Perkawinan merupakan bagian yang pasti akan dilalui dalam proses kehidupan setiap manusia. Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia dengan manusia tetapi juga menyangkut hubungan keperdataan, perkawinan juga memuat unsur sakralitas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya. Seiringan dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Berkaitan dengan perkawinan, belakangan ini sering tersiar dalam berbagai media terjadinya perkawinan yang dianggap problematis dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh, perkawinan campuran, perkawinan sejenis, kawin kontrak, nikah siri, dan perkawinan antara pasangan yang memiliki keyakinan (agama) yang berbeda. Permasalahan perkawinan terkadang tidak hanya berdampak kepada suami istri saja tetapi berkaitan juga dengan hal-hal yang berkaitan dengan akibat perkawinan baik dari anak yang lahir dari perkawinan maupun harta kekayaan yang dihasilkan selama perkawinan tersebut. Oleh karenanya Kementrian Agama menggagas Program Bimbingan Perkawinan (Binwin) sebagai program Nasional yang mana salah satu tujuannya sebagai bantuk penanggulangan angka perceraiaan dan pembentuk keluarga Sakinah dalam rangka membangun SDM unggul dan berkualitas sesuai dengan nilai-nilai Nawa Cita. Hal ini akan berseuaian dengan pembangunan berkelajutan PBB SDGs (Sustainable Developmen Goals). Berdasarkan catatan data Badan Pusat Statistik (BPS) dari survey Sosial ekonomi Nasioan (Susenas) bahwa terjadi pergeseran persentase perceraian yang terus meningkat. Terhitung tahun 2015 sebanyak 5.89 % pasangan suami istri bercerai (hidup), atau sekitar 3.9 juta dari total 67.2 juta rumah tangga. Dan pada tahun 2020, persentasi perceraiaan naik menjadi 6.4 % dari 72.9 juta rumah tangga atasu sekitar 4.7 juta pasangan. Secara garis besar ada 3 alasan yang mendasari permasalahan terjadinya perceraian adalah perselisihan dan pertengaran yang terus menerus, salah satu pihak meninggalkan pasanganya, dan factor ekonomi. Era digitalisasi mendorong segaral perubahan perilaku maysarakat di segala sector kehidupan. Perkembangan tekhnologi telah melahirkan fenomena baru, hal ini tidak terkecuali dalam hukum perkawinan yang merupakan salah satu ruang lingkup Hukum Keluarga. Era digitalisasi ditandai dengan lahirnyua teknologi internet yang saat ini menjadi salah satu bukti bahwa situasi masyarakat semakin komplek. Fenomena permasalahan perkawinan yang ditandai dengan maraknya tingkat perceraian di masyarakat yang semakin berkembang, menuntut munculnya pemberian akses informasi dalam bentuk edukasi perkawinan sampai kepada aksis konsultasi terhadap problematikan yang dihadapai dalam menjalankan perkawinan melalui pemanfaatan perkembangan tekhnologi saat ini. 2. Tujuan Pembuatan