterakan rakyat yang juga merupakan masalah yang sangat
mendasar dalam kehidupan kebangsaan Indonesia, dan menjadi salah
satu dari 18 butir kekecewaan tokoh-tokoh agama yang kemudian
dikenal sebagai 18 bentuk “kebohongan” pemerintah. Kemiskinan juga
berpotensi menggiring bangsa Indonesia menjadi bangsa pekerja atau
menjadi kuli bagi bangsa-bangsa lain sebagaimana sangat dicemaskan
oleh Bung Karno.4

3
Badri Khaeruman, dkk. Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput sebagai
Alternatif Partisipasi Politik Umat, (Jakarta: Nimas Multima, 2004), h.11
4
M. Azzam Manan dan Thung Ju Lan, Nasionalisme dan Ketahanan Budaya Indonesia:
Sebuah Pengantar, (Jakarta: LIPI, 2011), h.1
Kemiskinan, korupsi, lemahnya ketahanan budaya dan juga konflik
antar-etnik dan konflik yang mengatasnamakan agama yang marak terjadi di
era reformasi merupakan tantangan yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kadar nasionalisme atau cinta tanah air Indonesia di kalangan
rakyatnya. Keterpurukan Indonesia sebagai bangsa dan negara telah
menyebabkan sebagian warga merasa “malu menjadi orang Indonesia”.5 Dan
masih banyak lagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi Indonesia selain
yang tersebut di atas. Azzam Manan mengutip berita dari di Harian Kompas
tanggal 3 Juni 2010, Riwanto Tirtosudarmo menyatakan:
Bahwa sekitar 2.000 warga di kabupaten Sanggau dan Bangka yang
yang tinggal di perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak memilih berganti
kewarganegaraan menjadi warga Negara Malaysia. Perpindahan ini
diawali dengan tindakan warga yang berimigrasi ke Sarawak untuk
mencari peruntungan dan penghidupan yang lebih layak membuktikan
bahwa kemiskinan dapat menjadi faktor yang sangat kuat untuk
merontokkan “Nasionalisme Indonesia” warga.6

69 tahun atau sekitar lebih dari enam dekade lamanya Indonesia


menjadi negara yang merdeka. Namun, dengan usia kemerdekaan yang
panjang ini nasionalisme atau rasa cinta terhadap tanah air Indonesia yang
menjadi modal penggerak menuju kemerdekaan sampai saat ini masih belum
terbangun dengan kokoh. Tantangan yang dihadapi Indonesia dari waktu ke
waktu semakin kuat dan komplek.
Perkembangan zaman selalu membawa dampak dalam kehidupan
sosial manusia. Dampak itu dapat berrpengaruh pada pembentukan karakter
manusia itu sendiri sehingga setiap perubahan zaman pasti diiringi dengan
perubahan karakter manusianya.
Sebagai warga negara Indonesia dan sebagai generasi penerus bangsa,
patutlah kita mewujudkan sikap dan tingkah laku yang bermanfaat bagi
kepentingan masyarakat dan menghindari penyimpangan-penyimpangan sosial
yang dapat merusak norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan Indonesia
karena penyimpangan-penyimpangan bukan hanya merugikan diri sendiri tapi

5
Ibid., h.2
6
Ibid.,h. 2-3
juga dapat merugikan masyarakat bahkan negara, serta mampu menjunjung
tinggi nilai-nilai kebudayaan dan norma-normanya.
Kita tidak akan merasakan udara segar seperti sekarang ini apabila
negara kita masih diperbudak dan dijajah oleh bangsa lain yang ingin
menguasai negara kita. Bersyukurlah karena orang-orang terdahulu, para
pahlawan dengan segenap jiwa raga sampai mempertaruhkan nyawa mereka
untuk melawan, membela, mempertahankan serta merebut kembali kekuasaan
dari tangan para penjajah.
Menurut Doni Koesoema, “Tidak ada sebuah bangsa yang bertanggung
jawab jika tidak memiliki kemerdekaan, dan tidak ada kemerdekaan jika
dalam mentalitas bangsa tidak ada semangat merdeka atau kemauan merdeka.
Oleh karenanya karakter bangsa tidak akan terwujud jika prasyarat pokoknya
yaitu kemerdekaan, tidak ada”.7
Dalizar Putra menambahkan, “Hidup tanpa kemerdekaan dan
keamanan sama artinya dengan pembunuhan perlahan-lahan, disebabkan tidak
dapatnya dia mengembangkan kehidupannya”.8
Sebagai bangsa yang telah mencapai kemerdekaan, Pancasila tercipta
sebagai dasar dan ideologi negara yang akan menuntun kita untuk bersikap
dan berprilaku layaknya warga negara yang baik. Pancasila mengandung dasar
dari cita-cita Indonesia merdeka. Kemerdekaan sebagai hasil perjuangan
bangsa Indonesia dengan persatuan, haruslah dijaga kelangsungannya. Untuk
itu Indonesia merdeka haruslah mempunyai dasar, sebuah dasar yang
diatasnya akan dibangun negara semua untuk satu, dan satu untuk semua. 9
Pancasila sendiri mengandung nilai-nilai luhur yang harus tertanam pada diri
seseorang sebagai warga negara yaitu nilai agama, nilai budaya, nilai
pendidikan dan nilai kebangsaan atau nasionalisme.

7
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak di Zaman Global,
(Jakarta:
8
Grasindo, 2010), h. 47
Dalizar Putra, HAM Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Al- Husna Zikra,
1995), h. 48
9
Depdikbud, Tokoh-tokoh pemikir paham kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH. Ahmad
Dahlan, (Jakarta: CV Ilham Bangun Karya, 1999), h. 56
Semangat juang yang tinggi, patriotisme dan nasionalisme yang
tertanam pada diri mereka sebagai pahlawan Indonesia harus dijadikan acuan
atau tolak ukur bagi kita sebagai penerus bangsa untuk memajukan dan
mengembangkan bangsa kita menjadi negara yang unggul dalam segala
bidang baik ekonomi, pendidikan dan bidang lainnya. Semangat nasionalisme
sekarang ini semakin menurun. Itu terlihat dari sikap dan perilaku para elit,
termasuk juga masyarakatnya yang tidak pernah rukun. Selalu ribut dalam
perbedaan, khilafiyah. Segala sesuatu selalu dipolitisir dan dihubung-
hubungkan, yang akhirnya hanya saling menyalahkan. Sarana untuk
membangkitkan semangat nasionalisme atau cinta tanah air, dapat dilakukan
dengan senantiasa memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan
bernegara dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat akan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Ina Kusuma Aryani mengatakan:
Berkaitan dengan pendidikan sebagai alat untuk membangun
masyarakat, masa depan, serta kepentingan pembangunan bangsa dan
Negara, bangsa Indonesia telah memiliki pandangan hidup yang dianut
sebagai filosofi bangsa dan dinamika sistem nilai atau budaya, yang
menjadi falsafah kenegaraan dan bagian dari falsafah politik, lebih luas
lagi mengenai sifat hakiki, asal mula, dan nilai dari Negara yaitu
Pancasila.10

Melihat serta menganalisa secara seksama kondisi kekinian remaja


atau anak-anak masa kini, rasa sikap kepedulian dan cinta terhadap tanah air
itu mungkin jika diberi nilai akan mendapatkan nilai nol. Karena sikap mereka
terhadap Pancasila sendiri sebagai dasar negara, jangankan hafal sila-silanya
apalagi untuk mengamalkannya. Sungguh ironis ketika sikap bangsanya acuh
tak acuh seperti itu, bagaimana bangsa akan berkembang apabila calon
penerus bangsa memiliki sikap tersebut. Paling tidak dengan mengetahui nilai-
nilai luhur yang terkandung pada diri pancasila, mereka bisa mencintai tanah
air ini.

10
Ine Kusuma Aryani dan Markum Susatim, Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Nilai,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h.35
Cinta tanah air merupakan salah satu hal utama dalam membentuk
sebuah karakter warga negara, kemudian rasa memiliki, rasa menjaga, rasa
melestarikan, rasa ingin memajukan akan tumbuh dengan bermula dari sikap
cinta tersebut. Dengan sikap cinta itu pula keadaan negara akan menjadi lebih
baik. Sebagai seorang warga negara wajib baginya untuk menumbuhkan rasa
cinta terhadap tanah air tersebut karena di tanah air itulah tempat ia berpijak
baik secara kultural maupun historis. Oleh karenanya, patutlah kita sebagai
warga negara untuk mengabdikan diri kepada negara kita sendiri bermula
dengan menanamkan sikap cinta tanah air. Bukan hanya diungkapkan secara
verbal dalam bentuk kata-kata saja, akan tetapi diwujudkan dalam upaya
memperbaiki tatanan kehidupan bangsa.
Mukhlas Samani dan haryanto mengatakan, “Cinta tanah air adalah
cinta dan penuh pengabdian kepada negaranya dan peduli terhadap
pertahanannya, rela berkorban demi keutuhan negara”.11 Menurut Akhmad
Muhaimin Azzel, “Salah satu tanda bahwa seseorang telah mempunyai sikap
cinta terhadap tanah air adalah bisa menghargai karya seni dan budaya
nasional yang ada di Indonesia”. 12 Seseorang yang bisa menghargai karya seni
dan budaya biasanya mempunyai sikap bisa menghargai karya orang lain,
mempunyai kesabaran dalam berproses, juga mempunyai kebijaksanaan dalam
hidup. Hal tersebut bisa menumbuhkan rasa cinta seseorang terhadap bangsa
dan negeri sendiri. Dengan demikian, akan tumbuh pula rasa nasionalisme.
Tidak akan berdiri sendiri sebuah negara dengan utuh tanpa adanya
warga negara, dan tidak pula warga negara berdiri sendiri karena negara
merupakan tempat dimana ia terlahir dan berpijak. Jadi, antara negara dan
warga negara itu saling membutuhkan dan saling melengkapi.
Menurut Erwin, “Salah satu upaya untuk membangun nasionalisme
sebagai kesempurnaan yang ada pada suatu negara yaitu melalui sarana
pendidikan dengan cara memprogramkan pendidikan kewarganegaraan di

11
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung: PT
Remaja12Rosdakarya, 2011), h. 127
Akhmad Muhaimin Azzel, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2011), h. 75
lembaga-lembaga pendidikan”.13 Dan akhmad Muhaimin Azzel
menambahkan, “Di sinilah sesungguhnya pendidikan mempunyai tugas dan
tanggung jawab yang sangat penting untuk membangun karakter bangsa agar
bisa menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia”.14
Cinta kepada tanah air sama halnya dengan cinta antar sesama
manusia. Cinta seseorang kepada sesama juga merupakan wujud rasa cinta
kepada Allah. Saling menasihati, saling bersilaturahim, saling mengunjungi
dan saling memberi menunjukkan adanya saling mencintai. Kalau saja tidak
ada cinta diantara keduanya maka tidak akan ada saling menyambung,
bersilaturahim, menasihati, mengunjungi maupun memberi. Banyak bentuk
kesenangan dan kenikmatan duniawi yang diperkenankan dan merupakan
sumber pahala.
Islam adalah agama universal yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, termasuk di dalamnya terdapat nilai-nilai kemanusiaan yang
ditujukan untuk bangsa. Pentingnya mencintai tanah air didasarkan pada
sebuah peristiwa terkenal saat Nabi saw diusir keluar dari Makkah. Saat
hendak meninggalkan Makkah, beliau menghadap ke arah Ka’bah seraya
berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa engkau adalah
tanah Allah yang paling Dia cintai, lembah terbaik yang ada di atas muka
bumi dan yang paling dicintai oeh Allah. Seandainya penduduk tidak
mengusirku, aku pasti takkan pernah meninggalkanmu.”15
Memang benar saat ini Indonesia sudah merdeka dari para penjajah,
akan tetapi Indonesia hanya merdeka dalam bentuk fisik saja, sedangkan
dalam bentuk moral Indonesia belum merdeka.

13
Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Bandung: PT
Refika 14Aditama, 2010), h.1
Azzel,op. cit., h. 74
15
Said Ismail Ali, Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2010), h. 281
Pada era globalisasi ini, rasa cinta terhadap tanah air masih sangat
dibutuhkan. Kenapa? karena walaupun negara kita sudah merdeka dari
penjajahan, kita masih memiliki kewajiban untuk menjaga kemerdekaan
tersebut, kita harus menjaga keutuhan bangsa ini yang telah diperjuangkan
oleh para pahlawan. Memiliki rasa cinta terhadap tanah air itu tidak serta
merta dimiliki saat hendak menghadapi penjajah yang menjajah negara kita.
Karena penjajahan itu tidak hanya berbentuk fisik, akan tetapi dapat terjadi
pula dengan bentuk penjajahan terhadap moral suatu bangsa. Maraknya
teknologi yang semakin canggih membuat sikap dan prilaku masyarakat
menjadi acuh terhadap keadaan di sekitar. Mereka cenderung beraktifitas
secara individual. Penyalahgunaan teknologi yang tidak dimanfaatkan dengan
baik dapat berakibat buruk terhadap generasi muda khususnya dan masyarakat
Indonesia pada umumnya. Karena hal tersebut dapat membunuh kreatifitas
mereka yang mana mereka lebih senang memainkan teknologi yang mereka
miliki dibanding berkarya untuk mengharumkan bangsa. Padahal seharusnya
semua masyarakat Indonesia bekerja sama dengan negaranya agar Indonesia
dapat bersaing dengan negara lain yang ada di dunia, mendapat prestasi di
mata dunia serta dapat mengharumkan nama baik Indonesia.
Dalam hal ini pemerintah seharusnya berperan aktif dalam mengatur
alur informasi mengenai hadirnya kemajuan teknologi ini, sehingga dengan
kemajuan teknologi ini tidak menjadikan masyarakat Indonesia menjadi
konsumtif, melainkan mereka dapat berperan aktif dalam berinovasi
dengannya.
Pada masa sekarang ini, masyarakat Indonesia lebih cenderung
mempermasalahkan kepentingannya sendiri, kepentingan kelompoknya,
ataupun kepentingan para elit partai yang mengusung mereka, padahal hal
tersebut dapat merugikan atau tidak memberikan manfaat bagi orang lain yang
ada di sekitarnya.
Perwujudan rasa cinta tanah air tidak hanya bagi warga negara
Indonesia kepada negara Indonesia, akan tetapi sebagai warga negara di
negara mana pun itu kita harus memiliki rasa cinta tanah air, misalnya Mesir.
Pada abad ke 19, seorang tokoh Mesir bernama Ath-Thahthawi yang
merupakan salah seorang tokoh pembaharu di bidang pendidikan membawa
pembaharuan terhadap pendidikan di Mesir pada waktu itu, bahkan dikenal
pula sebagai pioner pertama pembaharu pendidikan. Beliau merumuskan
sebuah konsep pendidikan yang menjelaskan gagasan beliau mengenai
pendidikan. Beliau berpendapat bahwasannya tujuan pendidikan itu adalah
untuk pembentukan kepribadian, tidak hanya untuk kecerdasan. Lebih dari
pada itu, tujuan pendidikan juga berupaya menanamkan rasa patriotisme
(hubb al-wathan). Patriotisme merupakan dasar utama yang membawa
seseorang untuk membangun masyarakat maju. Wacana patriotisme yang
dimaksudkan Ath-Thahthawi adalah cinta pada tanah tumpah darah yaitu
Mesir, bukan seluruh dunia Islam. Pemikiran Ath-Thahthawi tentang tujuan
pendidikan tidak jauh berbeda dengan pemikiran yang berada di Indonesia,
bahwasannya pendidikan itu tidak hanya untuk menambah pengetahuan akan
tetapi ditunjukkan pula untuk kepentingan bangsa.
Sebelum pemikiran mengenai konsep cinta tanah air ini berkembang,
Mesir pada saat itu dalam bernegara masih dilandasi oleh sentiment-sentimen
keagamaan. Titik permulaan terbukanya pandangan orang Islam terhadap
dunia luar berawal dari Napoleon Bonaparte yang mendarat di Mesir.
Kedatangannya itu, tidak hanya dalam rangka politik akan tetapi
memperkenalkan kemajuan materi, gaya hidup dan sistem nilai barat serta ide-
ide yang baru dalam pandangan masyarakat Mesir. Saat itu, Mesir dipimpin
oleh Muhammad Ali Pasya.
Pada saat itu pula Ath-Thahthawi beserta rombongan dikirm ke
Prancis. Sekembalinya ia ke Mesir, Dikembangkanlah suatu ide yang
berhubungan dengan konsep tanah air. Yang mana pemikiran tersebut ia bawa
dari Prancis untuk kemudian dikembangkan di Mesir agar Mesir mengalami
kemajuan seperti Negara-negara Barat.
Salah satu pemikiran yang Ath-Thahthawi bawa dari Paris adalah
pemikiran mengenai nasionalisme atau cinta tanah air Bangsa Barat yang
menjadikan Negara mereka lebih maju dari bangsa lainnya. Oleh karena itu,
Ath-Thahthawi berkeinginan untuk mewujudkan hal yang serupa sebagaimana
yang terdapat di Barat tersebut, karena menurutnya Mesir pun akan dapat
menjadi Negara maju seperti halnya bangsa Barat dengan konsep cinta tanah
air yang ia rangkai.
Yang menarik untuk diamati di sini adalah seperti apa konsep cinta
tanah air Ath-Thahthawi sebagai tujuan pendidikan Islam untuk membangun
bangsa Mesir saat itu. Dilihat dari kondisi kekinian bangsa yang sekarang
terlihat jelas bahwasannya sikap saling menghargai, kepedulian dan cinta
tanah air pada diri warga Negara Indonesia semakin menurun. Dari sinilah
peneliti merasakan adanya inspirasi untuk meneliti pemikiran tokoh terdahulu
yang masih relevan dengan realita pendidikan sekarang ini agar bisa dijadikan
pedoman bagi para pelaksana pendidikan yang ada di lembaga pendidikan
pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Mengingat bahwasannya pendidikan yang bertujuan untuk
membangun sebuah bangsa masih belum terlihat jelas titik keberadaannya,
terlebih lagi sikap cinta yang ditujukan untuk tanah air semakin berkurang.
Hal ini sangat penting untuk digali kembali karena sikap cinta terhadap tanah
air yang kian hari kian menurun.

Maka dengan latar belakang yang telah penulis ungkapkan di atas,


penulis tertarik untuk menganalisa lebih jauh terkait “Bagaimana Konsep
“Cinta Tanah Air” sebagai Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Ath-
Thahthawi”.

B. Identifikasi Masalah

Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas, maka


penulis mengidentifikasikan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Sedikit pengetahuan dalam dunia pendidikan terhadap sosok Ath-


Thahthawi.
2. Sedikit pengetahuan dalam dunia pendidikan Islam terhadap pemikiran
Ath-Thahthawi.
3. Sedikit kesadaran masyarakat terutama pelajar tentang rasa cinta terhadap
tanah airnya.
4. Sedikit pendidikan yang mengajarkan akan pendidikan karakter
kebangsaan.
5. Sedikit kesadaran masyarakat mengenai peranan dirinya terhadap
bangsanya.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka untuk
memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini
pembatasan masalah dalam karya ilmiah ini adalah “Tujuan pendidikan di
sini hanya membahas mengenai konsep cinta tanah air”.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan menjadi
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana Konsep “Cinta Tanah Air” perspektif Ath-Thahthawi?
b. Apa relevansinya dengan pendidikan di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Memberikan informasi mengenai konsep cinta tanah air yang
berada di Mesir yang bisa dijadikan suatu pandangan untuk
Indonesia dalam mengambil pelajaran mengenai sikap sebagai
warga Negara yang baik.
2. Untuk memberi wawasan tentang bagaimana sikap cinta tanah air
yang sebenarnya.
3. Untuk menumbuhkan kembali semangat cinta terhadap tanah air
sendiri di kalangan warga masyarakat.
4. Sebagai literature bagi khasanah keilmuan di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:

1. Bagi Almamater: Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi


dalam menambah nuansa karya ilmiah di lingkungan kampus.
2. Bagi Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu
sumber informasi dan untuk memberikan wawasan tentang pentingnya
pembaharuan pendidikan demi tercapainya maksud dan tujuan
perkembangan pendidikan terutama sikap patriotisme kita sebagai seorang
warga negara.
3. Bagi penulis: Penelitian ini dijadikan sebagai ajang latihan penelitian
dalam menambah wawasan dan wujud aktualisasi diri dalam
mengembangkan pikiran yang ada sebagai insan akademika yang bergelut
dalam dunia pendidikan serta untuk melengkapi tugas dan syarat-syarat
guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I) pada jurusan
Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Cinta Tanah Air


1. Pengertian Cinta
Dalam konteks membangun moral bangsa, maka diperlukan nilai-
nilai yang harus disepakati dan dihayati bersama. Hal ini harus digali dan
dirumuskan oleh orang-orang arif dan tokoh masyarakat, yakni the
founding fathers suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai
tersebut terdapat dalam diri Pancasila. Nilai-nilai yang telah disepakati
tersebut harus dihayati, karena dengan penghayatan nilai dapat berfungsi
dalam kehidupan ini. Dan hanya dengan penghayatan pula, karakter dapat
terbentuk.1
Salah satu nilai yang terdapat dalam diri Pancasila adalah sikap
cinta tanah air. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari cinta tanah air.

Disebutkan dalam Al-Qur’an kitab Cinta karya al-Buthy, perasaan


cinta antara seorang laki-laki dan perempuan disebut dengan istilah
mawaddah, rahmah, syaghafa, mail, dan hubb-mahabbah. Istilah-
istilah tersebut menunjukkan sebuah kerumitan, kedalaman dan
keragaman cinta. Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas
dan mendalam dengan berbagai perbedaan karakteristik yang akan
membawa kepada implikasi pada perbedaan tingkah laku.2

Menurut al-Buthy, “Cinta dapat diartikan ke dalam tiga


karakteristik yaitu apresiatif (ta’dzim), penuh perhatian (ihtimaman) dan
cinta (mahabbah). Secara lebih spesifik, bahasa Arab menyebutnya
dengan 60 istilah cinta seperti ‘isyqun (menjadi asyik), hilm, gharam
(asmara), wajd, syauq dan lahf. Namun, Al-Qur’an hanya menyebut 6
term”.3
Cinta merupakan bagian terpenting dari kehidupan. Cinta
mengangkat setiap jiwa yang meresapinya, dan mempersiapkan jiwa

1
2
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 348
Al-Buthy, op. cit., h. vii
3
Ibid., h. vii

13
14

itu untuk perjalanan menuju keabadian. Cinta adalah sebuah anugerah


dari Tuhan untuk hambanya agar senantiasa selalu menjalin kasih
sayang baik untuk dirinya sendiri, masyarakat ataupun bangsanya.
Jiwa membaktikan hidupnya untuk tugas suci ini, yang demi tugas
tersebut, ia rela mengorbankan dan memikul segala penderitaan yang
paling pedih dan seperti ketika ia melafalkan cinta pada hembusan
nafas terakhirnya, ia juga akan mengucapkan cinta ketika diangkat
pada hari pembalasan kelak. Jika seseorang tidak memiliki cinta,
maka dia belum dapat naik ke horizon kesempurnaan manusia, karena
manusia penuh dengan rasa cinta. Mementingkan orang lain adalah
sikap mulia yang dimiliki manusia, dan sumbernya adalah cinta.
Siapapun yang memiliki cinta, maka mereka merupakan pahlawan-
pahlawan cinta. Pahlawan cinta ini akan senantiasa hidup walau
mereka telah tiada. Orang-orang yang membaktikan hidup untuk
orang lain adalah pejuang yang gagah berani. Seperti halnya seorang
ibu yang melahirkan anaknya, pahlawan yang memperjuangkan
kemerdekaan bangsanya. Itu semua timbul karena adanya rasa cinta.4
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwasannya cinta yang dimaksud di sini
merupakan sebuah perasaan kasih, perhatian dan kepedulian yang
ditujukan oleh seorang manusia untuk tanah airnya. Yang mana dengan
perasaan tersebut dapat membangkitkan dirinya untuk rela
mengorbankan jiwa raganya dalam mengemban tugas untuk
mempertahankan tanah airnya.

2. Tanah Air
Ada beberapa istilah yang berarti tanah air, diantaranya yaitu al-
wathan, al-balad dan dar. Dalam kamus mu’jam al-wasith, disebutkan:

‫ي‬ ِ‫ا‬ ِ
َ ‫ِ َأ‬ َ ُ ِ ْ ِ‫َ ََا ُّر ُ َ َْا ِ إ‬ ِ‫لا َ ُا إِ َ ا‬
َ ََ ُ ُ َ ‫َال‬
ُ
.‫َال‬
ْ
ْ ُ ‫ُؤ‬ ‫ِا ْ َ ِا‬

Al-wathan berarti tempat tinggal seseorang, tempat dimana ia


bertumbuh dan tempat dimana ia dilahirkan.

. ً َ‫َََج ٌت َ يُ َ َّ ى ْا َ َ ُا َا ل ِض َ ل‬ ‫ْح ُ ْ ُ د َي‬ َ َ ْ‫ابَ َل ُ ُ َ ل ا‬


‫ِس ُع ِا َ أ َْلر‬ ‫َع‬ ِ
ُ ‫َ ْ ل ُن‬ َ ‫ُا ْا‬
4
M. Fethullah Gulen, Cinta dan Toleransi, (Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing,
2011), h. 1-2
15
5
Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Maktabah asy-Syuruq Ad-Dauliyah, 2011), h. 1.085
Al-Balad mempunyai arti tempat yang dibatasi yang dijadikan
tempat tinggal oleh sekelompok orang, atau dinamakan dengan tempat
yang luas yang ada di bumi ini.

ِ ْ‫ا َّ ُر ُ َ ل ا‬
َ ‫َا‬ َّ ‫َ َ ُع ابَن َا َ ا‬
ْ
. ُ ِ‫ْا ْن‬ ‫َح ُّر‬
َ
Sedangkan dar berarti tempat berkumpulnya bangunan dan
halaman, tempat tinggal. Makna dari ke tiga kata tersebut mempunyai satu
makna yaitu tempat tinggal.
Begitu pula Muhammad Imarah yang mengutip pendapatnya Az-
Zamakhsyari dalam kitab asas al-balaghah menyatakan tentang cinta
tanah air: “masing-masing orang mencintai tanah airnya, negeri asalnya
dan tempat tinggalnya”.8
Tanah tumpah darah tempat kita dilahirkan merupakan tempat
yang kita cintai. Untuk mengetahui betapa besarnya rasa cinta kita
terhadap tanah air kita sendiri, maka cobalah untuk merantau ke negeri
orang sejenak. Walaupun kita sudah merantau jauh-jauh, pastilah kita akan
terbayang tempat kelahiran kita. Dan apabila bendera bangsa-bangsa
berkibar di PBB, maka bendera yang pertama kali kita cari, pasti dimana
letak bendera “Merah-Putih”. Sejak saat itulah kita mengetahui bahwa kita
mempunyai rasa cinta terhadap tanah air kita sebagai tempat dimana kita
dilahirkan.9
Kita percaya kepada Tuhan dan mengabdi kepada-Nya. Kita
bersyukur kepada-Nya karena kita dilahirkan di atas setumpuk dunia yang
indah. Tanah air adalah nikmat Ilahi. Karena di atas bumi-Nyalah kita
dilahirkan dan hasil daripada bumi-Nya kita gunakan.10

Tanah air berarti negeri tempat kelahiran atau tumpah darah. Tanah
air merupakan tempat kelahiran maupun tempat tinggalnya. Adapun

6
7
Ibid., h. 70
Ibid., h. 313
8
Muhammad Imarah, Perang Terminologi Islam versus Barat,(Jakarta: Rabbani Press,
1998), h. 271
9
Hamka, Pandangan Hidup Muslim(Jakarta: Bulan Bintang, 1961), h. 220
10
Ibid., h. 221
kata negeri (wathan) menurut istilah bahasa Arab sebagaimana
diartikan dalam “Lisan al-A’rab” oleh Ibnu Manzhur berarti tempat
tinggal yang merupakan tempat bermukim manusia. Akan tetapi
negeri dalam tradisi Arab lebih dikenal dengan nama diyar yang
merupakan bentuk jamak dari lafadz dar yang berarti negeri atau
tempat tinggal. Oleh karenanya, beredar pula ungkapan negeri Islam
dengan istilah dar al-Islam. Referensi bahasa Arab tersebut tidak
hanya menjelaskan pengertian wathan secara etimologis sebagai
negeri akan tetapi juga menjelaskan pengertian lain yaitu fitrah rasa
cinta pada negeri kelahiran seseorang, sebagaimana telah
dikemukakan oleh Zamakhsyari dalam kitab asas al-balaghah bahwa
“Masing-masing orang mencintai tanah airnya, negeri asalnya dan
tempat tinggalnya”. Dan adapun menurut istilah syari’at, negeri asal
berarti ahl (warga), negeri kelahiran dan tempat tinggal.11
Pada masa Ath-Thahthawi ini terdapat perbedaan pemahaman pada
makna dari lafadz al-wathan. Orang-orang muslim memahami bahwa
makna dari wathan adalah tanah air tiap orang muslim. Maksudnya,
Negara manapun yang berisi orang muslim maka dinamakan dengan
wathan. Namun, Ath-Thahthawi mempunyai paham yang berbeda dalam
memaknai istilah wathan. Menurut Ath-Thahthawi wathan adalah tanah
tumpah darah seseorang bukan seluruh dunia Islam. Pengertian Ath-
Thahthawi tersebut semakna dengan pengertian orang Indonesia yang
menyebutkan bahwasannya tanah air itu merupakan tanah kelahiran
seseorang.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
yang dimaksud dari wathan di sini adalah tempat tinggal, tempat di mana
kita dilahirkan, dan tempat mengais rezeki, serta tempat kita bernaung.

3. Pengertian Cinta Tanah Air

Melihat pada rangkaian kata ‫اب‬ ‫ ال‬,‫ال اب‬ merupakan

sebuah kalimat yang tersusun dari dua kata yaitu hubb dan al-wathan, bila
diartikan kata perkata maka arti dari kata hubb yaitu cinta, dan al-wathan
yang berarti tanah air. Maka arti dari hubb al-wathan adalah cinta tanah
air.

11
Imarah. op. cit., h .270-271
Seiring dengan pergeseran makna yang terjadi dari masa ke masa,
pada pengertian hubb al wathan ini penulis menemukan persamaan makna
dari cinta tanah air dengan nasionalisme dan patriotisme. Padahal bila
ditinjau kembali mengenai makna dari ketiga bentuk kata tersebut berbeda.
Di Indonesia sendiri cinta tanah air itu mempunyai arti yang berbeda
dengan nasionalisme ataupun patriotisme. Cinta tanah air mempunyai
makna yang umum, sedangkan nasionalisme dan patriotisme mempunyai
makna yang khusus atas dasar hasil yang diperbuat. Cinta tanah air
merupakan perasaan seseorang untuk mencintai tanah airnya sebagai tanah
kelahirannya dan sebagai tempat ia bernaung. Nasionalisme berarti sebuah
paham di mana kedudukan bangsa diletakkan di atas segala-galanya, hal
tersebut dilakukan semata-mata sebagai bentuk perwujudan rasa cintanya
terhadap tanah airnya. Sedangkan patriotisme merupakan bentuk
pembelaan seseorang terhadap negaranya yang mengandung nilai
pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah airnya.
Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi, karena
perbedaan pemahaman ketika menerjemahkan bahasa orang lain ke dalam
bahasa kita yaitu bahasa Indonesia tidak semuanya semakna ataupun
sepadan dengan makna yang mereka maksud. Seperti halnya pada lafadz
hubb al-wathan yang ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
berarti cinta tanah air. Dan cinta tanah air yang ada di Indonesia hanya
merupakan sebuah perasaan cinta seseorang kepada bangsanya dengan
mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh aparat pemerintahan, menjaga
dan melestarikan alam beserta budayanya.
Akan tetapi, yang dimaksud oleh mereka, cinta tanah air tersebut
tidak hanya sekedar bermakna itu saja. Namun lebih kepada wujud
kecintaan seorang warga terhadap tanah airnya, tempat di mana ia
dilahirkan dengan mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk
mempertahankan bangsanya tersebut. Ketika mereka mengartikannya
seperti itu, di Indonesia hal tersebut disebut dengan patriotisme yang tidak
semua warga negara Indonesia mempunyai sikap tersebut. Patriotisme
sendiri dipahami oleh penulis merupakan sebuah sikap cinta tanah air yang
berada di tingkat paling tinggi. Yang mana tidak semua warga Indonesia
memiliki sikap tersebut. Dan orang-orang yang memiliki sikap tersebut
hanyalah pahlawan-pahlawan terdahulu yang memang benar-benar
membela dan mempertahankan serta memperjuangkan bangsa ini dengan
mengerahkan seluruh kekuatan baik jiwa ataupun raganya.
Cinta tanah air berarti cinta pada negeri tempat seseorang
memperoleh penghidupan dan mengalami kehidupan dari sejak dilahirkan
sampai akhir hayatnya. Cinta tanah air dan bangsa merupakan suatu sikap
yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan yang diwujudkan dalam
perbuatan untuk kejayaan tanah air dan kebahagiaan bangsanya.
Cinta tanah air merupakan suatu sikap yang ditujukan untuk
negara. Berdirinya negara itu sendiri harus memenuhi beberapa unsur,
diantaranya:
a. Adanya rakyat
Rakyat merupakan unsur terpenting demi terbentuknya sebuah negara,
karena rakyatlah orang yang pertama kali berkehendak untuk
membentuk sebuah negara. Rakyat adalah semua orang yang tinggal di
wilayah suatu negara. Menurut pasal 26 ayat 1 UUD 1945
menyebutkan bahwa “yang menjadi warga ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
Undang-undang sebagai warga negara”, oleh karenanya rakyat
meliputi penduduk atau orang asing.
b. Adanya wilayah
Wilayah merupakan kawasan yang dijadikan tempat tinggal oleh
rakyat dan menjadi tempat bagi terselenggaranya pemerintahan.
Wilayah juga merupakan sebuah unsur negara yang harus terpenuhi
karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang
jelas.
c. Adanya pemerintahan
Pemerintahan merupakan alat kelengkapan negara yang bertugas
memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama
didirikannya sebuah negara. Pemerintahan sebagai aparat yang
mengatur jalannya roda pemerintahan untuk melaksanakan tugas-tugas
pokok dalam suatu negara.
d. Adanya pengakuan dari negara lain
Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan tentang
adanya suatu negara. Untuk menjadi sebuah negara yang diakui oleh
dunia, maka diperlukan sebuah pengakuan dari negara lain mengenai
keberadaannya baik negara yang berdiri sendiri ataupun negara yang
memerdekakan diri dari penjajahan. Karena hal ini termasuk dalam
tata hubungan internasional.12

Cinta tanah air merupakan sebuah nilai yang terkandung di dalam


Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Oleh karenanya, perwujudan
nilai cinta tanah air ini merupakan salah satu tujuan dari materi Pancasila.
Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan nasional dan juga yang termuat dalam SK Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam
rambu-rambu Pendidikan Kepribadian mengarahkan pada moral yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, kebudayaan dan
beranekaragam kepentingan, memantapkan kepribadian agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan
dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan

12
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2013), h. 121
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab
dan bermoral.13
Selain itu, dijelaskan juga di dalam nilai-nilai sila persatuan
Indonesia yaitu sebagai berikut:
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama.
2. Sanggup rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan
keadaan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.14 Memiliki
rasa cinta tanah air merupakan kewajiban bagi seluruh
rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Bahkan hal tersebut telah ditetapkan
sebagai tujuan pendidikan di Indonesia, sebagaimana yang tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional. Menurut Iqbal Hasan Pendidikan
nasional bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti
luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
Terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggungjawab,
dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
b. Menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air,
meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta
kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para
pahlawan, serta berorientasi ke masa depan.15
Cinta tanah air merupakan sikap batin yang dilandasi ketulusan dan
keikhlasan yang diwujudkan dalam perbuatan demi kemajuan dan
kejayaan bangsa dan tanah air. Maksud dari tanah air itu sendiri adalah
tempat dimana ia dilahirkan, memperoleh penghidupan dan menjalankan

13
Kaelan M. S, Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk Mewujudkan Nilai-Nilai
Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan SK DIRJEN DIKTI NO.
43/DIKTI/KEP/2006
14
(Yogyakarta: Paradigma, 2008), h. 15
Syaiful bakhri, Ilmu Negara, (Jakarta: Total Semesta Press, 2004), h. 13-14
15
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 28
kehidupan sampai akhir hayatnya. Oleh karenanya, kita sebagai warga
negara yang bertanggungjawab atas keamanan negara harus cepat tanggap
terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi terhadap negara berupa
ancaman yang dapat mengganggu stabilitas ataupun kehidupan warga dan
negaranya.
Cinta tanah air merupakan kewajiban kita sebagai warga negara
dan sebagai makhluk Allah swt. Allah swt bahkan menganjurkan kita
untuk mencintai tanah air kita, karena ketika kita tidak mencintai tanah air
kita sendiri maka kita termasuk orang yang dzalim. Sebagaimana Firman
Allah swt:

ِ
‫دي ُِرا َأ ْا‬ ِ ‫َ ي ْن َ ُا اَّل ُ َع ِ َ ْ ي َ اُِللُا‬
ِ‫ا ِّد ي ِ َ َ ْ ْ َ ا ب ْ ا‬ ْ ُ ُ َ
ْ ُ ُ‫ّر‬ َ َ ِ
ْ ‫ْ ُ ل ُا‬ ‫ا‬
ِّ
َ‫ي‬
(8) َ ‫َ ُا ْ ِ ُطل إَِْا ِ ْ ِإ َّا‬
‫إ‬ ‫ال‬
ِ ‫نَ ي َْن َ ُا ُ اَّل ُ َع‬ ‫ّ َ ُِ ُّرب ْا ُ ْ ِ ِط‬
‫ا‬
ِ ‫ّ ِ ي َ َا ُللُا‬
ْ َ
‫ا ِّد ي ِ َ َأ ْ َ ُ ُلا ْ ِا ْ ِدَي ُِرا ْ َ َظ َ ُ َ َعلى ِإ ْ َ ِ ُ ْ َأ ْا َا‬
َ‫لا‬
َ
ِ ‫ا ي لَّ َ ُ َا‬
َ ُْ َ َ ْ َ َ ْ ُ‫ّْل‬
ُ ُ
‫ال‬
9N] 8 : ‫( [ مل حن‬9) ‫ل َا‬ ِ‫ّ ا‬
ُ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari
negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan
Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka
itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Mumtahanah: 8-9)16

Perwujudan cinta tanah air telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as,
ketika beliau memanjatkan doa kepada Allah swt untuk negerinya.
Sebagaimana firman Allah swt:

‫ا آا‬
َ ْ َ ‫َ ْ ُر ْ أ‬ َ‫ْ َ ْ َ َ َل‬ ‫َ إِ ْ َ َ ِإ ْ َ ِ ُ َر ِّد‬
َ ‫ال‬ ِ ً‫آِ ان‬
َ ‫َل ُ ا‬
َ َّ
‫ِت‬
‫َاَ َ َ َُا‬ ِ ِ
َ ْ ُ ‫ْان‬
ِّ ْ ‫ال َا‬
ُ ‫د ُ ُ َِل ً ي‬ َ َ ِ ِ ‫ِّ َ ْا َ ْ لِ ْ ا‬
َ
ِ ِ ِ َ ‫ّ َأ ْ ُطَّر َِإ َع‬
َ ْ َ ‫َّان ر‬ ُ
)126:‫ِ ة اب‬ ‫ْا‬
) َ
16
ُ
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Op. cit., h. 550
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: "Ya Tuhanku, Jadikanlah
negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari
buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka
kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: "Dan kepada
orang yang kafirpun aku beri kesenangan sementara, kemudian
aku paksa ia menjalani siksa neraka dan Itulah seburuk-buruk
tempat kembali.(Q.S Al-Baqarah: 126)17

Perwujudan cinta tanah air dicontohkan pula oleh Rasulullah saw


ketika beliau hendak meninggalkan kota Mekkah dan menuju kota
Madinah. Beliau seraya berdoa untuk tanah airnya. Sebagaimana sabda
Nabi saw:

‫أَِ ِ َع‬ ِ ْ ِ ‫ُ ْ ُيل َف ُْسَ ُا ِ َش‬ َّ ‫َا َّ ث ََن َُُم‬


ْ ْ ُ
‫َ ع ئ ِ َش َ َ ع‬ ‫ُْع َ َة‬ ‫ع‬
ْ َ ‫ن‬
ََ َ‫ث‬ َّ ‫ا‬ ‫س‬ ُ
ِ‫ر‬
َ َ
‫ل‬ ‫َ ال‬
ِ
ُ ‫ّى‬
َ َْ‫ا َعل‬ َ َ : ْ ‫َ ْعن َ َ َا‬ ُّ
‫َسل‬ ‫ان‬
«: َّ ‫ِّ ُّر‬
‫ال‬
َّ ُّ
‫َا‬
َ ‫د ْب إَِْا َن مل ِ يَن‬
َ ‫َا‬
‫َاَب‬
ِ‫ح‬
َ ْ ‫جُل‬ ‫َُّح َ َِإ‬ َّ ِ
ْ ُ ْ َ َّ ‫ّْب َ إَْا َ ن َا َ ْأَ َأ َش‬
َ‫ال‬
ِ ‫ُّ َّ ِ ْرك َاَن‬
َ
َ
ِّ‫ُا‬

َ ‫د‬
» ‫ِعَن‬ َ َ
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam bin 'Urwah dari
Ayahnya dari Aisyah r.a dia berkata; Nabi Shallallahu 'alahi
wasallam bersabda: "Ya Allah, berilah kecintaan kami terhadap
Madinah sebagaimana kecintaan kami terhadap Mekkah atau
lebih cinta lagi, dan pindahkanlah demamnya ke daerah Juhfah,
ya Allah berkahilah kami di mud dan sha' kami. (H. R Shahih
Bukhari)18

Cinta tanah air merupakan sebuah sikap yang harus dimiliki oleh
setiap orang yang tinggal di suatu tempat dimana ia dilahirkan. Sebuah
paham untuk mengajarkan akan kecintaan terhadap tanah air, bangsa atau
Negara sendiri disebut nasionalisme, hal ini dilihat dari sebuah pengertian
nasionalisme pada kamus besar bahasa Indonesia kontemporer.19
Arti dari cinta tanah air adalah cinta kepada Negara tempat kita
dilahirkan, dibesarkan dan memperoleh kehidupan di dalamnya. Karena

17
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Op. cit., h. 19
18
Bukhari, Shahih Bukhari, (Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats, 2001), J.8, h. 80
19
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, 2002), h. 1026
dari Negara kita tersebut semua yang kita butuhkan akan kita dapatkan.
Cinta tanah air sama halnya dengan rela berkorban demi kepentingan
Negara, memajukan kehidupan bangsa, mencerdaskan diri demi ikut
berpartisipasi dalam rangka proses pembangunan tanah air atau negaranya
dari Negara yang kecil, berkembang menjadi Negara yang maju.
Dari definisi cinta dan tanah air di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwasannya pengertian dari cinta tanah air adalah suatu
perasaan yang timbul dalam diri seseorang yang meliputi unsur kasih dan
sayang terhadap tempat kelahirannya, serta pengakuan sebagai warga
Negara yang selalu bersedia berkorban dan mengabdikan diri untuk
negaranya. Ketika rasa cinta tanah air telah tumbuh pada diri seseorang
maka akan timbul suatu perasaan bangga, memiliki, menghargai,
menghormati, mengabdi, memelihara, membela serta melindungi tanah
airnya dari berbagai ancaman dan gangguan. Karena pada hakikatnya
sikap cinta tanah air merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap
orang yang mana tanah air merupakan tempat kita lahir dan besar serta
telah memberikan kehidupan pada kita.
Kenyataan hidup berbangsa dan bernegara bagi kita bangsa
Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan sejarah bagaimana Indonesia bisa
mencapai kemerdekaan seperti sekarang ini. Bermula dari perjuangan
rakyat melawan penjajah yang kemudian diakhiri dengan kemerdekaan
Indonesia serta termasuk di dalamnya penetapan Pancasila sebagai dasar
Negara.
Pengetahuan mengenai sejarah Indonesia saat zaman kemerdekaan
tanpa dilandasi rasa peduli ataupun sebuah penghargaan, maka hal tersebut
menjadi tidak begitu bermakna. Pantas saja pengamalan Pancasila pun
tidak terealisasi. Padahal ketika kita berkaca pada masa tersebut, kita dapat
mengambil pelajaran yang sangat berharga bahwa ternyata selama ini kita
belum menghayati perjuangan yang telah dilakukan para pahlawan.
Menghayati arti dari cinta tanah air bukanlah suatu perkara yang
mudah, untuk menjalankan hal tersebut dibutuhkan sebuah kesabaran dan
kerendahan hati. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya ancaman dan
tantangan yang datang dari mana saja baik dalam diri ataupu dari luar diri
kita. Akan tetapi, jika kita mempunyai tekad yang kuat untuk mencintai
tanah air dengan sepenuh hati, pasti semuanya akan dimudahkan. Dan
perlu kita ketahui bahwa mencintai tanah air dengan sepenuh hati
merupakan sebagian dari iman.
Cinta tanah air merupakan salah satu aspek dari jati diri manusia
yang sehat akal dan jiwanya yang erat kaitannya dengan nilai-nilai
kebangsaan. Nilai-nilai kebangsaan tersebut dapat ditegakkan dan
dikukuhkan melalui pendidikan agama. Karena hal tersebut menjadi tolak
ukur keimanan seseorang.20 Oleh karena itu sikap cinta tanah air menjadi
kewajiban untuk dilakukan oleh semua warga Negara dengan tulus dan
ikhlas. Biasanya orang yang memiliki sikap cinta tanah air merupakan
orang yang mendekatkan diri kepada Tuhan, mendalami dan mengikuti
kegiatan keagamaan yang sangat mempengaruhi jika orang hidup dalam
lingkungan yang baik, maka perilaku kita pun akan baik dan sebaliknya.
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia juga
sebagai jati diri bangsa. Pancasila adalah pilihan sejak dulu hingga kini,
dan masih tetap dinilai baik dan benar, walaupun dalam kehidupan
kesehariannya sering terabaikan. Di dalam Pancasila terdapat lima sila,
yaitu:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
Di dalam sila ini dijelaskan bahwa Negara kita merupakan Negara
yang beragama, tidak menganut paham komunis. Selain itu, sila ini
juga dijelaskan bahwa Negara kita telah mengatur sebagaimana
rupanya menjadi Negara yang bersahaja dan percaya akan semua yang
ada di dunia ini ada penciptanya dan kita sebagai warga negaranya
harus bersyukur mengenai hal tersebut.
2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

20
M. Quraish Shihab, Opcit., h. 356
Di dalam sila ini dijelaskan bahwa warga Negara Indonesia harus
menjunjung tinggi sikap keadilan dan berkeadaban. Dimana antar
warga Negara yang satu dan yang lainnya dapat saling mengasihi,
tolong menolong, membantu dan saling mendukung. Tidak ada
kesewenang-wenangan dengan mengunggulkan yang satu. Karena
warga Negara Indonesia ini memiliki hak keadilan yang sama.
3) Persatuan Indonesia
Di dalam sila ini dijelaskan bahwa selaku warga Negara Indonesia
harus menjunjung tinggi rasa kesatuan dan persatuan. Karena
dengannya Indonesia akan selalu kokoh dan terciptanya Negara yang
aman dan tentram.
4) Kemanusiaan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Perwakilan.
Di dalam sila ini dijelaskan bahwa pemerintahan Indonesia
menjunjung tinggi permusyawaratan dalam masyarakat. Oleh karena
itu, Indonesia disebut dengan Negara demokrasi. Sebagaimana slogan
dari demokrasi sendiri “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi keinginan rakyat dalam turut serta
membangun bangsa.
5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Di dalam sila ini dijelaskan bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki
hak untuk mendapatkan keadilan. Sila ini disebut sebagai cerminan
hukum untuk Indonesia yang diikuti oleh Undang-undang.
Kelima sila di atas merupakan pedoman hidup seluruh rakyat
Indonesia yang harus dijalani dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kita
sebagai warga Negara Indonesia harus memiliki rasa cinta terhadap tanah
air. Walaupun dengan keadaan kita yang multikultural, kita harus tetap
bersatu demi memajukan Negara.
B. Sistem Pendidikan di Indonesia
1. Pengertian Pendidikan

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata


“didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung
arti perbuatan (hal, cara dan sebagainya). Dalam bahasa Arab istilah ini
sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Tarbiyah
atau pendidikan secara harfiah atau ahli kebahasaan mengandung arti
mengembangkan, menumbuhkan, memelihara dan merawatnya dengan
penuh kasih sayang.21

Dalam perkembangannya istilah pendidikan berarti bimbingan atau


pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang
dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya,
pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok
orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental.22
Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan oleh
siapapun, terutama sebagai tanggung jawab negara. Sebagai sebuah upaya
untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu pengetahuan, pendidikan telah
ada seiring dengan lahirnya peradaban manusia. Dalam hal inilah, letak
pendidikan dalam masyarakat sebenarnya mengikuti perkembangan corak
sejarah manusia.23
Dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal I, menyebutkan bahwa, “pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya ntuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

21
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), 22h, 19
Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), h.13
23
Nurani Soyomukti, Teori-teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis-Sosialis,
Postmodern, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 29
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.24
Ahmad D. Rimba memberikan definisi “pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama”.25 M.J Lengeveld menyatakan bahwa pendidikan
atau pedagogi adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada
kedewasaan dan kemandirian.26
Berdasarkan definisi pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwasannya pendidikan adalah suatu proses perkembangan sikap,
potensi, karakter, maupun psikologi seorang atau sekelompok orang
dengan adanya interaksi antara peserta didik, pendidik dan sumber
pendidikan melalui upaya pengajaran maupun pelatihan.

2. Tujuan Pendidikan
Pendidikan merupakan bagian dari sebuah proses untuk mencapai
suatu tujuan. Menurut ath-Thahthawi pendidikan secara umum adalah

ُ َ ِ ْ ‫َ َع ل ئِ ِ جَل ْ ِ َ َا‬ ِ ْ ِ ‫ََت‬


ْ ُ‫ُْْل ُ ل‬ ِ ‫إِ َّا ا‬
‫َعَلى‬
‫ِّ ا‬ ‫ّ ْ ِ َ َ ا ُ ُ ل ِا‬

ِِ ّ َّ

ِّ
‫آ َد ِ َِب ِ ْعل ً َ َع َ ً ي َ ا‬

‫َ َ ً َ ُ ر ًا‬ ِ ‫ّ ّرَُ د ِ ِ آ َد ِ ابَِ ي ِد َ اِ َ ِ َ ْن ِ َِ ا َّ ْغ‬


َ
ِ‫َأ َ ي ً َِ ْ ِر َ ِل‬
ْ َ

.ِ ‫ْس ِ ْ َ ِد‬ ِّ

Sesungguhnya pendidikan secara umum adalah untuk memperbaiki


adat istiadat masyarakat dan mengetahui tingkah laku masyarakat baik
ilmunya maupun perbuatannya dan mempunyai sikap kebangsaan. Hal itu
diperuntukkan untuk pertumbuhan anak baik jasadnya ruhnya dan
akhlaknya sesuai dengan kemampuannya.
24
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahin 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan
Republik Indonesia tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar,
(Bandung: Citra Umbara Bandung, 2010), h.2
25
Ahmad D. Rimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma’arif, 1980), cet. Ke 4, h.
19
26
Kartini Kartono, Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?, (Bandung:
CV. Mandar maju, 1992), h. 22
27
Muhammad Imarah, Al-A’mal Al-Kamilah Li Rifa’ah Rafi’ Ath-Thahthawi, (Riyadh:
Silsilah at-Turats, 2010), j. 1, h. 287
Tujuan pendidikan merupakan suatu komponen yang penting
dalam dunia pendidikan, karena hal tersebut berkaitan dengan sesuatu
yang harus dituju demi tercapainya segala sesuatu yang diharapkan.
“Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada
hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang
terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Tujuan-tujuan
diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang pada esensinya
ditentukan oleh masyarakat dan dirumuskan secara singkat dan padat,
seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan
terbentuknya kepribadian muslim. Hal ini merupakan cita-cita
paedagogis atau dunia cita-cita yang ditemukan sepanjang sejarah
hampir di semua negara”.28
Adapun tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana terdapat
dalam Undang-undang RI nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional Bab II pasal 4, menyebutkan: “pendidikan nasional bertujuan
mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepata Tuhan yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.29
Adapun tujuan pendidikan nasional Indonesia menurut UU no. 4
Tahun 1950 adalah “membentuk manusia susila yang cakap, warga negara
yang demokratis dan manusia bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air”.30
Dan tujuan pendidikan menurut UU no. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yaitu sebagai berikut, “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik

28
Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h.2959
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Islam dan Pendidikan Nasional, (Jakarta: Lembaga
Penelitian IAIN Jakarta, 1983), h. 90
30
Muhammad Rifai, Politik Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h.
45
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.31
Di dalam buku Islam dan Pendidikan Nasional yang ditulis oleh
lembaga penelitian IAIN Jakarta menyebutkan, “Pendidikan bertujuan
mewujudkan kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat berdasarkan
keimanan kepada Allah swt. Untuk itu perlu dibina dan dikembangkan
kepribadian beradab dan berbudaya yang dilandasi iman kepada Allah
swt”.32
Menurut Abuddin Nata, “Ketika pendidikan dihubungkan dengan
Tuhan, maka tujuan pendidikan yang utama adalah membentuk manusia
agar beriman kepada Allah swt, yang dilanjutkan dengan berbuat amal
saleh, yakni amal yang sesuai dengan kehendak Allah swt”.33
Dan beliau menegaskan kembali, “Ketika pendidikan dihubungkan
dengan filsafat manusia, maka tujuan pendidikan dapat dirumuskan
sebagai usaha untuk mewujudkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang
tergali, terbina dan terlatih potensi intelektual, spiritual, emosional, sosial
dan fisiknya, sehinga dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan
negaranya”.34
John Dewey merumuskan, “tujuan pendidikan untuk diarahkan
pada upaya melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya,
terutama potensi intelektual dan keterampilannya, sehingga ia dapat
melaksanakan tugas-tugas di masyarakat, dan menjadi orang yang dapat
menolong dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya”.35
Menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan menurut Islam
adalah sama dengan tujuan hidup manusia dalam Islam yaitu memikul
amanah Allah swt. Adapun secara terperrinci menjadi:

31
Ibid., h. 48
32
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Op. cit., h. 109
33
Nata. Op. cit., h. 51
34
Ibid.,. 89
35
Ibid., h.218
1. Membina generasi muda agar menyembah Allah swt dengan menjalankan
apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
2. Mendidik generasi muda agar dapat hidup bersosialisasi dengan
masyarakat dengan mengakui adanya prinsip kerja sama, persaudaraan
serta persamaan.
3. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan akal pikirannya dengan
cermat dan produktif.
4. Membentuk pribadi yang terbuka dan bergaul dengan orang lain serta
menghindari sikap menyendiri dan menonjolkan dirinya.
5. Mendidik generasi muda agar dapat menggunakan pemikiran ilmiah. 36
Tujuan yang dirumuskan oleh Hasan Langgulung tersebut,
“diarahkan pada pembentukan lisan yang saleh, yaitu mendekati
kesempurnaan yang ditandai dengan memiliki sifat-sifat terpuji seperti
menghargai diri, perikemanusiaan, jujur, adil dan sebagainya. Selain itu
tujuan pendidikan tersebut diarahkan pada pengembangan masyarakat
yang saleh, yaitu masyarakat yang percaya bahwa ia memiliki jiwa sebagai
pengemban misi kebenaran dan kebaikan”.37
Adapun tujuan pendidikan menurut Rifa’ah Ath-Thahthawi
berdasarkan kutipan dari Buku Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran
dan Gerakan karya Harun nasution adalah “mengajarkan ilmu pengetahuan,
untuk membentuk rasa kepribadian dan untuk menanamkan rasa

Patriotisme ( ‫اب‬ ‫”)ال‬.38


Adapun dalam al-A’mal al-Kamilah disebutkan bahwa tujuan
pendidikan adalah
ٍ ِ ِ
‫ا‬ َْ‫َ ْاغ‬
َ ‫ُض ا َ ا‬
‫ي ْ ِ ِن‬
َ
ِ ّ
ْ

‫َ َ ً َ ُر ًا َ َأ ْ َ ي ً ِ آ‬ ِ ‫ِّ اَ ْن ِ َ ُ ا َّ ْغ‬
‫ٍا‬
ِ‫ا ن ِلي َاِ َِ ْ ِر َ ِل‬ ‫َا ْن ِ ِا‬
ّ َ ْ ََ
ِ. ‫ِد‬ ِ‫ّ ُ ّ ا‬
َ ْ ِ ‫ّ ِ ْس‬
Tujuan dari pada pendidikan adalah mengembangkan potensi anak
baik dari segi jasmani, rohani dan akhlak pada masa tertentu yaitu
36
Ibid., h. 342
37
Ibid., h. 342
38
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1982), h. 48
39
Imarah. Op. cit., h. 297
mengembangkan perasaannya dan moralnya berdasarkan kemampuan dan
kesiapannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwasannya
tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian peserta didik
yang berakhlakul karimah, berbudi pekerti, berwawasan luas, mandiri,
serta dapat member manfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat,
bangsa dan Negara.
3. Kurikulum Pendidikan
Istilah kurikulum berasal dari bahasa Prancis, yaitu courier yang
berarti to run, maksudnya adalah berlari. Sedangkan dalam bahasa Yunani
kuno berasal dari kata curir yang artinya pelari dan curere artinya tempat
berpacu atau tempat berlari. Sedangkan curriculum diartikan sebagai jarak
40
yang harus ditempuh oleh pelari. Dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwasannya kurikulum dalam pendidikan adalah sejumlah
pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan oleh anak didik. Namun
dalam perkembangannya, kurikulum mencakup berbagai kegiatan yang
diharapkan mampu mencapai tujuan dari pendidikan.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2013
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 pasal 1 butir 19 dijelaskan
bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan sebagai
pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu yang di dalamnya
terdapat tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakannya.41
Dari pengertian tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa
kurikulum merupakan sebuah rancangan program pendidikan yang harus
dijalani dan dikembangkan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.
Untuk mencapai tujuan dari pendidikan tersebut, kurikulum
mempunyai beberapa komponen yang saling berhubungan dan saling
berkaitan. Nasution membagi komponen tersebut menjadi empat bagian

40
Syaifuddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional & Implementasi
Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), cet. 1, h. 33
41
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: Depdiknas RI., 2003), h. 5
yaitu tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar dan penilaian.42 Dan
A. Malik MTT membagi komponen kurikulum menjadi 5 yaitupertama
komponen tujuan sebagaimana bahwa kurikulum merupakan program
untuk mencapai tujuan dari pendidikan, kedua komponen isi/ materi yang berupa bahan pembelajar

42
43
S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), cet. 5, h. 3
A. Malik MTT, Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren, (Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2008), h. 27-30
BAB III

Metodologi Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian (inquiry),
menghimpun data, mengadakan pengukuran, analisis, sintesis, membandingkan,
mencari hubungan, menafsirkan hal-hal yang bersifat teka-teki. Suatu metode
penelitian mempunyai rancangan penelitian (research design) tertentu. Rancangan
ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu
penelitian, sumber data dan kondisi pada data yang telah dikumpulkan, dan
dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah.
Adapun proses yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu:
A. Tempat dan waktu penelitian
Pada penelitian ini, skripsi yang berjudul “Konsep Cinta Tanah Air
perspektif Ath-Thahthawi dan Relevansinya dengan Pendidikan di
Indonesia” Ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai bulan Maret
2015 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis
yang diperoleh dari koleksi, buku-buku yang ada di perpustakaan, internet
serta sumber lain yang mendukung penelitian. Kemudian selebihnya
digunakan untuk melakukan kualifikasi data, menganalisis, menyimpulkan
hasil penelitian serta menyusunnya dalam bentuk hasil penelitian atau
laporan. Selanjutnya tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini
bertempat di perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Iman
Jama’ Jakarta, dan Perpustakaan Darussunnah International Institute for
Hadith Science.

B. Metode penelitian
Adapun jenis penelitian yang dipakai dalam penulisan skripsi ini
adalah penelitian kualitatif artinya penelitian yang menggunakan data
informasi berbagai macam teori yang diperoleh dari kepustakaan dengan
jenis penelitian sejarah (historical research) dengan klasifikasi pada
penelitian biografi. Selain itu, langkah metodis dalam penyusunan penelitian
karya ilmiah ini menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif-analisis.

33
34

Menurut Whitney sebagaimana dikutip oleh Nazir, yang dimaksud dengan


metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta
tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,
termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-
pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-
pengaruh dari suatu fenomena.1
Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk
memaparkan konsep para cendekiawan, tokoh dan ahli di bidang pendidikan
yang nantinya dapat mempermudah memahami dan menghubungkan jalan
pikiran maupun makna yang terkandung di dalamnya secara runut dan
komprehensif. Sedangkan yang dimaksud analisis di sini ialah menelaah
secara kritis tentang istilah, pengertian yang dikemukakan oleh para tokoh
atau pemikir sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihannya.
Kemudian menemukan pengertian baru untuk melengkapinya.
Adapun sumber data yang digunakan dalam skripsi ini
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu sumber primer dan sumber
sekunder.
1. Sumber primer
Yang dimaksud dengan sumber primer dalam penelitian ini adalah
karya-karya yang ditulis oleh Rifa’ah Badhawi Ath-Thahthawi, maka
peneliti melakukan survei kepustakaan tentang pemikiran Rifa’ah
Badhawi Al-Thahthawi. Dari hasil survei tersebut, maka peneliti
memilih sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini yakni kitab
yang berjudul Al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. Kairo: al-
Haiat al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab. 2010. Dan kitab Al-‘Amal
al-kamilah Li Rifa’ah Ath-Thahthawi. Kitab ini merupakan kompilasi
dari karangan Ath-Thahthawi yang telah disunting (tahqiq) oleh
Muhammad Imarah.

1
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), Cet. IV, h. 63-64.
2. Sumber sekunder
Yang dimaksud dengan sumber sekunder adalah karya-karya atau buku
yang memiliki kesamaan pemikiran tentang Konsep Cinta Tanah Air
perspektif Ath-Thahthawi untuk mempermudah dan memperkuat isi
tulisan dalam skripsi ini. Di antara buku-buku yang menunjang
pemikiran beliau adalah sebagai berikut: buku Pelopor Pendidikan Islam
Paling Berpengaruh karya Said Ismail Ali, buku Pembaharuan dalam
Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan karya Harun Nasution, buku
Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam karya Ris’an Rusli, buku
Rifa’ah Ath-Thahthawi karya Husain Fauzi al-Bukhari, buku Pemikiran
para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam karya A.Fattah Wibisono
serta buku-buku lain yang ada keterkaitannya mengenai Ath-Thahthawi
ataupun cinta tanah airnya.
C. Prosedur pengumpulan dan pengolahan data
Sesuai dengan metode yang digunakan, maka pengumpulan data
dilakukan dengan studi dokumentasi. Dokumen berasal dari bahasa latin
yang berarti mengajar. Namun, para ahli mengartikan kata dokumen sebagai
sumber tertulis dan informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian
lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan
arkeologis. Selain itu, dokumen diperuntukkan pula bagi surat-surat resmi
dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah,
konsesi dan lainnya.2 Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu, dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya monumental
dari seseorang. Dengan mengumpulkan dan menelaah sumber referensi
berupa buku-buku, jurnal, internet dan literatur ilmiah lainnya dari karya
para pakar, intelektual, praktisi, maupun para pengambil kebijakan yang
berkompeten, yang mana karya-karya tersebut mempunyai keterkaitan
dengan kajian yang akan diteliti.

2
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara,
2013), h.175
Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis
lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi dan
mengklasifikasikan data-data yang relevan dan yang mendukung pokok
bahasan, untuk kemudian penulis analisis, dan menyimpulkannya dalam satu
pembahasan yang utuh.

D. Pengecekan keabsahan data


Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu
keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui
keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat
tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan
dengan pengamatan yang terus menerus (ketekunan pengamatan). Hal ini
dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang
sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta
memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

E. Teknik Analisis data


Teknik Analisis data adalah pencarian atau pelacakan pola-pola.
Analisis data kualitatif adalah pengujian sistematik dari sesuatu untuk
menetapkan bagian-bagiannya, hubungan antar kajian, dan hubungannya
terhadap keseluruhannya.3
Sesuai dengan jenis serta sifat data yang diperoleh dalam penelitian
ini, Maka teknik analisis data atau pengolahan data yang digunakan adalah
content analysis atau analisis isi dengan tahapan penelitian meliputi:
Heuristik (pengumpulan data), Verifikasi (kritik data), Interpretasi
(penyimpulan data), serta Historiografi (penulisan data). Menurut Soejono
dan Abdurrahman, mengutip dari Hadari Nawawi, bahwa analisis isi dalam
penelitian dilakukan untuk mengungkapkan isi buku yang menggambarkan
situasi penulis dan masyarakat pada waktu buku itu ditulis. Di samping itu,
dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang lain
dalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu, penulisannya

3
Ibid., h. 210
maupun mengenai standar kualitas buku-buku tersebut dalam mencapai
sasarannya sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat atau kelompok
masyarakat tertentu.4

F. Teknik penulisan
Teknik yang penulis pakai pada penelitian ini merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan prosedur penelitian
sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Dalam tahap persiapan ini, penulis membuat dan mengajukan proposal
penelitian. Di samping itu, penulis juga melakukan kunjungan ke
perpustakaan untuk mencari bahan-bahan yang digunakan dalam proses
penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan data yang
diperoleh dari berbagai sumber, kemudian mengolah data dengan cara
mengklasifikasikan data-data dan kemudian menyusunnya.
3. Tahap penyelesaian
Pada tahap ini, penulis menyimpulkan data yang telah dianalisis dan
kemudian menafsirkan data dalam bentuk hasil penelitian (laporan)
selanjutnya melakukan rekomendasi dengan cara mencari temuan baru
dari hasil analisis tersebut.

4
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h.14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi data
1. Riwayat hidup Ath-Thahthawi
Rifa‟ah Ath-Thahthawi adalah salah seorang pembaharu pemikiran
di Mesir pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasya. Selain
penduduk asli Mesir, masih sedikit sekali orang yang mengetahui ataupun
mengenal beliau. Padahal beliau mempunyai julukan pioner pembaharu
pendidikan di Mesir. Beliau mempunyai nama lengkap Rifa‟ah
Badhawi Rafi‟ Ath-Thahthawi atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Ath- Thahthawi yang nama panggilannya tersebut diambil dari kota
kelahirannya. Beliau lahir di Thahtha suatu kota yang terletak di Mesir
bahagian selatan pada tahun 1801 H, dan meninggal di Kairo pada tanggal
27 Mei pada tahun 1873.1

‫مَن َّسبٍ ة تَ ْنَتِ هي ُأ‬ ‫ ِم ْن‬،1801 ‫ف َ ق ْد ُو َِل د ِِف َسَنة‬


َ ُ
ُ‫ُصْ و‬ ٍ‫ُأ ْسرة‬ ‫َْط هَطا‬
ِ ِ َ
‫َلا اَ َل ج ْ َع فِ ر ال َّصا د ِق‬
َ
ِ ِ
‫ِابن َُُم َّمد الَباقِر بن َعِلى َزْين ا َْل عابِ ِدْين بِن ا ُْْل ْس ْي بِن ( ْالبِ ْض َعة َىرة َفا ط َمة‬
َ
‫ا َلّْز َىراء‬ ‫الط‬
‫ّا‬
‫صل َعَْليو َو‬ ‫ص َُُم‬ ِ ِ
َ ْ ‫ْبنت َر ُ ْس ول اهلل‬
‫ّى اهلل َسَل‬ ‫َسي َطفى َّم ٍد‬
.‫ّم‬ ‫ّ ِدّنا اْل ُم‬
Telah dilahirkan di Thahtha pada tahun 1801 dari keluarga yang
nasabnya sampai ke Ja‟far Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn Ali Zainal
„Abidin ibn al-Husain ibn Fathimah az-Zahra Binti Rasulullah Muhammad
saw.
Dari beberapa literatur yang penulis temukan, tidak ada satu pun
literatur yang meyebutkan identitas diri beliau, siapa nama kedua orang
tuanya ataupun beliau merupakan anak ke berapa dari berapa anak. Akan
tetapi, Husen Fauzi al-Bukhari menyebutkan, “Ath-Thahthawi merupakan

1
Ris‟an Rusli, Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 22013), h. 66
Husain Fauzi al-Bukhari, Rifa‟ah ath-Thahthawi, (Kairo: Maktabah Mesir, t.t), 56

38
39

keturunan dari Ja‟far As-Shadiq Ibn Muhammad al-Baqir Ibn Ali Zain al-
„Abidin ibn al Husain (putra dari Fatimah az-Zahra bin Muhammad saw)”.
Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir,
harta orang tua Ath-Thahthawi termasuk kekayaan yang diambi alih dan
dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari
keluarga ibunya. Ketika umur 16 tahun ia pergi ke Kairo untuk belajar di
al-Azhar. Ia adalah murid kesayangan dari gurunya Al-Syaikh Hasan Al-
„Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan ahli-ahli ilmu
pengetahuan Perancis yang datang dengan Napoleon ke Mesir. Ia selalu
mengadakan kunjungan kepada ahli-ahli itu untuk mengetahui kemajuan
ilmu pengetahuan mereka. Kunjungan-kunjungan itu mereka terima
dengan senang hati, karena mereka dapat memperdalam pengetahuan
mereka tentang bahasa Arab dari pergaulan dengan beliau sebagai ulama
besar Al-Azhar.
Selama beliau menjadi mahasiswa di Al-Azhar dan menjadi salah
satu murid dari Syeikh Al-„Attar, Syeikh al-„Attar melihat bahwa Ath-
Thahthawi merupakan seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan tajam
pikirannya. Penilaian terhadap Ath-Thahthawi tersebut dilihat dari
bagaimana cara belajar Ath-Thahthawi dalam kesehariannya. Oleh
karenanya, Syeikh al-„Attar selalu memberi dorongan kepadanya untuk
senantiasa menambah ilmu pengetahuan, agar pengetahuan yang ia punya
tak hanya terfokus pada satu bidang saja akan tetapi dapat menguasai
bidang yang lain juga. Ath-Thahthawi menuntut ilmu di Al-Azhar selama
lima tahun dan menyelesaikan studinya pada tahun 1822, kemudian beliau
mengabdikan dirinya dengan mengajar di sana selama 2 tahun sampai
tahun 1824.3
Setelah menjabat sebagai imam tentara selama 2 tahun, beliau
diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim ke Paris oleh
Muhammad Ali Pasya. Dan akhirnya menetap di sana selama 5 tahun.
Selama di sana, beliau belajar bahasa Perancis yang dalam waktu singkat

3
Nasution. Op. cit., h. 42
dapat ia kuasai dengan baik. Jadi, selain dari mempergunakan waktunya
untuk bekerja sebagai imam, beliau turut pula belajar. Sedangkan imam-
imam yang lain tidak memanfaatkan waktunya untuk mengikuti pelajaran.
Untuk mengadaptasikan dirinya selama berada di Perancis, Ath-
Thahthawi berusaha keras mempelajari bahasa mereka dan pada akhirnya
beliau pun menguasai bahasa Perancis tersebut. Karena beliau telah
menguasai bahasa Perancis, beliau berhasil menerjemahkan berbagai
risalah bahasa Perancis ke dalam bahasa Arab. Selain itu, dengan
kemampuan tersebut, beliau dapat membaca dan mempelajari buku-buku
sejarah, filsafat Yunani, ilmu hitung, logika, dan bahkan pemikiran para
pemikir bangsa Perancis abad ke-19, seperti Voltaire, Condillac, Roeseau
dan Montesque dalam bahasa Perancis. Hal ini menyebabkan beliau
mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang keilmuan.4
Di antara orang yang dikirim Muhammad Ali, Ath-Thahthawi
tercatat sebagai satu-satunya orang yang mengkhususkan dirinya dalam
bidang penterjemahan. Kegiatan yang demikian merupakan salah satu
yang diperlukan pada waktu itu. Ketika Muhammad Ali memerintah
Mesir, Ath-Thahthawi memang dimanfaatkan, bukan hanya untuk
kepentingan pemerintah bahkan juga untuk kemajuan rakyat kecil.
Setelah lima tahun lamanya beliau tinggal di Perancis, akhirnya
beliau kembali ke Mesir. Dan sekembalinya beliau di Mesir, beliau
langsung diberikan jabatan sebagai guru bahasa Perancis dan berbagai
jabatan Kepala Sekolah, serta pimpinan Badan Penterjemah Undang-
undang Perancis. Berangkat dari latar belakang pendidikan dan
pengalaman tersebut, hal itu turut membentuk wawasan kependidikan
beliau.
Beliau merupakan seorang sosok yang mempunyai intelektual
tinggi, kecerdasan, serta membawa pemikiran-pemikiran yang baru.
Berbagai ilmu telah banyak ia kuasai, sikap kepeduliannya terhadap
perkembangan zaman, serta bahasa yang dikuasai selain bahasa Arab

4
Nasution. Op. cit., h. 43
menjadi nilai tambah untuknya. Pantas saja ia dikenal sebagai pioner
pembaharu pendidikan di Mesir dan dikenal pula sebagai tokoh
pembaharu.

2. Latar Belakang Pendidikan


Ath-Thahthawi masuk ke dalam dunia pendidikan sejak masih
kecil. Sejak masa itu ia sudah mulai belajar Al-Qur‟an dan kemudian
menghapalnya di bawah bimbingan ayahnya sendiri. Selain Al-Qur‟an,
pendidikan agama pun ia dapatkan dari saudara-saudara ibunya
berdasarkan tradisi yang ada di lingkungannya.5 Kemudian saat ia berumur
16 tahun, ia melanjutkan pendidikannya di Al-Azhar Kairo selama 5 tahun
dengan menggunakan sistem belajar dan kurikulum yang masih
tradisional. Diantara salah seorang gurunya adalah al-Syeikh Hasan al-
„Attar.
Ath-Thahthawi merupakan salah satu murid yang pintar dan
menyenangi beberapa ilmu pengetahuan modern yang pada masa itu tidak
ada pada kurikulum Al-Azharsendiri. Tapi ilmu tersebut tetap ia dapatkan
dari gurunya yang bernama Al-„Attar. Karena melihat ketekunan, keuletan
dan ketajaman dalam berpikir tersebut, Al-Attar selalu memberikan ia
dorongan dan motivasi terhadap dirinya untuk senantiasa menambah ilmu
pengetahuannya.
Kecintaan beliau akan ilmu, ketekunan beliau dalam melakukan
sesuatu pekerjaan, dan ketajaman berpikir beliau, beliau selalu belajar
setiap waktu bahkan ketika beliau dikirim ke Perancis oleh Muhammad
Ali Pasya untuk membimbing mahasiswa-mahasiswanya, dalam sela-sela
mengajar pun ia turut belajar. Sampai-sampai beliau memberikan gaji
untuk guru yang mengajarinya belajar bahasa Perancis.

5
Rusli. Loc. Cit.
‫‪3. Guru-guru Ath-Thahthawi‬‬

‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫حي َح اْلبُ‬ ‫َف َل َّما َعا َد اَِل اأ َْلَزىِ ر ِف ا َْل عِام ُ ُد ْرو س و َُ مثا ًبِرا‪َ ،‬ف َد ر َس َص ْ‬
‫َخا ِري ََعلى‬ ‫الت‬
‫َّال اْن َك َب‬
‫َ ََل‬ ‫َعَلى ال َّ ْشيخ ا َل ف َضاَِل‪ ،‬و ََْج َع اجَلواِ مع ِِف اأُل ُ ْص ول ََوم َشا ِ َر ق ا أَ لنْ َ وا ِر ِِف ْاَل ِدْي ِث‬
‫َح َسن ا َل ق ِْويسِ ِن‪ُ َ ،‬و َى و‬ ‫ال َّ ْشيخ‬
‫ال‬
‫ّ ِذي تَ َ َوَّل َم ِ ْشي َخةَ اأَلَْز ِى ر ب َ ْع َد ال َّ ْشيخ َح َسن ال‬
‫َعط‬
‫ّار‪،‬‬
‫و ح ضر األ ْشْ ِوِن َعلى ال َّشيخ َأ ْْحد ال َّد م ه ِوجي‪ ،‬وَقد آَلت اَِليِ و م ِشي خَة اأَلزىر ب ع د وفَاةِ‬
‫َْ َْ َ َ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ َ‬ ‫َ َ َ َ‬
‫ال َّ ْشيخ َُُم َّمد ال َ ُع ْروِ سي‪َ ،‬وْالِكم ِلابْ ِن َع َط ِا ء اهلل ا ِإل ْس َ ْكن َد ِري َعَلى ال‬
‫َّ ْشيخ‬
‫الن‬
‫َويَ ِ َص فو َصاحل ََْم ِدي‬
‫َب ِأَن‬
‫ّو َكا َن " َعالََمُة َع ْصِ رِه َوب َرَكُة َوْقتِ و‪َ ،‬كما َت َل ّقى َت ْ ف ِسري اجَلالَْلي‬
‫َ َعلى ال َّشيخ َ ْعب ُد ا َِلغ َن ال ِّ ْد َ ميا ِطي‪.‬‬
‫َ ِوِمَ‬
‫ّن ح َ َضر َعَْلي ِهم أَ ْي ًضا ال َّ ْشيخ اِْب َرا ِىيم البَ ْي ُ ْج ِوري‬
‫وال َّشيخ َُُم َّمد ُحَب ْيش شيخ ال َّسا َدة الْ َمالِ ِكية‪ ،‬وال َّشيخ ال َّ َد ْمن ُهِوري‪َ .‬وكاُنوا ََِجي ًعا‬
‫أ ْع َالِم َع ْصِ رِىم‪.‬‬
‫‪Sekembalinya dia ke al-Azhar pada tahun selanjutnya dia‬‬
‫‪menekuni pelajaarannya. Dia belajar shahih al-Bukhari kepada gurunya‬‬
‫‪yang bernama al-Fadhali, jam‟u al-jawami‟ fi al-ushul dan masyariq al-‬‬
‫‪anwar fi al-hadits kepada gurunya yang bernama Hasan al-Qawisini, dan‬‬
‫‪beliau merupakan guru besar al-Azhar setelah Hasan al-„Attar, dan‬‬
‫‪mengdadirkan al-Asymuni kepada gurunya yang bernama Ahmad Ad-‬‬
‫‪Damhuji, beliau merupakan guru besar al-Azhar setelah wafatnya‬‬
Muhammad al-„Arusi, dan belajar hikam li ibn „Atha Illah al-Iskandari
kepada gurunya yang bernama An-Najjari, dan yang menyifatinya Shalih
Majdi karena barakah waktunya sebagaimana dia belajar tafsir jalalain
kepada Abdul Ghina Ad-Dimyati. Selain itu, Ath-Thahthawi belajar
kepada Ibrahim al-Bajuri, Muhammad Hubaisy, Ad-Damanhuri. Mereka
merupakan ulama pada masanya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwasannya Ath-Thahthawi
telah belajar kepada banyak guru. Diantara guru-guru yang mengajari Ath-
Thahthawi adalah sebagai berikut:
a. Syeikh al-Fadhali
6
Husain. Op. cit., h. 61
b. Syeikh Hasan al-Qawisini
c. Syeikh ad-Damhuji
d. Ibnu‟Athailah al-Iskandari
e. Syeikh Muhammad al-„Attar
f. Syeikh Ibrahim al-Baijuri
g. Syeikh Abdul Ghina Ad-Dimyati
h. Syeikh Muhammad Hubaisy
i. Syeikh Ad-Damanhuri

4. Karya-karya
Diantara karya ilmiah Ath-Thahthawi antara lain:
a. Takhlis al Ibriz fi Talkhisi Bariz (Intisari dari Kesimpulan tentang
Paris).
b. Manahijul- albaab al-Mishriyyah fii Manahijil-adab al-„Ashriyyah
(Metode bagi Orang Mesir untuk mengetahui Literatur Modern).
c. Al- Mursyidul Amiin li alBanati wa alBanin (Petunjuk bagi
pendidikan putri dan putra).
d. Anwaru Taufiq al-jalil fii Akhbari Misra wa Tausiqi Bani Ismail
(Cahaya Taufik yang agung pada Berita-berita Mesir dan pengukuhan
anak keturunan Khedewi Ismail).7
e. Al-Qaul Al-Sadid fi Al-Ijtihad wa Al-Taqlid
Selain dari karya-karya ilmiah yang beliau tulis sendiri. Adapula
buku-buku dan risalah yang beliau terjemahkan dari bahasa Perancis,
diantara buku-buku dan risalahnya yaitu:
1) Risalah tentang sejarah Alexander Macedonia
2) Buku mengenai pertambangan
3) Buku mengenai akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa
4) Buku mengenai ilmu bumi
5) Risalah mengenai ilmu teknik
6) Risalah mengenai hak-hak manusia
7) Risalah tentang kesehatan jasmani dan sebagainya8
Menurut Abdul Fattah Wibisono, Ath-Thahthawi mengarang buku-
buku dan karangan-karangannya tersebut dimaksudkan untuk
memberi pengertian tentang kehidupan dan kemajuan Eropa dan
mengenalkan ide-ide baru yang membuat umat Islam mengubah

7
Wibisono. Loc. cit
8
Nasution. Op. cit., 43
kehidupannya menjadi lebih maju dan kuat dan meninggalkan tradisi-
tradisi yang menyebabkan mereka kembali mundur dan lemah.9
Hasil dari proses belajar yang ia lakukan dengan membaca dan
melakukan pengamatan langsung membuahkan pemikiran baru dengan
melahirkan ide-ide baru yang berguna untuk tanah airnya yaitu Mesir.

Perjalanan hidup dalam mengarungi kehidupannya, Ath-Thahthawi


selalu menampakkan bahwa dirinya selalu haus akan ilmu. Ilmu yang
bermanfaat untuk dirinya sendiri bahkan bermanfaat untuk semua orang.
Sekembalinya Ath-Thahthawi ke Kairo tepatnya pada tahun 1831 setelah
melakukan perjalanannya dalam menuntut ilmu di Perancis, beliau
diangkat sebagai guru bahasa Perancis dan penerjemah di sekolah
kedokteran Abi Za‟bal dan memimpin sekolah persiapan kedokteran oleh
Muhammad Ali Pasya. Setelah menjadi guru bahasa dan penerjemah, dua
tahun kemudian (1833) beliau dipindahkan ke sekolah Altireli dan
menerjemahkan buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran.10
Pada tahun 1835, usaha yang dilakukan oleh beliau adalah
mendirikan Sekolah Penerjemah dengan tujuan untuk mencetak tenaga-
tenaga ahli penerjemah yang profesional yang dibutuhkan oleh negara,
jumlah siswa di dalamnya hanya terbatas untuk 150 orang pendaftar yang
mewakili setiap daerah yang berada di Mesir.11
Pada tahun 1836 sekolah ini diubah menjadi Sekolah Bahasa-
bahasa Asing. Sebagai mata pelajaran pokoknya yaitu penerjemahan
Arab-Perancis, kemudian sebagai mata pelajaran tambahannya yaitu
bahasa- Turki, Itali, Persia dan Inggris dan ditambah pula dengan
pelajaran ilmu teknik, al-jabar, sejarah dan geografi. Dan semenjak
tahun 1844, sekolah ini berkembang menyerupai Universitas dengan
berbagai jurusan, Fakultas-fakultas Adab, Hukum dan Dagang.
Selama berdirinya sekolah ini buku yang berhasil diterjemahkan
hampir mencapai 2.000 buah buku dengan dibantu oleh tenaga-tenaga
guru yang berasal dari Mesir sendiri dan tenaga guru asing yang
sengaja didatangkan oleh Ath-Thahthawi.12

9
10
Rusli. Op. cit., h.70
Nasution. Op. cit., h. 44
11
Rusli. op. cit., h. 69
12
Rusli. loc. cit
Namun, pada tahun 1848 setelah wafatnya Muhammad Ali Pasya
dan kemudian digantikan oleh cucunya yang bernama Abbas, sekolah ini
ditutup dikarenakan ketidaksenangannya Abbas terhadap Ath-Thahthawi
dan dengan alasannya yang tidak begitu jelas. Akhirnya, Abbas
memindahkan Ath-Thahthawi ke Sudan untuk mengepalai sebuah sekolah
dasar yang ada di sana. Setelah wafatnya Abbas pada tahun 1854, beliau
dipanggil kembali ke Mesir oleh Pasya baru yang bernama Said sebagai
pengganti Abbas, dan kemudian diangkat menjadi Kepala Sekolah Militer.
Di sekolah tersebut, beliau menerapkan kurikulum yang sama
ketika ia mendirikan sekolahnya yang dulu yaitu pelajaran bahasa asing
dan penerjemahan. Dan pada tahun 1863, beliau ditunjuk sebagai
pimpinan Badan Penerjemahan Undang-Undang Perancis yang diadakan
oleh Khedewi Ismail.13
Selain itu, Ath-Thahthawi pernah menjadi pimpinan surat kabar
resmi bernama “Al-Waqa‟i Al-Misriyyah” yang telah diterbitkan oleh
Muhammad Ali. Pada masa kepemimpinannya, surat kabar tersebut tidak
hanya memuat berita-berita resmi, tetapi pengetahuan-pengetahuan tentang
kemajuan barat juga termasuk di dalamnya.
Dan pada tahun 1870, kegiatan yang beliau lakukan adalah
mendirikan majallah “Raudhat al Madaris” dengan bertujuan untuk
memajukan bahasa Arab dan menyebarkan ilmu-ilmu pengetahuan modern
pada khalayak ramai. Majallah ini mengandung tulisan-tulisan tentang
sastra Arab, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu akhlak, ilmu tumbuh-tumbuhan,
ilmu pasti dan lain-lain.14

Demikianlah kegiatan-kegiatan yang beliau lakukan selama


beberapa tahun dalam mengabdikan dirinya terhadap tanah airnya, yang
mana kegiatan tersebut menjadi sebuah karir dan prestasi beliau yang
didapatkan atas hasil usaha yang telah dilakukannya selama ini.

13
Nasution. loc. cit.
14
Nasution. op. cit. h. 45
B. Pembahasan
1. Konsep Cinta Tanah Air sebagai Tujuan Pendidikan Islam perspektif
Ath-Thahthawi
Demikianlah pada bab dua penulis menjelaskan beberapa penjelasan
tentang tujuan pendidikan baik secara pendidikan secara umum ataupun
pendidikan Islam menurut beberapa ahli, menurut kajian teori pada bab dua
penulis menguraikan tentang tujuan dari pada pendidikan dan pendidikan
Islam. Secara garis besar, tujuan dari pada pendidikan adalah untuk
membentuk pribadi, moral, karakter dan akhlak anak didik agar mereka dapat
menjalani kehidupan dengan berdasar pada tata nilai yang ada. Selain itu,
tujuan dari pada pendidikan yaitu untuk menanamkan sikap cinta terhadap
tanah airnya berdasar pada agama dan ajaran-ajaran yang dibawanya karena
hal tersebut dapat mengajarkan manusia kepada nilai-nilai dan akhlak yang
mulia. Dalam penelitian terhadap pemikiran Ath-Thahthawi ini, penulis
menemukan beberapa hal yang terkait dengan pemikiran beliau mengenai
“cinta tanah air” diantaranya: landasan yang menopang pemikiran cinta tanah
airnya, karakteristik seseorang yang memiliki sikap cinta tanah air dan sikap
yang harus dimiliki seseorang yang mencintai tanah airnya. Berikut
pemaparan penulis mengenai hal-hal yang terkait dengan pemikiran cinta
tanah air Ath-Thahthawi.
Sebagaimana diketahui bahwasannya Setiap bangsa mengharapkan
bangsanya menjadi suatu bangsa yang berperadaban, bukan menjadi bangsa
yang biadab. Menurut Ath-Thahthawi sebuah peradaban dapat terwujud
apabila bangsa itu memiliki semangat cinta tanah air. Sebagaimana disebutkan
Imarah:
‫حِب‬
ُ ْ ‫َو َِرا َدُة‬
‫الت ن ِّ و‬
‫ّ م ُّدد ِن ِل وَط ِن َال َت ْن َشُأ َِّال َع‬
َ َ
Dan keinginan terjadinya sebuah peradaban pada negara tidak akan
berkembang kecuali dengan kecintaannya.

15
Muhammad Imarah, Al-A‟mal Al-Kamilah Li Rifa‟ah Rafi‟ Ath-Thahthawi, (Riyadh:
Silsilah at-Turats, 2010), j. 1, h. 311
Pemikiran tersebut tidak semata-mata tercipta dengan begitu saja,
tanpa adanya sebuah dasar pemikiran yang menjadi awal mula bagaimana
pemikiran tersebut dapat muncul dan kemudian dapat direalisasikan. Sebuah
pemikiran pun tidak akan kokoh jika tidak adanya sebuah landasan yang dapat
menopangnya.
Dengan demikian sebuah pemikiran yang tidak mempunyai landasan
yang kuat, akan menjadikan pemikiran tersebut rapuh. Ketika buah dari
pemikiran itu tergapai dan kemudian teraplikasikan di dalam menjalani
kehidupan, maka orang yang mempunyai pemikiran pun akan dikenal di mata
publik karena hasil dari pemikirannya dapat membawa kehidupan menjadi
lebih baik.
Dan berkaitan dengan pemikiran tersebut, beliau mempunyai
pemikiran dengan landasan-landasan yang jelas. Untuk pemikiran cinta tanah
air ini, menurut Ath-Thahthawi hal ini berlandaskan pada:
1. Perkataan Umar bin Khathab yang berbunyi:

‫ُّدب اأَلوَطا َن‬


ُ ‫ َع َّمَر اهُلل‬:‫َقا َل َأِمُري اْل ُ ْم ِؤم ْنِ َْي ُع َمر بِن اخَلَطاب‬
ِ
‫البَِ ال َد‬
Umar bin Al-Khathab berkata, “Allah memakmurkan suatu negara dengan
kecintaan penduduknya pada tanah airnya”.
2. Perkataan Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:

ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْرزقُُو ِف ب لَ ده‬
َ ‫َوقَا َل َعلِ َس َعا َدُة اْل َ ْم رء‬
‫َأن َي ُكو َن‬ :‫ى‬
Ali bin Abi Thalib berkata, “Kebahagiaan seseorang adalah mendapatkan
rezeki di negerinya sendiri”.
3. Perkataan al-„Asma‟i

‫ت َأ ن ت وفاء الر ج ِل و ع وم َكا ِرم َأ‬ ِ :‫وَقا َل األ ْص معِي‬


َِ ََ َ َ ُ َّ َ َ َ َ ْ َ َ َ
‫ْ َخ لاق و‬ ِ‫ح س ن ه ِده‬ ‫ْ ِع ر َف‬ ‫َذا َاَْرد‬
ْ َ ْ ُ
.‫َحِْنينِ و َو َ ْش وقِ و َِ َل ِ ْ َخ وانِو‬ ‫َوطََهاََرة َ ْم ولِ ِدهِ َفاْن‬
‫ِ ْلَأوَطاِنو‬ ‫ُْر َِ َل‬
16
Imarah, Opcit., h. 311
17
Imarah, Opcit., h. 311
18
Imarah, Opcit., h. 311
Al- Ashma‟i (740-831 M) berkata, “Jika engkau ingin mengetahui
kepercayaan seorang laki-laki, kemuliaan akhlaknya, keturunan yang baik,
maka lihatlah kecintaannya terhadap tanah airnya dan kerinduannya
kepada saudara-saudaranya”.
Dari keempat poin di atas mengenai landasan cinta tanah air tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa memiliki sikap cinta terhadap tanah air
merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah swt yang ditujukan untuk
bangsanya, sehingga Allah swt pun akan memakmurkan negeri yang apabila
penduduknya mencintai negerinya. Merupakan sebuah kebanggaan dan
penghargaan tersendiri bagi sebuah negara apabila penduduknya dapat
memenuhi kehidupannya atas rizki yang mereka dapatkan dari dirinya
(negara). Selain itu, orang yang memiliki cinta tanah air dianggap bahwa ia
merupakan orang yang dapat dipercaya, berakhlak mulia, bersih keturunannya.
Karena dengan memiliki sikap cinta tanah air, seseorang akan rela berkorban
dengan seluruh jiwa dan raganya untuk mempertahankan negaranya dan
membangun negaranya dengan segenap jiwanya.
Sebenarnya, tidak menjamin ketika seseorang telah mempunyai sikap
cinta tanah air akan mempunyai sifat seperti yang telah dijelaskan di atas.
Namun, mungkin hal tersebut menunjukkan bahwasannya memiliki sikap
cinta tanah air itu memang penting.
Landasan-landasan tersebut menjadi pondasi pemikiran Ath-Thahthawi
mengenai cinta tanah air yang ditujukan untuk tanah air yang memiliki
kesamaan akidah dan keyakinan dengan tanah airnya.
Sebagai seorang yang berkependudukan di Mesir, beliau
menspesifikkan tanah airnya menjadi tanah air yang mana tanah air tersebut
merupakan tempat dimana ia dilahirkan bukan tanah air yang memiliki
kesamaan akidah dan keyakinan dengan tanah airnya. Oleh karena itu, beliau
memperkuat pondasi pemikiran mengenai cinta tanah air yang mana tanah air
di sini dimaksudkan untuk negerinya yaitu Mesir.
Ath-Thahthawi selalu menekankan penduduk Mesir untuk senantiasa
mencintai tanah airnya. Karena berdasarkan bukti rasional yang logis yang
dapat mengantarkan mereka agar mencintai tanah airnya, selain itu, Ath-
Thahthawi juga mempunyai landasan-landasan dasar Islam dan tradisi Islam,
yang mana hal itu dapat menguatkan argument Ath-Thahthawi yang
menekankan bahwa memiliki rasa cinta tanah air itu wajib bagi seluruh
penduduk Mesir.
Di antara landasan pemikiran mengenai cinta tanah air untuk penduduk
Mesir, Ath-Thahthawi menyebutkan keunggulan-kunggulan dari pada Mesir
agar tumbuhnya rasa bangga dalam diri mereka terhadap tanah airnya. Berikut
alasan yang dijadikan sebagai landasan penguat bagi pemikiran Ath-
Thahthawi mengenai cinta tanah air yang ditujukan untuk Mesir.
a. Perkataan Abdullah bin Umar yang berbunyi:

، ‫ص را‬
ً ُ ‫ َوَأ َْْس ُح ُهم َض ُُل ه‬،‫وقَا َل َعب ُد اهلل بن ُع َمر َْأ ى َأ ْ َكُرم اأَل َعا ِجم‬
‫ وَأْف م ُْعن‬،‫ًي دا‬
َ َ ‫ُ ل ِ م ْ صر‬
.‫ َخا َصًة‬،‫َعا مًة‬ ‫َوَأْق َرب ُ ُهم َ ْر ًْحا بِا َْل َعر‬
َ
‫َو ُِب َقرْي ٍش‬ ‫ِب‬
Abdullah bin Umar berkata, “Penduduk Mesir adalah orang-orang
a‟jam paling mulia, paling dermawan (murah hati), yang terbaik
keturunannya, dan paling dekat kerabatnya dengan orang Arab secara umum
dan orang Quraisy secara khusus”.

b. Berdasarkan Hadits Nabi saw yang berbunyi:

‫ح َّد َ َنا‬
َ ‫ َح ُب بْ ُن‬:‫ َق َاال‬،‫ َوُعبَ ْي َس ِعي ٍد‬،‫َح َّد َِِن َُز ْىي ُ ر ْب ُن َ ْح ر ٍب‬
،‫َ ِج ر ٍي ر‬ ‫َّد َ َنا َ ْوى‬ ‫ُد اهللِ بْ ُن‬

َ‫َع ْن َِأِب ب‬ ‫ ُ َ َع ْن َ ْعب ِد ا َلّ ْر َْح ِن بْ ِن‬،‫ َِْس ْع ُت َ ْح َرمَلَة اْل ِم ْ ِص ر َّي‬،‫َِأِب‬
‫ َع ْن‬،‫ْ َصرَة‬
،‫ِْشَا َسَة‬ ‫ِّد ُث‬
‫ َقا َل َر ُس ُو ل اهللِ ْ َصر َ ِوى ي‬:‫ َقا َل‬،‫َ ّرٍذ ر‬ ‫ّ ُك ْ م‬
َ
‫َصل‬ ‫َستَ ْ فتَ ُحو‬
‫ّى اهللُ َعَْليِ و َو‬ ‫َ ن ِم‬
‫َسل‬
ِ« :‫ّ م‬
َ
‫ن‬
‫أَِِب‬
‫ُط‪َ ،‬فِإ َذا َف تَ ْحتُ ُم َوىا َفَأ ْح ِسُنوا َِ َل َْأ ى َلِ ها‪َ ،‬فِإ َّن‬ ‫َْأر ٌض ُي َس َّمى فِي َها ا ِْل ق‬
‫َُ‬ ‫َ يرا‬
‫ُْل م ِذَ ّمًة ََوِرًْحا» َْأو‬
‫هرا‪َ ،‬فِإ َذا َت َر ُجل ِص َما ِن ِفي َها ِِف َ ْم و ِض ِع َلِبَنٍ ة‪َ ،‬فا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫قَا َل « ذَ ّمًة َو ص ْ ً‬
‫ْ ُخ ْر ج ِ ْمن َها»‬ ‫ِْي‬ ‫َرأَْي‬

‫ْيَت‬
‫ُ َشر ْحِبي َسن َة‪َ ،‬وَأ َخاُه َرِبي َعَة ْ َيَت ِص َما ِن ِِف َ ْم و‬ ‫َقا َل‪َ :‬ف ََرأيْ ُت َ ْعب َد ا َلّ ْر ْحَ ِن‬
‫ِض ِع َلبَِنٍ ة َح‬ ‫َل ْب ِن‬ ‫ْب َن‬
‫َف َ َخر ْج ُت ِ ْمن َها‬
‫‪“Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan 'Ubaidullah bin‬‬
‫‪Sa'id keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Wahb‬‬
‫‪bin‬‬

‫‪19‬‬
‫‪Ibid., h, 318‬‬
‫‪20‬‬
‫‪Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Ihya at-Turats al-„Arabi, t.t), j. 4, h. 1497‬‬
Jarir; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Aku mendengar
Harmalah Al Mishri bercerita dari 'Abdur Rahman bin Syimamah dari
Abu Bashrah dari Abu Dzar dia berkata; "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah bersabda: 'Sesungguhnya kamu sekalian (kaum
Muslimin) pasti akan dapat menaklukkan negeri Mesir, yaitu suatu
wilayah yang terkadang dinamakan Al Qirath. Apabila kalian telah
dapat menguasai negeri Mesir, maka berbuat baiklah kepada para
penduduknya! Karena, bagaimanapun, mereka memiliki hak untuk
dilindungi, sebagaimana kaum kafir dzimmi ataupun karena hubungan
tali saudara (atau sebagai dzimmi dan hubungan keluarga dari jalur
pernikahan). Apabila kalian melihat dua orang yang sedang bertikai
di Mesir pada lokasi batu bata, maka keluarlah dari tempat itu!' Abu
Dzar berkata; 'Ternyata saya melihat Abdurrahman bin Syurahbil bin
Hasanah dan saudaranya yang laki-laki, yaitu Rabi'ah sedang
bertengkar di tempat batu bata, maka saya pun keluar dan tempat
itu.'” (H.R Muslim)
c. Firman Allah swt yang berbunyi:

ِ
55) :‫(يوسف‬ ‫ِ حِ ف َع ْلي م‬ ِ‫خزآئ‬
َ ‫قَا َل ا ْج َ لْع ِ ِن‬
ٌ َ َ َ
‫ض ِ ي ٌظ‬ ‫ِن لْا َْأر‬ ‫عَلى‬
‫ِِّن‬
“Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan". (Q.S. Yusuf: 55)

d. Pernyataan tentang Mesir yang berbunyi:


ِ ِ
‫ وِ ْمن‬،‫وا ْْلِ ْك مِ ة ِمن َق ْد ِْي ال َّد ْىِ ر و ح ديثِ و‬ ِ ِ ِ
َ ْ َ َ َ َ ‫ِ َّن م ْ َصر ى َي بَ َل ُد العْل‬
‫ها خر ج العلَ ماء‬ ‫ِم‬
ُ َ ُ ََ َ َ
‫َك ال ُّددْن َيا بِتَ ْد ْبِ يِرىم َ ِو ح ْك َمتِ هم َوُف ُن‬ ‫َوْاُل َك َماءُ ال ِذْي َن َع‬
‫ْ ِِو‬ ِ‫َّم روا ِ َمال‬
ُ
ِ ِ
‫ ََوَْل تَ زل‬،‫نم َو َصنَائع هم‬ ِ
‫اِ َل اآلن ي ِ ْسي ر َْلي َها طَلَبُة العِْل َ ْ ُب الَ ف ْه َسائِر اأَلْقَطا ِر لَِت ِ َدَ ر َجِ ة‬
ُ َ َ
‫ح ْصي‬ ‫ن‬ ‫م‬ ِ ‫م‬ ِ ‫ص‬ ‫و‬ ‫ِم‬
ْ
‫ِل‬ ‫َأ َحا‬ .‫ال َك َماِ ل‬
Sesungguhnya Mesir merupakan negeri ilmu dan pengetahuan dari
masa yang lalu sampai masa sekarang. Dan dari Mesir banyak para ahli ilmu
dan ahli hikmah yang muncul yang memakmurkan penguasa dunia dengan
aturan mereka, hikmah, seni dan karya mereka. Dan tidak berhenti sampai

21
Imarah. op. cit., h. 319
sekarang mempermudah para penuntut ilmu dan ahli ilmu dari berbagai dunia
untuk menghasilkan derajat kesempurnaan.
Dari empat poin yang telah dijelaskan di atas menunjukkan
bahwasannya landasan pemikiran yang beliau kemukakan berawal dari sebuah
rasa bangga yang amat terdalam akan keunggulan-keunggulan Mesir dalam
sejarahnya, sehingga beliau berkeinginan untuk mempertahankan keunggulan
itu dengan sumbangsih yang diberikan oleh penduduk Mesir sebagai rasa cinta
untuk negerinya.
Dengan disebutkannya keunggulan-keunggulan atau keistimewaan-
keistimewaan dari pada yang dimiliki oleh Mesir. Diharapkan kepada seluruh
penduduk Mesir agar memiliki rasa bangga terhadap tanah airnya sehingga
sikap cinta dan tanah air pun dapat tumbuh dengan sendirinya. Karena dengan
sikap cinta tanah air tersebut keunggulan dari pada Mesir tidak akan pudar dan
dapat terjaga hingga akhir masa.
Memiliki rasa cinta terhadap tanah air tidak hanya diperlukan saat
menghadapi penjajah saja. Bangga menjadi anak bangsa pun sudah merupakan
cermin dari cinta tanah air. Karena dari kebanggaan itulah dapat
menumbuhkan rasa dimana kita harus mengaharumkan nama baik tanah air di
mata dunia.
Setelah menyebutkan landasan-landasan yang menopang pemikiran
dari cinta tanah air menurut Ath-Thahthawi. Penulis ingin menyebutkan
bagaimana karakteristik dari pada orang yang memiliki sikap cinta tanah air.
Berikut karakteristik dalam kitab Takhlis al-Ibriz fi Talhkisi Bariz.

‫ب‬ ‫ب َأوَطان هم الر جا ُل َِلي َضا َىا ال َّ شبا‬ ‫َو‬


ُ ِ َ ْ َ ِّ ُ َ ْ َ
‫َك‬ ‫ُىَنال‬ ‫ِهم َم ِر َب َق‬ ‫َحب‬
ّ
‫َّصَبا فِي َها َف‬ َ ‫ِ َذا ذَ كر ُت َْأوَطاَن ُهم ّذ كر‬
‫ُح‬ ‫ُلم ُع‬ ‫ُت‬
‫دوا لَِ ذلِ َك‬ ‫ه َود ال‬
ْ ُ
‫َوَأ ْن الَ ََأرى َ ْغ ِ يرى َلُو َما لِ ًكا‬ ‫َوَِل َ ْم و ِط ُن آَْلي َت َأ ِِّن َأ‬
‫ال َّد ْ َىر‬ ‫ِ دُعّ زُه‬
Dan para pemuda mencintai tanah air mereka
Karena di sana semua kebutuhan mereka terpenuhi

22
Imarah. op. cit., h.311
Ketika aku mengingat tanah air mereka maka aku mengingat mereka
Saat masa kecil di sana aku ditimbang⁄disayang mereka
Dan aku pun mempunyai tanah air yang aku agungkan
Dan tidak ada yang menjadikanku raja selain di tanah air itu

Dari beberapa syair di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang


mencintai tanah air, sejauh mana pun ia melangkah, seberapa lama pun ia
pergi meninggalkan tanah airnya, sebahagianya pun berada di negeri orang
lain, tetap saja hati dan pikiran ia hanya teringat pada tanah airnya sendiri,
tempat dimana ia dilahirkan. Karena di tanah air itulah segala kebutuhan ia
terpenuhi dan tidak ada kebahagiaan selain tinggal di negeri sendiri.
ٍ
‫وب ْل َدٌة َق ْد ر ْم ِت َن بِ ُك ِّل َدا ء ِعَنا ًدا‬
ََ ُ َ
‫وَل و ر ج ع ت َِأل َكاَنت بِاَلِ دى بِا ًَل دا‬
ُ ْ َ َ ْ َ
Dan banyak negara yang telah membuangku ِ
‫ْىلى‬
Dengan segala kesakitan
Walaupun aku kembali ke keluargaku dan keluargaku ada di negara lain
Tetap saja aku teringat negaraku yang lalu

Pada sya‟ir tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa seberapa pun


banyaknya negara yang dikunjungi, tetap saja tanah air selalu teringat di
dalam hati. Seberapa pun banyaknya negara yang telah membuang kita, tetap
saja teringat negara tempat dimana kita dilahirkan.

‫ُّدب ِب اأَّلِّول‬ ‫َما‬ ‫َما ا َت ِم َن‬ ‫َن ْ ق ُل ُف َ ؤا َد َك‬


‫ِ ال‬ ‫ْال‬ ‫ُا َلوى‬ ‫ْسَت َْط ع‬
ُ
‫ّ ِلل َح ْبِي‬
Sebisa mungkin jagalah hati kamu dari hawa nafsu
Tidak ada cinta kecuali cinta yang pertama

23
Imarah. op. cit., h. 315
24
Imarah. op. cit., h. 316
Pada sya‟ir ini dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada cinta yang
abadi kecuali cinta pertama. Maksud dari pada cinta di sini adalah cinta
terhadap tanah airnya. Seberapa pun banyaknya tempat yang pernah
disinggahi, hati hanya tertuju pada tanah air tercinta.
Dari beberapa sya‟ir yang penulis paparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa karakteristik dari seseorang yang memiliki cinta tanah air adalah
dimana pun ia berada, bagaimana pun keadaan ia, apa pun yang ia pikirkan,
semuanya hanya tertuju pada tanah airnya. Karena begitu besarnya rasa cinta
yang ditanamkan untuk tanah airnya, sehingga seluruh jiwa raganya hanya
ditujukan untuk tanah airnya.
Selanjutnya penulis akan memaparkan sikap yang harus dimiliki oleh
orang yang memilki sikap cinta terhadap tanah airnya. Dalam kitabnya al-
Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin, Ath-Thahthawi menjelaskan sikap
yang seperti apa saja yang harus dimiliki oleh orang yang cinta terhadap tanah
airnya.
ِ ِ
‫ص ِِف ح ِّب ال وَط ِن ي ْ ف ِدي مَنافِ ع ن َْ ف ِسِ و ُوَيْ د مُو‬ ِ‫َفال وَطِِن الْ م خل‬
ْ ُ
ُ َ َ ُ َ ُ ُ َ
ِ
‫بب ْذ ل‬ ِ ِ ِ
َ ‫َوَطنُو ِبَ مْي ِع‬
‫َِ َْجي ِع َما ُك َوي ُْ ف ِدْيِو َو َْي دَف ُع َ ْعنُو ُك َّل َمن تَ َ َعّر َك َما َيْ دَف ُع ا َل وا ُِل د َع‬
ِ‫ن ولَ ِده‬ ‫َض َلُو بِ َ ُضرٍر‬ ‫ُِبْر ِو حِ و‬ .‫ال ّشر‬
َ ْ ِ‫يْل‬

Penduduk yang ikhlas dalam mencintai tanah air akan membela


negaranya dengan seluruh manfaat dirinya, melayaninya dengan
mengorbankan seluruh apa yang dimiliki, mempertaruhkan nyawanya,
melindunginya dari segala sesuatu yang membahayakan sebagaimana
perlindungan seorang ayah terhadap anaknya.
Dari pernyataan tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
sikap yang harus dimiliki oleh seorang warga negara sebagai bentuk rasa cinta
terhadap tanah air yang dikemukakan Ath-Thahthawi adalah:
a. Membela negaranya dengan seluruh manfaat dirinya.
b. Melayaninya dengan mengorbankan seluruh apa yang dimiliki.

25
Ath-Thahthawi, al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin, (Kairo: al-
Haiat al-Mishriyyah al-„Ammah li al-Kitab, 2010), h.94
c. Mempertaruhkan nyawanya.
d. Melindunginya dari segala sesuatu yang membahayakan
sebagaimana perlindungan seorang ayah terhadap anaknya.
Setelah mengetahui sikap apa saja yang harus dimiliki oleh seorang
yang cinta terhadap tanah airnya. Selanjutnya penulis akan memaparkan
penjelasan dari setiap poinnya.

1. Membela negaranya dengan seluruh manfaat dirinya


Sebagai warga negara yang taat dan cinta terhadap tanah airnya,
patutlah mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan salah satunya
yaitu dengan bela negara. Adapun arti dari bela negara itu adalah upaya
setiap warga negara untuk mempertahankan negerinya dari berbagai
ancaman, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam. Membela negara
merupakan sebuah usaha warga negara untuk mewujudkan ketahanan
nasional.
Mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk membela negaranya atau
tanah airnya selain hal tersebut merupakan kewajiban yang patut
dilaksanakan oleh seorang warga negara, hal tersebut juga merupakan
suatu perbuatan yang terpuji. Dengan membela negara, kewajiban sebagai
warga negara pun telah gugur. Hal tersebut dilakukan bukan hanya untuk
kepentingan negara itu sendiri, akan tetapi untuk kepentingan masyarakat
juga untuk kepentingan diri.

2. Melayaninya dengan mengorbankan seluruh apa yang dimiliki


Selain kewajiban membela negara, sebagai warga negara yang baik harus
ikut serta pula dalam melayani apa yang dibutuhkan oleh negara. Segala
sesuatu yang dimiliki hendaknya dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dengan memiliki sikap rela berkorban, seorang warga negara akan
mengorbankan segala sesuatu apapun termasuk dirinya hanya untuk
kepentingan bangsanya.
3. Mempertaruhkan nyawanya
Pada saat tanah airnya mengalami gencatan dari berbagai pihak, sebagai
seorang warga hendaknya sigap untuk menghadapinya. Permasalahan
yang muncul dari faktor intern ataupun ekstern yang mengancam situasi
dan kondisi tanah air hendaklah siap sedia untuk mengamankannya serta
turut serta membantu menyelesaikan permasalahnannya. Saat semua itu
terjadi, ia tidak mementingkan keselamatan ia sendiri akan tetapi
mementingkan keselamatan dari tanah airnya. Bahkan orang yang telah
tertanam di dalam dirinya rasa cinta terhadap tanah airnya, ia rela untuk
mempertaruhkan nyawanya.

4. Melindunginya dari segala sesuatu yang membahayakan sebagaimana


perlindungan seorang ayah terhadap anaknya
Betapapun banyaknya bahaya yang menimpa tanah airnya, seseorang yang
memiliki cinta tanah air akan tetap setia melindunginya. Ath-Thahthawi
membuat sebuah perumpamaan bahwasannya sebuah perlindungan yang
dilakukan oleh seorang warga negara untuk tanah airnya sama halnya
dengan perlindungan seorang ayah terhadap anaknya. Seorang warga
negara melakukan hal apapun untuk melindungi tanah airnya, begitu juga
dengan seorang ayah yang akan melakukan apapun untuk melindungi
anaknya. Begitulah perumpamaan Ath-Thahthawi terkait kewajiban
seorang warga negara untuk melindungi tanah airnya.

Selanjutnya, penulis akan memaparkan mengapa cinta tanah air ini


dijadikan sebagai tujuan pendidikan Islam. Di awal pembahasan telah penulis
paparkan bahwasannya suatu peradaban terjadi karena adanya rasa cinta tanah
air. Oleh karena itu, menanamkan rasa cinta terhadap tanah air harus dijadikan
sebagai tujuan pendidikan karena hal tersebut merupakan dasar yang kuat
untuk mendorong orang dalam mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai
peradaban.
Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk sebuah kepribadian
ataupun karakter diri seseorang,sehingga nantinya diharapkan semua tujuan
yang hendak dicapai dapat terwujud. Dengan melalui pendidikan tersebut,
Ath-Thahthawi berharap bahwasannya seluruh masyarakat Mesir mempunyai
rasa cinta terhadap tanah airnya sehingga peradaban Mesir akan terbentuk
kembali dan dapat dipertahankan sepanjang masanya.
Melalui pemikiran mengenai konsep cinta tanah air inilah Ath-
Thahthawi dikenal sebagai pembaharu. Maksud dari pembaharu di sini adalah
beliau lebih menekankan pengertian dari tanah airnya. Karena pada masa itu
pemahaman masyarakat terhadap tanah air masih global yaitu masih
mengatasnamakan atau berdasarkan pada kesamaan akidah. Persaudaraan
yang dikenal pada masa Ath-Thahthawi adalah persaudaraan keIslaman dan
tanah air adalah seluruh wilayah Islam dan sejarah adalah sejarah Islam.

Jadi yang dimaksud dari tanah air menurut masyarakat Mesir masa itu
adalah tanah air yang memiliki kesamaan akidah dengan mereka yaitu seluruh
umat Islam yang ada di dunia. Kemudian, Ath-Thahthawi mengerucutkan
pemahaman mengenai tanah air tersebut menjadi tanah air dimana seseorang
dilahirkan. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor Ath-Thahthawi dikenal
sebagai pembaharu. Namun, sampai saat Ath-Thahthawi mengemukakan ide
cinta tanah airnya tersebut, kaum muslim dalam bernegara dan bertanah air
masih berlandaskan sentimen-sentimen keagamaan yang kuat dan tidak
berlandaskan perasaan kebangsaan.

2. Relevansi pemikiran Cinta Tanah Air perspektif Ath-Thahthawi dengan


Pendidikan di Indonesia
Setelah dilakukan eklsplorasi dan telaah terhadap konsep cinta tanah
air perspektif Ath-Thahthawi. Selanjutnya akan dikaji tentang relevansi
dengan pendidikan di Indonesia.
a. Relevansinya dengan tujuan pendidikan
Menurut hemat penulis konsep dari cinta tanah air perspektif Ath-
Thahthawi ini menekankan adanya sebuah penghargaan untuk tanah air,
pertahanan terhadap negara dan pembelaan terhadap negara. Karena
memiliki rasa cinta terhadap tanah air tidak hanya diwujudkan pada saat
menghadapi penjajahan. Pada masa sekarang jua pun memiliki rasa cinta
terhadap tanah air masih harus diwujudkan karena setelah merebut
kemerdekaan dari penjajah maka sebagai anak bangsa harus turut pula
mempertahankan kemerdekaan tersebut dan membela tanah air yang
sewaktu-waktu dapat diserang kembali. Selain itu, sikap cinta terhadap
tanah air tidak hanya mempertahankan dan membela negara saja, akan
tetapi dengan mengharumkan nama tanah air pun merupakan sebuah sikap
cinta terhadap tanah air.
Jadi konsep cinta tanah air perspektif Ath-Thahthawi memiliki
relevansi dengan tujuan pendidikan di Indonesia yang mana terkandung
dalam tujuan dari materi Pancasila. Sebagaimana telah dijelaskan oleh
penulis pada pembahasan sebelumnya, bahwasannya dalam UU No. 20
Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan nasional dan juga yang termuat
dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan mengenai
tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu Pendidikan Kepribadian
mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
golongan agama, kebudayaan dan beranekaragam kepentingan,
memantapkan kepribadian agar secara konsisten mampu mewujudkan
nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni dengan penuh rasa tanggungjawab.26

b. Relevansinya dengan kurikulum pendidikan di Indonesia


Istilah kurikulum sebagaimana terdapat dalam undang-undang sintem
pendidikan nasional adalah merupakan seperangkat rencana dan

26
Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi DepDikNas RI No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang
Rambu-rambu Pelaksanaan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Pasal 2
pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan. Pada kurikulum
2013 terdapat bahan ajar mengenai cinta tanah air yang mana materi dari
bahan ajar tentang cinta tanah air tersebut menjelaskan mengenai pentingnya menanamkan sikap ci
BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari analisa yang telah penulis paparkan pada bab-bab terdahulu
mengenai konsep cinta tanah air menurut Ath-Thahthawi, maka penulis
dapat mengambil kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap rumusan
masalah yang diajukan sebagai berikut:
1. Konsep dari cinta tanah air perspektif Ath-Thahthawi adalah sebagai
penduduk atau bangsa yang baik yaitu akan membela negaranya
dengan seluruh manfaat dirinya, melayaninya dengan mengorbankan
seluruh apa yang dimiliki, mempertaruhkan nyawanya, melindunginya
dari segala sesuatu yang membahayakan sebagaimana perlindungan
seorang ayah terhadap anaknya.
2. Terdapat 2 aspek relevansi konsep cinta tanah air perspektif Ath-
Thahthawi dengan pendidikan di Indonesia yaitu terletak pada tujuan
dari pada pendidikan dan kurikulum pendidikan. Tujuan dan
kurikulum pendidikan ini merupakan komponen yang terpenting dalam
pendidikan.

B. Implikasi
Dari eksplorasi penelitian berikut, implikasi yang dapat penulis
paparkan:
1. Pendidikan yang dilakukan Indonesia untuk menanamkan cinta tanah
air diwujudkan dengan cara pembelajaran PKn, yang mana
pembelajaran tersebut harus memusatkan perhatian pada pemberian
bekal terhadap siswa berupa pengetahuan tentang struktur
pemerintahan dan kehidupan politik. Selain itu, siswa juga dituntut
harus terlibat secara aktif dalam belajar dan bekerja serta pengalaman
partisipasi di sekolah maupun masyarakat. Karena dengan hal tersebut
dapat membentuk dan mengembangkan kompetensi siswa agar

59
60

berpartisipasi secara aktif dan memiliki kesadaran atas peran dan


tanggungjawabnya di dalam masyarakat.
2. Dalam pembelajaran PKn ini, guru harus menyusun perencanaan yang
benar-benar memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran PKn.

C. Saran-saran
Dalam penulisan skripsi ini, perlu kiranya penulis memberikan
saran kepada berbagai pihak, utamanya pemerintah, praktisi, pemerhati
masalah pendidikan di Indonesia. Diantara saran-saran penulis adalah
sebagai berikut:
1. Kepada pemerintah khususnya, dalam merespon arus globalisasi
ini, kekuatan cinta tanah air pada diri bangsa Indonesia makin hari
makin rapuh. Kiranya kepada pemerintah agar bisa mengatur
kembali kebijakan-kebijakan pada pendidikan yang di dalamnya
terdapat kurikulum pendidikan yang mengarahkan para peserta
didik agar menumbuhkan kembali rasa cinta terhadap tanah airnya.
2. Kepada praktisi pendidikan (guru, staf pengajar, ustadz dan lain-
lain), agar hendaknya mengajarkan para peserta didik agar dapat
menumbuhkan prilaku yang mencerminkan cinta terhadap tanah air
dan kemudian mereka bisa mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari mereka.
3. Kepada pengamat dan pemerhati masalah pendidikan, agar terus
berusaha membumikan konsep cinta tanah air melalui berbagai
media, baik media massa maupun media elektronik, atau media-
mesia lain yang lebih efektif dan efisien.
4. Kepada lembaga-lembaga pendidikan baik formal, informal
maupun nonformal hendaknya diajarkan nilai-nilai yang
mencerminkan sikap cinta terhadap tanah airnya dimulai dari hal
yang terkecil.
5. Kepada generasi muda bangsa Indonesia yang menjadi harapan
besar majunya bangsa Indonesia, hendaknya tunjukkan gelora
kepemudaan yang mencerminkan cinta terhadap tanah air dimulai
dengan bangga dan menghargai budaya, bahasa, adat serta
keragaman yang ada di Indonesia. Kemudian tunjukkan jiwa
semangat yang menggelora dalam membela, memperjuangkan dan mempertahankan tanah air Indo
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syamil Cipta Media. 2005.


Al-Bukhari, Husain Fauzi. Rifa’ah ath-Thahthawi. Kairo: Maktabah Mesir. t.t.
Al-Buthy. Al-Qur’an Kitab Cinta. Bandung: Mizan Media Utama. 2010.
Ali, Said Ismail. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 2010.
Aryani, Ine Kusuma dan Susatim, Markum. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis
Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Ath-Thahthawi. al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. Kairo: al-Haiat al-
Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab. 2010.
Azizy, A. Qodri. Membangun Integritas Bangsa. Jakarta: Renaisan. 2004.
Azzel, Akhmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media. 2011.
Bakhri, Syaiful. Ilmu Negara. Jakarta: Total Semesta Press. 2004.
Bukhari. Shahih Bukhari. Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats. 2001.
Depdikbud. Tokoh-tokoh pemikir paham kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH.
Ahmad Dahlan. Jakarta: CV Ilham Bangun Karya. 1999.
Erwin, Muhamad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama. 2010.
Gulen, M. Fethullah. Cinta dan Toleransi. Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing.
2011.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,. Jakarta: Bumi
Aksara. 2013.
Hamka. Pandangan Hidup Muslim. Jakarta: Bulan Bintang. 1961.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2002.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
2001.
Imarah, Muhammad. Perang Terminologi Islam versus Barat. Jakarta: Rabbani Press.
1998.
Al-A’mal Al-Kamilah Li Rifa’ah Rafi’ Ath-Thahthawi. Riyadh:
Silsilah at-Turats. 2010

62
63

Kartono, Kartini. Pengantar Mendidik: Apakah Pendidikan masih Diperlukan?.


Bandung: CV. Mandar maju. 1992.
Khaeruman, Badri, dkk. Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput
sebagai Alternatif Partisipasi Politik Umat. Jakarta: Nimas Multima. 2004.
Koesoema, Doni. Pendidikan Karakter Strategi mendidik anak di Zaman Global.
Jakarta: Grasindo. 2010.
Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Islam dan Pendidikan Nasional. Jakarta: Lembaga
Penelitian IAIN Jakarta. 1983.
M. S, Kaelan. Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk Mewujudkan Nilai-Nilai
Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan SK DIRJEN
DIKTI NO. 43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta: Paradigma. 2008.
Manan, M. Azzam dan Lan, Thung Ju. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya
Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta: LIPI, 2011.
Mu’jam al-Wasith. Mesir: Maktabah asy-Syuruq Ad-Dauliyah. 2011.
MTT, A. Malik. Inovasi Kurikulum Berbasis Lokal di Pondok Pesantren. Jakarta:
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta. 2008.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang. 1982.
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2012.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 1999.
Nurdin, Syaifuddin dan Usman, Basyiruddin. Guru Profesional & Implementasi
Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press. 2002.
Putra, Dalizar. HAM Hak Asasi Manusia menurut Al-Qur’an. Jakarta: Al- Husna
Zikra. 1995.
Rifai, Muhammad. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011.
Rimba, Ahmad D. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al- Ma’arif. 1980.
Rusli, Ris’an. Pembaharuan Pemikiran Modern dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2013.
Salim, Peter dan Salim, Yenny. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern English Press. 2002.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Shihab, M. Quraish. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati. 2006.
Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan.
Jakarta: Rineka Cipta. 1999.
Soyomukti, Nurani. Teori-teori Pendidikan Tradisional, (Neo) Liberal, Marxis- Sosialis, Postmodern. Jogja
Ubaedillah, A. dan Rozak, Abdul. Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN
Uhbiyati,Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.
Wibisono, A.Fattah. Pemikiran para Lokomotif Pembaharuan di Dunia Islam.
Jakarta: Rabbani Press. 2009.
Yasin, A. Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Islam. Malang: UIN- Malang Press.
2008.
Yulis, Rama. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2010.
UJI REFERENSI
NAMA BAHIYYAH SOLIHAH
NIM 1110011000138
.IUDUL SKRIPSI KONSEP CINTA
TANAH AIR SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM PERSPEKTIF ATH-THAHTHAWI

N 3. M.
o Nama Azzam
1 14. Buku Manan
. A. dan
15. Qodri Thung
2 Azizy. Ju Lan.
Memb Nasion
.
angun alisme
Integri dan
tas Kc•tah
3 Bangs
. anan
a. Buday
Jakarta a
: Indone
4 Renais sia.
. an, Sebua
2004. h
5 Badri Penga
. Khaer ntar.
uman. Jakart
6 dkk. a.
. Islam LIPI,
dan 2011.
Demo Doni
7 krasi Koeso
. Meng ema A.
ungka Pendi
p dikan
8 Feno Karakt
. mena er
Golpu Strate
9 t gi
. sebag
ai anak
1 Altern cli
0 atifPa Zciina
rtisipa n
.
si Global
Politik .
1
Umat. Jakarta
1
. :
. Jal‹arta Grasin
: do,
1 Nimas 2010.
2 Multi Dalizar
. ma, Putra.
2004. HAM
1
H kbu i n Konsep dan Model Pgndidikan Km akter.
a d. I m e Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Hal Paraf
k To l . s Akhmad Muhaimin Azzel. Urgensi Skrips
A ko h P i Pendidikan Karakter di Indonesia. il
N h- a e a Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
O tD mn , Muliamad Erwin. Pendidikan 2
si ko d 2 Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Mh Bi 0 Bandung: PT Refika Aditama, 2010.
a pe a d 1 Al-Buthy. Al-Qur ’an Kitab Cinta. 3
n mi n i 0 Bandung: Mizan Media Utama, 2010
u kir g k . Said Ismail Ali. Pelopor Penididikan Islam
si pa u a M Paling Berpengaru/t. 4
a ha n n u .Ialcarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
mm K c M. Quraish Shihab. Menabur Pesan Ilahi. 4
I e h
e keb Jakarta: Lentera Hati, 2006.
l v l
n an M. Fethullah Gulen. Cinta dan Toleransi. 5
a ! a
u gsa Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing,
r a s
r an y r 2011.
u Ir. S Mn’jam al-Wasith. Mesir: Maktabah asy- 6
a g a
t H. , a Syuruq Ad-Dauliyah,
A! m
1 n a
l- S 9 e 7
Qo n
9 g i
u e 9 a 7, 8
r k d
. r a
a a I a n
n. r n a H
. n e n 8, 14
a
J o KB ri
a d u e 9
y
k a s r a
a n u b 14, 25
n
rt K ma t
a: H a s o 15
A. Ai .
l- A r s 15, 16
Hh y N
u m a i 1
s a n l Haml‹a. Pandangan Hidup Muslim. Jakarta: 16
6 Bulan Bintang,1961. Muhammad Imarah. 16, 17
n d i a .
a D d i. 1
Perang Terminologi Islam versus Barat.
Za a B 7
.Ia1‹arta: Rabbani Press, 1998.
i h n o .
k l g
r a Mo
a, n a r:
1 . r G
9 J k h
9 a u a
k m li
5
a
. a
rt S I
D
a u n
e :
p C s d
di V a o
t
18. A. Ubaedillah dan Abdul Rozak. Pancasila, Demokrasi, HAM 20
Can Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2013.
19. Kaelan M. S. Pendidikan Pancasila Pendidikan untuk 20
Men ujudkan Nilai-Nilai Pancasila, Rasa Kebangsaan dan cinta
lanah air sesuai dengan SK DIRJEN DIKTI NO.
43/DIKTI/KEP/2006. Yogyakarta: Paradigma, 2008.
20. Syaiful bakhri. //mu Negara. Jakarta: Total Semesta Press, 2004. 21
21. M. Iqbal Hasan. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. 21
.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
22. Bukhari. Shahih Bukhari. Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats, 2001. 23
23. Peter Salim dan Yenny Salim. Kamus Bahasa Indonesia 23
k ontemporer. Jakarta: Modern English Press, 2002.
24. Muhammad Imarah. Al-A’mal Al-Kamilah Li Rifa’ah Rafi Ath- 27, 49, 50, 52,
Thahthawi. Riyadh: Silsilah at-Turats, 2010. 53, 54
25. Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. 28
Bandung: Pustaka Setia, 2001.
26. Lembaga Penelitian IAIN Jakarta. Islam dan Pendidikan 28, 29
Na.›’ional. Jakarta: Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, 1983.
27. Muhammad Rifai. Politik Pendidikan Nasional. Jogjakarta: Ar- 28
Ruzz Media, 2011.
28. Abuddin Nata. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat. Jakarta: PT 29, 30
Raja Grafindo Persada, 2012.
*9. Hartin Nasution. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran 30, 41, 42, 45,
clan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1982. 46, 47
30. A. Fatah Yasin. Diinensi-dlmensi Pendidikan Islam: Malang: 32
UIN- Malang Press, 2008.
31. Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka 32
Setia, 1999.
32. Moh. Nazir. Metocle Penelitian. Jakarta: Ghalin Indonesia, 199S. 36
o"?› lniam Gunawan. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik. 37, 38
.
.Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
34. Soejono dan Abdurrahman. Metode Pgne/iiinn Suatu Pemikiran 39
dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
o 5. Ris’an Rusli. Pembaharnan Pemilâra‘n Modern dalam Islam. 40, 43, 45, 46
.Ia1‹arta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
36. Husain Fauzi al-Bukhari. Rifa’ah ath-Thahthawi. Kairo: 40, 44
Maktabah Mesir.
37. A.Fattah Wibisono’. Pemikiran para LokomotifPembaharuan di 43, 45
Diinia Islam. Jakarta: Rabbani Press, 2009.
38. Muslim. Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Ihya at-Turats al-‘Arabi. 51
o9. Atli-Thahthawi. al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. 55
Kairo: al-Haiat at-Mishriyyah a1-‘Ammah li al-Kitab. 2010.

Anda mungkin juga menyukai