Anda di halaman 1dari 17

Nama : Dinna Rachmayanti, ST

Nip : 19950129 201902 2 003


Jabatan : Penata Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Kab. Belitung Timur

PELATIHAN PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN KONSTRUKSI TPA DAN IPLT

MODUL 1
KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN MANAJEMEN TPA DAN IPLT

MATERI POKOK I

1. MANAJEMEN TPA
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak kota di seluruh dunia.
Semakin tingginya jumlah penduduk dan aktivitasnya, membuat volume sampah terus meningkat.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada dasarnya telah
mengamanatkan bahwa Paradigma lama (kumpul-angkut-buang) harus segera bergeser menjadi
Paradigma baru (Reduce-Reuse-Recycing). Namun demikian, walaupun sebuah kota tengah berupaya
menjalankan Paradigma Baru dalam pengelolaan sampah, masih tetap diperlukan adanya sarana
pemrosesan akhir, yang berfungsi mengolah sampah secara aman, sebelum akhirnya kembali ke alam.
Metode pengembalian sampah ke alam yang paling banyak diterapkan di berbagai kota di Indonesia
adalah Metode Landfilling atau penimbunan di atas tanah (Lahan Urug). Dan sebagai dampaknya,
sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih sangat membutuhkan pembangunan Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA). Untuk menangani permsalahan sampah tersebut maka pemerintah membuat beberaoa
kebijakan dan strategi pengelolaan sampah sebagai berikut:

A. KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH


Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga menuangkan kebijakan dan strategi
pengelolaan sampah yang paling sedikitnya memuat:
a. Arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah
b. Program pengurangan dan penanganan sampah dan harus memuat:
1) Target pengurangan timbulan sampah dan prioritas jenis sampah secara bertahap
2) Target penanganan sampah untuk setiap kurun waktu tertentu
Pemerintah kabupaten/kota selain menetapkan kebijakan dan strategi, menyusun dokumen
rencana induk dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga. Rencana induk paling sedikit memuat:
1. Pembatasan timbulan sampah
2. Pendauran ulang sampah
3. Pemanfaatan kembali sampah
4. Pemilahan sampah
5. Pengumpulan sampah
6. Pengangkutan sampah
7. Pengolahan sampah
8. Pemrosesan akhir sampah
9. Pendanaan

1. Kebijakan Penanganan Sanitasi 2020-2024


1. Teknis
Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sanitasi
a. Peningkatan Kualitas Dokumen Perencanaan
b. Peningkatan Kualitas Pelaksanaan Konstruksi
c. Penjaminan Mutu Infrastruktur dengan memastikan kelaikan fungsi dengan penerapan
commisioning
d. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
e. Mendorong penerapan inovasi teknologi sanitasi, termasuk Penerapan Teknologi
Ramah Lingkungan
2. Regulasi Pengembangan perangkat regulasi penyelenggaraan pengelolaan sanitasi
a. Mendorong terciptanya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah untuk Air Limbah
Domestik
b. Pendampingan penyusunan Peraturan Daerah bidang Sanitasi
c. Diseminasi NSPK Bidang Sanitasi
3. Kelembagaan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Sanitasi
a. Advokasi Kepada Kepala Daerah
b. Pendampingan pemisahan operator dan regulator
c. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
d. Pelatihan dan Sertifikasi bagi SDM Pengelola
e. Integrasi Pengelolaan Air limbah domestik dengan Air Minum
4. Peran Serta Masyarakat dan Swasta Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia
Usaha/Swasta
a. Kampanye publik
b. Demand dan Supply Creation untuk sanitasi di level masyarakat dan penyedia barang
/jasa
c. Mendorong pemanfaatan potensi kerjasama dengan swasta baik dalam penyediaan
infrastruktur maupun pengelolaan
5. Pendanaan Pengembangan Alternatif Sumber Pembiayaan
a. Pengarusutamaan program prioritas / strategis Nasional (Stunting, KSPN, Pasca Bencana
dsb)
b. Pendampingan penyusunan tarif
c. Mendorong Pemda untuk memaksimalkan utilisasi Dana DAK dan Hibah Sanitasi
d. Menggali potensi sumber pendanaan alternative dan mendorong pemda untuk
memanfaatkannya

2. Peraturan Daerah Bidang Persampahan


Peraturan yang bersifat regional maupun lokal menunjang peraturan dan undangundang yang
bersifat nasional, yaitu berupa:
a. Peraturan Daerah, tentang Pengelolaan Sampah di lingkungan Kota/Kabupaten masing-
masing, ditetapkan sebagai dasar kebijakan pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah
oleh Pemerintah Daerah.
b. Peraturan Gubernur akan ditetapkan bila Pemerintah Provinsi melakukan upaya
pengelolaan sampah melingkupi beberapa kota atau banyak kota. Dalam kerangka
membangun payung hukum pembangunan TPA Regional di Kawasan Metropolitan
Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Barat. Sejalan dengan
rencana pengembangan TPA Regional di wilayah Timur, telah dilakukan dilakukan
perubahan terhadap Peraturan Gubernur tersebut yaitu dengan diberlakukannya
Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2016 tentang Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 12 Tahun 2010.
c. Keputusan Bupati/Walikota merupakan turunan dari kebijakan Walikota dalam
pengelolaan sampah.
Dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung, telah ditetapkan sebuah Perda Nomor 9
Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah.
Pasal 30
(1) Pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan menggunakan:
(a) Metode lahan urug terkendali;
(b) Metode lahan urug saniter; dan/atau
(c) Teknologi ramah lingkungan
(2) Untuk jenis sampah yang tidak dapat diproses akhir sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan kerja sama dengan pihak-pihak lainnya.

B. PERAN TPA DALAM PROSES PENGELOAAN SAMPAH


Besarnya penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di Indonesia
mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana perkotaan, seperti masalah
sampah. Permasalahan sampah menjadi permasalahan nasional sehingga perlu diselesaikan
secara komperhensif. TPA memiliki peran besar dalam proses pengolahan sampah diantaranya:
1. Untuk mencegah kontaminan dari sampah yang dibuang ke lingkungan, terutama terhadap air
tanah akibat pembuangan secara open dumping atau sembarangan.
2. Terdapat beberapa bahan/material tidak dapat didaur ulang, sehingga dapat digunakan untuk
energi atau dikomposkan secara terpusat di TPA.
3. Meningkatnya populasi penduduk maka terjadi peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan
sehingga sampah yang ada perlu ditangani.

C. FASILITAS DI TPA
Fasilitas dasar di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dan kriteria teknis yang berlaku agar pelaksanaan kegiatan di TPA dapat berjalan optimal sesuai
dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 03 Tahun 2013. Prasarana dasar, yang harus ada dalam
sebuah TPA adalah:
1. Jalan TPA (Jalan Masuk dan Jalan Operasional) Prasarana jalan ini sangat menentukan
keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar
kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Jalan TPA dapat
dibedakan antara Jalan Akses dan Jalan Operasional.
a. Jalan Akses Jalan akses TPA harus dapat dilalui kendaraan truk sampah dari 2 arah. Lebar
jalan minimal 8 m, kemiringan pemukaan jalan 2-3 % ke arah saluran drainase. Jalan akses
harus mampu menahan beban perlintasan dengan tekanan gandar 10-ton dan kecepatan
kendaraan 30km/jam (sesuai dengan ketentuan Ditjen Bina Marga).
b. Jalan Operasional
Kriteria jalan operasi di TPA, yaitu:
1) Jalan operasional penimbunan sampah (jalan ramp), jenis jalan bersifat temporer,
setiap saat dapat ditimbun dengan sampah dengan kemiringan jalan ramp 5 – 7%.
2) Jalan operasional mengelilingi TPA, jenis jalan bersifat permanen dapat berupa jalan
beton, aspal atau perkerasan jalan sesuai dengan beban dan kondisi tanah.
3) Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor/pos jaga, bengkel, tempat parkir,
tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.
4) Permukaan jalan masuk harus selalu diperbaiki dengan melapisi permukaannya
dengan agregat klas B/ klas C (sirtu), tebal hamparan 15 cm. Pada lokasi tertentu ada
deposit agregat klas B/C ini, diambil/digali dengan excavator, dimuat diatas dump
truck kemudian dibuang diruas jalan yang mengalami kerusakan.
5) Agregat klas B/C adalah tanah yang mengandung butir kasar, pasir - batuan berukuran
max 5 cm, dan masih mengandung sedikit lempung.
a) Ciri fisik deposit agregat klas B, adalah lereng tanah yang tegak.
b) Pendekatan kasar spesifikasi agregat klas B dengan laboratorium.
6) Kadar lempung maximal 8%, sebagian lainnya tanah dan butir kasar dari pasir sampai
dengan batu ukuran 5 cm.
7) Kepadatan California Bearing Ratio (CBR) maximum tercapai 60%.
Untuk jalan operasional salah satu kriteria yang terpenting adalah adanya cukup area untuk
manuver kendaraan berat.
2. Sarana Listrik atau Genset
Sarana listrik dapat bersumber dari PLN, genset berbahan bakar gas bio ataupun sel surya.
Sumber listrik harus mampu untuk menyediakan kebutuhan listrik dan alat-alat elektronik yang
ada di TPA, misalnya penerangan di dalam ruangan (misalnya kantor, WC), jembatan timbang
mekanis ataupun penerangan jalan umum (PJU). Khusus untuk listrik bersumber genset
berbahan bakar gas bio dari TPA sampah diharapkan kapasitasnya dapat memenuhi kebutuhan
listrik TPA. Jika suplai utama berasal dari PLN, Genset dapat digunakan pada saat listrik dari
PLN padam. Pemeriksaan sistem kelistrikan dan panelnya harus dilakukan secara rutin untuk
menjamin ketersediaan tenaga listrik dan keamanannya. Pengencangan
sambungan/hubungan listrik harus diperhatikan untuk mencegah hubungan listrik yang tidak
dikehendaki.
3. Drainase
6Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan
untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Air hujan merupakan faktor
utama terhadap debit lindi yang dihasilkan.
4. Sarana Air Bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor, pencucian kendaraan
(truk dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya. Penyediaan air bersih ini dapat dilakukan
dengan sumur bor dan pompa. Fasilitas air bersih dilengkapi dengan menara air dan mampu
menyediakan air bersih untuk setidaknya 10 orang operator.
5. Pagar dan Papan Nama
Pagar berfungsi untuk menjaga keamanan TPA misalnya agar tidak dimasuki oleh orang yang
tidak berhak, ilegal dumping ataupun mencegah masuknya hewan ternak. TPA diberi pagar
keliling dengan tanaman dan kawat berduri (untuk faktor keamanan) dan tiang beton sebagai
pengikat.
6. Kantor dan Pos Jaga
Kantor mempunyai fungsi sebagai pengendali kegiatan di TPA, terutama kegiatan administrasi.
Kantor biasanya dilengkapi dengan fasilitas WC. Luas bangunan kantor tergantung pada lahan
yang tersedia atau kira-kira 50 - 100 m2 dan mampu untuk menampung minimal 3-5 orang
operator. Kantor administrasi, rumah jaga dan bangunan tertutup lainnya, harus dilengkapi
dengan kunci dan dipegang oleh petugas yang ditunjuk dan diserahi tanggung jawab.

2. MANAJEMEN IPLT
A. KEBIJAKAN DAN STRATEGI SPALD
1. Teknis
Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sanitasi
a. Peningkatan Kualitas Dokumen Perencanaan
b. Peningkatan Kualitas Pelaksanaan Konstruksi
c. Penjaminan Mutu Infrastruktur dengan memastikan kelaikan fungsi dengan penerapan
commisioning
d. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
e. Mendorong penerapan inovasi teknologi sanitasi, termasuk Penerapan Teknologi Ramah
Lingkungan
2. Regulasi
Pengembangan perangkat regulasi penyelenggaraan pengelolaan sanitasi
a. Mendorong terciptanya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah untuk Air Limbah
Domestik
b. Pendampingan penyusunan Peraturan Daerah bidang Sanitasi
c. Diseminasi NSPK Bidang Sanitasi
3. Kelembagaan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Sanitasi
a. Advokasi Kepada Kepala Daerah
b. Pendampingan pemisahan operator dan regulator
c. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
d. Pelatihan dan Sertifikasi bagi SDM Pengelola
e. Integrasi Pengelolaan Air limbah domestik dengan Air Minum
4. Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
a. Kampanye publik
b. Demand dan Supply Creation untuk sanitasi di level masyarakat dan penyedia barang
/jasa
c. Mendorong pemanfaatan potensi kerjasama dengan swasta baik dalam penyediaan
infrastruktur maupun pengelolaan
5. Pendanaan Pengembangan Alternatif
Sumber Pembiayaan
a. Pengarusutamaan program prioritas/strategis Nasional (Stunting, KSPN, Pasca Bencana
dsb)
b. Pendampingan penyusunan tarif
c. Mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan utilisasi Dana DAK dan Hibah
Sanitasi d. Menggali potensi sumber pendanaan alternatif dan mendorong pemerintah
daerah untuk memanfaatkannya

B. PERAN IPLT DALAM SPALD-S


Permasalahan air limbah domestik telah menjadi isu penting yang timbul sejalan dengan
kemajuan pembangunan kota-kota di Indonesia yang terus berkembang secara pesat yang diikuti
dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan ini memberikan dampak baik
secara langsung maupun tidak langsung terutama terkait dengan kesehatan masyarakat. Salah
satu dampak dari pertambahan laju penduduk adalah meningkatnya volume air limbah yang
keluar sehingga perlu adanya peran IPLT untuk melakukan pengolahan air limbah yang dihasilkan
oleh pemerintah.

C. FASILITAS DI IPLT
Secara umum, terdapat beberapa tahapan unit pengolahan yang terdapat di Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja (IPLT), yakni:
1. Unit Pengumpul
a. Untuk mengumpulkan lumpur tinja dari truk tangki penyedot lumpur tinja sebelum masuk
ke sistem pengolahan.
b. Mengatur agar debit aliran lumpur yang masuk ke unit berikutnya menjadi konstan dan
tidak berfluktuasi
c. Menghomogenkan karakteristik lumpur tinja yang masuk ke IPLT
2. Unit Penyaringan
a. Untuk memisahkan atau menyaring benda-benda kasar di dalam lumpur tinja. Pemisahan
atau penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan barscreen manual atau mekanik
b. Menghilangkan padatan/benda-benda kasar atau kotoran yang terbawa dalam lumpur
tinja yang berasal dari mobil truk tinja
c. Prinsipnya kotoran seperti pecahan batuan plastik dan sebagainya, yang berukuran lebih
besar dari jarak bukaan (openings) alat saringan akan tertahan di media saringan
d. Padatan atau kotoran tersebut dapat mengganggu proses kinerja dari alat yang sedang
beroperasi di bak selanjutnya
3. Unit Pemisahan Partikel Diskrit
a. Untuk memisahkan partikel diskrit agar tidak mengganggu proses selanjutnya (jika
diperlukan)
b. Menyisihkan butiran-butiran pasir yang ada di dalam air limbah lumpur tinja sehingga
dapat melindungi pompa dari kerusaka
c. Mencegah terjadinya efek clogging di dalam pipa
d. Mencegah efek cementing pada dasar unit digester dan bak pengendapan
e. Mengurangi akumulasi materi inert di bak aerasi dan digester yang dapat mengurangi
volume tangki
4. Unit Pemekatan Untuk memisahkan padatan dengan cairan yang dikandung lumpur tinja,
sehingga konsentrasi padatannya akan meningkat atau menjadi lebih kental. Alternatif
teknologinya yakni tangki imhoff, solid separation chamber, clarifier, dan lain-lain.
5. Unit Stabilisasi Untuk menurunkan kandungan organik dari lumpur tinja, baik secara
anaerobik, aerobik maupun kombinasi di keduanya.
Nama : Dinna Rachmayanti, ST
Nip : 19950129 201902 2 003
Jabatan : Penata Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Kab. Belitung Timur

PELATIHAN PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN KONSTRUKSI TPA DAN IPLT

MODUL 2
PENGANTAR PENGAWASAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai
pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya
tujuan pembangunan nasional. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa
Konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan
jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung
perekonomian nasional.

Undang-Undang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pelaksanaan


1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa konstruksi (selanjutnya disingkat UU 2/2017) terdiri dari 14 (empat belas) bab
dan 106 (seratus enam) pasal.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa konstruksi (selanjutnya
disingkat PP 22/2020) terdiri dari 9 (sembilan) bab dan 179 (seratus tujuh puluh sembilan) pasal.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Jasa Konstruksi Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa konstruksi (selanjutnya disingkat PP 14/2021), terdiri dari 9
(sembilan) bab dan 343 (tiga ratus empat puluh tiga) pasal.

A. PEMAHAMAN UMUM DAN PENGENDALIAN PENGAWASAN KONSTRUKSI


Kata Konstruksi secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan atau pembangunan
infrastuktur seperti jalan, jembatan, gedung, perumahan, bendung, saluran irigasi dan lain lain,
serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur. Menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa konstruksi, Pekerjaaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran dan
pembangunan kembali suatu bangunan.
Karakteristik Konstruksi
a. Kegiatan Kerja Konstruksi mempunyai karakteristik:
1) Suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan
2) Berjangka waktu pendek (memiliki keterbatasan waktu)
3) Proses yang mengolah sumber daya
4) Mengandung konflik yang cukup tinggi
b. Karakteristik tiga dimensi: Unik, melibatkan sumber daya, butuh organisasi.
c. Karakteristik tiga kendala: Sesuai spesifikasi, sesuai time schedule, dan sesuai biaya rencana.

B. TATACARA PENJAMINAN MUTU DAN PENGENDALIAN MUTU PEKERJAAN KONSTRUKSI


Penjamin Mutu pada Unit Organisasi merupakan unsur pendukung pada struktur penyelenggara
proyek dan tidak terlibat secara langsung dalam pengambilan keputusan terkait pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, yang memiliki fungsi:
a. Perumusan kebijakan;
b. Pembinaan teknis; dan
c. Pengawasan pelaksanaan kebijakan.
Penjamin mutu memiliki tugas sebagai berikut:
a. Menyusun standar dan pedoman teknis yang berlaku pada masing- masing unit organisasi;
b. Melakukan bimbingan teknis;
c. Melakukan pemantauan dan evaluasi serta pelaporan

C. PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN KONSTRUKSI


Pengorganisasian Kegiatan Kerja Konstruksi atau Pengorganisasian pelaksanaan kontrak pekerjaan
konstruksi bertujuan untuk membentuk hubungan atau ikatan berbagai pihak yang terlibat dalam
pekerjaan konstruksi untuk mencapai tujuan yang sama (berkaitan dengan Biaya yang tersedia,
Mutu yang harus dicapai, Waktu yang telah ditetapkan).

Jadwal pengadaan sumber daya untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan yang terdiri dari jadwal
kebutuhan sumber daya manusia dan jadwal kebutuhan bahan.

Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) pekerjaan adalah salah satu dokumen kelengkapan yang
dibutuhkan dalam suatu operasional pelaksanaan pekerjaan, yang digunakan sebagai acuan/
pedoman operasional pelaksanaan pekerjaan.

Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) adalah dokumen telaah tentang Keselamatan
Konstruksi yang memuat uraian metode pekerjaan, rencana inspeksi dan pengujian, serta
pengendalian Subpenyedia Jasa dan pemasok, dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen

D. PENGENDALIAN PENGAWASAN PADA PERSIAPAN PELAKSANAAN PEKEJAAN KONSTRUKSI


Lingkup Mobilisasi, meliputi:
1. Mendatangkan Personel Kontraktor dan Konsultan Supervisi
2. Mendatangkan Peralatan dan Kendaraan Berat yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan
3. Sebelum mendatangkan peralatan/ kendaraan berat ke lokasi pekerjaan, Kontraktor wajib
meneliti kondisi jalan, jembatan, gorong- gorong, dermaga, dll.

Tujuan pelaksanaan sosialisasi terutama adalah memberikan penjelasan kepada para pemangku
kepentingan (stakeholder) setempat tentang rencana pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan agar
dicapai kesepahaman/ kesepakatan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Tujuan
Mutual Check 0 % adalah untuk mencapai kesepakatan antara direksi dan kontraktor tentang
kuantitas pekerjaan yang masuk dalam kontrak unit price sebelum kontrakdimulai.

Kajian Teknis / Review Design merupakan upaya untuk menyesuaikan produk original design
(gambar desain asli) akibat kondisi lapangan tidak sesuai. Perubahan tersebut perlu direspons
dengan melakukan kajian teknis /review design (justifikasi teknis) agar umur rencana tetap tercapai
sesuai rancangan awal. Rancangan ini berakibat bill of quantity berubah dibanding dengan original
design.

Dalam pengerjaan suatu proyek bangunan, kadangkala sering kita temukan gambar dengan label
Shop Drawing dan As Built Drawing, yang kalau kita amati terlihat sekilas tidak ada perbedaan dan
hampir mirip. Sebenarnya keduanya mempunyai perbedaan meskipun terlihat hampir sama.
Evaluasi volume dan harga merupakan kegiatan menghitung kembali volume pekerjaan
berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan yang telah dilakukan, yang kemudian dituangkan di dalam
gambar.

E. PENGENDALIAN PENGAWASAN PADA PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI


Kegiatan Pemeriksaan Bersama dimulai dari pembersihan lapangan yang dapat berupa Site Clearing
(Pembersihan lokasi), Stripping (Pengupasan), Grubbing (Pembongkaran), yang bertujuan agar
lokasi atau areal pekerjaan konstruksi terbebas dari rintangan sehingga dapat mempermudah
pemasangan patok. Langkah selanjutnya adalah pengukuran dan pemeriksaan detail kondisi
lapangan serta menyesuaikannya dengan desain. Apabila ditemukan ketidaksesuaian kondisi
lapangan dengan desain, atas persetujuan pengguna jasa, melalui berita acara pemeriksaan
bersama, penyesuaian dapat dilakukan dengan menuangkannya dalam adendum kontrak. Penyedia
jasa pekerjaan konstruksi tidak diperkenankan melakukan kegiatan sebelum memperoleh
persetujuan dari pengguna jasa.

Penyedia jasa pekerjaan konstruksi harus menyampaikan permohonan ijin memulai pekerjaan
(request of work) terlebih dahulu sebelum memulai setiap pekerjaan. Prosedur permohonan ijin
memulai setiap pekerjaan.

Pengawasan pekerjaan konstruksi dilaksanakan untuk memastikan bahwa semua aktifitas yang
dilaksanakan oleh penyedia jasa pekerjaan konstruksi telah sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya.

Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL) betujuan untuk mengelola
sumber daya dengan seluruh upaya dalam menjaga kelestarian lingkungan sebagai akibat dari
adanya kegiatan pembangunan.

F. PENGENDALIAN PENGAWASAN PADA PROSES PENYELESAIAN KONSTRUKSI


Serah Terima Pekerjaan adalah kegiatan penyerahan pekerjaan yang telah selesai 100% (seratus
perseratus) dari Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi kepada Pengguna Jasa dalam kondisi dan
standar sebagaimana disyaratkan dalam kontrak. Penyedia Jasa pekerjaan konstruksi wajib
memelihara hasil pekerjaannya selama masa pemeliharaan, sehingga kondisi hasil pekerjaan tetap
berada seperti pada saat penyerahan pertama pekerjaan. Masa Pemeliharaan paling singkat untuk
pekerjaan permanen selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen selama 3
(tiga) bulan dan dapat melampaui tahun anggaran.

Setelah masa pemeliharaan berakhir, Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi dapat mengajukan
permintaan tertulis kepada PPK untuk penyerahan akhir dengan terlebih dahulu menyerahkan
laporan pemeliharaan yang telah dilaksanakannya selama masa pemeliharaan dan sesuai dengan
rencana pemeliharaan yang telah disampaikan penyedia jasa pekerjaan konstruksi pada saat
penyerahan pertama pekerjaan

G. MANAJEMEN RISIKO
1. Manajemen Risiko adalah suatu proses mengidentifikasi, menilai, mengelola, dan
mengendalikan peristiwa atau situasi potensial untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tujuan organisasi.
2. Untuk mencapai tujuan manajemen risiko, yaitu untuk menciptakan dan melindungi nilai
organisasi, beberapa prinsip penerapan manajemen risiko, meliputi:
a. Terintegrasi
b. Terstruktur dan komprehensif
c. Disesuaikan atau proporsional
d. Inklusif
e. Dinamis
f. Ketersediaan informasi terbaik
g. Faktor manusia dan budaya
h. Perbaikan berkelanjutan

3. Proses manajemen risiko merupakan bagian terpadu dengan manajemen secara keseluruhan
yaitu perencanaan strategis, manajemen kinerja, dan penganggaran. Proses manajemen risiko
terdiri atas:
a. Komunikasi dan Konsultasi
b. Perumusan Ruang Lingkup, Konteks, dan Kriteria
c. Penilaian Risiko
d. Respon Risiko
e. Pemantauan dan Tinjauan
f. Pencatatan dan Pelaporan
Nama : Dinna Rachmayanti, ST
Nip : 19950129 201902 2 003
Jabatan : Penata Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Kab. Belitung Timur

PELATIHAN PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN KONSTRUKSI TPA DAN IPLT

MODUL 3
PELAKSANAAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KONSTRUKSI

Tujuan dari keselamatan kerja adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap karyawan atau
pekerja tidak mendapatkan kecelakaan, penyakit akibat kerja dan alatalat produksi tidak mengalami
kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan. Modul ini menguraikan dan menjelaskan mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi yang wajib terapkan oleh setiap pekerja konstruksi di
setiap tahapan pekerjaan konstruksi. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)
merupakan bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka menjamin
terwujudnya Keselamatan Konstruksi. Keselamatan Konstruksi diartikan segala kegiatan keteknikan
untuk mendukung Pekerjaan Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan standar keamanan,
keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan yang menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
keselamatan publik, harta benda, material, peralatan, konstruksi dan lingkungan.

A. KETENTUAN UMUM SMKK


Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung Pekerjaan
Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan
keberlanjutan (K4).

Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi merupakan pemenuhan terhadap Standar


Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan (K4) dengan menjamin keselamatan
keteknikan konstruksi, keselamatan dan Kesehatan kerja, keselamatan publik, dan keselamatan
lingkungan.

Sistem manajemen keselamatan konstruksi tertuang pada peraturan:


1. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
3. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 2
Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
7. Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi (SMKK).

B. BIAYA PENERAPAN SMKK


Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi (SMKK), penerapan SMKK dalam tahap pemilihan Penyedia Jasa
pengawasan atau manajemen penyelenggaraan konstruksi oleh Pengguna Jasa dituangkan dalam
dokumen pemilihan. Dokumen pemilihan paling sedikit harus memuat:
1. Identifikasi bahaya dan pengendalian risiko terhadap aktivitas pengawasan atau manajemen
penyelenggaraan pekerjaan sesuai tahapan Pekerjaan Konstruksi
2. Tenaga ahli untuk Keselamatan Konstruksi

Biaya Penerapan SMKK pada HPS. Biaya Penerapan SMKK pada jenis kontrak waktu penugasan
disampaikan dalam biaya langsung nonpersonil. Biaya Penerapan SMKK pada jenis kontrak
lumsum disampaikan dalam keluaran komponen penerapan SMKK dan daftar keluaran dan harga.
Penerapan SMKK dijelaskan oleh Pengguna Jasa kepada Penyedia Jasa pada saat penjelasan
dokumen. Biaya Penerapan SMKK dalam jasa Konsultansi Konstruksi paling sedikit mencakup
rincian:
1. Penyiapan RKK dan/atau rancangan konseptual SMKK
2. Fasilitas sarana, prasarana, dan alat kesehatan
3. Kegiatan dan peralatan terkait pengendalian risiko Keselamatan Konstruksi.
Biaya Penerapan SMKK jasa Konsultansi Konstruksi terkait biaya asuransi kesehatan, asuransi
profesi, biaya pendidikan, pelatihan, asuransi, dan biaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam
jasa Konsultansi Konstruksi sudah termasuk dalam komponen remunerasi tenaga ahli sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Biaya Penerapan SMKK dalam Pekerjaan Konstruksi:


1. Penyiapan Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK)
2. Sosialisasi, Promosi dan Pelatihan
3. Alat Pelindung Kerja (APK) dan Alat Pelindung Diri (APD)
4. Asuransi dan Perizinan
5. Personel Keselamatan Konstruksi
6. Fasilitas Sarana, Prasarana dan Alat Kesehatan
7. Rambu-Rambu yang Diperlukan
8. Konsultasi dengan Ahli terkait Keselamatan Konstruksi
9. Kegiatan dan Peralatan terkait Pengendalian Risiko Keselamatan Konstruksi

C. PENERAPAN SMKK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KONSTRUKSI


Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi (SMKK), Dokumen Penerapan SMKK dalam pelaksanaan pekerjaan
konstruksi terdiri dari:
1. Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK Pelaksanaan);
2. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK);
3. Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL) (apabila ada); dan
4. Rencana Manajemen Lalu Lintas (RMLL) (apabila ada). Penyedia berkewajiban untuk
mempresentasikan dan menyerahkan RKK dan RMPK pada saat rapat persiapan pelaksanaan
Kontrak, kemudian pelaksanaan RKK dan RMPK dibahas dan disetujui oleh Pengguna Jasa.
Penyedia berkewajiban untuk memutakhirkan RKK dan RMPK sesuai dengan kondisi pekerjaan,
jika terjadi perubahan maka dituangkan dalam adendum Kontrak. RKK menjadi bagian dari
Dokumen Kontrak. Para Pihak wajib menerapkan dan mengendalikan pelaksanaan RKK dan RMPK
secara konsisten.

Elemen dalam penerapan SMKK Pelaksanaan yang kerjakan oleh kontraktor:


1. Kepemimpinan dan partisipasi pekerja dalam keselamatan konstruksi
2. Perencanaan keselamatan konstruksi
3. Dukungan keselamatan konstruksi
4. Operasi keselamatan konstruksi
5. Evaluasi kinerja keselamatan konstruksi
Penyedia melakukan penyesuaian RKK sesuai dengan kebutuhan protokol tatanan dan adaptasi
kebiasaan baru (new normal) dengan melakukan perubahan pada elemen:
1. Perencanaan keselamatan konstruksi
2. Dukungan keselamatan konstruksi
3. Operasi keselamatan konstruksi
Nama : Dinna Rachmayanti, ST
Nip : 19950129 201902 2 003
Jabatan : Penata Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Kab. Belitung Timur

PELATIHAN PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN KONSTRUKSI TPA DAN IPLT

MODUL 4
MANAJEMEN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN TPA DAN IPLT TAHAP PRA KONSTRUKSI

1. KEGIATAN DAN PERSIAPAN AWAL


Rapat persiapan penunjukan penyedia jasa (Pre Award Meeting) dilaksanakan sebelum
penerbitan SPPBJ (Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa), yang dihadiri oleh PPK, pengguna
jasa, penyedia jasa, Pokja Pemilihan. Hasil rapat dituangkan dalam berita acara yang merupakan
bagian dari Dokumen Kontrak.

Tujuan penyelenggaraan rapat persiapan pelaksanaan (PCM=Pre Construction Meeting) adalah


menyamakan pandangan/pengertian terhadap seluruh isi Dokumen Kontrak dan membuat
kesepakatan- kesepakatan terhadap hal-hal penting yang belum terdapat di dalam Dokumen
Kontrak, penyesuaian seluruh kegiatan dalam RMPK, pemenuhan terhadap kebutuhan data dan
informasi terkait proyek, melakukan perubahan kontrak apabila diperlukan serta membahas jalan
keluar terhadap kendala-kendala yang mungkin terjadi selama pelaksanaan konstruksi.

Pengendalian mutu merupakan upaya untuk mewujudkan salah satu dari tiga sasaran utama
manajemen proyek yaitu tepat mutu, tepat biaya dan tepat waktu.

Pemeriksaan yang dimaksud ialah pengawasan sifat-sifat bahan (material quality characterstics)
agar sesuai dengan spesifikasi teknik, yang disebut pengawasan sifatsifat (characteristics control).

2. MOBILISASI DAN SOSIALISASI


Tujuan pelaksanaan sosialisasi terutama adalah memberikan penjelasan kepada para pemangku
kepentingan (stakeholder) setempat tentang rencana pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan agar
dicapai kesepahaman/kesepakatan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan.
Lingkup Mobilisasi:
1. Mendatangkan Personel Kontraktor dan Konsultan Supervisi:
2. Mendatangkan peralatan dan kendaraan berat yang diperlukan dalam pelaksanaan
pekerjaan
3. Sebelum mendatangkan peralatan/ kendaraan berat ke lokasi pekerjaan, Kontraktor wajib
meneliti kondisi jalan, jembatan, gorong- gorong, dermaga, dll yang akan dilalui alat berat
tersebut dan harus mempertimbangkan kekuatan strukturnya apabila peralatan/ kendaraan
berat digunakan dan dimuati beban.

3. PEMERIKSAAN PERTAMA BERSAMA


Pengukuran dan Pematokan (Uitzet dan Setting Out) adalah kegiatan pengukuran dan
pemasangan tanda-tanda patok yang merupakan pemindahan gambar rencana ke lapangan yang
menggambarkan lokasi, arah, jarak dan elevasi/ ketinggian bangunan.

Tujuan Mutual Check 0 % adalah untuk mencapai kesepakatan antara direksi dan kontraktor
tentang kuantitas pekerjaan yang masuk dalam kontrak unit price sebelum kontrakdimulai.
4. TINJAUAN DESAIN, PENGEDALIAN, VOLUME DAN BIAYA
Pengukuran dan Pematokan (Uitzet dan Setting Out) adalah kegiatan pengukuran dan
pemasangan tanda-tanda patok yang merupakan pemindahan gambar rencana ke lapangan yang
menggambarkan lokasi, arah, jarak dan elevasi/ ketinggian bangunan.

Tujuan Mutual Check 0 % adalah untuk mencapai kesepakatan antara direksi dan kontraktor
tentang kuantitas pekerjaan yang masuk dalam kontrak unit price sebelum kontrakdimulai.

5. PENYIAPAN DAN PENGIRIMAN MATERIAL


Pelaksanaan survei material dilakukan untuk tujuan pemeriksaan mutu dan volume bahan baku
di quarry dan pengujian bahan produk pabrikan.

Pelaksanaan proses pemeriksaan dan pengujian (tes) mutu material bahan baku, bahan
campuran, bahan pabrikan dan bahan produk hasil pelaksanaan pekerjaan, dilakukan baik di
lapangan maupun di laboratorium. Pelaksanaan proses perijinan lokasi quarry dilakukan melalui
Pemerintah Daerah setempat. Proses ijin penggunaan/ pemanfaatan quarry/ borrow area.

Pembuatan jalan masuk memerlukan pertimbangan yang sangat penting, karena jalan masuk
biasanya dihubungkan kelokasi rencana pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan dalam beberapa
hal bahkan menentukan kelancaran pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

6. PERSIAPAN PELAKSANAAN JASA KONSULTAN SUPERVISI/PENGAWASA


Fungsi konsultan pengawas pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:
1. Fungsi Administratif
2. Fungsi Pengawasan (Supervisi)
Kegiatan Persiapan Konsultan Supervisi/Pengawas: Dalam tahap persiapan pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, penyedia jasa konsultan supervisi/pengawas melaksanakan kegiatan-
kegiatan pokok
Nama : Dinna Rachmayanti, ST
Nip : 19950129 201902 2 003
Jabatan : Penata Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Kab. Belitung Timur

PELATIHAN PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN KONSTRUKSI TPA DAN IPLT

MODUL 5
MANAJEMEN KONSTRUKSI PEMBANGUNAN TPA DAN IPLT TAHAP KONSTRUKSI

Proyek dalam pelaksanaannya sering terjadi masalah baik teknis maupun administrasi yang pada
akhirnya proyek tidak dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak. Salah
satu penyebab umum dari kesulitan dalam melaksanakan proyek adalah kurang dipahaminya proyek
itu sendiri secara benar sehingga tidak dapat memperhitungkan secara teliti dan tepat semua faktor-
faktor produksi atau sumber daya proyek yang diperlukan untuk menentukan secara pasti waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek.

Dalam pelaksanaan pengawasan dan pengendalian selama konstruksi tahap ini memang harus
diperhatikan prosedur-prosedurnya dan harus dijalanin sebaik-baiknya bagian-bagian atau jenis
pengawasan dan pengendalian konstruksi nya sehingga dapat meminimalisir resiko. Yang akan terjadi,
dan target pelaksanaan tercapai dengan baik.

1. PEMERIKSAAN BERSAMA (MUTUAL CHECK)


Pembersihan lapangan untuk memastikan bahwa rintangan-rintangan, hambatanhambatan baik
dalam bentuk tanaman, material non organik seperti puing bekas bongkaran, dan sebagainya yang
berada di area tempat pekerjaan akan dilakukan telah bebas dan bersih dari rintangan, sehingga
pemasangan patok bangunan beserta elevasinya dapat dilakukan dengan baik dan akurat
sebagaimana tertera pada gambar rencana.

Pemeriksaan bersama antara pengguna jasa dan penyedia jasa dilaksanakan dengan cara
melakukan pengukuran dan pemeriksaan detail kondisi lapangan, serta pemasangan
patok/bouwplank untuk menilai kesesuaian desain dan volume kontrak dengan kondisi lapangan.

2. PERSYARATAN UNTUK MEMULAI PEKERJAAN


Penyedia jasa pekerjaan konstruksi tidak diperkenankan melakukan kegiatan sebelum memperoleh
persetujuan dari pengguna jasa. Penyedia jasa pekerjaan konstruksi harus menyampaikan
permohonan ijin memulai pekerjaan (request of work) terlebih dahulu sebelum memulai setiap
pekerjaan. Prosedur permohonan ijin memulai setiap pekerjaan. Sebagai Pengawas Pekerjaan,
sebelum melakukan pemeriksaan atas dokumen yang dilampirkan penyedia jasa pekerjaan
konstruksi, perlu memahami terlebih dahulu kriteria persetujuan dokumen tersebut

3. PENGAWASAN PEKERJAAN
Pengawasan pekerjaan konstruksi dilaksanakan untuk memastikan bahwa semua aktivitas yang
dilaksanakan oleh penyedia jasa pekerjaan konstruksi telah sesuai dengan apa yang telah
direncanakan sebelumnya. Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL)
bertujuan untuk mengelola sumber daya dengan seluruh upaya dalam menjaga kelestarian
lingkungan sebagai akibat dari adanya kegiatan pembangunan.
Penyedia jasa pekerjaan konstruksi diwajibkan untuk membuat dokumen Rencana Manajemen
Keselamatan Lalu Lintas Pekerjaan (RMLLP) yang disusun oleh Tenaga Ahli Keselamatan Jalan dari
penyedia jasa, yang bertujuan untuk meminimalkan gangguan pergerakan dan pola lalu lintas,
meminimalkan gangguan lalulintas pada jam sibuk, meminimalkan gangguan pada pelayanan
kendaraan umum, meminimalkan jalan yang ditutup secara bersamaan pada waktu yang sama,
serta melindungi pekerja konstruksi, dan masyarakat/lalul intas di sekitar lokasi yang terdampak
akibat pelaksanaan pekerjaan.

Terdapat 3 (tiga) jenis laporan pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang dikenal dengan:
a. Laporan Pelaksanaan Pekerjaan
b. Laporan Pengawasan
c. Laporan Pengendalian

4. KONTAK KRITIS
Kontrak dinyatakan kritis apabila:
1. Dalam periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), selisih keterlambatan antara
realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana lebih besar 10%;
2. Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), selisih keterlambatan
antara realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana lebih besar 5%;
3. Dalam periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), selisih keterlambatan
antara realisasi fisik pelaksanaan dengan rencana pelaksanaan kurang dari 5% dan akan
melampaui tahun anggaran berjalan.

Anda mungkin juga menyukai