Anda di halaman 1dari 17

PERENCANAAN

SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERKOTAAN

I. Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi di daerah perkotaan yang
memiliki tingkat pertumbuhan dan jumlah penduduk yang tinggi. Konsekuensi dari
permasalahan tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap
lingkungan seperti pencemaran terhadap tanah, air dan udara. Merupakan salah satu
tugas pelayanan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kota untuk melakukan
pengelolaan sampah.

Hakekatnya upaya penanganan sampah harus memperhatikan aspek kelembagaan,


sarana prasarana, pembiayaan, maupun peran serta masyarakat. Oleh karenanya upaya
penanganan tidak dapat dilakukan secara parsial, namun harus secara sistematik dan
komprehensif dengan memperhitungkan aspek-aspek tersebut.

II. Maksud dan Tujuan

Mengidentifikasi permasalahan dan peningkatan sistem pengelolaan persampahan di


daerah perkotaan dan sebagai pegangan bagi penyelenggara pembangunan dalam
melakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah untuk
suatu kota. Adapun tujuannya memberikan alternative rekomendasi peningkatan sistem
pengelolaan persampahan, dalam aspek:

a. Teknik operasional,
b. Kelembagaan,
c. Pembiayaan,
d. Peraturan,
e. Peran serta masyarakat.
III. Metodologi Pengelolaan Persampahan Perkotaan

Untuk mengelola persampahan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah kebijakan
dari pemerintah yang dibuat dengan pendekatan menyeluruh sehingga dapat dijadikan
payung bagi penyusunan kebijakan ditingkat pusat maupun daerah. Berbagai prinsip
yang perlu dilakukan dalam menerapkan pelaksanaan pengelolaan persampahan secara
regional ini adalah sebagai berikut:

1. Membentuk peraturan daerah bersama yang mengatur pengelolan persampahan.


Peraturan tersebut berisi berbagai hal dengan mempertimbangkan aspek hukum
dan kelembagaan, teknik, serta aspek keuangan;

2. Dari aspek kelembagaan telah ada pemisahan peran yang jelas antara pembuat
peraturan, pengatur/pembina dan pelaksana (operator). Dengan adanya pemisahan
yang jelas ini, diharapkan penerapan peraturan dapat dilakukan dengan optimal
termasuk unsur pembinaan yang berupa sangsi-sangsi yang tegas.

3. Dari aspek teknis telah diterapkan beberapa indikator-indikator pelayanan, antara


lain :

a. Tidak terdapat timbunan sampah pada tempat terbuka;


b. Pengumpulan sampah harus dilakukan secepat mungkin dan menjangkau seluruh
kawasan perkotaan termasuk kawasan rumah tinggal, niaga, fasilitas umum dan
tempat-tempat wisata;
c. Sampah hanya dikumpulkan pada TPS atau kontainer sampah yang telah
ditentukan;
d. Sampah yang terkumpul pada TPS harus sudah diangkat ke TPA dalam waktu
yang kurang dari 24 jam;
e. Pengangkutan dari TPS dan dibuang ke TPA harus tidak menyebabkan kemacetan
lalulintas serta tidak menimbulkan ceceran sampah maupun cairannya di
sepanjang jalan;
f. Pengoperasian TPA dilakukan dengan sistem sanitary landfill;
g. Mengoptimalkan manfaat nilai tambah dari sampah dengan menerapkan daur
ulang atau melakukan pengomposan.

4. Dari aspek keuangan, indikator minimal yang harus diterapkan adalah biaya untuk
pengelolaan persampahan harus menerapkan prinsip pemulihan biaya (full cost
receovery), dan sedapat mungkin menghindari dana subsidi dari pemerintah.

Untuk menerapkan indikator tersebut diatas dapat dilakukan beberapa hal pada
tahapan pengelolaan persampahan, yaitu:

1. Pada tahap pengumpulan sampah disumber timbulan harus menerapkan program


penghematan lahan TPA yaitu dengan melakukan pemisahan jenis-jenis sampah
(sampah organik dan non organik). Untuk dapat melaksanakan pemisahan ini perlu
dilakukan hal-hal sebagai berikut : konsumen perlu menyediakan tempat sampah
yang terpisah untuk sampah yang organik dan non organik, melakukan sosialisasi
dan pelatihan bagi pemisah sampah di sumber timbulan. Pengatur perlu membuat
Peraturan Daerah yang mengatur tentang pelaksanaan pemisahan jenis sampah,
disertai dengan enforcement yang ketat. Untuk kawasan fasilitas umum perlu ada
operator pengumpulan sampah, yang ditunjuk oleh badan pengatur dan
pembiayaannya dilakukan melalui subsidi silang dari kawasan komersial atau
domestik, atau melalui subsidi pemerintah daerah yang diberikan dengan cara
pelelangan, dimana operator yang paling rendah meminta subsidi pemerintah
daerah akan ditunjuk sebagai pengelola persampahan di kawasan fasilitas umum;

2. Tempat pembuangan sementara sedapat mungkin dilakukan dengan menggunakan


container tertutup agar mudah diangkut sehingga penggunaan truk akan semakin
efisien dan tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas pada saat pemindahan sampah
dari TPS ke truk pengangkut. Truk harus didisain Hal tersebut akan meningkatkan
biaya investasi tetapi biaya operasi dan perawatan serta biaya sosial yang
ditimbulkan dapat ditekan menjadi lebih rendah;
3. Dengan menggunakan kontainer sebagai TPS maka, truk pengangkut yang
digunakan haruslah yang sesuai dengan kontainer tersebut. Dengan demikian
pemindahan sampah dari TPS cukup dilakukan dengan mengangkat kontainer yang
telah disediakan. Hal ini akan mempersingkat waktu pemindahan sampah dari TPS
ke TPA.

Tempat pembuangan akhir (TPA) yang direkomendasikan oleh para ahli dengan
menggunakan sistem sanitary landfill dapat dilengkapi dengan sarana pengomposan
dan pemanfaatan sampah menjadi bahan baku daur ulang. Sisa sampah yang tidak
dapat didaur ulang ataupun dibuat menjadi kompos kemudian dibakar dan
disimpan dalam kolam sanitary landfill. Proses ini dapat dinamakan Instalasi
Pengolahan Sampah Terpadu (IPST).

Proses daur ulang, produksi kompos dan pembakaran tersebut bertujuan untuk
memperkecil volume sampah yang dihasilkan, sehingga pembuangan sampah pada
kolam sanitary landfill dapat diperkecil dan akhirnya dapat menghemat penggunaan
lahan TPA.

Pembuatan kompos dapat dilakukan dengan beberapa macam teknologi,


diantaranya menggunakan salah satu metodologi dibawah ini;

a. metodologi aerasi;

b. metodologi turning over bahan kompos (membolak balik bahan kompos);

c. metodologi open air atau reactor based.


Sumber Timbulan
Sampah

Swakelola/ Prakarsa
Masyarakat

Proses
Pemisahan

Proses
Pemilahan

Sampah Sampah
Organik Anorganik

Layak Kompos Tak Layak Kompos Tak Layak Daur Layak Daur
Ulang Ulang

composting Sanitary
Residu
Landfill

Abu Pilihan
Campuran
Incinerator

Gambar 1
Bagan Alur Sampah IPST/ TPA
Pemilihan jenis metodologi yang tepat perlu mempertimbangkan beberapa hal diantaranya
adalah sebagai berikut;

1. Proses yang digunakan haruslah ramah terhadap lingkungan;

2. Biaya investasi tidak terlalu tinggi/ terjangkau;

3. Biaya operasional dan perawatan pembuatan kompos cukup murah;

4. Kualitas kompos yang dihasilkan cukup baik dibandingkan dengan pupuk kimia buatan;

5. Harga kompos dapat terjangkau oleh masyarakat dan penggunaannya dapat bersaing

dengan pupuk kimia buatan;

6. Menggunakan tenaga kerja yang bersifat padat karya.

Rendahnya perhatian yang diberikan terhadap masalah persampahan terbukti dengan kecilnya
anggaran yang disediakan bagi penanganan persampahan ini. Sementara disisi lain, penghasilan
yang didapat dari pelayanan persampahan masih jauh dari tingkat yang memungkinkan
terjadinya pemulihan biaya agar penanganan dapat mandiri dan berkelanjutan.

Dalam kaitan tersebut perlu kiranya dipersiapkan langkah-langkah strategis, melalui


penelusuran kemungkinan penerapan tarif progresif, dimana tarif dikenakan atas dasar volume
sampah yang dibuang pelanggan atau penimbul baik domestik, industri, maupun komersial.
Dengan landasan penerapan tarif seperti itu, maka dimungkinkan adanya insentif bagi operator
dalam melakukan perhitungan jumlah volume yang dibuang dengan tarif retribusi yang ditarik.

Struktur tarif retribusi yang berlaku pada umumnya dirasakan masih konvensional dan belum
memungkinkannya adanya subsidi diantar pelanggan sebagaimana yang telah dilaksanakan
pada sistem pelayanan publik yang lain seperti air minum dan listrik. Struktur tarif tersebut
perlu disesuaikan dengan berpegang pada prinsip pemulihan biaya (full cost recovery) dan juga
dengan dasar yang berkeadilan, Dalam hal ini perlu dilakukan perbedaan struktur tarif diantara
domestik, industri dan komersial dengan melihat kemungkinan adanya silang pembiayaan dari
tipe pelanggan satu terhadap yang lain. Hal yang perlu menjadi dasar pembedaan struktur tarif
ini adalah adanya ability to pay dan willingness to pay yang berlainan dari masing-masing tipe
pelanggan. Dengan melakukan silang pembiayaan akan dapat menciptakan insentif diantara
pelanggan tanpa membebani operator secara berlebihan, sehingga tarif retribusi bagi
masyarakat kurang mampu masih dapat terjangkau.

Penerapan subsidi seperti yang dikemukakan diatas perlu dikaji lebih mendalam agar kebijakan
atas subsidi tersebut tidak salah sasaran. Subsidi dalam jasa pelayanan hanya dan harus
diberlakukan kepada golongan dengan kemampuan membayar yang rendah. Satu contoh yang
menarik diambil dari konsep kebijakan subsidi tarif air minum oleh Pemerintah Chili, dimana
para operator dikompetisikan untuk mendapatkan dana subsidi yang dibayarkan oleh
Pemerintah sehingga subsidi tersebut menjadi bagian dari insentif yang diberikan kepada
operator.

Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan

Langkah-langkah pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah yang
sesuai dengan SNI 19-3964-1994 dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengambilan Rataan timbulan dan


contoh di komposisi sampah
perumahan rumah tangga

Besaran timbulan
dan komposisi
sampah perkotaan

Pengambilan
Rerata timbulan dan
contoh di non
komposisi sampah
perumahan
non rumah tangga

Gambar 2
Langkah-Langkah Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan Sampah
3.1 Pengambilan Contoh

3.1.1 Lokasi

Lokasi pengambilan contoh timbulan sampah dibagi menjadi dua kelompok utama,
yaitu:

1. Perumahan yang terdiri dari:


a. Permanen pendapatan tinggi;
b. Semi permanen pendapatan sedang;
c. Non permanen pendapatan rendah.

2. Non perumahan yang terdiri dari:


a. Toko;
b. Kantor;
c. Sekolah;
d. Pasar;
e. Jalan;
f. Hotel;
g. Restoran, rumah makan;
h. Fasilitas umum lainnya.

3.1.2 Cara Pengambilan


Pengambilan contoh sampah dilakukan di sumber sampah masing-masing perumahan
dan non-perumahan.

3.1.3 Jumlah Contoh


Pelaksanaan pengambilan contoh timbulan sampah dilakukan secara acak untuk setiap
strata dengan jumlah sebagai berikut:

1. Jumlah contoh jiwa dan kepala keluarga (KK) dapat dilihat pada table 1 yang di
hitung berdasarkan rumus 1 dan 2 di bawah ini.
S = Cd √ PS ....................................................................................................... 1)
Dimana:
S = Jumlah contoh (jiwa)
Cd = Koefisien perumahan
Cd = Kota besar/ metropolitan
Cd = Kota sedang/ kecil/ IKK
PS = Populai (jiwa)
K = S/N .............................................................................................................. 2)
Dimana:
K = Jumlah contoh (KK)
N = Jumlah jiwa per keluarga = 5

2. Jumlah contoh timbulan sampah dan perumahan adalah sebagai berikut:


(1) contoh dari perumahan permanen = (S1 x K) keluarga
(2) contoh dari perumahan semi permanen (S2 x K) keluarga
(3) contoh dari perumahan non permanen (S3 x K) keluarga, dimana:
S1 = Proporsi jumlah KK perumahan permanen dalam (%)
S2 = Proporsi jumlah KK perumahan semi permanen dalam (%)
S3 = Proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (%)
S = Jumlah contoh jiwa
N = Jumlah jiwa per keluarga
K = S/N = jumlah KK

Table 1
Jumlah Contoh Jiwa dan KK
No. Klasifikasi Kota Jumlah Penduduk Jumlah Contoh Jumlah KK (K)
Jiwa (S)
1. Metropolitan 1.000.000-2.500.000 1000-1500 200-300
2. Besar 500.000-1.000.000 700-1000 140-200
3. Sedang, Kecil, IKK 3000-500.000 150-350 30-70

3. Jumlah contoh timbulan sampah dari non perumahan dapat dilihat pada table 2
yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini.
S = Cd √ TS ....................................................................................................... 3)
Dimana:
S = Jumlah contoh masing-masing jenis bangunan non perumahan
Cd = Koefisien bangunan non perumahan – 1
TS = Jumlah bangunan non perumahan.

3.2 Kriteria

3.2.1 Kriteria Perumahan

Kategori perumahan yang ditentukan berdasarkan:


1. Keadaan fisik rumah dan atau;
2. Pendapatan rata-rata kepala keluarga dan atau;
3. Fasilitas rumah tangga yang ada.

3.2.2 Kriteria Non Perumahan

Kriteria non perumahan berdasarkan:


1. Fungsi jalan yaitu:
a. Jalan arteri sekunder;
b. Jalan kolektor sekunder;
c. Jalan lokal;
d. Untuk kota yang tidak melakukan penyapuan jalan minimal 500 meter panjang
jalan arteri sekunder di pusat kota;
2. Kriteria untuk pasar: berdasarkan fungsi pasar;
3. Kriteria untuk hotel: berdasarkan jumlah fasilitas yang tersedia;
4. Kriteria untuk rumah makan dan restoran: berdasarkan jenis kegiatan;
5. Kriteria untuk fasilitas umum berdasarkan fungsinya.

Table 2
Jumlah Contoh Timbulan Sampah Dari Non Perumahan
No. Klasifikasi Kota Kota Kota Besar Kota Sedang & IKK
Lokasi Metropolitan Kecil Kecil (contoh)
Pengambilan Contoh (contoh)
1. Toko 13-30 10-13 5-10 3-5
2. Sekolah 13-30 10-13 5-10 3-5
3. Kantor 13-30 10-13 5-10 3-5
4. Pasar 6-15 3-6 1-3 1
5. Jalan 6-15 3-6 1-3 1

Jumlah contoh timbulan sampah dari non perumahan untuk yang tidak tercantum pada table 2;
yaitu hotel, rumah makan/ restoran, fasilitas umum lainnya diambil 10% dari jumlah
keseluruhan, sekurang-kurangnya 1.

Lokasi Pengambilan Titik Sampel

Pengambilan titik sampel untuk kelompok perumahan:

1. Permanen pendapatan tinggi, diambil contoh: Perumahan Alaya 15 KK, Citra Land 15 KK,
Villa Tamara 15 KK, Grand Mahakam 15 KK.
2. Semi permanen pendapatan sedang, diambil contoh: Perumahan Korpri 20 KK,
Perumahan Karpotek 20 KK, Perumahan Sambutan Asri 20 KK, Perumahan Pinang Mas 20
KK, Perumahan TVRI 20 KK.
3. Non permanen pendapatan rendah, diambil contoh: pemukiman daerah bantaran sungai
karang mumus 20 KK, pemukiman bukit pinang seribu 20 KK.

Pengambilan titik sampel untuk kelompok non perumahan:

1. Toko, diambil contoh: Toko Mebel Mitra Borneo, Toko Pandan Harum, Bintang Jaya
Komputer, UD. Andika Tekstil Samarinda, Pertokoan Citra Niaga, Gramedia, UD. Abadi
Lestari Jaya, Toko Wiguna, Toko Istana Indah, Toko Rezeki.
2. Sekolah, diambil contoh: SMA N 1 Samarinda, SMK N 4 Samarinda, SMK Farmasi
Samarinda, SMK Kehutanan Samarinda, SMA N 11 Samarinda, SMA N 10 Melati
Samarinda, SMA KATOLIK SANTO FRANSISKUS ASSISI SAMARINDA, SMP Kesatuan
Samarinda, SD N 004 Samarinda, SD N 014 Samarinda, SD N 001 Samarinda.
3. Kantor, diambil contoh: PT. Setia Kawan Citra Media, Samarinda Post, Meranti, PT.
Gemini Astrikarya, PT. Mesra Soft Informatika, Pertamina PT Persero, PT. Pelangi
Nautika, PT. Herbalife Indonesia, Inhutani II PT Persero, CV. Awal Pratama.
4. Pasar, diambil contoh: pasar Kedondong, pasar Segiri, pasar Pagi, pasar Ijabah.
5. Jalan, diambil contoh: jalan Otto Iskandardinata, jalan Abul Hasan, jalan Pahlawan,
jalan Lambung Mangkurat.
6. Hotel, diambil contoh: Hotel Bumi Senyiur.
7. Rumah makan/ restoran, diambil contoh: Rumah Makan Bemo.
8. Fasilitas lainnya, diambil contoh: Tepian Mahakam.

3.3 Frekwensi

Pengambilan contoh dapat dilakukan dengan frekwensi sebagai berikut:


1. Pengambilan contoh dilakukan dalam 8 hari berturut-turut pada lokasi yang sama,
dan dilaksanakan dalam 2 pertengahan musim tahun pengambilan contoh;
2. Butir 1 dilakukan paling lama 5 tahun sekali.

3.4 Pengukuran dan Perhitungan

Pengukuran dan perhitungan contoh timbulan sampah harus mengikuti ketentuan


sebagai berikut:

1. Satuan yang digunakan dalam pengukuran timbulan sampah adalah:


a. Satuan basah (asal): liter/unit/hari;
b. Berat basah (asal): kilogram/unit/hari.

2. Satuan yang digunakan dalam pengukuran komposisi sampah adalah dalam % berat
basah/asal;

3. Jumlah unit masing-masing lokasi pengambilan contoh timbulan sampah (u), yaitu:
a. Perumahan : jumlah jiwa dalam keluarga;
b. Toko : jumlah petugas atau luas areal;
c. Sekolah : jumlah murid dan guru;
d. Pasar : luas pasar atau jumlah pelanggan;
e. Kantor : jumlah pegawai;
f. Jalan : panjang jalan dalam meter;
g. Hotel : jumlah tempat tidur;
h. Restoran : jumlah kursi atau luas areal;
i. Fasilitas umum lainnya : luas areal.

4. Metode pengukuran contoh timbulan sampah yaitu:


a. Sampah terkumpul diukur volume dengan wadah pengukur 40 liter dan
ditimbang beratnya; dan atau
b. Sampah terkumpul diukur dalam bak pengukur besar 500 liter dan ditimbang
beratnya, kemudian dipisahkan berdasarkan komponen komposisi sampah dan
ditimbang beratnya.

5. Perhitungan besaran timbulan sampah perkotaan berdasarkan:


a. Rata-rata timbulan sampah perumahan;
b. Perbandingan total sampah perumahan dan non perumahan.

Tabel 3
Besaran Timbulan Sampah
Berdasarkan Komponen-Komponen Sumber Sampah
No. Komponen Sumber Sampah Satuan Volume (Liter) Berat (kg)

1. Rumah permanen Per orang/hari 2,25 – 2,50 0,350 – 0,400

2. Rumah semi permanen Per orang/hari 2,00 – 2,25 0,300 – 0,350

3. Rumah non permanen Per orang/hari 1,75 – 2,00 0,250-0,300

4. Kantor Per pegawai/hari 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100

5. Toko/ruko Per petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350

6. Sekolah Per murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020


7. Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100

8. Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050

9. Jalan lokal Per meter/hari 0,05 – 0,1 0,005 – 0,025

10. Pasar Per meter2/hari 0,20 – 0,60 0,1 – 0,3

Table 4
Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
Satuan Volume Berat
No.
Klasifikasi Kota (L/ orang/ Hari) (kg/ orang/ hari)

1. Kota Sedang 2,75 – 3,25 0,70 – 0,80

2. Kota Kecil 2,5 – 2,75 0,625 – 0,70

3.5 Peralatan dan Perlengkapan

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan terdiri dari:

1. Alat pengambil contoh berupa kantong plastik dengan volume 40 liter;

2. Alat pengukur volume contoh berupa kotak berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm, yang
dilengkapi dengan skala tinggi;

3. Timbangan (0-5) kg dan (0-100) kg;

4. Alat pengukur, volume contoh berupa bak berukuran (1,0 m x 0,5 m x 1,0 m) yang
dilengkapi dengan skala tinggi;

5. Perlengkapan berupa alat pemindah (seperti sekop) dan sarung tangan.


3.6 Pengambilan dan Pengukuran Contoh dari Lokasi Perumahan

Cara pengambilan dan pengukuran contoh dari lokasi perumahan adalah sebagai
berikut:

1. Tentukan lokasi pengambilan contoh;


2. Tentuan jumlah tenaga pelaksana;
3. Siapkan peralatan;
4. Lakukan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah
sebagai berikut:
a. Bagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah 1 hari
sebelum dikumpulkan;
b. Catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;
c. Kumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah;
d. Angkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran;
e. Timbang kotak pengukur
f. Tuang secara bergiliran contoh tersebut ke kotak pengukur 40 liter;
g. Hentak 3 kali kotak contoh dengan mengangkat kotak setinggi 20 cm, lalu
jatuhkan ke tanah;
h. Ukur dan catat volume sampah (VS);
i. Timbang dan catat berat sampah (BS);
j. Timbang bak pengukur 500 liter;
k. Campur seluruh contoh dari setiap lokasi pengambilan dalam bak pengukur;
l. Ukur dan catat volume sampah;
m. Timbang dan catat berat sampah;
n. Pilah contoh berdasarkan komponen komposisi sampah;
o. Timbang dan catat berat sampah;
p. Hitunglah komponen komposisi sampah. Bila akan dibawa ke laboratorium uji
(pengujian karakteristik sampah) lakukan sub butir beriku ini:
q. Ambil dari tiap komponen contoh;
r. Aduk merata contoh-contoh tersebut dan dimasukkan dalam kantong plastic
ditutup rapat dan diangkut ke laboratorium.

3.7 Pengerjaan Pengambilan dan Pengukuran Contoh dari Lokasi Non Perumahan

3.7.1 Lokasi Toko, Sekolah, dan Kantor

Cara pengerjaan pengambilan dan pengukuran contoh adalah sebagai berikut:

1. Tentukan lokasi pengambilan contoh;


2. Tentukan jumlah tenaga pelaksana;
3. Siapkan peralatan;
4. Laksanakan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah sebagai berikut:
a. Bagikan kantong plastik yang sudah diberi tanda kepada sumber sampah 1 hari
sebelum dikumpulkan;
b. Catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;
c. Kumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah;
d. Angkut seluruh kantong plastik ke tempat pengukuran;
e. Timbang kotak pengukur;
f. Tuang secara bergiliran contoh tersebut ke kotak pengukur 400 liter;
g. Hentak 3 kali kotak contoh dengan mengangkat kotak setinggi 20 cm, lalu
jatuhkan ke tanah;
h. Ukur dan catat volume sampah (VS);
i. Timbang dan catat berat sampah (BS);
j. Timbang bak pengukur 500 liter;
k. Campur seluruh contoh dari setiap lokasi pengambilan dalam bak pengukur 500
liter;
l. Ukur dan catat volume sampah;
m. Timbang dan catat berat sampah;
n. Pilah contoh berdasarkan komponen komposisi sampah;
o. Timbnag dan catat berat sampah;
p. Hitunglah komponen komposisi sampah. Bila akan dibawa ke laboratorium uji
(pengujian karakteristik sampah) lakukan sub butir berikut ini:
q. Ambil dari tiap komponen contoh;
r. Aduk merata contoh-contoh tersebut dan dimasukkan dalam kantong plastik
ditutup rapat dan diangkut ke laboratorium.

3.7.2 Lokasi Pasar, Jalan, Hotel, Restoran, dan Fasilitas Umum lainnya

Cara pengerjaan pengambilan dan pengukuran contoh adalah sebagai berikut:

1. Tentukan lokasi pengambilan contoh;


2. Tentukan jumlah tenaga pelaksana;
3. Siapkan peralatan;
4. Laksanakan pengambilan dan pengukuran contoh timbulan sampah sebagai berikut:
a. Catat jumlah unit masing-masing penghasil sampah;
b. Timbang bak pengukur 500 liter;
c. Ambil sampah dari tempat pengumpulan sampah dan masukkan ke masing-
masing bak pengukur 500 liter;
d. Hentak 3 kali bak contoh dengan mengangkat bak setinggi 20 cm, lalu jatuhkan
ke tanah;
e. Ukur dan catat volume sampah (VS);
f. Timbang dan catat berat sampah (BS);
g. Pilah contoh berdasarkan komponen posisi sampah;
h. Timbang dan catat berat sampah. Bila akan dibawa ke laboratorium uji
(pengujian karakteristik sampah), lakukan sub butir berikut ini:
i. Ambil dari tiap komponen contoh;
j. Aduk merata contoh-contoh tersebut dan dimasukkan kedalam kantong plastik,
ditutup rapat dan diangkut ke laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai