MODUL 1
KONSEP DASAR PERENCANAAN DAN MANAJEMEN TPA DAN IPLT
MATERI POKOK I
1. MANAJEMEN TPA
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak kota di seluruh dunia.
Semakin tingginya jumlah penduduk dan aktivitasnya, membuat volume sampah terus meningkat.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada dasarnya telah
mengamanatkan bahwa Paradigma lama (kumpul-angkut-buang) harus segera bergeser menjadi
Paradigma baru (Reduce-Reuse-Recycing). Namun demikian, walaupun sebuah kota tengah berupaya
menjalankan Paradigma Baru dalam pengelolaan sampah, masih tetap diperlukan adanya sarana
pemrosesan akhir, yang berfungsi mengolah sampah secara aman, sebelum akhirnya kembali ke
alam. Metode pengembalian sampah ke alam yang paling banyak diterapkan di berbagai kota di
Indonesia adalah Metode Landfilling atau penimbunan di atas tanah (Lahan Urug). Dan sebagai
dampaknya, sampai saat ini kota-kota di Indonesia masih sangat membutuhkan pembangunan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Untuk menangani permsalahan sampah tersebut maka pemerintah
membuat beberaoa kebijakan dan strategi pengelolaan sampah sebagai berikut:
C. FASILITAS DI TPA
Fasilitas dasar di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dan kriteria teknis yang berlaku agar pelaksanaan kegiatan di TPA dapat berjalan optimal sesuai
dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 03 Tahun 2013. Prasarana dasar, yang harus ada dalam
sebuah TPA adalah:
1. Jalan TPA (Jalan Masuk dan Jalan Operasional) Prasarana jalan ini sangat menentukan
keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar
kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Jalan TPA dapat
dibedakan antara Jalan Akses dan Jalan Operasional.
a. Jalan Akses Jalan akses TPA harus dapat dilalui kendaraan truk sampah dari 2 arah. Lebar
jalan minimal 8 m, kemiringan pemukaan jalan 2-3 % ke arah saluran drainase. Jalan
akses harus mampu menahan beban perlintasan dengan tekanan gandar 10-ton dan
kecepatan kendaraan 30km/jam (sesuai dengan ketentuan Ditjen Bina Marga).
b. Jalan Operasional
Kriteria jalan operasi di TPA, yaitu:
1) Jalan operasional penimbunan sampah (jalan ramp), jenis jalan bersifat temporer,
setiap saat dapat ditimbun dengan sampah dengan kemiringan jalan ramp 5 – 7%.
2) Jalan operasional mengelilingi TPA, jenis jalan bersifat permanen dapat berupa jalan
beton, aspal atau perkerasan jalan sesuai dengan beban dan kondisi tanah.
3) Jalan penghubung antar fasilitas, yaitu kantor/pos jaga, bengkel, tempat parkir,
tempat cuci kendaraan. Jenis jalan bersifat permanen.
4) Permukaan jalan masuk harus selalu diperbaiki dengan melapisi permukaannya
dengan agregat klas B/ klas C (sirtu), tebal hamparan 15 cm. Pada lokasi tertentu ada
deposit agregat klas B/C ini, diambil/digali dengan excavator, dimuat diatas dump
truck kemudian dibuang diruas jalan yang mengalami kerusakan.
5) Agregat klas B/C adalah tanah yang mengandung butir kasar, pasir - batuan
berukuran max 5 cm, dan masih mengandung sedikit lempung.
a) Ciri fisik deposit agregat klas B, adalah lereng tanah yang tegak.
b) Pendekatan kasar spesifikasi agregat klas B dengan laboratorium.
6) Kadar lempung maximal 8%, sebagian lainnya tanah dan butir kasar dari pasir sampai
dengan batu ukuran 5 cm.
7) Kepadatan California Bearing Ratio (CBR) maximum tercapai 60%.
Untuk jalan operasional salah satu kriteria yang terpenting adalah adanya cukup area untuk
manuver kendaraan berat.
2. Sarana Listrik atau Genset
Sarana listrik dapat bersumber dari PLN, genset berbahan bakar gas bio ataupun sel surya.
Sumber listrik harus mampu untuk menyediakan kebutuhan listrik dan alat-alat elektronik
yang ada di TPA, misalnya penerangan di dalam ruangan (misalnya kantor, WC), jembatan
timbang mekanis ataupun penerangan jalan umum (PJU). Khusus untuk listrik bersumber
genset berbahan bakar gas bio dari TPA sampah diharapkan kapasitasnya dapat memenuhi
kebutuhan listrik TPA. Jika suplai utama berasal dari PLN, Genset dapat digunakan pada saat
listrik dari PLN padam. Pemeriksaan sistem kelistrikan dan panelnya harus dilakukan secara
rutin untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dan keamanannya. Pengencangan
sambungan/hubungan listrik harus diperhatikan untuk mencegah hubungan listrik yang tidak
dikehendaki.
3. Drainase
6Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan
untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Air hujan merupakan faktor
utama terhadap debit lindi yang dihasilkan.
4. Sarana Air Bersih
Fasilitas air bersih akan digunakan terutama untuk kebutuhan kantor, pencucian kendaraan
(truk dan alat berat), maupun fasilitas TPA lainnya. Penyediaan air bersih ini dapat dilakukan
dengan sumur bor dan pompa. Fasilitas air bersih dilengkapi dengan menara air dan mampu
menyediakan air bersih untuk setidaknya 10 orang operator.
5. Pagar dan Papan Nama
Pagar berfungsi untuk menjaga keamanan TPA misalnya agar tidak dimasuki oleh orang yang
tidak berhak, ilegal dumping ataupun mencegah masuknya hewan ternak. TPA diberi pagar
keliling dengan tanaman dan kawat berduri (untuk faktor keamanan) dan tiang beton sebagai
pengikat.
6. Kantor dan Pos Jaga
Kantor mempunyai fungsi sebagai pengendali kegiatan di TPA, terutama kegiatan
administrasi. Kantor biasanya dilengkapi dengan fasilitas WC. Luas bangunan kantor
tergantung pada lahan yang tersedia atau kira-kira 50 - 100 m2 dan mampu untuk
menampung minimal 3-5 orang operator. Kantor administrasi, rumah jaga dan bangunan
tertutup lainnya, harus dilengkapi dengan kunci dan dipegang oleh petugas yang ditunjuk dan
diserahi tanggung jawab.
2. MANAJEMEN IPLT
A. KEBIJAKAN DAN STRATEGI SPALD
1. Teknis
Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan sanitasi
a. Peningkatan Kualitas Dokumen Perencanaan
b. Peningkatan Kualitas Pelaksanaan Konstruksi
c. Penjaminan Mutu Infrastruktur dengan memastikan kelaikan fungsi dengan penerapan
commisioning
d. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
e. Mendorong penerapan inovasi teknologi sanitasi, termasuk Penerapan Teknologi Ramah
Lingkungan
2. Regulasi
Pengembangan perangkat regulasi penyelenggaraan pengelolaan sanitasi
a. Mendorong terciptanya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah untuk Air Limbah
Domestik
b. Pendampingan penyusunan Peraturan Daerah bidang Sanitasi
c. Diseminasi NSPK Bidang Sanitasi
3. Kelembagaan Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Sanitasi
a. Advokasi Kepada Kepala Daerah
b. Pendampingan pemisahan operator dan regulator
c. Pendampingan operasional tahap awal bagi pengelola
d. Pelatihan dan Sertifikasi bagi SDM Pengelola
e. Integrasi Pengelolaan Air limbah domestik dengan Air Minum
4. Peran Serta Masyarakat dan Swasta
Peningkatan Peran Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta
a. Kampanye publik
b. Demand dan Supply Creation untuk sanitasi di level masyarakat dan penyedia barang
/jasa
c. Mendorong pemanfaatan potensi kerjasama dengan swasta baik dalam penyediaan
infrastruktur maupun pengelolaan
5. Pendanaan Pengembangan Alternatif
Sumber Pembiayaan
a. Pengarusutamaan program prioritas/strategis Nasional (Stunting, KSPN, Pasca Bencana
dsb)
b. Pendampingan penyusunan tarif
c. Mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan utilisasi Dana DAK dan Hibah
Sanitasi d. Menggali potensi sumber pendanaan alternatif dan mendorong pemerintah
daerah untuk memanfaatkannya
C. FASILITAS DI IPLT
Secara umum, terdapat beberapa tahapan unit pengolahan yang terdapat di Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT), yakni:
1. Unit Pengumpul
a. Untuk mengumpulkan lumpur tinja dari truk tangki penyedot lumpur tinja sebelum
masuk ke sistem pengolahan.
b. Mengatur agar debit aliran lumpur yang masuk ke unit berikutnya menjadi konstan dan
tidak berfluktuasi
c. Menghomogenkan karakteristik lumpur tinja yang masuk ke IPLT
2. Unit Penyaringan
a. Untuk memisahkan atau menyaring benda-benda kasar di dalam lumpur tinja.
Pemisahan atau penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan barscreen manual
atau mekanik
b. Menghilangkan padatan/benda-benda kasar atau kotoran yang terbawa dalam lumpur
tinja yang berasal dari mobil truk tinja
c. Prinsipnya kotoran seperti pecahan batuan plastik dan sebagainya, yang berukuran lebih
besar dari jarak bukaan (openings) alat saringan akan tertahan di media saringan
d. Padatan atau kotoran tersebut dapat mengganggu proses kinerja dari alat yang sedang
beroperasi di bak selanjutnya
3. Unit Pemisahan Partikel Diskrit
a. Untuk memisahkan partikel diskrit agar tidak mengganggu proses selanjutnya (jika
diperlukan)
b. Menyisihkan butiran-butiran pasir yang ada di dalam air limbah lumpur tinja sehingga
dapat melindungi pompa dari kerusaka
c. Mencegah terjadinya efek clogging di dalam pipa
d. Mencegah efek cementing pada dasar unit digester dan bak pengendapan
e. Mengurangi akumulasi materi inert di bak aerasi dan digester yang dapat mengurangi
volume tangki
4. Unit Pemekatan Untuk memisahkan padatan dengan cairan yang dikandung lumpur tinja,
sehingga konsentrasi padatannya akan meningkat atau menjadi lebih kental. Alternatif
teknologinya yakni tangki imhoff, solid separation chamber, clarifier, dan lain-lain.
5. Unit Stabilisasi Untuk menurunkan kandungan organik dari lumpur tinja, baik secara
anaerobik, aerobik maupun kombinasi di keduanya.