Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH

Oleh :

1.Giat Epelina
2. Nazrah
3. Joni Fahamsyah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-INSYIRAH


PROGRAM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah sampah, pasti yang terlintas
dalam benak kita adalah setumpuk limbah yang menimbulkan aroma bau busuk yang sangat menyengat.
Sampah diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah
adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang tidak mempunyai nilai guna dan cenderung merusak.
Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya
produk-produk yang tak bergerak.
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akanmenyebabkan berbagai permasalahan
baik langsung mau pun tidak langsung bagipenduduk kota apalagi daerah di sekitar tempat
penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang bijaksana diantaranya adalah
timbulnya berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan, sedangkan
dampak tidak langsung diantaranya adalah bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di
sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai. Selain penumpukan di tempat
pembuangan sementara (TPS), jumlah sampah pun akan semakin meningkat di tempat pembuangan akhir
(TPA). sampah yang ada di Jalan ambon Bakung tersebut sudah menggununng serta memakan area yang
cukup luas. Selain itu sampah yang ada di sana belum dikelola dengan baik oleh pemerintah setempat.

Berdasarkan hal itu kami merasa perlu untuk mengangkat masalah ini karenaberhubungan dengan
kerusakan alam dan lingkungan sekitar serta kesehatan manusia. Dampak yang ditimbulkan dari
pencamaran tersebut tidak hanya bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang sebentar melainkan perlu
waktu yang lama karena efek negatif yang ditimbulkan akan bersifat permanen.

I.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang disebut dengan TPA?
1.2.2. Apa fungsi dari TPA?
1.2.3. Bagaimana dampak pecemaran sampah di TPA?

I.3 Tujuan
1.3.1. Memahami pengertian dari TPA.
1.3.2. Mengetahui fungsi dari TPA.
1.3.3. Mengetahui dampak yang disebabkan oleh sampah yang ada di TPA.
I.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca maupun penulis mengerti dampak
tercemarnya lingkungan oleh sampah dan mengetahui cara cara mengurangi pencemaran yang di
akibatkan oleh sampah serta cara menanggulanginya.

I.5 Metode Penelitian

Metode yang dilakukan untuk penelitian tentang TPA berikut ialah metode lapangan dam metode
pustaka. Metode lapangan ialah metode yang dilakukan dengan cara langsung meninjau tempat penelitian
dengan mendatangi TPA tersebut, TPA yang dituju yakni TPA Bakung, Telukbetung, Bandarlampung.
Sedangkan, untuk metode pustaka ialah metode yang dilakukan dengan cara mencari bahan isi makalah
ini dari berbagai sumber, misalnya isi buku
BAB II
ISI

II.1 TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir
sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan
untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber -
pengumpulan - pemindahan/pengangkutan - pengolahan - pembuangan. Di TPA, sampah masih
mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat
terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik.
Hal ini memberi gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-proses yang menghasilkan beberapa zat
yang dapat mempengaruhi lingkungan. Zat-zat tersebut yang mempengaruhi lingkungan itulah yang
menyebabkan adanya bentuk-bentuk pencemaran.

Tempat Pembuangan Sampah (TPA) pertama kali untuk tempat mengumpulkan berbagai sampah dari
rumah tangga maupun nonrumah tangga. Tempat tersebut yang disebut sebagai Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) dengan bentuk wadah penampungan atas pengumpulan sampah.Pada Tempat Pembuangan
Akhir (TPA), ada sampah yang tidak langsung dibuang dan ada yang langsung dibuang serta
ada yang diolah secara fisik, kimia, dan biologi. Sampah yang tidak langsung dibuang biasanya dilakukan
pemindahan dan pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut diangkut pada Tempat Pembuangan Akhir,
sedangkan sampah yang langsung dibuang akan ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir. Untuk
pengolahan sampah yang dibagi secara fisik, kimia, dan biologi, sampah-sampah tersebut diuraikan
terlebih dahulu sesuai bahan sampahnya.
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat tersebut, syarat-syarat tersebut
yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu :
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter,
jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air, dll
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat perdagangan 5. Bukan daerah/kawasan
yang dilindungi.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berdasarkan penelitian kelompok kami ambil sampel di daerah
Bakung, Telukbetung, Bandarlampung. Lahan yang tersedia di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah di Kelurahan Bakung, Kecamatan Telukbetung Barat, Bandar Lampung, hanya mampu
menampung sampah hingga tiga tahun ke depan. Hal itu dikatakan oleh Koordinator Lapangan TPA
Bakung Rohendi. Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) digunakan solusi agar sampah yang terdapat
pada TPA tidak terlalu menggunung yaitu dengan cara diratakan oleh alat berat, dijadikan kompos dan
dipilah oleh pemulung. TPA di Kelurahan Bakung tiap hari menerima ratusan ton sampah dengan rata-
rata 800 ton sampah dari penduduk Bandarlampung. Daya tampung itu tidak sesuai dengan kapasitas
sampah yang terus masuk ke lokasi tersebut. Menurut UPTD TPA Bakung Setiawan Batin, TPA Bakung
dibangun sejak tahun 1994 di atas lahan 14,5 hektar dan memiliki kedalaman 15 meter.

• Lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan mencemari lingkungan dan mengganggu
kesehatan masyarakat
• Perencanaan yang tidak didukung oleh data yang akurat akan menghasilkan konsntruksi yang
tidak memadai
• Ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan keresahan masyarakat
 Konstruksi
• Mobilisasi alat berat & tenaga.
• Meningkatkan polusi udara (debu, kebisingan)
• Keresahan sosial apabila tenaga setempat tidak dimaanfaatkaan
II.2.1 TAHAP PRA KONSTRUKSI

1. Pemilihan Lokasi TPA

Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut yang diakibatkan oleh metode pembuangan akhir sampah
yang tidak memadai seperti yang selalu terjadi di berbagai kota di Indonesia, maka langkah terpenting
adalah memilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan.
Sesuai dengan SNI No. 03-3241-1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA, bahwa lokasi yang
memenuhi persyaratan sebagai tempat pembuangan akhir sampah adalah :

• Jarak dari perumahan terdekat 500 m


• Jarak dari badan air 100 m
• Jarak dari airport 1500 m (pesawat baling-baling) dan 3000 m (pesawat jet)
• Muka air tanah > 3 m • Jenis tanah lempung dengan konduktivitas hidrolik < 10 -6 cm / det
• Merupakan tanah tidak produktif • Bebas banjir minimal periode 25 tahun

Pemilihan lokasi TPA sebagai langkah awal dalam peningkatan metode pembuangan akhir sampah, perlu
dilakukan secara teliti melalui tahapan studi yang komprehensif (feasibility study dan studi amdal).
Sulitnya mendapatkan lahan yang memadai didalam kota, maka disarankan untuk memilih lokasi TPA
yang dapat digunakan secara regional. Untuk lokasi TPA yang terlalu jauh (>25 km) dapat menggunakan
sistem transfer station.

2. Survey dan pengukuran Lapangan

Data untuk pembuatan DED TPA harus meliputi :


• Jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA
• Komposisi dan karakteristik sampah
• Data jaringan jalan ke lokasi TPA
• Jumlah alat angkut (truk)

Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan secara langsung (primer) maupun tidak langsung (sekunder).
Pengukuran lapangan dilakukan untuk mengetahui data kondisi lingkungan TPA seperti:
• Topografi
• Karakteristik tanah, meliputi karakteristik fisik (komposisi tanah, konduktivitas hidrolik, pH, KTK dan
lain-lain) dan karakteristik kimia (komposisi mineral tanah, anion dan kation)
• Sondir dan geophysic
• Kondisi air tanah, meliputi kedalaman muka air tanah, arah aliran air tanah, kualitas air tanah (COD,
BOD, Chlorida, Fe, Organik dan lain-lain)
• Kondisi air permukaan, meliputi jarak dari TPA, level air, fluktuasi level air musim hujan dan kemarau,
kualitas air sungai (BOD, COD, logam berat, chlorida, sulfat, pestisida dan lain-lain)
• Lokasi mata air ( jika ada) termasuk debit.
• Kualitas lindi, meliputi BOD, COD, Chlorida, Logam berat, Organik dan lain-lain.
• Kualitas udara, meliputi kadar CH4, COx, SOx, NOx dan lain-lain
. • Jumlah penduduk yang tinggal disekitar TPA (radius < 500 m)
• Dan lain-lain

3. Perencanaan

Perencanaan TPA berupa Detail Engineering Design (DED), harus dapat mengantisipasi terjadinya
pencemaran lingkungan . Dengan demikian maka perencanaan TPA tersebut harus meliputi :
• Disain site plan disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia
• Disain fasilitas yang meliputi fasilitas umum (jalan masuk dan jalan operasi, saluran drainase, kantor
TPA, pagar), fasilitas perlindungan lingkungan (tanggul, lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul dan
pengolah lindi, ventilasi gas, barrier, tanah penutup, sumur uji, alat berat dan lain-lain) dan fasilitas
pendukung (air bersih, bengkel, jembatan timbang dan lain-lain)
• Tahapan pembangunan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah untuk membangun suatu
TPA sehingga dengan kondisi yang paling minimal TPA tersebut dapat berfungsi tanpa mencemari
lingkungan.
• Dokumen DED dilengkapi juga dengan gambar detail, SOP, dokumen tender, spesifikasi teknis, disain
note dan lain-lain

4. Pembebasan lahan

Pembebasan lahan TPA perlu memperhatikan dampak sosial yang mungkin timbul seperti kurang
memadainya ganti rugi bagi masyarakat yang tanahnya terkena proyek. Luas lahan yang dibebaskan
minimal dapat digunakan untuk menampung sampah selama 5 tahun.

5. Pemberian izin

Pemberian izin lokasi TPA harus diikuti dengan berbagai konsekuensi seperti dilarangnya
pembangunankawasan perumahan atau industri pada radius < 500 m dari lokasi TPA, untuk menghindari
terjadinyadampak negatif yang mungkin timbul dari berbagai kegiatan TPA.
6. Sosialisasi

Untuk menghindari terjadinya protes sosial atas keberadaan suatu TPA, perlu diadakan sosialisasi dan
advokasi publik mengenai apa itu TPA, bagaimana mengoperasikan suatu TPA dan kemungkinan dampak
negatif yang dapat terjadi namun disertai dengan rencana atau upaya pihak pengelola untuk
menanggulangi masalah yang mungkin timbul dan tanggapan masyarakat terhadap rencana pembangunan
TPA. Sosialisasi dilakukan secara bertahap dan jauh sebelum dilakukan perencanaan.

II.2.2 TAHAP KONSTRUKSI

Mobilisasi Tenaga dan Alat

1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang akan melaksanakan pekerjaan konstruksi TPA.
Untuk tenaga profesional seperti tenaga supervisi, ahli struktur dan mandor harus direkrut sesuai dengan
persyaratan kualifikasi, sedangkan untuk tenaga buruh atau tenaga keamanan dapat direkrut dari tenaga
setempat (jika ada). Rekrutmen tenaga setempat adalah untuk menghindari terjadinya konflik atau
kecemburuan sosial.
2. Alat
Mobilisasi peralatan konstruksi mungkin akan menimbulkan dampak kebisingan dan debu, namun
sifatnya hanya sementara. Untuk itu agar dapat diusahakan mobilisasi atau demobilisasi alat berat
dilakukan pada saat lalu lintas dalam keadaan sepi serta tidak melalui permukiman yang padat.
Pembersihan lahan (land clearing)
Pembersihan lahan akan menimbulkan dampak pengurangan jumlah tanaman dan debu sehingga perlu
dilakukan penanaman pohon sebagai pengganti atau membuat green barrier yang memadai.
Pembangunan fasilitas umum

1. Jalan Masuk TPA

Jalan masuk TPA akan digunakan oleh kendaraan pengangkut sampah dengan kapasitas yang cukup
besar, sehingga kelas jalan dan lebar jalan perlu memperhatikan beban yang akan lewat serta antrian yang
mungkin terjadi. Pengaturan lalu lintas untuk kendaraan yang akan masuk dan keluar TPA sedemikian
rupa sehingga dapat menghindari antrian yang panjang karena dapat mengurangi efisiensi pengangkutan.

2. Kantor TPA

Kantor TPA berfungsi sebagai kantor pengendali kegiatan pembuangan akhir mulai dari penimbangan/
pencatatan sampah yang masuk (sumber, volume/berat )
komposisi dan lain-lain), pengendalian operasi, pengaturan menajemen TPA dan lain-lain. Luas dan
konstruksi bangunan kantor TPA perlu memperhatikan fungsi tersebut. Selain itu juga dapat dilengkapi
dengan ruang laboratorium sederhana untuk analisis kualitas lindi maupun efluen lindi yang akan dibuang
kebadan air penerima.

3. Drainase

Drainase keliling TPA diperlukan untuk menampung air hujan agar tidak masuk ke area timbunan TPA,
selain untuk mencegah tergenangnya area timbunan sampah juga untuk mengurangi timbulan lindi.

4. Pagar TPA

Pagar TPA selain berfungsi sebagai batas TPA dan keamanan TPA juga dapat berfungsi sebagai green
barrier. Untuk itu maka pagar TPA sebaiknya dibuat dengan menggunakan tanaman hidup dengan jenis
pohon yang rimbun dan cepat tumbuh seperti pohon angsana.

Pembangunan fasilitas perlindungan lingkungan

1. Lapisan Dasar Kedap Air


Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran lindi terhadap air tanah. Untuk
itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap, baik dengan menggunakan lapisan dasar
geomembrane/geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan kepadatan dan permeabilitas yang
memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30
cm. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan lapisan pertama karena
terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung,
maka sebelum dilakukan peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung” . Sebagai contoh dapat
dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang cukup memadai.
2. Jaringan Pengumpul Lindi
Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang terbentuk dari
timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC
berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA,
tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain.
3. Pengolahan Lindi
Instalasi atau kolam pengolahan lindi berfungsi untuk menurunkan kadar pencemar lindi sampai sesuai
dengan ketentuan standar efluen yang berlaku. Mengingat karakteristik lindi didominasi oleh komponen
organik dengan nilai BOD rata-rata 2000 – 10.000 ppm (Qasim, 1994), maka pengolahan lindi yang
disarankan minimal
dengan proses pengolahan biologi (secondary treatment). Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan
debit lindi, karakteristik lindi dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan
dengan pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta perhitungan waktu
detensi.
Mengingat proses biologi akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas mikroorganisme, maka
pengkondisian dan pengendalian proses memegang peranan penting. Sebagai contoh kegagalan proses
yang terjadi selama ini adalah karena tidak adanya upaya seeding dan aklimatisasi proses biologi,
sehingga efisiensi proses tidak dapat diprediksi bahkan cenderung sangat rendah.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :
• Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
• Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2m). Proses ini diharapkan dapat
menurunkan BOD sampai 60 %
• Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di kolam fakultatif. Proses
ini diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 70 %
• Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi proses 80 %
• Land treatment, dilakukan dengan membuat lahan yang berfungsi sebagai saringan biologi yang terdiri
dari ijuk, pasir, tanah dan tanaman yang dapat menyerap bahan polutan.
Dalam kondisi efluen belum dapat mencapai nilai efluen yang diharapkan, maka dapat dilakukan proses
resirkulasi lindi ke lahan timbunan sampah melalui pipa ventilasi gas. Adanya proses serupa “trickling
filter”, diharapkan dapat menurunkan kadar BOD lindi.

4. Ventilasi Gas

Ventilasi gas berfungsi untuk mengalirkan gas dari timbunan sampah yang terbentuk karena proses
dekomposisi sampah oleh aktivitas mikroorganisme. Tanpa adanya ventilasi yang memadai, akan dapat
menyebabkan tingginya akumulasi gas di timbunan sampah sehingga sangat mudah terbakar. Gas yang
mengalir dan keluar dari pipa ventilasi sebaiknya diolah sebagai biogas (di negara maju, gas dari landfill
dimanfaatkan untuk menghasilkan tenaga listrik). Tetapi apabila tidak dilakukan pengolahan gas TPA,
maka gas yang keluar dari pipa vent harus dibakar, hal tersebut untuk menghindari terjadinya dampak
negatif terhadap pencemaran udara berupa efek rumah kaca (green house effect).
Pemasangan pipa gas berupa pipa PVC berlubang (vertikal) yang dilindungi oleh casing yang diisi kerikil,
harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan sel sampah. Letak pipa gas agar berada
pada jalur jaringan pipa lindi.

5. Green Barrier

Untuk mengantisipasi penyebaran bau dan populasi lalat yang tinggi, maka perlu dibuat green barrier
berupa area pepohonan disekeliling TPA. Tebal green barrier
kurang lebih 10 m (canopi). Pohon yang cepat tumbuh dan rimbun untuk memenuhi kebutuhan ini antara
lain jenis pohon angsana.

6. Sumur Uji

Sumur uji diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran terhadap air tanah yang disebabkan
oleh adanya rembesan lindi dari dasar TPA (dasar TPA tidak kedap, adanya retakan lapisan tanah, adanya
kebocoran geomembran ).

Pembangunan fasilitas pendukung

1. Sarana Air Bersih


Air bersih di TPA diperlukan untuk pembersihan kendaraan pengangkut sampah (truck), alat berat,
keperluan mandi cuci bagi petugas maupun pengunjung TPA. Selain itu apabila memungkinkan air bersih
juga diperlukan untuk menyiram debu disekitar area penimbunan secara berkala untuk mengurangi polusi
udara.

2. Bengkel

Bengkel di TPA diperlukan untuk pemeliharaan alat berat serta memperbaiki kendaraan yang mengalami
kerusakan ringan yang terjadi di TPA, sehingga tidak sampai mengganggu operasi pembuangan sampah.
Peralatan bengkel harus disesuaikan dengan jenis kerusakan yang akan ditangani.

3. Jembatan Timbang

Jembatan timbang diperlukan untuk mengetahui berat sampah yang masuk TPA sehingga masa pakai
TPA dapat dikendalikan. Selain itu jembatan timbang tersebut dapat digunakan sebagai ukuran
pembayaran pembuangan sampah per truk (untuk sampah dari sumber tertentu yang tidak dikenakan
retribusi).

II.2.2 TAHAP PASCA KONSTRUKSI


Operasi dan Pemeliharaan TPA
Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dari seluruh tahapan
pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang ada sudah cukup memadai, apabila operasi dan
pemeliharaan TPA tidak dilakukan dengan baik maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul , maka pengoperasian pembuangan
akhir sampah dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Penerapan sistem sel
memerlukan pengaturan lokasi pembuangan sampah yang jelas termasuk pemasangan rambu-rambu lalu
lintas truk sampah ,
kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah pada sel yang telah ditentukan dan lain-lain
• Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700 kg/m3, yaitu dengan lintasan
alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada lapis pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat
tidak sampai merusak jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran leachate.
• Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm) dan penutupan tanah akhir (50
cm ). Pemilihan jenis tanah penutup perlu mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan
merupakan jenis yang tidak kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara harian, maka
untuk mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan insektisida
• Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan baik melalui proses anaerob,
aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi lindi, sehingga dicapai efluen yang memenuhi standar baku
mutu (BOD 30 – 150 ppm) • Pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan
casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan timbunan sampah

Reklamasi lahan bekas TPA

Untuk menghindari terjadinya dampak negatif, karena proses dekomposisi sampah


menjadilindi dan gas berlangsung dalam waktu yang sangat lama 30 tahun (Thobanoglous, 1993), maka
lahan bekas TPA direkomendasikan untuk lahan terbuka hijau atau sesuai dengan rencana tata guna
lahannya. Apabila lahan bekas TPA akan digunakan sebagai daerah perumahan atau bangunan lain, maka
perlu memperhitungkan faktor keamanan bangunan secara maksimal.
Reklamasi lahan bekas TPA disesuaikan dengan rencana peruntukannya terutama yang berkaitan dengan
konstruksi tanah penutup akhir. Untuk lahan terbuka hijau, ketebalan tanah penutup yang dipersyaratkan
adalah 1 m (tergantung jenis tanaman yang akan ditanam), ditambah lapisan top soil. Sedangkan untuk
peruntukan bangunan, persyaratan penutupan tanah akhir serupa dengan konstruksi jalan dan faktor
keamanan sesuai dengan peraturan konstruksi yang berlaku.

Monitoring TPA pasca operasi

Monitoring kualitas lingkungan pasca operasi TPA diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
pencemaran baik karena kebocoran dasar TPA, jaringan pengumpul lindi, proses pengolahan lindi yang
tidak memadai maupun kebocoran pipa ventilasi gas. Fasilitas yang diperlukan untuk monitoring ini
adalah sumur uji dan pipa ventilasi gas yang terlindung. Sumur uji yang harus ada minimal 3 unit, yaitu
yang terletak sebelum area peninmbunan, dekat lokasi penimbunan dan sesudah area penimbunan.

Parameter kunci yang diperlukan antara lain meliputi :

• Kualitas air , meliputi antara lain BOD/COD, chlorida, sulfat


• Kualitas udara, meliputi debu, COx, NOx, H2S, gas metan (CH4)
•Kepadatan Lalat
Periode pemantauan sebaiknya dilakukan secara berkala terutama untuk parameter kunci, sedangkan
untuk parameter yang lebih lengkap dapat dilakukan setahun 1-2 kali (musim kemarau dan hujan).

II.2.3 DOKUMEN KAJIAN LINGKUNGAN

Dokumen kajian lingkungan TPA yang berisikan hal-hal tersebut diatas, harus disesuaikan dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (UU 23 / 1997 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup, PP No 27 / 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Kepmen
LH/Depkes/Kimpraswil yang berkaitan dengan masalah kegiatan yang berdampak terhadap lingkungan)
Secara umum dokumen yang harus dilengkapi untuk melaksanakan pembangunan dan pengoperasian
TPA adalah :

1. AMDAL

• Untuk kegiatan pembangunan TPA > 10 Ha


• Untuk kegiatan pembangunan TPA yang terletak dikawasan lindung, berbatasan dengan kawasan
lindung atau yang secara langsung mempengaruhi kualitas lingkungan kawasan lindung. Seperti di
pinggir sungai, pantai, laut dan kawasan lindung lainnya (< 10 ha)
• Dokumen AMDAL terdiri dari Kerangka Acuan (KA) ANDAL, ANDAL, RKL / RPL.
• KA ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan dan kegunaan studi), ruang lingkup studi
(lingkup rencana kegiatan yang akan ditelaah, lingkup rona lingkungan hidup awal dan lingkup wilayah
studi), metode studi (metode pengumpulan dan analisa data, metode prakiraan dampak dan penentuan
dampak penting, metode evaluasi dampak), pelaksanaan studi (tim studi, biaya studi dan waktu). KA
ANDAL juga dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran
• Penyusunan dokumen ANDAL meliputi pendahuluan (latar belakang, tujuan studi dan kegunaan studi),
metoda studi (dampak penting yang ditelaah, wilayah studi, metode pengumpulan dan analisa data,
metode prakiraan dampak penting dan evaluasi dampak penting), rencana kegiatan ( identitas pemrakarsa
dan penyusun ANDAL, tujuan rencana kegiatan, kegunaan rencana kegiatan dari awal sampai akhir), rona
lingkungan hidup (fisik-kimia, biologi, sosial dan kesehatan masyarakat termasuk komponen-komponen
yang berpotensi terkena dampak penting) , prakiraan dampak penting (pra konstruksi, konstruksi, operasi
dan pasca operasi termasuk mekanisme aliran dampak pada berbagai komponen lingkungan), evaluasi
dampak penting (telaahan terhadap dampak penting dan digunakan sebagai dasar pengelolaan). Selain itu
juga perlu dilengkapi dengan daftar pustaka sebagai dasar ilmiah dan lampiran seperti surat izin
rekomendasi untuk pemrakarsa, SK, foto-foto, peta, gambar, tabel dan lain-lain
• Penyusunan dokumen RKL, meliputi latar belakang pengelolaan lingkungan, rencana pengelolaan
lingkungan (dampak penting dan sumber dampak penting, tolok ukur dampak, tujuan rencana
pengelolaan lingkungan, pengelolaan lingkungan melalui pendekatan teknologi/sosial ekonomi/institusi,
lokasi pengelolaan lingkungan, periode pengelolaan lingkungan, pembiayaan
pengelolaan lingkungan dan institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan).
Dokumen RKL ini juga dilengkapi dengan pustaka dan lampiran
• Penyusunan dokumen RPL, meliputi latar belakang pemantauan lingkungan (dampak penting yang
dipantau, sumber dampak, parameter lingkungan yang dipantaau, tujuan RPL, metode pemantauan dan
institusi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan

2. UKL / UPL

• Untuk kegiatan pembangunan TPA < 10 ha


• Dokumen yang diperlukan adalah dokumen UKL dan UPL
• Penyusunan dokumen UKL dan UPL, meliputi deskripsi rencana kegiatan (jenis kegiatan, rencana
lokasi dan posisinya dengan rencana umum tata ruang, jarak lokasi kegiatan dengan SDA dan kegiatan
lainnya, sarana/fasilitas yang direncanakan, proses yang akan dilaksanakan), komponen lingkungan yang
mungkin akan terkena dampak, dampak yang akan terjadi (sumber dampak, jenis dampak dan ukurannya,
sifat dan tolok ukur dampak), upaya pengelolaan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemraakarsa,
upaya pemantauan lingkungan yang harus dilaksanakan oleh pemrakarsa (jenis dampak yang dipantau,
lokasi pemantauan, waktu pemantauan dan cara pemantauan), mekanisme pelaporan pelaksanaan
UKL/UPL pada saat kegiatan dilaksanakan (instansi pembina, BPLDH dan dinas teknis terkait).
Dokumen ini dilengkapi juga dengan pernyataan pemrakarsa yang ditanda tangani untuk melaksanakan
upaya pengelolaan lingkungan.

II.3 FUNGSI TPA

TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari pembuangan sampah yang
telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga dibawa pada satu tempat sebagai penampungan
sampah.Dalam TPA (Tempat Pembuangan Akhir) memiliki berbagai fasilitas yang berfunsi antara lain :
a. Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan jalan operasi/kerja. Semakin
baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya
makin tinggi.
b. Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk
memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Drainase ini umumnya dibangun di sekeliling blok
atau zona penimbunan.
c. Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan
kedatangan truk sampah. Biasanya berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
d. Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam
lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah lempung setebal 50 cm atau lapisan sintesis lainnya.
e. Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke atmosfer. Gas yang dimaksud
adalah Karbon Dioksida atau Metan.
f. Fasilitas pengamanan lindi, berupa perpipaan lubang-lubang, saluran pengumpul, dan pengaturan
kemiringan dasar TPA sehingga lindi begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang
ada mengarah pada titik pengumpul.
g. Alat berat, berupa bulldozer, excavator, dan loader.
h. Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan
lalat.
i. Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain.
Berdasarkan fungsi dari fasilitas-fasilitas yang ada pada TPA tersebut menandakan bahwa TPA
merupakan tempat sampah yang telah direncanakan dengan baik dengan meninjau segala dampak dan
manfaat bagi lingkungan sekitar TPA.

II.4 DAMPAK SAMPAH DI SEKITAR TPA

Semakin hari volume sampah kian meningkat sampai melebihi batas toleransi. Karena itu, secepatnya
dibangun perluasan sekitar lima hektar (ha) setelah proses ganti rugi lahan kepada sekitar warga sekitar
terselesaikan. Dalam proyek perluasan itu, pemerintah setempat menggandeng pihak swasta untuk turut
serta. Setiap hari sampah yang datang tercampur, para pemulung itulah yang memilah-milah. Di sekitar
lokasi pembuangan ada sel pengelolahan baik sampah organik pembuatan kompos dan pengelolaan
sampah non-organik. Selain menyediakan pabrik pengelolaan sampah di sekitarnya, pemerintah setempat
juga sudah mengeluarkan aturan baik pada rumah tangga maupun industri, untuk mengurangi sampahnya.
Dampak yang sering terjadi dari lokasi pembuangan sampah yakni di TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
Bakung, saat musim kemarau kerap mengeluarkan letusan yang membahayakan nyawa pemulung yang
mengais rejeki di sekitarnya. Di bawah TPA ini mengandung metan yang sangat tinggi, jadi sering
mengeluarkan percikan api yang dapat membahayakan orang sekitar. Selain itu, sering menimbulkan bau
yang menyengat dalam radius lebih dari 1,5 kilometer. Nurhadiyati (38) warga Perumahan Citra Garden
yang berlokasi di balik bukit dari pembuangan sampah Bakung kerap mengeluhkan aroma tak sedap.
“Kalau setiap kami buka pintu ya yang tercium aroma sampah. Maka tidak jarang penghuni di sini ingin
menjual rumahnya. Tapi di satu sisi, air di rumah saya ini selalu hangat sepanjang hari,” kata
dia.Menanggapi persoalan itu, Setiawan menegaskan, keberadaan TPA Bakung lebih dulu dari pada
pemukiman penduduk sekitarnya. “Bakung ini duluan ada, tapi setelah akses dibuka, banyak pendatang
yang mendirikan rumah di sini, bahkan sampai saat ini sudah ada dua perumahan yang berdiri,” ujarnya.
Berdasarkan data diatas, di sekitar Bakung kerap kali terjadi pencemaran akibat sampah.Pencemaran
sampah merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap struktur kimia, air tanah dan udara serta dapat
merubah nilai keindahan suatu lingkungan. Pencemaran sampah dapat berpengaruh juga terhadap
kesehatan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.Dampak langsung dari penanganan sampah
yang kurang bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit, gangguan
Dampak sampah terhadap kesehatan lingkungan :

1. Dampak Terhadap Kesehatan Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik merupakan
tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing
yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya yang ditimbulkan adalah sebagai berikut : - Penyakit
diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan
tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit DBD dapat juga meningkat dengan cepat di
daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. - Penyakit jamur dapat juga menyebar ( misalnya
jamur kulit ). - Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira – kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa ( Hg ). Raksa ini berasal dari sampah
yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.

2. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan terhadap rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau
sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan
lenyap dan hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.

3. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi - Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat membentuk
lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang
buruk karena sampah bertebaran dimana – mana. - Memberikan dampak negatif bagi kepariwisataan
Usaha Pengendalian Sampah untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternativ pengolahan yang benar. Teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah adalah
teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan dengan cara pembakaran yang
terkontrol atau Insinerasi dengan cara memakai Incenerator. Selain itu juga memakai prinsip reduksi
bersih yang diterapkan dalam keseharian misalnya dengan menerapkan prinsip 4 R yaitu ( Reduce, Reuse,
Recycle dan Replace ). Dalam keseharian, dan dapat dilakukan oleh siapa saja untuk mengurangi volume
sampah.
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Berdasarkan isi makalah ini dapat disimpulkan bahwa Tempat Pembuangan Akhir atau disebut dengan
TPA merupakan sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah sebagai mata
rantai terakhir dari pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah
sampah. TPA sendiri memiliki berbagai fasilitas dengan fungsi masing-masing, ada yang sebagai
Prasarana drainase, fasilitas penerimaan, lapisan kedap air, dll. Walaupun TPA sebagai tempat
pembuangan akhir sampah yang dapat menampung berbagai sampah, di sekitar TPA pun dapat terjadi
berbagai dampak akibat timbunan sampah pada TPA tersebut. Dampak yang terjadi antara lain saat
musim kemarau kerap mengeluarkan letusan yang membahayakan nyawa pemulung yang mengais rejeki
di sekitarnya, sering menimbulkan bau yang menyengat dalam radius lebih dari 1,5 kilometer, dan
berbagai dampak kesehatan bagi warga setempat.

III.2 Saran

Berdasarkan analisis masalah diatas kami memiliki saran sebagai solusi yang harus dicapai oleh petugas
pengelolaan sampah di TPA tersebut yaitu harus dapat mengurangi hingga menghilangkan dampak
negatif dari sampah tersebut dengan cara misalnya memilah sampah yang dapat di daur ulang dan
menambah lahan lebih luas pada TPA tersebut agar sampah yang terus berdatangan dapat tertampung
Dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Lokasi TPA Bakung

http://ekuatorial.com/urban/bandarlampung-to-expand-its-landfill-capacity-in-2015#!/story=post10088
http://www.duajurai.com/2015/04/tpa-bakung-bandar-lampung-hanya-mampu-tampung-sampahhingga

Anda mungkin juga menyukai