Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


GAGAL GINJAL KRONIK (GGK) PADA PASIEN NY.R
DI RUANG ICU
RSUD KOTA PRABUMULIH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : DENTRI ARISA TIVA


NIM : PO.71.20.2.19.005
TINGKAT : 3.A

DOSEN PEMBIMBING : SUPANGAT,APP.MPH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN BATURAJA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
A. Definisi Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang
berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam
darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal), (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit sehingga terjadi uremia. ( Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya berakibat akhir dari kehilangan
fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit
vascular (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen
nefrotik (aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui tahap dan
menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan yang cocok untuk kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible,
(Baradero, Mary).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.

B. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis
arteria renalis .
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif .
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah.
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis,
retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra).
C.Tanda dan Gejala
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2002:1448), tanda dan gejala pada pasien Gagal Ginjal
Kronik ini tergantung tingkat keparahannya. Seperti pada Kardiovaskular: hipertensi, gagal jantung
kongestif, edema pulmonary, perikarditis. Dermatologi: pruritus, kulit kering, mudah lecet,
perubahan pada rambut (mudah patah, tipis, merah). Gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah,
cegukan, nausea, berat badan menurun, gastritis, diare, ulkus peptikum. Neuromuskuler; perubahan
tingkat kesadaran, tingkat kemampuan konsentrasi, kejang, kedutan otot.

D.Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya akan terjadi
kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan
terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi
dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolism
vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk
menstimulasi usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang
akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang
menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan
mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin urine
tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin
serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat
terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk. Asidosis metabolic
akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+ ) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3 - ) dan megapsorbsi natrium bikarbonat
(HCO3 - ). Penurunan eksresi fosfat dan asam organic yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak
nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang
lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan
kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat
merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang menurun,
menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam, 2007).

E.Pathway
F.Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas sistem renin – angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan
udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial
oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi)
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut :
a.Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b.Gangguan pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan spuntum kental
c.Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
mulut, nafas bau amonia.
d.Gangguan muskuloskeletal Resiles leg syndrom (pegal pada kaki sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
e.Gangguan integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f.Gangguan endokrin Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan vitamin D.
g.Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa Biasanya terjadi retensi garam dan air,
tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
h.Sistem hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, dapat juga terjadi gangguan fungsi
trombosis dan trombositipenia.

G.Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
1.) Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti
hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan
cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah
suatu metode terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat
sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat
menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu,
maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis:
1.Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis
dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah
dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam
tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan
waktu sekitar 2-4 jam.
2.Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk
metode cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak
perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
2.) Koreksi hiperkalemi Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis
dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi
intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3.) Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal
pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada
indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4.) Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium
bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5.) Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak
semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6.) Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal
kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1.Hiperkalemia
2.Perikarditis
3.Hipertensi
4. Anemia
5.Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001).

I.Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doengoes, 2000:628) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di lakukan pemeriksaan, yaitu :
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada animia Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA : PH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. SDM waktu hidup menurun pada defisiensi eritopoetin.
13. Urine

J.Pengkajian
1.Pengkajian Pengkajian pada klien gagal ginjal kronik bertujuan untuk mempertahankan
keseimbangan dalam tubuh. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien gagal ginjal
kronik :
1.Biodata Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal kronik. Laki – laki
sering memiliki risiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
2.Keluhan utama Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari pengeluaran
urine sedikit, tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidk selera makan, mual
muntah, rasa lelah, dan gatal pada kulit.
3.Riwayat penyakit sekarang Kaji penurunan pengeluaran urine, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau amonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi.
4.Riwayat kesehatan dahulu Kaji adanya riwayat gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat – obat nefrotoksik, penyakit diabetes melitus, penyakit hipertensi
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
5.Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialisis akan
menyebabkan klien mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan.

2. Pemeriksaan Fisik
1.Keadaan umum dan TTV Keadaan umum klien biasanya lemah dan terlihat sakit berat,
tingkat kesadaran menurun. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan pola pernafasan
meningkat, tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2.Sistem Pernafasan (Braething) B1 Klien bernafas dengan bau urine sering didapat pada
fase ini. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbondioksida yang menumpuk di sirkulasi.
3.Sistem Kardiovaskuler (Blood) B2 Didapat tanda dan gejala gagal jantung kongestif.
Tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas.
Gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi. Pada hematologi sering didapat adanya anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin.
4. Sistem Persarafan (Brain) B3 Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, difungsi serebral,
seperti perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, kram otot,
dan nyeri otot.
5.Sistem Perkemihan (Bladder) B4 Penurunan pengeluaran urine < 400 ml/hari, sampai
anuri, terjadi penurunan libido berat.
6.Sistem Pencernaan (Bowel) B5 Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
7.Sistem Muskuloskeletal (Bone) B6 Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram
otot, nyeri kaki. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum dari anemia.

3 Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan Laboratorium
a.Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi
(Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin).
b.Pemeriksaan Urin Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton.
2.Pemeriksaan EKG Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3.Pemeriksaan USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi kandung kemih serta prostate.
4.Pemeriksaan Radiologi Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

K.Diagnosa Keperawatan

1. Hipervolemia b.d gangguan mekasnisme regulasi

2. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi

L.Perencanaan Keperawatan
Intervensi :
Observasi :
-Identifikasi kesiapan hemodialisa
-Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah HD
Terapeutik:
-Siapkan peralatan hemodialisa
-Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan cairan

Edukasi:
-Anjurkan batasi asupan cairan
-Anjurkan makan-makanan tingi protein
-Anjurkan HD rutin 2x seminggu
Kolaborasi:
-Kolaborasi pemberian heparin pada blood line

Tujuan dan Kriteria Masalah:


Setelah dilakukan tindakan hemodialisa selama 1 x 5 jam diharapkan berat badan membaik.
Daftar Pustaka

Nursalam.2006.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta :


Salemba Medika.

Bare & Smeltzer. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa
Agung Waluyo). Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit, Edisi 6,
Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Nursalam, (2007), Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan, Ed. 2. Salemba
Medika

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta : Dewan
Pengrus PPNI

PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Defisit Kriteria Hasil Keperawatan.Edisi 1


Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai