Berikut adalah tahapan proses Teknik Operasional Pengelolaan Sampah, dimulai dari :
1) Pewadahan sampah
2) Pengumpulan sampah
3) Pemindahan dan Pengangkutan sampah
4) Pengangkutan sampah
5) Pengolahan sampah
6) Pemerosesan & Pembuangan akhir sampah
Penjelasan proses Teknik Operasional Pengelolaan Sampah dapat dilihat pada
Gambar. 2 dan 3 berikut ini
Gambar. 3 Proses Teknik Operasional Kegiatan Pengelolaan sampah
Uraian tata cara teknik Proses Operasional Kegiatan Pengelolaan sampah adalah
sebagai berikut, terdiri dari:
1) Pewadahan sampah
Pengelolaan sampah perkotaan terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan
pembuangan akhir sampah yang harus bersifat terpadu dengan melakukan
pemilahan sejak dari sumbernya (SNI 19-2454-2002). Pengelolaan sampah
meliputi kegiatan pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan,
pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
- Komposisi Sampah
Menurut SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, Komposisi sampah adalah
komponen fisik sampah seperti sisa-sisa makanan, kertas-karton, kayu, kain-
tekstil, karet-kulit, plastik, logam besi-non besi, kaca dan lain-lain. Sumber lain
mengartikan komposisi sampah sebagai penggambaran dari masingmasing
komponen yang terdapat pada sampah dan distribusinya.
Berdasarkan penelitian sebelumnya komposisi sampah terbesar di permukiman
adalah sampah sisa makanan (sampah organik) dan sampah anorganik terbesar
adalah plastik. Pada penelitian lainnya, komposisi sampah sumber non
permukiman didominasi organik jika berasal dari pasar, jalan, dan rumah makan,
plastik jika berasal dari Sekolah, pertokoan, lokasi wisata, dan hotel, serta kertas
jika berasal dari Kantor. Sisanya adalah logam, kaca, dan kain yang kurang dari
1%.
Untuk keseluruhan komposisi sampah Kota yaitu sampah permukiman dan non
permukiman, penelitian lain menjelaskan secara umum komposisi sampah kota
terdiri dari sampah organic 61,12 %, sampah anorganik 30,55 %, sampah B3 3,7
% dan residu 4,63 %.
Data mengenai komposisi sampah sangat diperlukan dalam penentuan sistem
managemen limbah padat yang akan di terapkan, yaitu dalam penentuan teknis
operasional pengelolaan sampah, salah satunya adalah pewadahan.
Penjelasan proses Teknik Pewadahan pada Operasional Pengelolaan Sampah
dapat dilihat pada Gambar. 4 berikut ini
Gambar. 4 Proses Pewadahan pada Operasional Kegiatan Pengelolaan sampah
2) Pengumpulan sampah
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah adalah cara atau proses
pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan sampah dari
sumber timbulan sampah sampai ketempat pengumpulan semantara/stasiun
pemindahan atau sakaligus ke tempat pembuangan akhir (TPA)
Pengumpulan sampah tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual
dan atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga mengangkutnya ke
tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak
langsung, pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pembuangan
akhir, pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dan lokasi
pemindahan langsung dan sumber sampah rnenuju ke tempat pembuangan
akhir.
Alat Angkut pada Operasional Pengelolaan Sampah dapat dilihat pada Gambar. 8
berikut ini
Gambar. 8 Pengangkutan Pengelolaan Sampah Sistem Kontainer Tetap (SCS)
4) Pengolahan sampah
Pengolahan sampah merupakan bagian dari penanganan sampah dan menurut
UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan sebavai proses perubahan bentuk sambah
dengan
mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. Pengolahan sampah
merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sampah,
disamping memanfaatkan nilai yang masih terkandung dalam sampah itu sendiri
(bahan daur ulang, produk lain, dan energi). Pengolahan sampah dapat dilakukan
berupa : pengomposan, recycling/daur ulang, pembakaran (insinerasi), dan lain-
lain. Pengolahan secara umum merupakan proses transformasi sampah baik
secara fisik, kimia maupun biologi.
Masing masing definisi dari proses transformasi tersebut adalah :
1. Transformasi fisik.
Perubahan sampah secara fisik melalui beberapa metoda atau cara yaitu :
a. Pemisahan komponen sampah: dilakukan secara manual atau mekanis,
Sampah yang bersifat heterogen dipisahkan menjadi komponen-
komponennya, sehingga bersifat lebih homogen. Langkah ini dilakukan
untuk keperluan daur ulang. Demikian pula sampah yang bersifat
berbahaya dan beracun (misalnya sampah laboratorium berupa sisa-sisa
zat kimia) sedapat mungkin dipisahkan dari jenis sampah lainnya, untuk
kemudian diangkut ke tempat pembuangan khusus.
b. Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau kompaksi
dilakukan dengan tekanan/kompaksi. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk menekan kebutuhan ruang sehingga mempermudah
penyimpanan, pengangkutan dan pembuangan. Reduksi volume juga
bermanfaat untuk mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan.
Jenis sampah yang membutuhkan reduksi volume antara lain: kertas,
karton, plastik, kaleng.
c. Mereduksi ukuran dari sampah dengan proses pencacahan. Tujuan
hampir sama dengan proses kompaksi dan juga bertujuan memperluas
permukaan kontak dari komponen sampah.
2. Transformasi Kimia.
Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan menggunakan prinsip
proses pembakaran atau insenerasi. Proses pembakaran sampah dapat
didefinisikan sebagai pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa gas,
cair, dan produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi panas.
Proses pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan komposisi
sampah yaitu :
a. Nilai kalor dari sampah, dimana semakin tinggi nilai kalor sampah maka
akan semakin mudah proses pembakaran berlangsung. Persyaratan nilai
kalor adalah 4500 kJ/kg sampah agar dapat terbakar.
b. Kadar air sampah, semakin kecil dari kadar air maka proses pembakaran
akan berlangsung lebih mudah.
c. Ukuran partikel, semakin luas permukaan kontak dari partikel sampah
maka semakin mudah sampah terbakar.
Jenis pembakaran dapat dibedakan atas :
• Pembakaran stoikhiometrik, yaitu pembakaran yang dilakukan dengan
suplai udara/oksigen yang sesuai dengan kebutuhan untuk pembakaran
sempurna.
• Pembakaran dengan udara berlebih, yaitu pembakaran yang dilakukan
dengan suplai udara yang melebihi kebutuhan untuk berlangsungnya
pembakaran sempurna.
• Gasifikasi, yaitu proses pembakaran parsial pada kondisi
substoikhiometrik, di mana produknya adalah gas-gas CO, H2, dan
hidrokarbon.
• Pirolisis, yaitu proses pembakaran tanpa suplai udara.
3. Transformasi Biologi
Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme
untuk mendekomposisi sampah menjadi bahan stabil yaitu kompos. Teknik
biotransformasi yang umum dikenal adalah:
Komposting secara aerobik (produk berupa kompos).
Penguraian secara anaerobik (produk berupa gas metana, CO2 dan gas-
gas lain, humus atau lumpur). Humus/lumpur/kompos yang dihasilkan
sebaiknya distabilisasi terlebih dahulu secara aerobik sebelum digunakan
sebagai kondisioner tanah.
Berikut adalah proses transformasi pengolahan sampah Fisik, Kimia dan Biologis
yang dituangkan dalam Gambar 9, 10, dan 11
2. Pencemaran udara
Gas metana (CH4) yang dihasilkan dari tumpukan sampah ini, jika
konsentrasinya mencapai 5 – 15 % di udara, maka metana dapat
mengakibatkan ledakan
3. Pandangan tak sedap dan bau tak sedap Meningkatnya jumlah timbulan
sampah, selain sangat mengganggu estetika, tumpukan sampah ini
menimbulkan bau tak sedap
4. Asap pembakaran Apabila dilakukan pembakaran, akan sangat mengganggu
terutama dalam transportasi dan gangguan kesehatan
5. Pencemaran leachate
Leachate merupakan air hasil dekomposisi sampah, yang dapat meresap dan
mencemari air tanah.
6. Kebisingan
Gangguan kebisingan ini lebih disebabkan karena adanya kegiatan operasi
kendaraan berat dalam TPA (baik angkutan pengangkut sampah maupun
kendaraan yang digunakan meratakan dan atau memadatkan sampah).
7. Dampak sosial
Keresahan warga setempat akibat gangguan-gangguan yang disebutkan di
atas. Terkait dengan permasalahan diatas PP no 16/2005 tentang
Pengembangan Penyediaan Air Minum mensyaratkan bahwa penanganan
sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air
minum. TPA wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metode
pembuangan akhirnya dilakukan secara sanitary landfill (kota
besar/metropolitan) dan controlled landfill (kota sedang/kecil). Perlu
dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate (efluen) secara
berkala. Regulasi berdasarkan UU No. 18 / 2008 mengisyaratkan ketentuan
penutupan TPA open dumping menjadi sanitary landfill dalam waktu 5 (lima)
tahun, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk melakukan revitalisasi
TPA.
TPA yang dulu merupakan tempat pembuangan akhir, berdasarkan UU no 18
Tahun 2008 menjadi tempat pemrosesan akhir didefinisikan sebagai pemrosesan
akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Selain itu di lokasi
pemrosesan akhir tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi juga wajib
terdapat 4 (empat) aktivitas utama penanganan sampah di lokasi TPA, yaitu
(Litbang PU, 2009):
Pemilahan sampah
Daur-ulang sampah non-hayati (an-organik)
Pengomposan sampah hayati (organik)
Pengurugan/penimbunan sampah residu.
Dari proses di atas di lokasi pengurugan atau penimbunan (landfill) Pada unit
materi ini akan lebih banyak dijelaskan mengenai landfill berserta inovasi proses
dan perancangan landfill.
Landfill merupakan suatu kegiatan penimbunan sampah padat pada tanah. Jika
tanah memiliki muka air yang cukup dalam, tanah bisa digali, dan sampah bisa
ditimbun didalamnya. Metode ini kemudian dikembangkan menjadi sanitary
landfill yaitu penimbunan sampah dengan cara yang sehat dan tidak mencemari
lingkungan. Sanitary landfill didefinisikan sebagai sistem penimbunan sampah
secara sehat dimana sampah dibuang di tempat yang rendah atau parit yang
digali untuk menampung sampah, lalu sampah ditimbun dengan tanah yang
dilakukan lapis demi lapis sedemikian rupa sehingga sampah tidak berada di
alam terbuka (Tchobanoglous, et al., 1993). Pada prinsipnya landfill dibutuhkan
karena:
Pengurangan limbah di sumber, daur ulang atau minimasi limbah tidak dapat
menyingkirkan seluruh limbah
Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani lebih
lanjut
Kadangkala limbah sulit diuraikan secara biologis, sulit diolah secara kimia, atau
sulit untuk dibakar Beberapa hal yang sangat diperhatikan dalam operasional
sanitary landfill adalah adanya pengendalian pencemaran yang mungkin timbul
selama operasional dari landfill seperti adanya pengendalian gas, pengolahan
leachate dan tanah penutup yang berfungsi mencegah hidupnya vector penyakit.
Berdasarkan peletakkan sampah di dalam sanitary landfill.
Berikut adalah proses Pemerosesan & Pembuangan akhir sampah Pengurugan
dan penimbunan (Landfill) dituangkan dalam Gambar 12.