I. Latar Belakang
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi di daerah perkotaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk yang tinggi. Konsekuensi dari
permasalahan tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap
lingkungan seperti pencemaran terhadap tanah, air dan udara. Merupakan salah satu
tugas pelayanan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota untuk melakukan
pengelolaan sampah.
a. Teknik operasional,
b. Kelembagaan,
c. Pembiayaan,
d. Peraturan,
e. Peran serta masyarakat.
III. Metodologi Pengelolaan Persampahan Perkotaan
Untuk mengelola persampahan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah kebijakan
dari pemerintah yang dibuat dengan pendekatan menyeluruh sehingga dapat dijadikan
payung bagi penyusunan kebijakan ditingkat pusat maupun daerah. Berbagai prinsip
yang perlu dilakukan dalam menerapkan pelaksanaan pengelolaan persampahan secara
regional ini adalah sebagai berikut:
2. Dari aspek kelembagaan telah ada pemisahan peran yang jelas antara pembuat
peraturan, pengatur/pembina dan pelaksana (operator). Dengan adanya pemisahan
yang jelas ini, diharapkan penerapan peraturan dapat dilakukan dengan optimal
termasuk unsur pembinaan yang berupa sangsi-sangsi yang tegas.
4. Dari aspek keuangan, indikator minimal yang harus diterapkan adalah biaya untuk
pengelolaan persampahan harus menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost
receovery), dan sedapat mungkin menghindari dana subsidi dari pemerintah.
Untuk menerapkan indikator tersebut diatas dapat dilakukan beberapa hal pada
tahapan pengelolaan persampahan, yaitu:
Tempat pembuangan akhir (TPA) yang direkomendasikan oleh para ahli dengan
menggunakan sistem sanitary landfill dapat dilengkapi dengan sarana pengomposan
dan pemanfaatan sampah menjadi bahan baku daur ulang. Sisa sampah yang tidak
dapat didaur ulang ataupun dibuat menjadi kompos kemudian dibakar dan
disimpan dalam kolam sanitary landfill. Proses ini dapat dinamakan Instalasi
Pengolahan Sampah Terpadu (IPST).
Proses daur ulang, produksi kompos dan pembakaran tersebut bertujuan untuk
memperkecil volume sampah yang dihasilkan, sehingga pembuangan sampah pada
kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat penggunaan
lahan TPA.
a. metodologi aerasi;
Swakelola/ Prakarsa
Masyarakat
Proses
Pemisahan
Proses
Pemilahan
Sampah Sampah
Organik Anorganik
Layak Kompos Tak Layak Kompos Tak Layak Daur Layak Daur
Ulang Ulang
composting Sanitary
Residu
Landfill
Abu Pilihan
Campuran
Incinerator
Gambar 1
Bagan Alur Sampah IPST/ TPA
Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa hal diantaranya
adalah sebagai berikut;
4. Kualitas kompos yang dihasilkan cukup baik dibandingkan dengan pupuk kimia buatan;
5. Harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan penggunaannya dapat bersaing
Rendahnya perhatian yang diberikan terhadap masalah persampahan terbukti dengan kecilnya
anggaran yang disediakan bagi penanganan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan
yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan
terjadinya pemulihan biaya agar penanganan dapat mandiri dan berkelanjutan.
Struktur tarif retribusi yang berlaku pada umumnya dirasakan masih konvensional dan belum
memungkinkannya adanya subsidi diantar pelanggan sebagaimana yang telah dilaksanakan
pada sistem pelayanan publik yang lain seperti air minum dan listrik. Struktur tarif tersebut
perlu disesuaikan dengan berpegang pada prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) dan juga
dengan dasar yang berkeadilan, Dalam hal ini perlu dilakukan perbedaan struktur tarif diantara
domestik, industri dan komersial dengan melihat kemungkinan adanya silang pembiayaan dari
tipe pelanggan satu terhadap yang lain. Hal yang perlu menjadi dasar pembedaan struktur tarif
ini adalah adanya ability to pay dan willingness to pay yang berlainan dari masing-masing tipe
pelanggan. Dengan melakukan silang pembiayaan akan dapat menciptakan insentif diantara
pelanggan tanpa membebani operator secara berlebihan, sehingga tarif retribusi bagi
masyarakat kurang mampu masih dapat terjangkau.
Penerapan subsidi seperti yang dikemukakan diatas perlu dikaji lebih mendalam agar kebijakan
atas subsidi tersebut tidak salah sasaran. Subsidi dalam jasa pelayanan hanya dan harus
diberlakukan kepada golongan dengan kemampuan membayar yang rendah. Satu contoh yang
menarik diambil dari konsep kebijakan subsidi tarif air minum oleh Pemerintah Chili, dimana
para operator dikompetisikan untuk mendapatkan dana subsidi yang dibayarkan oleh
Pemerintah sehingga subsidi tersebut menjadi bagian dari insentif yang diberikan kepada
operator.
Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan
Langkah-langkah pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah yang
sesuai dengan SNI 19-3964-1994 dapat dilihat pada Gambar 2.
Besaran timbulan
dan komposisi
sampah perkotaan
Pengambilan
Rerata timbulan dan
contoh di non
komposisi sampah
perumahan
non rumah tangga
Gambar 2
Langkah-Langkah Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Sampah
3.1 Pengambilan Contoh
3.1.1 Lokasi
Lokasi pengambilan contoh timbulan sampah dibagi menjadi dua kelompok utama,
yaitu:
1. Jumlah contoh jiwa dan kepala keluarga (KK) dapat dilihat pada table 1 yang di
hitung berdasarkan rumus 1 dan 2 di bawah ini.
S = Cd √ PS ....................................................................................................... 1)
Dimana:
S = Jumlah contoh (jiwa)
Cd = Koefisien perumahan
Cd = Kota besar/ metropolitan
Cd = Kota sedang/ kecil/ IKK
PS = Populai (jiwa)
K = S/N .............................................................................................................. 2)
Dimana:
K = Jumlah contoh (KK)
N = Jumlah jiwa per keluarga = 5
Table 1
Jumlah Contoh Jiwa dan KK
No. Klasifikasi Kota Jumlah Penduduk Jumlah Contoh Jumlah KK (K)
Jiwa (S)
1. Metropolitan 1.000.000-2.500.000 1000-1500 200-300
2. Besar 500.000-1.000.000 700-1000 140-200
3. Sedang, Kecil, IKK 3000-500.000 150-350 30-70
3. Jumlah contoh timbulan sampah dari non perumahan dapat dilihat pada table 2
yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini.
S = Cd √ TS ....................................................................................................... 3)
Dimana:
S = Jumlah contoh masing-masing jenis bangunan non perumahan
Cd = Koefisien bangunan non perumahan – 1
TS = Jumlah bangunan non perumahan.
3.2 Kriteria
Table 2
Jumlah Contoh Timbulan Sampah Dari Non Perumahan
No. Klasifikasi Kota Kota Kota Besar Kota Sedang & IKK
Lokasi Metropolitan Kecil Kecil (contoh)
Pengambilan Contoh (contoh)
1. Toko 13-30 10-13 5-10 3-5
2. Sekolah 13-30 10-13 5-10 3-5
3. Kantor 13-30 10-13 5-10 3-5
4. Pasar 6-15 3-6 1-3 1
5. Jalan 6-15 3-6 1-3 1
Jumlah contoh timbulan sampah dari non perumahan untuk yang tidak tercantum pada table 2;
yaitu hotel, rumah makan/ restoran, fasilitas umum lainnya diambil 10% dari jumlah
keseluruhan, sekurang-kurangnya 1.
1. Permanen pendapatan tinggi, diambil contoh: Perumahan Alaya 15 KK, Citra Land 15 KK,
Villa Tamara 15 KK, Grand Mahakam 15 KK.
2. Semi permanen pendapatan sedang, diambil contoh: Perumahan Korpri 20 KK,
Perumahan Karpotek 20 KK, Perumahan Sambutan Asri 20 KK, Perumahan Pinang Mas 20
KK, Perumahan TVRI 20 KK.
3. Non permanen pendapatan rendah, diambil contoh: pemukiman daerah bantaran sungai
karang mumus 20 KK, pemukiman bukit pinang seribu 20 KK.
1. Toko, diambil contoh: Toko Mebel Mitra Borneo, Toko Pandan Harum, Bintang Jaya
Komputer, UD. Andika Tekstil Samarinda, Pertokoan Citra Niaga, Gramedia, UD. Abadi
Lestari Jaya, Toko Wiguna, Toko Istana Indah, Toko Rezeki.
2. Sekolah, diambil contoh: SMA N 1 Samarinda, SMK N 4 Samarinda, SMK Farmasi
Samarinda, SMK Kehutanan Samarinda, SMA N 11 Samarinda, SMA N 10 Melati
Samarinda, SMA KATOLIK SANTO FRANSISKUS ASSISI SAMARINDA, SMP Kesatuan
Samarinda, SD N 004 Samarinda, SD N 014 Samarinda, SD N 001 Samarinda.
3. Kantor, diambil contoh: PT. Setia Kawan Citra Media, Samarinda Post, Meranti, PT.
Gemini Astrikarya, PT. Mesra Soft Informatika, Pertamina PT Persero, PT. Pelangi
Nautika, PT. Herbalife Indonesia, Inhutani II PT Persero, CV. Awal Pratama.
4. Pasar, diambil contoh: pasar Kedondong, pasar Segiri, pasar Pagi, pasar Ijabah.
5. Jalan, diambil contoh: jalan Otto Iskandardinata, jalan Abul Hasan, jalan Pahlawan,
jalan Lambung Mangkurat.
6. Hotel, diambil contoh: Hotel Bumi Senyiur.
7. Rumah makan/ restoran, diambil contoh: Rumah Makan Bemo.
8. Fasilitas lainnya, diambil contoh: Tepian Mahakam.
3.3 Frekwensi
2. Satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisi sampah adalah dalam % berat
basah/asal;
3. Jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan contoh timbulan sampah (u), yaitu:
a. Perumahan : jumlah jiwa dalam keluarga;
b. Toko : jumlah petugas atau luas areal;
c. Sekolah : jumlah murid dan guru;
d. Pasar : luas pasar atau jumlah pelanggan;
e. Kantor : jumlah pegawai;
f. Jalan : panjang jalan dalam meter;
g. Hotel : jumlah tempat tidur;
h. Restoran : jumlah kursi atau luas areal;
i. Fasilitas umum lainnya : luas areal.
Tabel 3
Besaran Timbulan Sampah
Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber Sampah
No. Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (kg)
Table 4
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
Satuan Volume Berat
No.
Klasifikasi Kota (L/ orang/ Hari) (kg/ orang/ hari)
2. Alat pengukur volume contoh berupa kotak berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm, yang
dilengkapi dengan skala tinggi;
4. Alat pengukur, volume contoh berupa bak berukuran (1,0 m x 0,5 m x 1,0 m) yang
dilengkapi dengan skala tinggi;
Cara pengambilan dan pengukuran contoh dari lokasi perumahan adalah sebagai
berikut:
3.7 Pengerjaan Pengambilan dan Pengukuran Contoh dari Lokasi Non Perumahan
3.7.2 Lokasi Pasar, Jalan, Hotel, Restoran, dan Fasilitas Umum lainnya