Anda di halaman 1dari 13

PENYISIHAN WARNA, ZAT ORGANIK DAN KEKERUHAN PADA AIR

GAMBUR DENGAN KOMBINASI PROSES KOAGULASI-FLOKULASI


MENGGUNAKAN KOAGULAN ALUMUNIUM SULFAT (AL2(SO4)3)

Diajukan untuk Pemenuhan Tugas pada Mata Kuliah

ETL471 – Pengolahan Air Gambut

Disusun Oleh :

AHMAD AL IDRUS SEPTIAN

M1D11837

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. JALIUS, M.S.

NIP : 196006241987031003

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL, KIMIA, DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Penyisihan Warna, Zat Organik Dan Kekeruhan Pada Air
Gambur Dengan Kombinasi Proses Koagulasi-Flokulasi Menggunakan
Koagulan Alumunium Sulfat (Al2(So4)3)” dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. Ir. Jalius,
M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengolahan Air Gambut, diprogram
studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi yang telah memberikan tugas ini
kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai bahan yang bersifat toksik. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Jambi, Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang...........................................................................................4
1.2. Tujuan........................................................................................................5
1.3. Manfaat.........................................................................................................5
1.4. Rumusan Masalah.........................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6
2.1 Air Gambut.....................................................................................................6
2.2 Membran Ultrafiltrasi.....................................................................................6
2.3. Air Gambur Sebagai Sumber Air Bersih.......................................................7
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................8
3.1. Hasil Analisa Karakteristik Awal Air Gambut.............................................8
3.2. Pengolahan Air Gambut Menggunakan Proses Koagulasi-Flokulasi...........8
3.3. Fluks Membran Ultrafiltrasi..........................................................................9
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................11
4.1. Kesimpulan..................................................................................................11
4.2 Saran.............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lahan gambut merupakan lahan hasil akumulasi timbunan bahan organik yang
berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh disekitarnya dan terbentuk secara
alami dalam jangka waktu yang lama. Indonesia merupakan negara yang memiliki
areal gambut terluas di zona tropis, yakni mencapai 70%. Luas gambut Indonesia
mencapai 21 juta ha, yang tersebar di pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%),
Papua (30%) dan pulau lainnya (3%). Provinsi Riau memiliki lahan gambut
terluas di Sumatera, yakni mencapai 56,1%. pemanfaatan lahan gambut sebagai
lahan pertanian termasuk perkebunan memerlukan perhatian khusus dan
manajemen pertanian yang tepat. Pemanfaataan sumberdaya alam berupa lahan
rawa gambut secara bijaksana perlu perencanaan yang teliti, penerapan teknologi
yang sesuai dan pengelolaan yang tepat. Hal ini karena lahan rawa gambut
merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi hidrologi dan
fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. pada
kondisi alami lahan gambut menjadi habitat bagi beberapa jenis flora dan fauna.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan waktu lahan gambut telah banyak
yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Alih fungsi hutan rawa gambut
menjadi lahan pertanian mencakup kegiatan: (1) pembuatan drainase untuk
mengurangi kejenuhan air dan pengendalian muka air tanah (water table); (2)
pembukaan lahan (land clearing) berupa penebangan hutan dan penebasan semak,
pembakaran untuk menghilangkan vegetasi yang ditebang dan menghasilkan abu
yang dapat memperbaiki kesuburan tanah dan penyiapan lahan untuk pertanaman.

Gambut merupakan onggokan bahan organik yang tersusun dari bahan kayuan
atau lumut yang terjadi akibat kecepatan penimbunan lebih tinggi dibandingkan
penguraiannya. Teknologi konvensional yang umumnya digunakan dalam
pengolahan air dengan kandungan zat organik alam tinggi seperti air gambut
meliputi aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, tetapi teknologi
konvensional memiliki keterbatasan seperti membutuhkan proses yang panjang,
luas lahan besar, membutuhkan banyak peralatan, membutuhkan bahan kimia,
serta operasional dan perawatan yang rumit. Hal ini menimbulkan pemikiran
untuk mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan
teknologi baru seperti teknologi membran [Mahardani dan Ferdyan, 2006].
Teknologi membran di Indonesia merupakan teknologi yang relatif baru dalam
pengolahan air. Salah satu jenis membran yang sering digunakan adalah membran
ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi memiliki diameter pori dengan rentang 1-10
nm.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut:

1. Mempelajari pengaruh tawas dan tanah lempung pada lahan gambut


sebagai sumber air bersih ditinjau dari parameter fisik, kimia dan biologi
2. Mengetahui kualitas air bersih yang berasal dari lahan gambut setelah
dilakukan pengolahan menggunakan koagulan campuran tawas dan tanah
lempung

1.3. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui efektivitas campuran tawas dan tanah lempung
sebagai koagulan dilahan gambut
2. Mahasiswa mengetahui kegunaaan dan potensi air bersih yang ada dilahan
gambut untuk dijadikan sumber air baku dalam penyediaan air bersih

1.4. Rumusan Masalah


1. Apakah koagulan Alumunium sulfat dan membran ultrafiltrasi dapat
menurunkan parameter kimia, fisika, dan biologi ?
2. Berapa besar efektivitas koagulan Alumunium sulfat dan membran
ultrafiltrasi sebagai bahan utama pengolahan air bersih ?
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Gambut


Air gambut adalah air yang terdapat di lahan gambut. Air gambut di Indonesia
merupakan salah satu sumber daya air yang masih melimpah, kajian pusat Sumber
Daya Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan bahwa
sampai Tahun 2006 sumber daya lahan gambut di Indonesia mencakup luas 26
juta ha yang tersebar di Pulau Kalimantan (± 50%), Sumatera (±40%) sedangkan
sisanya tersebar di papua dan pulau-pulau lainnya. Sebagian besar lahan di
Kalimantan Barat merupakan lahan gambut dengan luas mencapai 4,6 juta hektar
atau sekitar 24,9% dari luas lahan gambut di Indonesia.

Tingginya keasaman tanah gambut disebabkan oleh tingginya kandungan


asam-asam organik, yaitu asam humat dan asam fulvat [Barchia, 2006]. Intensitas
warna yang tinggi adalah salah satu ciri khas dari air gambut yang merupakan
akibat dari tingginya kandungan zat organik terlarut, terutama dalam bentuk asam
humus dan derivatnya. Zat oganik yang menyebabkan warna tersebut berasal dari
dekomposisi bahan organik seperti daun, pohon atau kayu dengan berbagai tingkat
dekomposisi [Notodarmojo dalam Syarfi dan Herman, 2007]. Secara kuantitas air
gambut berpotensial menjadi sumber air untuk dimanfaatkan manusia dalam
kebutuhannya sehari-har, tetapi dari segi kualitas, estetika dan kesehatan air
gambut tidak layak digunakan untuk aktivitas manusia karena tidak memenuhi
standar air bersih [Elfiana, 2012].

2.2 Membran Ultrafiltrasi


Teknologi konvensional yang umumnya digunakan dalam pengolahan air
dengan kandungan zat organik alam tinggi seperti air gambut meliputi aerasi,
koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, tetapi teknologi konvensional
memiliki keterbatasan seperti membutuhkan proses yang panjang, luas lahan
besar, membutuhkan banyak peralatan, membutuhkan bahan kimia, serta
operasional dan perawatan yang rumit. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk
mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan teknologi
baru seperti teknologi membran [Mahardani dan Ferdyan, 2006]. Teknologi
membran di Indonesia merupakan teknologi yang relatif baru dalam pengolahan
air. Salah satu jenis membran yang sering digunakan adalah membran ultrafiltrasi.
Membran ultrafiltrasi memiliki diameter pori dengan rentang 1-10 nm [Baker,
2004]. Salah satu keunggulan membran adalah kemampuan dalam merejeksi
berbagai kontaminan dalam air umpan relatif baik [Syarfi dan Herman, 2007].
Penelitian ini akan dilakukan pengolahan air gambut dengan mengkombinasikan
teknologi konvensional yaitu koagulasi-flokulasi dengan teknologi membran
untuk mencapai kualitas yang lebih baik
Berbagai teknik pengolahan air gambut seperti pengolahan kimia, teknologi
ultrafiltrasi dan reverse osmosis (RO) telah banyak dilakukan (Said, 2008).
Pengolahan air secara kimia biasanya menghasilkan sisa produk samping yaitu
bahan kimia yang cukup berbahaya. Pengolahan air dengan menggunakan
membran alami jarang dipakai karena kemampuan filtrasi yang sangat buruk
sedangkan pengolahan air menggunakan membran sintetis berbahan polimer
seperti selulosa asetat, etil selulosa, polivinil alkohol, methil polimethakrilat
membutuhkan biaya tinggi karena membran tersebut relatif mahal. (Nurhayati &
Susanto, 2015; Rais et al., n.d.)

2.3. Air Gambur Sebagai Sumber Air Bersih


Air gambut dapat dijadikan sumber air bersih jika dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Teknologi konvensional yang umumnya digunakan dalam
pengolahan air dengan kandungan zat organik alam tinggi seperti air gambut
meliputi aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi, tetapi teknologi
konvensional memiliki keterbatasan seperti membutuhkan proses yang panjang,
luas lahan besar, membutuhkan banyak peralatan, membutuhkan bahan kimia,
serta operasional dan perawatan yang rumit. Hal ini menimbulkan pemikiran
untuk mengembangkan lebih jauh bahkan hingga memodifikasinya dengan
teknologi baru seperti teknologi membran [Mahardani dan Ferdyan, 2006].
Teknologi membran di Indonesia merupakan teknologi yang relatif baru dalam
pengolahan air. Salah satu jenis membran yang sering digunakan adalah membran
ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi memiliki diameter pori dengan rentang 1-10
nm [Baker, 2004]. Salah satu keunggulan membran adalah kemampuan dalam
merejeksi berbagai kontaminan dalam air umpan relatif baik [Syarfi dan Herman,
2007]. pengolahan air gambut dengan mengkombinasikan teknologi konvensional
yaitu koagulasi-flokulasi dengan teknologi membran untuk mencapai kualitas
yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan penurunan
kekeruhan, zat organik dan warna pada proses koagulasiflokulasi menggunakan
koagulan alumunium sulfat (Al2(SO4)3). Menentukan fluks serta koefisien
rejeksi kekeruhan, zat organik dan warna pada proses pengolahan menggunakan
membran ultrafiltrasi tanpa dan dengan pengolahan pendahuluan. Menentukan
penurunan warna, zat organik, dan kekeruhan dalam pengolahan air gambut
menggunakan membran ultrafiltrasi dengan pengolahan pendahuluan.(Apriani et
al., 2013; Trimaily et al., 2017)
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Analisa Karakteristik Awal Air Gambut


Uji karakteristik air gambut ini meliputi warna, zat organik, kekeruhan dan
pH. Hasil analisa uji karakteristik untuk air gambut dapat dilihat pada Tabel 1.

3.2. Pengolahan Air Gambut Menggunakan Proses Koagulasi-Flokulasi


Pengolahan koagulasi-flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan
alumunium sulfat (Al2(SO4)3) sebesar 60 mg/L (berdasarkan jar test). Hasil
pengolahan koagulasi-flokulasi dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.(Apriani et
al., 2013; Perpustakaan UGM, 2000; R et al., 2017; RUBINATA, 2014; Trimaily
et al., 2017)

Pengolahan koagulasi-flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan


alumunium sulfat (Al2(SO4)3) sebesar 60 mg/L (berdasarkan jar test). Hasil
pengolahan koagulasi-flokulasi dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.(Apriani et

al., 2013; Perpustakaan UGM, 2000; R et al., 2017; RUBINATA, 2014; Trimaily
et al., 2017)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kekeruhan menurun dari 32
NTU menjadi 5,11 NTU, nilai zat organik menurun dari 42,34 mg/L KMnO4
menjadi 23,38 mg/L KMnO4 dan untuk nilai warna menurun dari 391 PtCo
menjadi 128 PtCo. Penurunan tersebut disebabkan karena penambahan koagulan
akan menghasilkan reaksi kimia dimana muatan- muatan negatif yang saling
tolak-menolak di sekitar partikel terlarut berukuran koloid akan ternetralisasi oleh
ion-ion positif dari koagulan dan pada akhirnya partikel-partikel koloid tersebut
akan saling tarik-menarik dan menggumpal membentuk flok [Gao dkk, 2009].
Flok-flok yang telah terbentuk akan lebih mudah mengendap dan dipisahkan dari
air gambut, sehingga nilai kekeruhan, zat organik dan warna akan menurun. Tabel
2 juga menunjukkan bahwa nilai kekeruhan, zat organik dan warna setelah
koagulasi-flokulasi masih berada diatas baku mutu air bersih yang telah
ditetapkan. Hal ini disebabkan karena masih terdapat zat-zat tersuspensi yang
belum tersisihkan saat proses koagulasi-flokulasi, sehingga perlu dilakukan
pengolahan lebih lanjut menggunakan membran ultrafiltrasi.

3.3. Fluks Membran Ultrafiltrasi


Grafik pada gambar 1 dan 2 menjelaskan bahwa semakin besar tekanan
akan menghasilkan fluks yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena semakin
besar tekanan, maka gaya dorong (driving force) yang dihasilkan akan semakin
besar. Gaya dorong (driving force) yang semakin besar kemudian akan
menyebabkan meningkatnya volume air umpan yang melewati membran sehingga
fluks yang dihasilkan juga akan semakin besar [Shadili, 2013]. Kedua grafik
diatas juga menunjukkan bahwa fluks akan mengalami penurunan selama
pengoperasian membran. Hal ini terjadi karena semakin lama waktu
pengoperasian membran akan terbentuk polarisasi konsentrasi dan fouling.
Polarisasi konsentrasi terjadi karena material didalam umpan berkumpul pada
permukaan membran dan membentuk lapisan yang semakin lama akan semakin
menebal [Syarfi dan Syamsu, 2007]. Fouling terjadi akibat adanya partikelpartikel
yang tertahan dan menutupi permukaan membran [Mulder,1996]. Hal ini
menyebabkan terhalangnya air umpan melewati membran sehingga kinerja
membran menurun yang ditandai dengan penurunan fluks secara terus-menerus
dan penurunan fluks ini merupakan fungsi dari waktu [Mahmud, 2005]. Jika
dilakukan perbandingan, terlihat bahwa fluks rata-rata membran ultrafiltrasi
dengan pengolahan pendahuluan lebih besar daripada fluks rata-rata membran
ultrafiltrasi tanpa pengolahan pendahuluan. Menurut Notodarmojo dan Anne
[2004], pengolahan pendahuluan akan mengurangi gejala polarisasi konsentrasi
yaitu terkumpulnya koloid dan partikel pada permukaan membran yang akan
membentuk lapisan cake. Hal ini disebabkan karena proses koagulasi
menyebabkan partikel-partikel koloid di dalam air umpan mengendap, dan
mengurangi kandungan kontaminan yang akan disaring oleh membran, sehingga
fluks yang diperoleh dari air umpan dengan pengolahan pendahuluan akan
mengalami peningkatan
BAB 4 PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Pengolahan koagulasi-flokulasi mampu menurunkan kekeruhan dari 32


NTU menjadi 5,11 NTU, nilai zat organik dari 42,34 mg/L KmnO4
menjadi 23,38 mg/L KmnO4 dan nilai warna dari 391 PtCo menjadi 128
PtCo.
2. Pada pengolahan air gambut menggunakan membran ultrafiltrasi tanpa
pengolahan pendahuluan, fluks rata-rata tertinggi didapat pada tekanan 1,5
bar yaitu sebesar 223,086 L/m 2 .jam dan koefisien rejeksi tertinggi
didapat pada tekanan 0,5 bar nilai koefisien rejeksi kekeruhan, zat organik
serta warna masing-masing sebesar 94,78%, 74,63% 71,36%
3. Pengolahan air gambut menggunakan membran ultrafiltrasi dengan
pengolahan pendahuluan, fluks rata-rata tertinggi didapat pada tekanan 1,5
bar yaitu sebesar 269,960 L/m 2 .jam dan koefisien rejeksi tertinggi
didapat pada tekanan 0,5 bar nilai koefisien rejeksi kekeruhan, zat organik
serta warna masing-masing sebesar 100%, 91,04% dan 96,68%
4. Penurunan kekeruhan, zat organik dan warna tertinggi didapat pada
pengolahan air gambut dengan kombinasi pengolahan pendahuluan
koagulasiflokulasi dan membran ultrafiltrasi pada tekanan 0,5 bar, dengan
nilai kekeruhan dari 32 NTU menjadi 0 NTU, nilai zat organik dari 42,34
mg/L KMnO4 menjadi 3,79 mg/L KMnO4 dan nilai warna dari 391 PtCo
menjadi 13 PtCo

4.2 Saran
Beberapa hal yang disarankan dari hasil penelitian ini adalah perlu
dilakukan pengolahan air gambut dengan parameter yang berbeda dan juga pada
penelitian selanjutnya dapat digunakan jenis umpan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Apriani, R., Diah Faryuni, I., Wahyuni, D., Kunci, K., Aktif, K., Durian, K.,
Hidroksida, K., & Fe, A. (2013). Pengaruh Konsentrasi Aktivator Kalium
Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian sebagai
Adsorben Logam Fe pada Air Gambut. Prisma Fisika, I(2), 82–86.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpfu/article/view/2931

Nurhayati, C., & Susanto, T. (2015). Pemanfaatan Fly Ash Batubara sebagai
Bahan Membran Keramik pada Unit Pengolah Air Gambut. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri, 26(2), 95–105.

Perpustakaan UGM, i-lib. (2000). Pengolahan Air Gambut Untuk Persediaan Air
Bersih. In Jurnal i-lib UGM. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?
dataId=7523

R, N. F., Hadiwidodo, M., & Rezagama, A. (2017). Pengolahan Lindi Dengan


Metode Koagulasi-Flokulasi Menggunakan Koagulan Aluminium Sulfat dan
Metode Ozonisasi Untuk Menurunkan Parameter BOD , COD , dan TSS
( Studi Kasus Lindi TPA Jatibarang ). Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 1–13.
https://media.neliti.com/

Rais, A., Fitrianingsih, Y., Studi, P., Lingkungan, T., Teknik, J., Fakultas, S.,
Universitas, T., Studi, P., Pertanian, B., Pertanian, F., & Tanjungpura, U.
(n.d.). RANCANG BANGUN ALAT PENGOLAHAN AIR GAMBUT
DENGAN SISTEM FILTRASI UNTUK BUDIDAYA PERIKANAN ( Studi
Kasus Desa Lingga Kecamatan Sui . Ambawang ) Workshop Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik , Universitas Tanjungpura Pontianak , sebagai
tempat dilakukannya penelitian Laboratorium Kualitas dan Kesehatan
Lahan Fakultas Pertanian , Universitas Tanjungpura. 1, 1–10.

RUBINATA, A. (2014). Perancangan Alat Pengolahan Air Gambut Sederhana


Menjadi Air Minum Skala Rumah Tangga. Jurnal Teknologi Lingkungan
Lahan Basah, 2(1), 1–10. https://doi.org/10.26418/jtllb.v2i1.5555

Trimaily, D., Nofrizal, N., & Maryanti, E. (2017). Efektivitas Penggunaan Tawas
dan Tanah Lempung pada Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih.
Dinamika Lingkungan Indonesia, 4(1), 39.
https://doi.org/10.31258/dli.4.1.p.39-52

Anda mungkin juga menyukai