Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

DALAM PENANGAN BATUK BUKAN PNEUMONIA


DI POLIKLINIK RS PERTAMINA PRABUMULIH

NAMA : ELIN DAMAYANTI

NIM : 21220167

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
JAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

A. Definisi MTBS

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang secara rinci menjelaskan
penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (Syafrudin &Hamidah, 2009).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood
Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau
terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5 tahun secara menyeluruh (Maryunani,
2014).

Menurut Maryunani (2014): (1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan
suatu bentuk manajemen yang dilakukan secara terpadu, tidak terpisah; (2) Dikatakan
‘terpadu dan terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau pengelolaannya dilaksankan
secara Bersama dna penanganan kasusnya tidak terpisah-pisah, yang meliputi
manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian imunisasi, pencegahan penyakit,
dan promosi untuk tumbuh-kembang; (3) Disamping itu juga, pelaksanaan MTBS yang
terpadu ini sangat cocok untuk balita yang berobat ke puskesmas.

B. Sejarah Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

WHO dan UNICEF meresmikan Integrated Management of Childhood Illness (IMCI)


pada pertengahan tahun 1990 untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi di
negaranegara berkembang karena setiap 1.000 kelahiran angka kematian bayi mencapai
lebih dari 40 bayi dan menyediakan pelayanan terintegrasi diantaranya adalah
pencegahan, pengobatan, serta perawatan pada balita yang sakit. Kemudian 11strategi
diperluas termasuk perawatan bayi baru lahir atau usia dibawah satu minggu
yang mengalami sakit, dan secara berkala memperbarui pengetahuan teknis mengenai
IMCI ini untuk kemajuan pendekatan ini dalam rangka mengurangi angka kematian bayi.
Lebih dari 100 negara mengadopsi IMCI dan mengimplementasikan nya baik secara
keseluruhan atau sebagian. Terdapat tiga komponen dalam IMCI yakni meningkatkan
ketrampilan tenaga kesehatan, memperkuat sistem kesehatan, serta meningkatkan
praktik dari keluarga dan komunitas. IMCI terbukti berkontribusi untuk mengurangi
angka kematian anak pada era Millennium Development Goals (MDGs), penelitian pada
saat itu juga membuktikan bahwa IMCI bila di terapkan pada fasilitas kesehatan
dan komunitas mampu mengurangi 15% angka kematian anak (Boschi Pinto et
al., 2018).

Indonesia juga mengadopsi dan mengimplementasikan pendekatan IMCI


dimulai pada tahun 1997, dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) (R, Maita, Saputri, & Yulviana,
2014). Menurut info Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009, dalam
Rekawati, Chriswardani, & Arso, 2012 :
72) jumlah puskesmas di Indonesia yang sudah menerapkan MTBS pada tahun
2009 yakni 51,9% dari total puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan kriteria penatalaksanaan menggunakan MTBS minima 60% dari jumlah
kunjungan balita sakit. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2009 dari 933 puskesmas yang tersebar di Jawa Timur, puskesmas yang
sudah melaksanakan MTBS adalah 692 puskesmas, tetapi hanya sedikit
puskesmas yang sudah memenuhi kriteria penatalaksanaan MTBS yakni 0,7%.
Dari sekian banyak puskesmas di Jawa Timur yang menerapkan MTBS, tetapi
pada kenyataannya masih sedikit puskesmas yang menerapkan MTBS sesuai
kriteria.

C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Program MTBS

Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Pelaksanaan Program MTBS


Sumber daya manusia kesehatan (SDMK) merupakan salah satu sub sistem
dalam sistem kesehatan nasional yang mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui berbagai upaya dan
pelayanan kesehatan. Upaya dan pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, memiliki etik dan moral tinggi,
keahlian dan berwenang. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kemenkes RI,
2015). Berdasarkan konsep Depkes RI (2009), dari langkah-langkah yang
diterapkan di dalam MTBS jelas bahwa berkaitan peran dan tanggung jawab
antar petugas Puskesmas sangat erat. Diantara peran tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayan MTBS adalah Melakukan pemeriksaan umum terhadap
bayi dan balita 26 meliputi: Infeksi, (pemeriksanaan dengan melihat), Palpasi,
(pemeriksaan dengan meraba), Auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar).
Petugas kesehatan tenaga atau pegawai mempunyai tugas dan peran dalam
memberikan pelayanan secara menyuluruh dan terpadu kepada masyarakat
diwilayah tempat dimana bekerja. Pelayanan yang berkualitas tidak akan
terlepas dari tenaga memberi jasa pelayanan tersebut baik dari segi jumlah,
keahlian dan latar belakang atau pengalaman pribadinya. Dengan pengetahuan
dan kompetensi yang sesuai maka efektifitas pelayanan akan semakin tinggi
karena semakin efektif pelayanan kesehatan maka semakin tinggi pula
pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dirasakan (Depkes RI, 2009).
Pelayanan yang handal dan bermutu bukan saja dilihat dari perseorangan tenaga
saja tetapi rasio jumlah penduduk indonesia yang cukup besar, sehingga
diperlukan jumlah tenaga kesehatan yang dapat seimbang dan merata pada
semua lapisan masyarakat. Disamping itu jumlah tenaga yang lebih banyak
dengan keahlian dan keprofesional yang lebih bermutu maka pemanfaatan
pelayanan diharapkan dapat memberikan perubahan derajat kesehatan
masyarakat yang lebih optimal. Dalam penerapan MTBS, tenaga kesehatan
diajarkan untuk memperhatikan sacara tepat dan cepat semua gejala anak sakit,
sehingga segera dapat ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat dan
perlu segera dirujuk, jika penyakitnya tidak parah tenaga kesehatan bisa
memberikan pengobatan sesuai pedoman MTBS. Kegiatan diseminasi informasi
MTBS kepada seluruh petugas Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan
yang dihadiri oleh seluruh petugas yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi,
petugas imunisasi, petugas obat, 27 pengelola SP2TP, pengelola Program P2M,
petugas Loket dan lain-lain. Diseminasi informasi dilaksanakan oleh petugas
yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh superviordari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, disampaikan meliputi: konsep umum MTBS serta
peran dan tanggung jawab petugas Puskesmas dalam penerapan MTBS.
Sedangkan kegiatan yang sfesifik dari MTBS selama mengadakan kunjungan
adalah memperkuat ketrampilan petugas kesehatan, memeriksa kembali
fasilitas penunjang MTBS serta pemecahan masalahnya, membuat kesimpulan
dari kunjungan dan informasi tentang tatalaksana MTBS dan fasilitas kesehatan
penunjangnya (WHO, 2009). Penelitian Ika Susilowati, dkk (2016),
menunjukkan bahwa ada hubungan antara peran petugas dengan pelaksanaan
program manajemen terpadu balita sakit (MTBS) dengan p value = 0,001. Dapat
kita ketahui bahwa semakin petugas berperan maka semakin baik pelaksanaan
MTBS.

D. Algoritma MTBS Untuk Balita


Ibu yang mengantarkan anaknya ke Puskesmas, ketika dilakukan pemeriksaan
oleh petugas kesehatan, pertama petugas kesehatan yang melakukan
penatalaksanaa MTBS akan memeriksa tanda bahaya umum yang terjadi pada
anak, kedua berdasarkan keluhan utama yang didapatkan dari anamnesis
kepada ibu atau pemeriksaaan yang dilakukan oleh petugas didapatkan hasil
bahwa keluhan utama adalah demam, ketiga yang ketiga petugas melakukan
anamnesis kepada ibu mengenai gejala yang dialami anak dan petugas
kesehatan melakukan pemeriksaan dengan cara lihat dan periksa untuk
mengetahui klasifikasi demam yang dialami balita, serta yang terakhir
penentuan tindakan yang harus diberikan oleh petugas kesehatan (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015).
Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang
datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi
upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi
telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi
dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama
tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan
menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014)
Alur Bagan Pendekatan MTBS
Penilaian Klasifikasi Pengobatan Konseling yang berfokus

Tindak Lanjut

• Gejala Utama
• Status Gizi
Tanda • Status Imunisasi
Bahaya • Masalah Lain
Umum
• Perlu dirujuk
• Pengobatan spesifik
• Perawatan di rumah

• Menentukan Tindakan Pengobatan

Konseling tindak
lanjut

Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit


(selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani
pasien apabila sudah dilatih);
2. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan


upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan). (Wijaya, 2009; Depkes RI, 2009)
E. Hambatan-Hambatan Penerapan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS)
Meskipun penerapan MTBS sudah lama di Indonesia tetapi masih ada beberap
hambatan dalam penerapan MTBS, contohnya terbatasnya jumlah tenaga kesehatan
yang dapat mengikuti pelatihan MTBS, sedangkan jumlah Puskesmas yang tersebar di
Indonesi sekitar 7.500 Puskesmas. Dalam satu kali penyelenggaraan pelatihan MTBS,
jumlah peserta yang dapat mengikuti pelatihan hanya 30-40 tenaga kesehatan yang di
bagi menjadi 3 sampai 4 kelas yang pelatihannya diadakan selama enam hari, dalam
satu tahun Kementerian Kesehatan RI menyelenggarakan pelatihan sebanyak 10 kali.
Artinya dalam satu tahun petugas yang dapat mengikuti pelatihan MTBS kurang lebih
hanya 300-400 orang, sedangkan setiap Puskesmas minimal dua orang yang harus
memahami mengenai penatalaksanaan menggunakan MTBS (Maryunani, 2014).

Seiring bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, maka terdapat peningkatan


jumlah Puskesmas juga di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan RI jumlah
Puskesmas di Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017 terus mengalami
peningkatan, jumlah Puskesmas pada tahun 2017 mencapai 9.825 17 Puskesmas yang
tersebar di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Dengan bertambahnya
jumlah Puskesmas setiap tahunnya juga termasuk dalam hambatan penetalaksanaan
MTBS, karena semakin banyaknya petugas kesehatan yang harus dilatih, tetapi
pengadaan pelatihan hanya 10 kali dalam satu tahun. Hambatan lain yakni
perpindahan tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan, serta kurang
lengkapnya sarana dan prasarana pendukung untuk penatalaksanaan MTBS
(Maryunani, 2014).

F. Dampak Negatif Tidak Dilakukan MTBS


Mengingat sebelum dilakukannya pendekatan MTBS angka kematian anak tergolong
tinggi khususnya di negara berkembang, jika tidak dilakukan pendekatan MTBS besar
kemungkinan kejadian tersebut terulang kembali. Dampak yang terjadi selain angka
kematian yang tinggi pada anak yaitu tidak diketahui bahwa anak mengalami gizi
buruk karena tidak adanya pemantaun gizi pada anak, penanganan gizi buruk kurang
baik. Tidak terlaksananya atau kurang lengkapnya konseling yang di berikan kepada
ibu untuk pemberian makan dan ASI kepada anak, yang akan berakibat kurangnya
gizi pada anak (Maryunani, 2014).
Serta yang terakhir tidak terdiagnosisnya lima penyakit yang sering dialami oleh
anak, seperti pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kabupaten Kebumen
akibat kurang maksimalnya petugas kesehatan dalam melakukan pendekatan MTBS,
maka anak terlambat di diagnosis terkena pneumonia (Silviana et al., 2015).

G. Manfaat Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit


Manfaat dalam penerapan MTBS pada negara berkembang yakni menurunkan angka
kematian, karena dapat mengkombinasikan pemeriksaan lima penyakit yang dominan
diderita oleh balita, serta terdapat sembilan penyakit yang harus dicegah pada balita.
Dilakukan pemantauan status gizi pada balita untuk mencegah terjadinya kekurangan
gizi, pada balita yang sudah terdiagnosis gizi buruk, maka pada bagan MTBS terdapat
langkah memperbaiki status gizi, kemudian konseling kepada ibu mengenai
pemberian makanan pada anak, pemberian ASI (Air Susu Ibu. Meningkatkan
pemanfaatan layanan kesehatan. Adanya buku bagan MTBS dapat menurunkan tingkat
kesalahan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan (Maryunani, 2014).

H. Proses Manajemen Kasus


Proses manajemen kasus disajikan dalam satu bagan yang memperlihatkan
urutan langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaanya.
Bagan tersebut menjelaskan langkah-langkah berikut ini :
a. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun
b. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
c. Memberi konseling bagi ibu
d. Memberi pelayanan tindak lanjut
e. Manajemen terpadu bayi muda 1 hari sampai 2 bulan.
“Menilai anak” berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik. “Membuat klasifikasi” berarti membuat sebuah keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahanya. Klasifikasi merupakan
tindakan lain yang harus dilakukan di rumah.“Memberi konseling bagi ibu” juga
termasuk menilai cara
pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang baik untuk anak
serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan. “Tindak lanjut”
berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak untuk biaya ulang.
“Manajemen terpadu bayi muda” meliputi : menilai dan membuat klasifikasi,
menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi
umur 1 hari sampai 2 bulan baik sehat maupun sakit.

I. Manajemen Terhadap Balita Sakit Umur 2 bln-5 thn

Pada pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit pada umur 2 bulan sampai dengan 5
tahun tahap pelaksanaan sama seperti pada bayi umur kurang dari 2 bulan yaitu
dengan tahap penilaian dan gejala, tahap kalisifikasi dan tingkat kegawatan, tahap
tindakan dan pengobatan, tahap pemberian konseling dan tahap pelayanan tindak
lanjut, adapun secara jelas dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Penilaian Tanda & Gejala, pada penilaian tanda & gejala pada bayi umur 2 bulan
sampai dengan 5 tahun ini yang dinilai adalah tindakannya tanda bahaya umum
(tidak bisa minum atau muntah,kejang, letargis atau tidak sadar dan keluhan
seperti batuk atau kesukaran bernafas, adanya diare, lemah, masalah telinga, mall
nutrisi, anemia dan lain-lain.

2. Penilaian pertama keluhan batuk atau sukar bernafas, tanda bahaya umum, tarikan
dinding wajah ke dalam, stridor, nafas cepat. Penentuan frekuensi pernapasan
adalah pada anak usia 2 bulan sampai 12 bulan normal pernapasan 50 atau lebih
permenit sedangkan frekuensi pernapasan anak usia 12 bulan sampai 5 tahun
adalah 40 kali permenit.

3. Penilaian kedua keluhan dan tanda adanya diare seperti letargis atau tidak sadar,
atau cenderung tidak bisa minum atau malas makan maka turgor kulit jelek,
gelisah, rewel, haus atau banyak minum adanya darah dalam tinja (berak campur
darah).

4. Penilain ketiga tanda demam, disertai dengan adanya tanda bahaya umu, kaku
kuduk, dan adanya infeksi lokal seperti kekeruhan pada kornea mata,luka pada
mulut,mata bernanah adanya tanda presyok seperti nadi lemah,ektremitas
dingin,muntah darah,berak hitam,perdarahan hidung,perdarahan bawah
kulit,nyeri ulu hati dan lain-lain.
5. Penilaian keempat tanda masalah telinga seperti nyeri pada telinga,adanya
pembengkakan,adanya cairan keluar dari telinga yang kurang dari 14 hari,dan lain-
lain.

6. Penilaian kelima tanda status gizi seperti badan kelihatan bertambah kurus,bengkak
pada kedua kaki,telapak tangan pucat,status gizi dibawa garis merah pada
pemeriksaan berat badan menurut umur.

J. Penentuan Tindakan Pengobatan


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menentukan tindakan dan pengobatan
setelah diklasifikasikan berdasarkan kelompok gejala yang ada.
1. Pneumonia
Tindakan yang dapat dilakukan pada maslah pneumonia dalam manajemen terpadu
balita sakit sebagai berikut. Apabila didapatkan pneumonia berat atau penyakit
sangat berat maka tindakan yang pertama adalah :
a. Berikan dosis petama antibiotika
Pilihan pertama kontrimoksazol (Trimetoprim + sulfametoksazol) dan pilihan
kedua adalah amoksilin lakukan rujukan segera.
2. Dehidrasi
Pada klasifikasi dehidrasi tindakan dapat dikelompokkan berdasarkan derjat
dari dehidrasi, apabila klasfikasinya dehidrasi berat maka tindakannya adalah
sbb:
a. Berikan cairan intravena secepatnya, apabila anak dapat minum berikan oralit
melalui mulut sambil infus dipersiapkan, berikan 100 ml/kg ringer laktat atau
NaCl
b. Lakukan monitoring setiap 1-2 jam tentang status dehidrasi, apabila belum
membaik berikan tetesan intravena
c. Lakukan monitoring kembali sesudah 6 jam pada bayi atau pada anak sesudah 3 jam dan
tentukan kembali status dehidrasi kemudian ditentukan status dehidrasi dan lakukan
sesuai dengan derjat dehidrasi
d. Anjurkan untuk tetap memberikan ASI
3. Klasifikasi diare pesisten
Pada klasifikasi ini tindakan ditentukan oleh derajat dehidrasi, kemudian apabila
ditemukan adanya klorea maka pengobatan yang adapat dianjurkan adalah : pilihan
pertama antibiotika kotrimokzasol dan pilihan kedua adalah tetrasiklin.

4. Klasifikasi Resiko Malaria


Penanganan tindakan dan pengobatan pada klasifikasi resiko malaria dapat
ditentukan dari tingkat klasifikasi, adapun tindakannya adalah sbb :
a. Pemberian kinin (untuk malaria dengan penyakit berat) secara intra muskular
b. Pemberian obat anti malaria oral (untuk malaria saja) dengan pilihan pertama
adalah klorokuin + primakuin dan pilihan kedua adalah sulfadoksin primetamin +
primakuin (untuk anak ≥ 12 bulan) dan tablet kina (untuk anak ≤ 12 bulan)
Setelah pemberian maka lakukan pengamatan selama 30 menit sesudah
pemberian klorokuin dan apabila dalam waktu tersebut terdapat muntah maka
ulangi pemberian klorokuin.

5. Klasifikasi Campak
Pada klasifikasi campak dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
Apabila campak dijumpai dengan komplikasi berat maka tindakannya adalah
pemberian vitamin A, antibiotik yang sesuai, saleo mata tetrasiklin atau
kloramefnikol apabila dijumpai kekeruhan pada kornea, pemberian paracetamol
apabila disertai demam tinggi (38,5 derajat celcius), kemudian apabila campak disertai
komplikasi mata dan mulut ditambahkan dengan gentian violet dan apabila hanya
campak saja tidak ditemukan penyakit atau komplikasi lain maka tindakannya hanya
diberikan vitamin A.

6. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue


Pada klasifikasi demam berdarah dengue tindakan yang dapat dilakukan antara lain
apabila ditemukan maka segera berikan cairan intra vena, pertahankan kadar gula
darah, apabila dijumpai demam tinggi maka berikan paracetamol dan berikan cairan
atau oralit apabila dilakukan rujukan selama perjalanan.
Ketentuan pemberian cairan pra rujukan pada demam berdarah
a. Berikan cairan ringer laktak apabila memungkinkan beri glukosa 5% kedalam
ringer laktak melalui intra vena apabila tidak diberikan cairan oralit atau cairan
peroaral selama perjalan.

b. Apabila tidak ada berikan cairan NaCL 10-20 ml/kgbb dalam 30 menit

c. Monitor selama setelah 30 menit dan apabila nadi teraba berikan cairan intra vena
dengan tetesan 10 ml/kgbb dalam 1 jam dan apabila nadi tidak teraba berikan
cairan 15-20 ml/kgbb dalam /1 jam

7. Klasifikasi masalah telinga


Tindakan dan pengobatan pada klasifikasi masalah telingah dapat dilakukan antara
lain berikan dosis pertam untuk antkbiotika yang sesuai pemberian parasetamol
apabila kronis ditambah dengan mengeringkan telingh dengan kain penyerap.

8. Klasifikasi status gizi


Pada kalsifikasi statu gizi dapat dilakukan tindakan pemberian vitamin A apabilaa
anak kelihatan sangat kurus dan bengkak pada kedua kaki dan apabila dijumpai
adanya anemia maka dapat dilakukan pemberian zat besi dan pabila daerah resiko
tinggi malaria dapat diberikan anti malaria oral piratel pamoat hanya diberikan anak
berumur 4 bulan atau lebih dan belum pernah diberikan dalam 6 bulan terakhir serta
hasil pemeriksaan tinja positif.

F. Pemberian Konseling
Pada pemberian konseling yang dilakukan manajemen terpadu balita sakit umur 2
bulan sampai dengan 5 tahun pada umumnya adalah konseling tentang:
1. Konseling pemberian makan pada anak
a. Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak menyatakan
cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam hari menetek,
kemudian anak mendapat makan atau minum lain, apabila anak berat badan
berdasarkan umur sangat rendah menyatakan berapa banyak makan atau minum
yang diberikan pada anak apakah anak dapat makan sendiri dan bagaimana
caranya apakah selama sakait makan ditambah dan lain-lain.
b. Menganjurkan cara pemberian makan pada ibu

2. Konseling pemberian cairan selama sakit


Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan dengan cara
menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih sering dan lebih lama setiap meneteki
serta
meningkatkan kebututhan cairan seperti memberikan kua sayur, air tajin
atau air matang.

3. Konseling kunjungan ulang


Pada pemberian konseling tentang kunjungan ilang yang harus dilakukan pada
ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda klasifikasi berikut dalam waktu
yang ditentukan ibu harus segera kepetugasan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Chaturvedi dan Kanupriya Chaturvedi. 2009. Adaptation of the Integrated Management of


Newborn and Childhood Illness (IMNCI) Strategy for India.

Depkes RI. 2009. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, 2014

Lesley Bamford. 2008. IMCI: new developments and trends. National Department of
Health.

Surjono, Achmad. Endang DL, Alan R. Tumbelaka, et al.1998. Studi Pengembangan


Puskesmas Model Dalam Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Dalam: http://www.chnrl.net/ publikasi/pdf/MTBS.pdf (Diakses 23
Desember 2020).

WHO. 2009. Overview of IMCI strategy and implementation. Department Child and
Adolescent Health and Development. Jeneva.

Wijaya, Awi M. 2009. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).Diunduh dari :


http://infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=3
7:manajemen-terpadu-balitasakit-mtbs&catid=27: helathprograms&Itemid=44
(Diakses 23 Desember 2020).
Uraian Pengkajian MTBS anak

NO KLASIFIKASI TINDAKAN /PENGOBATAN

1 Batuk Bukan 1. Beri pereda tenggorokan dan pereda batuk yang aman
Pneumonia kecap dan madu
2. Obati wheezing bila ada
3. Apabila batuk >14 hari rujuk untuk memeriksa TB dan
sebab lain
4. Pemeriksaan lanjutan
5. Nasehati kapan kembali segera bila nafas cepat dan
sukar bernafas
6. Kunjungan Ulang 2hari

2 Gizi baik 1. Beri makanan yang bervariasi karbohidrat,protein


,lemak dan buah serta vitamin
2. Berika 1 mangkuk sayur setiap kali makan 250ml
3. Beri makan 4-5 kali setiap hari
4. Tawari 1-2 makanan selingan diantara waktu
makan besar
5. Bila anak menolak makanan baru, tunjukan bahawa ibu
menyukai makanan baru tersebut dan bersabarlah
6. Ajak anak berbicara atau bercerita saat memberi makan
agar anak menrasa nyaman saat disuapi dan jaga kontak
mata anak
7. Berikan pujian untuk ibu, kalau anak sudah masuk di
zscore normal
Hasil pemeriksaan status gizi anak berdasarkan Indeks Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB) untuk anak umur 44 bulan. Berdasarkan hasil kurva didapatkan :
Hasil pengukuran Z- Score : -2 SD sampai dengan 2 SD
Status Gizi (BB/TB) : Normal
Tindakan : Berikan pujian ibu dan anak

Anda mungkin juga menyukai