Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG KONTRUKSI LANDFILL

MATA KULIAH

TEKNIK PENGOLAHAN LINDI

DOSEN PENGAMPU:

WINNY LAURA CHRISTINA HUTAGALUNG, S.T., M.T.

DISUSUN OLEH:

AHMAD AL IDRUS SEPTIAN

NIM M1D118037

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Kontruksi Landfill Di Indonesia Dan Di Dunia dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada ibu Winny Laura
Christina Hutagalung, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah teknik pengolaan
lindi, diprogram studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai lindi. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan datang.

Jambi, Oktober 2021

Penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemrosesan akhir sampah yang dilaksanakan di TPA adalah berupa Proses


landfilling (pengurugan), dan di Indonesia sebagian besar dilaksanakan dengan open
dumping, yang mengakibatkan permasalahan lingkungan, seperti timbulnya bau,
tercemarnya air tanah, timbulnya asap, dsb. Teknologi Landfilling yang tradisional
membutuhkan lahan luas, karena memiliki kemampuan reduksi volume sampah secara
terbatas. Kebutuhan luas lahan TPA dirasakan tiap waktu meningkat sebanding dengan
peningkatan jumlah sampah. Sedangkan persoalan yang dihadapi di kota-kota adalah
keterbasan lahan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka diperlukan optimalisasi
TPA yang telah ada sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja dan masa layan
TPA. Berdasarkan kepada Undang-undang No.18 Tahun 2008, Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.21 Tahun 2006, dinyatakan bahwa TPA di kota besar dan
metropolitan harus direncanakan sesuai metode lahan urug saniter (Sanitary Landfill).
Sistem open dumping dinilai sudah tidak layak lagi untuk menjadi tempat pembuangan
akhir sampah seperti biasa menjadi sumber penyakit, bau tidak sedap dan lain-lain.
Maka dari itu perlu dilakukan pengembangan perencanaan TPA secara sanitary landfill.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui sistem kontruksi landfill


2. Mengetahui persamaan dan perbedaan sistem konstruksi landfill

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai sistem kontruksi landfill
2. Mahasiswa dapat mengetahui persamaan dan perbedaan sistem konstruksi
landfill
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah kota merupakan salah satu isu hangat yang telah banyak
dibicarakan oleh masyarakat dunia beberapa tahun belakangan ini. Di mana berkaitan
juga dengan pelayanan sanitasi dan pencegahan pencemaran lingkungan. Sampah
perkotaan ini jika tidak diolah dengan baik, dapat merusak estetika kota, menimbulkan
bau dan mencemari lingkungan. Bau dapat timbul karena dekomposisi anaerobik
sampah yang mencapai kurang dari 1 % dari total emisi. Meskipun hanya sedikit
dampaknya, hal ini berakibat buruk bagi lingkungan baik fisik maupun kimia (Ying et
al., 2012). Pengelolaan limbah padat terpadu merupakan tugas yang mencakup
pemenuhan kendala dari aspek teknis, ekonomis dan sosial. Hal ini mengombinasikan
antara jarak pengumpulan dan meotde pengolahan yang digunakan untuk menangani
semua material dalam sampah dengan cara yang efektif, ramah lingkungan, ekonomis
dan segi sosial yang dapat diterima (McDougall et al., 2001).

2.2. Sanitary Landfill

Sistem sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan


yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Ada proses penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan
sel sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari. Metode ini merupakan
metode standar yang dipakai secara internasional. Untuk meminimalkan potensi
gangguan timbul, maka penutupan sampah dilakukan setiap hari. Namun, untuk
menerapkannya diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal. Di
Indonesia, metode sanitary landfilled dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan
metropolitan. Beberapa pengertian tentang sanitary landfill dari beberapa ahli
persampahan yang sebenarnya pada intinya tidak jauh berbeda. Sanitary Landfill adalah
sistem penimbunan sampah secara sehat dimana sampah dibuang di tempat yang rendah
atau parit yang digali untuk 4 menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah
yang dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada di alam
terbuka (Tchobanoglous et al., 1993). Sanitary landfill merupakan sarana pengurugan
sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan
penyebaran dan pemadatan sampah pada area pengurugan, serta penutupan sampah
setiap hari (Damanhuri et al., 2006). Sanitary landfill merupakan metode yang
dilengkapi dengan sistem pengumpul gas dan instalasi pengelolaan lindi, sehingga
pencemaran yang disebabkan oleh TPA dapat diminimisasi dan dikontrol (Chena et al.,
2003).

2.3. Lindi

Lindi adalah cairan dari uap air yang dihasilkan dari TPA selama proses
degradasi limbah. Ketika lindi yang dihasilkan dan bergerak dalam TPA, larut dan
mengangkut logam berat terlarut dan asam dari limbah. Ketika lindi yang sangat
terkontaminasi ini keluat dari sel TPA dan mencapai sumber daya air, maka akan
menyebabkan pencemaran air permukaan dan air tanah. (Warith et al., 1999). Lindi
merupakan cairan yang terbentuk dari tumpukan sampah, bisa karena adanya hujan yang
membasahi seluruh landfill dalam keadaan terbuka, maupun hujan yang melalui lapisan
landfill. Selain itu lindi juga mengandung fenol nitrogen, dan fosfor. Jika tidak diolah
dan dikumpulkan dengan aman, lindi dari landfill ini dapat menjadi sumber potensial
pencemar bagi air permukaan dan dalam tanah

2.4. Produksi Gas Landfill

Potensi pencemaran gas landfill merupakan salah satu hal yang menjadi
perbincangan dari masalah sampah perkotaan. Beberapa gas terbentuk dari proses
dekomposisi material organik dalam sel landfill. Komposisi, kuantitas dan kecepatan
terbentuknya gas bergantung pada beberapa faktor seperti jumlah sampah, komposisi
dan densitas, karakter penempatannya, kedalaman landfill, kadar air sampah, suhu, dan
jumlah oksigen yang tersedia. Terdapat beberapa jenis kandungan gas pada landfill atau
biasa disebut landfill gas. Gas methan merupakan kandungan gas dengan komposisi
tertinggi yaitu mencapai 47,4 %. Selanjutnya terdapat gas karbondioksida sebesar 47 %,
nitrogen 3,7%, dan sisanya gas lainnya. Gas methan termasuk Green House Gas (GHG)
yang mana 23 kali lebih membahayakan dari pada karbon dioksida (EPA, 1999).
BAB 3 PEMBAHASAN

3.1. Konstruksi Landfill di Indonesia

Menurut SNI 03-3241-1994, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah adalah sarana
fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah berupa tempat yang
digunakan untuk mengkarantina sampah kota secara aman. Agar dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, TPA biasanya ditunjang dengan sarana dan prasarana antara
lain:

3.1.1 Prasarana Jalan

Prasarana jalan sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin


baik kondisi TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga lebih
efisien(Ulfani et al., 2019). Akses jalan menuju ke fasilitas landfill harus dibuat khusus
untuk meminimalkan potensi erosi dan perubahan sistem drainase. Pengembangan dan
operasional landfill dapat menimbulkan lalu lintas kendaraan yang cukup siginfikan.
Berikut beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika memilih dan menetapkan akses
jalan ke landfill adalah sebagai berikut:

a. Tipe dan jumlah kendaraan yang menuju ke landfill.


b. Jenis lalu lintas menggunakan jalan yang terhubung dengan jalan akses ke
landfill.
c. Standar dan kapasitas jaringan jalan, terutama untuk menampung lalu lintas
yang menuju ke landfill.
d. Apakah akses jalan dapat menghindari area perumahan penduduk.
e. Keselamatan lalu lintas dengan pertimbangan pada pintu masuk, jangan
sampai kendaraan mengantri di jalan utama yang menuju pintu masuk.
f. Konstruksi akses jalan pada area landfill harus didesain dan dibangun agar
dapat mencegah lumpur dan sisa buangan sampah terbawa oleh roda
kendaraan.
g. Harus dipastikan bahwa jalan umum harus dijaga dari ceceran sampah.
Pertimbangan akses jalan harus dikonsultasikan dengan Dinas Perhubungan
dan instansi terkait lainnya
3.1.2 Prasarana Drainase

Drainase TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan
tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah(Sururi et al., 2014).
Air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil
rembesan air hujan yang masuk pada timbunan sampah akan semakin kecil pula debit
lindi yang dihasilkan. Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran
limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah.
Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan.
Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase berfungsi sebagai penangkap
aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu
pemukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
Fasilitas drainase di TPA dibuat untuk mengalirkan air limpasan, baik air permukaan
maupun air hujan. Drainase dibangun untuk mencegah air permukaan dari hujan masuk
kedalam timbunan sampah. Air hujan sangat mempengaruhi besarnya air lindi yang
dihasilkan, semakin kecil air hujan yang masuk maka semakin kecil pula air lindi yang
dihasilkan(Sari & Afdal, 2017).

3.1.3 Fasilitas Penerimaan

Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemerikasaan sampah yang


dating, pencatatan data dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya
fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA(Krisnawati et al.,
2014).

3.1.4 Lapisan Kedap Air

Lapisan kedap air berfungsi utnuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk
di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu maka konstruksi dasar
TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar
geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan dan
permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri
dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah
terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena terekspose cukup lama.
Selain itu untuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka
sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung”. Sebagai contoh
dapat dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai(Damsir,
2016).

3.1.5 Lapisan Pengaman Gas

Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida dan methan
dengan komposisi hampIr sama di samping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya.
Kedua gas tersebut memiliki potensi yang besar dalam proses pemanasan global
terutama gas methan. Karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak
dibiarkan bebas lepas ke atmosfir. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas
dapat keluar dari timbunan sampah pada titik tertentu. Untuk itu perlu diperhatikan
kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah yang berporos atau banyak memiliki
rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas
methan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam
pemanasan global.

3.1.6 Fasilitas Pengaman Lindi

Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan
banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar, khusunya zat
organik(Erwin & Putu, 2012). Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air
baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Pencemaran air
permukaan oleh lindi merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian dalam pemilihan
lokasi TPA (Aminah et al., 2017). Jika lokasi TPA dekat dengan aliran air maka
meningkatkan resiko pencemaran air. Potensi dampak yang mungkin terjadi adalah
pencemaran air yang digunakan untuk air minum atau perikanan. Berikut ini adalah
secara umum hal-hal yang perlu dihindari dalam pemilihan lokasi TPA;

a. Daerah banjir, daerah yang secara umum dapat dipengaruhi oleh kejadian
banjir besar (kurun waktu 1-100 tahun). Lokasi TPA harus bebas banjir
periode ulang 25 tahun.
b. lahan yang ditetapkan sebagai resapan air atau cadangan untuk suplai air
kepada masyarakat;
c. selokan dengan masuknya air yang signifikan, kecuali jika dapat dikontrol
dengan pekerjaan rekayasa tanpa risiko terhadap TPA
d. aliran air dan lokasi yang membutuhkan gorong-gorong melalui lokasi dan
atau berada di bawah lokasi timbunan TPA
e. Lokasi TPA tidak boleh di muara, rawa-rawa dan lahan basah, serta
perairan.
f. Jarak TPA sampah terhadap sungai ditetapkan 150 meter sebagai buffer
tidak layak. Buffer ini berfungsi sebagi sempadan untuk pengelolaan sungai.
3.1.7 Alat Berat

Alat berat yang biasanya digunakan di TPA umumnya berupa bulldozer,


excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang
berbeda dalam operasionalnyaPenghijauan Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk
beberapa maksud diantaranya adalah peningkatan estetika lingkungan sebagai buffer
zone untuk pencegah bau dan lalat yang berlebihan (Febriandana et al., 2021).

3.1.8 Fasilitas Penunjang

Beberapa fasilitas penunjang yaitu pemadam kebakaran, mesin pengasap,


kesehatan dan keselamatan kerja, serta toilet.
BAB 4 PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pelaksanaan konstruksi tpa memerlukan beberapa fasilitas pendukung agar


berjalan dengan baik seperti Prasarana Jalan, Prasarana Drainase, Fasilitas Penerimaan,
Lapisan Kedap Air, Lapisan Pengaman Gas, Fasilitas Pengaman Lindi, dan Alat Berat.
Perlu adanya data pendukung yang meliputi data kekuatan tanah untuk mengetahui
beban sampah yang dapat ditanggung oleh tanah, data muka air tanah untuk mengetahui
kedalaman galian yang dapat dilakukan. Semakin dalam galian dan semakin besar
kekuatan tanah untuk menahan beban, dapat menambah volume lift dan masa pakai
TPA.
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S., Sudarno, & Purwono. (2017). Pengolahan Sampah Organik Secara
Biodrying Studi Kasus : Sayuran Kangkung. Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 1–8.
Damsir, S. M. R. M. Y. A. H. (2016). Karakteristik Lindi Hasil Fermentasi Anaerobik
Sampah Kota Dalam Lisimeter Dan Potensi Pemanfaatannyamenjadi Pupuk Cair.
Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 26(2), 125–133.
Erwin, R., & Putu, W. (2012). Pemanfaatan Lindi Sampah Sebagai Pupuk Cair.
Envirotek : Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 4(1), 10–18.
Febriandana, Indra, M., Emmy, S., & Kissinger Fatmawati. (2021). Uji Nitrit Pada Air
Lindi Di Tempat Pemprosesan Akhir (Tpa) Sampah Cahaya Kencana Kabupaten
Banjar Menggunakan Kolorimeter Portabel. EnviroScienteae, 17(1), 47–51.
Krisnawati, A., Sururi, M. R., & Ainun, S. (2014). Pengaruh Karakteristik Lindi
terhadap Ozonisasi Konvensional dan Advanced Oxidation Processes ( Aop ).
Jurnal Online Institute Teknologi Nasional, 2(Rekayasa Lingkungan), 1–9.
Sari, R. N., & Afdal, A. (2017). Karakteristik Air Lindi (Leachate) di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Air Dingin Kota Padang. Jurnal Fisika Unand, 6(1),
93–99. https://doi.org/10.25077/jfu.6.1.93-99.2017
Sururi, M. R., Saleh, S. A., & Krisna, A. (2014). Pengolahan Lindi Dengan Ozon Dan
Proses Oksidasi Lanjut Berbasis Ozon. Reaktor, 15(1), 20.
https://doi.org/10.14710/reaktor.15.1.20-26
Ulfani, Badawi, D. A., Nurjannah, S., & Sugiyanto, D. (2019). Identifikasi Pengaruh
Hidrogeologi terhadap Penyebaran Lindi di Bagian Timur dan Barat TPA
Gampong Jawa Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Identification of
Hydrogeological Effects on Leachate Spread in the East and West of the Java
Gampong Landfi. 8(2), 41–46.

Anda mungkin juga menyukai