Pendahuluan
Setiap manusia mempunyai kebutuhan tersendiri untuk dirinya sendiri, sehingga sudah
pasti sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak. Untuk menjaga keperluan
masing-masing, maka dari itu perlu ada aturan-aturan yang mengatur kebutuhan
manusia itu agar tidak melanggar dan mengambil hak-hak orang lain. Disinilah nantinya
akan timbul hukum hak dan kewajiban, yang mengatur peradaban diantara sesama
manusia. Hak sendiri merupakan kekuasaan seseorang terhadap suatu barang tertentu
yang telah menjadi milik. Namun orang yang memiliki suatu barang belum tentu berhak
atas barang tersebut. Karena ada macam dan bentuk dari hak dan milik. Lebih jelasnya
akan kita bahas didalam makalah.
Bab II
Pembahasan
Menurut pengertian umum, hak ialah suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk
menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan, bahwa Hak secara Etimologi berarti milik,
ketetapan dan kepastian
Dalam artian bahasa milik adalah Penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya
dapat melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan
dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.
Pembagian Hak
Haqq mujarrad adalah hak murni yang tidak meninggalkan bekas. Apabila di gugurkan
melalui perdamaian atau pemaafan. Umpamanya : dalam persoalan utang . jika
pemberi utang menggugurkan utang tersebut , dalam pengertian tidak menuntut
pengembalian utang itu, maka hal itu tidak memeberi bekas sedikitpun bagi yang
berutang.
Haqq ghairu mujarrad adalah suatu hak yang apabila digugurkan atau dimaafkan
meninggalkan bekas terhadap orang yang dimaafkan. Umpanya: dalam hak qhishash .
apabila ahli waris terbunuh memaafkan pembunuh, maka pembunuh yang tadinya
berhak dibunuh menjadi tidak berhak lagi. Hal ini bararti bahwa pembunuj yang tadinya
halal dibunuh, menjadi haram, karena telah dimaafkan oeleh ahli warisnya. Inilah yang
dimaksudkan berbekas (berpengaruh) bagi yang dimaafkan. Dalam hak ghairu
mujarrad ini boleh dilakukan perdamaian dengan pemberian ganti rugi (diat).
Sedangkan dalam hak mujarrad tidak boleh dilakukan perdamaian dengan ganti rugi
Sebab-sebab kepemilikan
1. Ikraj al Mubahat , untuk harta yang mubah (belum dimiliki oleh seseorang) atau:
“harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tak ada
penghalang syara’ untuk dimmiliki.”
“Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat ditempat yang lama,
yang telah hilang berbagai macam haknya. ”
3. Tawallud min Mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki,
menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut.
sebab pemilikan Tawallud min Mamluk,dibagi kepada dua pandangan (i’tibar) yaitu:
- Mengingat ada dan tidak adanya ikhtiar terhadap hasil-hasil yang dimiliki (i’tibar
wujud al ikhtiyar wa’adamihi fiha )
- Pandangan tehadap bekasnya (i’tibar atsariha)
4. Karena penguasaan terhadap milik negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga
tahun, Umar r.a. ketika menjabat sebagai khalifah ia berkata; sebidang tanah akan
menjadi milik seseorang yang tidak memanfaatkannya dari seseorang yang tidak
memanfaatkannya selama tiga tahun”. Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang
belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang maka orang itu berhak
memiliki tanah itu
Klasifikasi Milik
Milik ada dua macam, yaitu milik sempurna dan milik tidak sempurna, milik atas zat
benda (Raqabah) dan manfaatnya adalah milik sempurna, sedang milik atas salah satu
zat benda atau manfaatnya saja adalah tidak sempurna.
1. Milik Sempurna
Secara teoritis, sepintas tampak bahwa hukum Islam memandang milik sempurna itu
adalah milik mutlak yang harus dijamin keselamatannya dan kebebasan pemiliknya
melakukan tindakan-tindakan terhadap miliknya itu. Namun apabila dihubungkan
dengan segi-segi ajaran Islam tentang fungsi hak milik, kebebasan pemilik benda
bertindak terhadap benda-benda miliknya itu tidak mutlak.
Hal ini berarti bahwa kepentingan orang lain harus menjadi perhatian setiap pemilik
benda. Orang tidak mempunyai hak mutlak bertindak terhadap benda miliknya dengan
mengabaikan kepentingan orang lain.
b. Milik atas manfaat atau hak atas mengambil manfaat benda dalam sifat
perorangan.
c. Hak mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaannya, yaitu yang disebut hak-
hak kebendaan.