44
45
b. FK
FK adalah seorang waria yang telah melakukan rekonstruksi pada
tubuhnya berusia 24 tahun. Pendidikan terakhir yang pernah ditempuh adalah
SMP kelas 2, saat ini FK bekerja di sebuah salon, dan salon ini adalah
miliknya sendiri. FK sudah berlagak menjadi waria dari kecil mulai
berdandan sejak umur 15 tahun, dan menjadi waria sampai sekarang. Alasan
FK melakukan rekonstruksi tubuh karena senang-senang saja, dan jenis bahan
yang digunakan dalam merekonstruksi tubuhnya adalah silikon, minum pil
48
c. SK
SK adalah seorang waria yang telah melakukan rekonstruksi pada
tubuhnya berusia 35 tahun. Pendidikan terakhir yang pernah ditempuh adalah
SD, saat ini SK bekerja sebagai perias pengantin dan di salon. SK sudah
menjadi waria dari kecil setelah tamat SD menjadi waria sampai sekarang.
Alasan SK melakukan rekonstruksi tubuh karena ingin percaya diri, cantik
dan ingin memiliki payudara, jenis bahan yang digunakan dalam
merekonstruksi tubuhnya adalah minum pil KB dan suntik silikon. SK
melakukan rekonstruksi di salah satu hotel yang berada di jember, saat
melakukan dia dibantu oleh sesama teman waria yang berasal dari Surabaya.
Bagian tubuh yang telah direkonstruksi diantaranya hidung dan payudara.
Frekuensi melakukan rekonstruksi, silikon hanya sekali dan langsung jadi
49
pada hidung, kalau memakai pil KB selama 3 tahun, dan dalam sehari
mengkonsumsi 3x. Wawancara dilakukan dikediaman SK pada sore hari
sekitar pukul 15.00. Pada awalnya, SK dan peneliti tidak saling mengenal.
Melalui RS, peneliti juga diperkenalkan pada SK. Proses awal wawancara
berjalan sedikit canggung, karena SK sedikit kaku dan sulit mengungkapkan
pendapatnya. Namun dengan bantuan dari peneliti proses wawancara dapat
berjalan lancar. Meskipun dengan terbatasnya kata-kata dan pengetahuan,
peneliti mampu menangkap maksud dari ungkapan SK. SK juga mengizinkan
peneliti untuk merekam proses wawancara, melakukan observasi dan
mengambil foto dalam membantu kelengkapan penelitian.
d. DD
DD adalah seorang waria yang telah melakukan rekonstruksi pada
tubuhnya berusia 39 tahun. Pendidikan terakhir yang pernah ditempuh adalah
SMA, saat ini DD bekerja di sebuah salon, dan salon ini adalah miliknya
sendiri. DD merasa dirinya sudah menjadi wanita sejak lahir, dan benar-benar
terjun dalam dunia waria setelah lulus SMA. Alasan DD melakukan
rekonstruksi tubuh karena ingin mempercantik diri, dan jenis bahan yang
digunakan dalam merekonstruksi tubuhnya adalah kolagen. DD melakukan
rekonstruksi dirumah dan juga di salon. Bagian tubuh yang telah
direkonstruksi diantaranya hidung dan pipi. Frekuensi melakukan
rekonstruksi sekali rekonstruksi bisa sampai 5 kali suntikan, tetapi memakai
lagi 2 tahun kemudian baru ditambahkan lagi ke tubuh yang telah disuntik.
Pada saat melakukan rekonstruksi yang berupa kolagen DD dibantu
oleh mami waria dan teman sesama waria. Wawancara dilakukan di salon
sekaligus tempat tinggal DD pada siang hari sekitar pukul 13.00. Pada
awalnya, DD dan peneliti tidak saling mengenal. Melalui RS, dan juga dari
informan utama yaitu MM peneliti juga diperkenalkan pada DD. Proses awal
wawancara berjalan lancar sejak awal, karena DD adalah seorang yang
terbuka dan senang untuk diajak diskusi sehingga proses wawancara mengalir
begitu saja. Pada saat proses wawancara sering kali DD bercanda dengan
50
oleh ketentuan dan aturan orang tua maupun gurunya, sehingga mereka bebas
berbuat apa yang mereka inginkan (Hurlock, 2004).
2) Pendidikan
Karakteristik selanjutnya dari informan adalah tingkat pendidikan,
dimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
informan utama dan berdampak pada persepsinya. Tingkat pendidikan
adalah Jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh anak atau
korban. (UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sis Diknas). Tingkat pendidikan
digolongkan menjadi 3 jenjang yaitu:
1) Pendidikan tingkat dasar (meliputi; tidak sekolah-tamat
SD/MI/SMP/MTS;
2) Pendidikan tingkat menengah (meliputi tidak tamat–tamat
SMA/MA/SMK/ MAK
3) Pendidikan tingkat tinggi (meliputi; tamat Diploma/ Sarjana /Megister /
Spesialis)
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pendidikan informan utama
tergolong pada rentang antara tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan
tingkat menengah (rentang antara SD/SMP sampai SMA) dapat disimpulkan
bahwa sebagian informan memiliki pendidikan dasar yaitu tamat SD/tidak
tamat SMP. Sebagian memiliki pendidikan tingkat menengah, yaitu tamat
SMA. Umumnya disebabkan mereka tidak memiliki kekuatan menghadapi
tekanan-tekanan sosial yang berlangsung pada masa menginjak remaja,
khususnya di dalam ruang pergaulan dan pendidikan (Koeswinarno, 2005).
Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Nikmah (2010) yang menyatakan bahwa sebagian besar waria
memiliki pendidikan tingkat dasar yaitu tidak sekolah/SD/SMP, dan hanya
sebagian kecil yang lulus SMA.
52
3) Pekerjaan
Karakteristik ke tiga adalah pekerjaan informan utama, dimana faktor
jenis pekerjaan yang dimiliki informan menjadi salah satu faktor penentu
jumlah pemasukan informan setiap bulannya. Pekerjaan adalah jenis mata
pencaharian utama pada informan baik terkait jam kerja maupun yang tidak
terkait untuk mendapatkan penghasilan. Berdasarkan hasil penelitian, jenis
pekerjaan informan utama hampir seragam yaitu kebanyakan mereka
bekerja di bidang kecantikan, sebagai Hair stylist di salon, maupun menjadi
perias pengantin. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Nafikadini (2006) yang menyatakan bahwa kelompok
waria lebih banyak bekerja di salon (50%).
“…Dari awalnya, emang aku dari kecil. Memang aku sudah lagaknya jadi waria.
Kalau aku dandan itu, pas umur 15…”
(FK, 3 September 2013, Line 20 dan 21)
“…Sudah sejak kecil dah, sudah abis SD dah saya menjadi waria…”
(SK, 3 September 2013, Line 18)
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara, pada informan tambahan
yaitu keluarga yang merupakan adik salah satu informan utama yang
menyatakan bahwa perilaku menyimpang kakaknya sudah terlihat dari kecil.
Berikut kutipan wawancara dengan informan tambahan:
“tanda-tandanya cuman, yak opo yho kalau dari teman bermain aja, lek cowok sudah
suka sama boneka berarti kan sudah ada kelainan toh mbak. Cuma mungkin tidak bisa
terdeteksi dari kecil, soalnya kita dari kecil orang tua kerja jadi TKI di luar negri gitu
loh mbak. Jadi kita kan tinggalnya sama nenek mungkin dari itu juga, terus saya
dengan mbak MM bedanya kan Cuma 2 tahun, jadi kan gak bisa, sama-sama masih
kecil lah”
(DPR, 13 September 2013, Line 36)
Tjahjono (dalam Hamid, 2011) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya waria (transsexual) yaitu anak laki-laki yang
dibesarkan tanpa ayah atau dibesarkan tanpa kehadiran ayah selama periode
waktu yang panjang menunjukkan minat-minat, sikap-sikap dan perilaku
feminin.
54
“…ya kepengen apa ya, kepengen percaya diri lah, gitu. Kepengen cantik, kepengen
punya tetek itu sampek mengkonsumsi KB itu...”
(SK, 3 September 2013, Line 20)
payudara sehingga sampai mengkonsumsi pil KB. Hal ini sesuai pula dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rokhmah (2009) yang menyebutkan
bahwa upaya para waria dalam memaksimalkan penampilan sebagai waria
seutuhnya dengan cara melakukan rekonstruksi bentuk tubuh mulai dari
wajah atau muka, payudara dan pantat dengan melakukan suntik silikon,
operasi plastik atau minum pil KB. Alasan mereka melakukan hal ini adalah
untuk menambah daya tarik dan mempercantik penampilan, juga menambah
daya tarik secara seksual bagi laki-laki. Hal ini didukung pula dengan hasil
wawancara kepada informan tambahan yaitu teman, mengenai alasan seorang
waria melakukan rekonstruksi tubuh karena waria ingin tampak lebih
sempurna sehingga melakukan rekonstruksi tubuh. Berikut ini adalah hasil
kutipan wawancaranya:
“…Sebenernya semua waria itu kepengen tampak sempurna ya, jadi kan dari awalnya
wajahnya cowok jadi gimana caranya supaya hidungnya mirip cewek, mulutnya mirip
cewek, jadi kepengen sempurna aja kelihatannya…”
(DPR, 16 September 2013, Line 30)
Selain itu, terdapat suatu hal menarik yang didapat oleh peneliti sewaktu
mewawancarai informan tambahan yaitu teman. Teman informan utama juga
merupakan seorang waria yang berinisial SS. Informan tambahan
mengatakan, bahwa alasan melakukan rekonstruksi agar tidak keriput supaya
tidak ditolak oleh lelaki. Tetapi ketika memiliki harta, walaupun sudah
keriput, gemuk, jelek, bodynya tidak ada akan tetap disukai oleh lelaki. Selain
itu, informan tersebut mengakui bahwa dia mempunyai suatu ilmu yang
didapatkan dari neneknya, seperti ilmu pengasihan. Berikut ini adalah hasil
kutipan wawancaranya:
“…Ya karena kalau sudah keriput ditolak orang lelaki, kalau gak banyak harta. Iya,
kalau banyak harta biarpun keriput kayak bu haji, sudah gemuk, sudah jelek, bodynya
itu gak ada. Tetapi lelaki itu… ihhhhh luar biasa. Karena bu haji pake ilmu, bu haji
pake ilmu. Karena sejak kecil bu haji sudah ditawarin oleh nenek, cara anu itu
pengasihan. Iya, kalau bu haji itu gak pake silikon-silikon, tapi pakek ilmu pengasihan.
…”
(SS, 3 September 2013, line 40)
Kesimpulan yang dapat diambil dari wawancara dengan informan
tambahan tersebut yaitu untuk mendapatkan laki-laki tidak hanya dengan
56
melakukan rekonstruksi tubuh saja, akan tetapi juga dengan memiliki harta
dan ilmu.
“…Silikon, pernah memakai pil KB yaitu pil KB marvelons. Pernah melakukan operasi di
singapur, aku sudah operasi itu sudah 6 tahunan. Biaya itu biayanya hampir 300 juta,
saya memutuskan untuk mengganti alat kelamin itu, biar saya istilahnya kan jiwa saya
sudah kayak cewek badan saya sudah kayak cewek, biar tambah sempurna … ”
(FK, 3 September 2013, Line 26, 28,30, 82, 84, 86, 88 dan 90)
“…Pil KB sama lindiol, iya pil KB sama lindiol itu sama dah memang, dan suntikan
silikon di hidung…”
(SK, 3 September 2013, Line 22, 24, dan 26)
“…Aku dulu kolagen, tapi ada yang make silikon saja, juga ada yang dicampur dengan
kolagen. Kalau aku dulu masih kolagen, kan paling bagus itu, jadi gak terlalu
berpengaruh. Kalau sekarang banyak silikon…”
(DD, 16 September 2013, Line 192)
berani. Kalau yang hampir keseluruhan sering suntik. Kalau cuma gedheknho payudara
kayak semacam KB gitu dibawah ya mulai umur 20 nyampek 30 itu masih sing biasa.
Kalau yang sampek suntik segala macem itu yang berumur 30 keatas. Kan mulai ada
kemapanan….”
(RS, 26 Juli 2013, Line 20)
“…Kalau hormon KB aku, ya memakai sih. Tapi gak rutin gitu lo, apa ya kalo misalnya
sudah cukup yasudah. Nanti kalau kurang lagi, kita terapi lagi. Kan kalau sering terapi
gitu gemuk badannya. Biasanya hormon KB seminggu sekali iya, tapi kalau pipi kan
banyak kali suntik bisa 12x suntikan. Kalau sempamanya hidung, 6 ampul kita biasanya 3
minggu, kalau pipi 12 ampul, kalau pipi itu langsung. Ya pokok sekali terapi beberapa
bulan saja terus sudah sekali terapi. Kalau dari dagu 2 kali kalau payudara 3x, itu
perbulan. Sebulan sekali, lalu seterusnya gak.…”
(MM, 18 September 2013, Line 191,193, 242, dan 244)
“…berapa kali, kalau aku waktu itu dalam minum pil KB itu, dalam seharinya
kadang 4, aku dulu makek selama 4 bulan. kalau yang silikon, berapa kali wes… 1,
2, 3, 4 ehm… 6 kali. he.ehmmm satu tahun sekali, kadang ada juga satu tahun 2 kali
gitu …”
(FK, 3 September 2013, Line 40, 42, 44, dan 54)
“…mungkin 3 tahunan gitu dah. Tapi dah lama mbak berhenti, hampir 10 tahun lebih
dah berhentinya. 3 kali…“
(SK, 3 September 2013, Line 56 dan 58)
“…kalau aku dulu 2 tahun, tahun pertama pake, lalu 2 tahun pake lagi, memperbarui ini
ini… pokok dalam jangka waktu lama, gak langsung satu kali…”
(DD, 16 September 2013, Line 32)
untuk melakukan bedah plastik atau operasi plastik estetik itu relative mahal.
Seharusnya masyarakat atau waria lebih teliti lagi dalam menggunakan bahan
dan cara untuk rekonstruksi, seperti yang diungkapkan oleh dr M. Sjafuddin
Noer SpBP dalam Hanny Hafiar (2010), yang mengatakan:
“Masyarakat harus berhati-hati bila ditawari suntik silikon. Biasanya cara ini
ditawarkan dengan harga miring. Jika menghadapi tawaran seperti ini seharusnya
masyarakat kritis. Sebab, silikon cair itu sudah dilarang sejak lama. Jika ada tawaran
suntik silikon, apakah betul itu cairan silikon? Sebab, cairan itu harganya sangat mahal
dan digunakan di dunia medis saja. Jangan-jangan itu bahan kimia pabrik atau minyak
pelumas. Kalau, cairan tersebut bereaksi dengan jaringan tubuh, maka akan
menimbulkan silikonoma (bagian tubuh yang disuntik mengalami perubahan yang
bermasalah). Operasi untuk mengembalikan ke bentuk semula juga tidak bisa sekali
dilakukan. Ini membutuhkan beberapa kali penanganan. Itu pun tidak dapat kembali 100
persen seperti bentuk awal sebelum disuntik. Risiko 'asal suntik' ini sering dijumpai pada
pipi, hidung, dagu, dan bibir. Sekitar 10 persen pasien adalah orang-orang yang salah
suntik”
Tetapi, ada juga informan yang menganggap bahwa rekonstruksi itu tidak
terlalu berarti karena dia tidak terlalu mementingkan tubuh. Berikut ini kutipan
wawancara:
63
“…biasa aja kalau aku, soalnya aku gak terlalu mementingkan tubuh. Biar mau gendut
mau apa, biasa dengan keadaan ini wes, biasa aja. Gak terlalu neko-neko. Kan ada yang
pengen nambah susu, atau apa, kalau aku gak biasa ae…”
(DD, 16 september 2013, Line 56)
“…ya kepengen percaya diri, kepengen cantik, ya kepengen punya tetek begitu…”
(SK, 3 September 2013, Line 79)
“…mungkin karena alasan ya, karena aku pesek gitu makanya dimancungkan. Kalau
pipi, karena aku kempot, gak pengen kelihatan tua gitu aja…”
(DD, 16 September 2013, Line 70)
4.4.1 Keluarga
Menurut H. Bonner (dalam Santosa, 2004) interaksi sosial adalah suatu
hubungan antara dua atau lebih individu manusia ketika kelakuan individu yang
satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
atau sebaliknya. Setiap individu dalam kehidupan harus menjalin interaksi sosial
antar individu lain. Keluarga merupakan tempat sosialisasi awal terutama pada
masa kecil. Informan utama dalam penelitian ini sebagian besar sudah tidak
tinggal bersama keluarganya, karena di dalam ranah keluarga mereka berhadapan
dengan kendala yang paling berat. Hal ini mereka rasakan karena sejak awal
keluarga mereka menentang mereka menjadi waria, sehingga mereka memilih
untuk tidak tinggal dengan keluarga mereka. Berikut ini kutipan wawancara
mendalam yang peneliti dapatkan dari informan:
65
“…gak, gak pernah. Aku melakukan tanpa ijin orang tua, soale apa ya.. dulu pas aku
mau jadi kayak gini, keluarga mana, orang tua mana yang mau ya. jadi aku lari dari
keluarga. Istilahnya aku itu minggat, apa ya kabur dari rumah. Jadi aku bersama temen-
temen waria, lingkungannya waria semua. Jadi itu ya dari situ, aku mulai menjadi waria
yang sebenarnya. Karena aku lebih nyaman kumpul sama temen-temen sendiri daripada
sama keluarga sendiri sih. ya kita jaga perasaan lah ya, kalau kita sama keluarga ya.
kayak mau apa-apa kan ada batasannya, beda kalau kita sama temen-temen kan wes
biasa …”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 106 dan 108)
“…biasa aja, ya cuma bilang kenapa gitu. Tapi aku gak ngomong kalau aku suntik wajah
gitu. Soalnya aku jarang pulang mbak, satu bulan sekali kadang. Kadang 8 bulan aku
baru pulang…”
(DD, 16 September 2013, Line 140)
sebaya waria maupun teman sebaya yang lainnya. Akan tetapi, terdapat konflik
walaupun tidak terlalu besar terkait dengan relasi interpersonal, berikut kutipan
wawancara yang didapatkan oleh peneliti:
“…itu sih, kalau teman sebaya saya ada yang setuju, ada yang gag. Istilahnya yang gag
itu kadang iri hati gitu, takut kalah saingan…”
(FK, 3 September 2013, Line 199)
Salah satu hal menarik yang didapatkan dalam penelitian, yaitu salah satu
informan penelitian mengatakan setelah dia merekonstruksi tubuh, dirinya
menjadi tidak nyaman untuk bergaul dengan teman sebaya yang bukan waria.
Berikut kutipan hasil wawancara peneliti dengan informan:
“…iya sih kayaknya, mungkin aku lebih menjauh dari temen-temen. Soalnya kan memang
aku sudah waria toh, jadi yak apa mau gaul sama temenku yang lainnya itu jadi agak gak
enak. mending aku bergaul dengan sesame waria. Kalau dulu, kalau sekarang uda gak
sih, temen sebaya aku cuma bilang, kamu sekarang kok gitu, “opo’o, ini ya memang
aku”. Kadang ada yang bilang, kamu kok beda ya…”
(DD, 16 September 2013, Line 146)
“…menurut beliau tambah senang, ehm, sebelum dan sesudah. Sebelumnya itu kadang
pasangan saya itu mengatakan gak kurang nikmat. Tapi setelah aku apa namanya,
operasi itu dia mengatakan lebih puas dari sebelumnya…”
(FK, 3 September 2013, 237 dan 247, )
“…trend…”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 150)
dorongan dan juga dukungan dari teman-teman yang berada di komunitas untuk
melakukan rekonstruksi, berikut kutipan hasil wawancara penelitian:
“…iya, kita kan bercerita dulu. Untuk mencari informasinya. Ya, bercerita dulu,
sharing-sharing dulu. Cari tempat yang murah, cari tempat yang bagus. Ya gitu non. ya,
komunitasku itu ibaratnya menganjurkan bagi yang mampu ya. bagi yang mampu dan
mau. Kadang ada sebagian yang, “aku kayak gini ae”. Karena kan mereka masih ada
keluarga, ini itu.. bekerja, bekerja di apa, ehm kayak di pegawai negeri itu kan belum
berani. Mereka masih dari kalangan kantor…”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 152 dan 154)
“…ya apa ya, mempengaruhi aku. “eh, kamu kalo diginikan lebih cantik, kamu kalau
hidungnya mancung itu lebih ayu. Gak pesek, gak ndlesep” gitu aja, mempengaruhi gitu
aja…”
(DD, 16 September 2013, Line 170)
4.4.4 Masyarakat
Masyarakat merupakan bahasan dari sosiologi. Masyarakat sebagai
kelompok orang adalah merupakan wadah pergaulan bagi orang-orang itu sendiri,
dimana antara satu dengan yang lain terjalin suatu hubungan yang timbal-balik
guna mewujudkan suatu tujuan hidup masing-masing. Menurut Keontjaningrat
masyarakat adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu identitas
bersama” (Puspitosari, 2005). Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar
informan menyatakan bahwa setelah mereka melakukan rekonstruksi, tidak
berpengaruh pada interaksi mereka dengan masyarakat sekitar baik masyarakat
yang berada di sekitar rumah maupun sekitar tempat kerja. Dalam kehidupan
sosial kaum waria banyak menghadapi berbagai tekanan-tekanan sosial, selain itu
mereka kurang mendapatkan tempat dalam struktur masyarakat (Puspitosari
2005). Berikut kutipan wawancara penelitian:
“…gak, biasa semua. gak, gak ada perubahan yang berbeda. Karena mereka
menghormati saya, dilihat sama mereka itu istilahnya saya bisa merubah diri saya
berarrti saya hidup di dunia ini ndak boleh dipandang sebelah mata karena saya bisa
merubah diri saya sendiri dan saya memiliki usaha, jadi mereka itu segan, segan sama
saya dan sellau menghargai saya…”
(FK, 3 September 2013, Line 286 dan 290)
“…ya awalnya sih, mereka. Apa ya, kayaknya.. kan kita ada sedikit yang berubah ya.
pangling gitu. Kadang lupa “ehh siapa itu, ehh iya” “hlo, kog bedho” kebanyakan gitu
gak, ada. kebanyakan gak peduli sih, apa sih maksudnya, ya uwis gitu, apa ya…”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 160, 164 dan 166)
(mental) dan sosial yang bukan hanya bebas dari penyakit cacat dan kelemahan.
Sebagian besar dari informan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
dari berbagai jenis bahan dan cara melakukan rekonstruksi informan penelitian
mengesampingkan tentang dampak atau bahaya penggunaan bahan kimia dalam
proses rekonstruksi terhadap kesehatan tubuhnya. Hal ini diperoleh dari kutipan
wawancara berikut:
“…semua kayak gitu kan mesti ada efek sampingnya, tapi aku kadang mengesampingkan
hal-hal kayak gitu, yang penting aku bisa kelihatan menarik. Jadi, itu gak selalu aku
pikirkan efek sampingnya...”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 26)
“…kalau itu sih pikiran yang ke belakangnya itu, ya namanya kita waria kan pengennya.
Beda-beda pendapat kan, pengen yang ini yang itu. Kalau saya sih gak berfikir
belakangannya…”
(FK, 3 September 2013, Line 118)
“…ehm, pertama sih takut. Akhirnya, ya gak sih biasa aja. Soalnya apa ya, kan aku uda
mengalami berapa tahun. Jadi sudah dalam jangka waktu yang lama, jadi biasa aja.
Kalau pertama sih takut…”
(DD, 16 September 2013, Line 94)
Berdasarkan hasil penelitian, jenis bahan seperti silikon dan kolagen yang
disuntikkan ke dalam tubuh akan berdampak kepada kesehatan seseorang, apalagi
bila bahan yang dimasukkan bukan merupakan bahan asli dan dilakukan dengan
cara menyuntikkan ke dalam tubuh. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Salirawati (2012) jika ada yang melakukan suntik silikon, pasti bukan silikon
murni karena silikon murni yang padat selalu ditanamkan ke dalam tubuh pasien
bukan melalui suntik tetapi melalui operasi bedah plastik, begitu juga pada
penggunaan kolagen. Kolagen bukanlah cairan yang disuntikkan sama seperti
silikon, karena kolagen lebih cocok untuk jaringan kulit, bukan pada jaringan
lemak. Sedangkan seperti yang diketahui, payudara adalah jaringan lemak
sehingga tidak sesuai jika dimasukkan kolagen. Selain itu pada payudara (wanita,
waria, pria) terdapat banyak pembuluh darah besar atau vena, sehingga zat yang
disuntikkan dapat langsung menerobos pembuluh darah dan menyumbatnya. Hal
inilah yang menyebabkan tak seorang dokterpun mau menyuntikkan kolagen
kedalam payudara, karena nyawa taruhannya. Cara yang paling aman adalah
melalui operasi dengan memasukkan kantong silikon gel, sehingga jika ada
masalah peradangan atau alergi sebagai reaksi tubuh menolak keberadaannya,
71
akan lebih mudah dikeluarkan lagi. Oleh karena itu, di dunia medis biasanya
kolagen hanya digunakan untuk mengatasi kerutan kulit, bukan untuk
memperbesar payudara.
Selain itu, bahaya yang dapat ditimbulkan dari penggunaan suntik silikon
dan kolagen bagi kesehatan diantaranya:
1) Sekali dimasukkan dalam tubuh, silikon cair tidak dapat dikeluarkan
secara sempurna.
2) Silikon cair dapat memicu reaksi penolakan tubuh
3) Silikon cair tidak punya kemampuan untuk mempertahankan
bentuknya
4) Risiko infeksi dan penularan penyakit
5) Kesalahan penyuntikan
6) Peradangan dan infeksi saat menggunakan bahan kimia kolagen
Berdasarkan bahaya yang telah disebutkan, sebenarnya informan telah
mengalami gejala-gejala seperti reaksi penolakan tubuh saat melakukan suntik
silikon maupun kolagen. Tetapi, informan tidak menyadari bahwa hal tersebut
merupakan salah satu gejala dari bahaya yang ditimbulkan. Berikut kutipan
wawancaranya:
“…kalau kesakitan itu sudah biasa, soalnya kan sehari dua hari itu masih aboh
gitu, bengkak. Jadi kalau gak bengkak itu masih belum bentuk...”
(DD, 16 September 2013, Line 104)
“…ehm… ada sih sedikit, kadang kan kalau apa itu, kita suntik silikon kadang ada
kayak, kalau kita itu selalu terkena sentuhan yang berlebihan itu kadang terasa
sakit…”
(MM, 26 Agustus 2013, Line 78)
Hal ini, juga diungkapkan, oleh pendamping lapangan yaitu, berikut kutipannya:
“…ya itu, biasanya kan abis disuntik harus diratakan dipijet-pijet hidungnya gitu,
tapi kebanyakan mesti merah. Dan pasti ada bekas merah, kalau merah itu pasti dia
pakek silikon…”
(RS, 26 Juli 2013 Line 86)