Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENALARAN MATEMATIKA IDENTIFIKASI


JURNAL
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
MATEMATIKA SD 3
DOSEN PENGAMPU :
Hesti Prastitasari, M.Pd

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5


KELAS 3C PGSD
Ayu Ramadhyah 2010125220067
Farid Muttaqin 2010125110027
Lisa Muzdhalifah Hayati 2010125220087
Maulida Raudhatul Jannah 2010125220077
Miftahul Kiftiah 2010125220079
Rosita Sari 2010125320045

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKUAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Permasalahan dan Solusi Penalaran Matematika” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam tidak lupa selalu kita haturkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari alam kegelapan hingga ke alam yang penuh terang benderang
dengan ilmu pengetahuan.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Matematika SD 3. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Penalaran Matematika khususnya bagi penulis dan pembaca yang akan menjadi
guru nanti.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Herti Prastitasari, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Matematika SD 3 yang telah membimbing dan memberikan tugas
ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang judul makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Banjarmasin, 16 November 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………....................……………….........i

DAFTAR ISI………………………………………………………...………………….…………...ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………….………………………...………………………...…...1
B. Rumusan Masalah……………….………………………...…………………………….2
C. Tujuan Penulisan…………………………………………...……………………………2

BAB II PEMBAHASAN

A. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa Smp Melalui Pembelajaran Discovery


Dengan Pendekatan Saintifik
B. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah
C. Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematis Melalui Pendekatan
Kontekstual
D. Pengaruh Kecemasan Matematika Dan Gender Terhadap Kemampuan Penalaran
Adaptif Matematika Siswa Smp Negeri 2 Kendari
E. Pengembangan Soal Matematika Model Pisa Pada Konten Quantity Untuk Mengukur
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama
F. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah
G. Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar
H. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (Lks) Berbasis Problem Based Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika
I. Analisis Kemampuan Penalaran Analogi Matematis Ditinjau Dari Motivasi Belajar
Siswa Pada Materi Kubus Dan Balok Kelas Ix
J. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah

BAB III PENUTUP

ii
A. Kesimpulan…………………………………………………………...…...26
B. Saran………………………………………………………...…………….26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...……………...28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menyelesaikan permasalahan matematika, penalaran matematis
sangat diperlukan baik di bidang aritmatika, aljabar, geometri dan pengukuran,
trigonometri maupun peluang. Penalaran matematika menjadi pedoman atau
tuntunan sah atau tidaknya langkah-langkah matematis yang kita buat. Penalaran
matematika akan membahas mengenai penalaran/logika matematika yang terdiri
dari konjungsi, disjungsi, implikasi, biimplikasi dan kuantifikasi. Setelah Anda
mempelajari materi ini, kompetensi yang harus dikuasai adalah Anda mampu
menggunakan konsep dasar penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah
dalam matematika maupun bidang lain yang terkait. Media yang digunakan untuk
mempelajari unit ini adalah bahan ajar cetak dan web. Manfaat mempelajari unit ini,
selain merupakan prasyarat untuk mempelajari pemecahan masalah matematika
dalam pemecahan masalah matematika juga dapat digunakan dalam penalaran di
bidang ilmu lain di luar matematika. Materi ini terdiri dari dua subunit yaitu subunit
pengantar logika dan pernyataan berkuantor.
Logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji penurunan-penurunan
kesimpulan yang sahih atau tidak sahih. Proses berpikir yang terjadi pada saat
menurunkan atau menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang dianggap
benar disebut dengan penalaran. Dalam logika kita tidak mempelajari a rti dari
kalimat atau pernyataan tetapi yang kita pelajari adalah benar atau salah suatu
kalimat dan bagaimana menentukan kebenaran kalimat tersebut. Kriteria
kebenaran suatu kalimat yang digunakan terkait dengan teori korespondensi dan
teori koherensi. Pernyataan dalam logika didefinisikan sebagai kalimat tertutup
yang dapat diberi nilai benar atau salah tetapi tidak kedua-duanya. Pernyataan
dapat berupa pernyataan yang diperoleh dengan cara menggabungkan
pernyataan-pernyataan dengan menggunakan kata perangkai atau penghubung.

1
Kata perangkai atau penghubung dalam logika sering juga disebut operasi-
operasi logika. Dengan menggunakan kata-kata perangkai tersebut diperoleh 5
macam komposisi pernyataan dalam logika yaitu ingkaran, konjungsi, disjungsi,
implikasi dan biimplikasi. Ingkaran atau negasi merupakan pernyataan yang
dibentuk dengan meletakkan kata” tidak benar” pada pernyataan semula.
Ingkaran dari pernyataan p dan dinotasikan dengan p. Ingkaran suatu pernyataan
mempunyai nilai kebenaran yang merupakan kebalikan dari nilai kebenaran
pernyataan semula. Konjungsi merupakan komposisi pernyataan yang terbentuk
dengan menggabungkan dua pernyataan menggunakan kata perangka”dan”. Kata
perangkai”dan” dinotasikan dengan””. Konjungsi bernilai benar jika kedua
pernyataan yang membentuknya bernilai benar. Disjungsi merupakan komposisi
pernyataan yang dibentuk dengan cara menggabungkan dua pernyataan dengan
kata penghubung ”atau”. Notasi untuk kata perangkai ”atau” adalah””. Disjungsi
bernilai salah jika kedua pernyataan yang membentuknya bernilai salah.
Implika si adalah komposisi pernyataan yang menggunakan kata perangkai
”jika...maka...”. Lambang yang digunakan untuk menyatakan implikasi
adalah ” p q ”. Pernyataan yang pertama disebut anteseden atau syarat dan
pernyataan kedua disebut akibat atau konsekuen. Implikasi bernilai salah jika
anteseden bernilai benar dan konsekuen bernilai salah. Biimplikasi merupakan
komposisi pernyataan yang menggunakan kata perangkai”jika dan hanya jika”.
Kata perangkai tersebut dinotasikan dengan lambang” ”. Biimplikasi bernilai
benar jika kedua pernyataan yang membentuknya, kedua-duanya bernilai
benar atau kedua-duanya bernilai salah. Dua pernyataan dikatakan ekuivalen jika
kedua pernyataan tersebut mempunyai nilai kebenaran yang sama.
Pada operasi logika berlaku sifat-sifat komutatif, assosiatif, distributif,
dan Aturan De Morgan. tunggal atau majemuk. Pernyataan tunggal adalah
pernyataan yang tidak memuat pernyataan lain sebagai bagiannya. Sedangkan
pernyataan majemuk merupakan komposisi dari beberapa pernyataan tunggal.

2
B. Rumusan Masalan
Apa saja permasalahan-permasalahn yang ada dalam materi penalaran serta
bagaimana solusinya.
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa saja permasalahan-permasalahn yang ada dalam materi
penalaran serta bagaimana solusinya.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Siswa Smp Melalui Pembelajaran


Discovery Dengan Pendekatan Saintifik
1. Permasalahan
Pembelajaran discovery dengan pendekatan saintifik dijadikan sebagai salah
satu alternatif pembelajaran di kelas karena pembelajaran discovery dapat
menumbuhkan kemampuan matematis siswa seperti kemampuan penalaran
matematis siswa.
2. Solusi
Kurikulum 2013 merupakan upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem
pendidikan di Indonesia. Pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013
bertujuan untuk mendorong siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan
kegiatan belajar seperti observasi, memiliki keterampilan bertanya, memiliki
daya nalar dan dapat mengkomunikasikan/merepresentasikan apa yang
diperoleh atau diketahui, setelah siswa menerima materi pembelajaran di
sekolah. Dengan demikian, siswa dituntut lebih aktif dan kreatif dalam
menerima materi. Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 berbeda dengan
proses pembelajaran kurikulum sebelumnya yaitu kegiatan inti guru masih
mendominasi dalam menyampaikan materi dan masih berpusat kepada guru.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 dalam kegiatan inti dijabarkan
lebih lanjut menjadi rincian dari kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi,
yakni: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan
mengkomunikasikan. Proses kegiatan inti di atas merupakan proses dengan
menggunakan pendekatan saintifik. Salah satu visi pembelajaran matematika
yaitu mengarahkan pada pemahaman konsep dan ide matematika yang

4
diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan masalah ilmu
pengetahuan lain serta memberikan kemampuan menalar yang logis, sistemik,
kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap
keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka
yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah
(Sumarmo, 2013, hlm. 25).
B. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah
1. Permasalahan
Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional?
2. Solusi
Menurut Suherman dan Winataputra (1993) penalaran adalah proses
berpikir yang dilakukan dengan suatu cara untuk menarik
kesimpulan. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil bernalar, didasarkan
pada pengamatan data- data yang ada sebelumnya dan telah diuji
kebenarannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Shadiq (2004) yang
mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses atau suatu
aktifitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Kemampuan
penalaran matematis membantu siswa dalam menyimpulkan dan membuktikan
suatu pernyataan, membangun gagasan baru, sampai pada menyelesaikan
masalah-masalah dalam matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran
matematis harus selalu dibiasakan dan dikembangkan dalam setiap
pembelajaran matematika. Pembiasaan tersebut harus dimulai dari
kekonsistenan guru dalam mengajar terutama dalam pemberian soal-soal yang
non rutin. Turmudi (2008) menyatakan bahwa penalaran matematis

5
merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya kebiasaan yang lain harus
dikembangkan secara konsisten dengan menggunakan berbagai macam
konteks. Adapun indicator kemampuan penalaran matematis menurut
Sumarmo (2006) dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1. Menarik kesimpulan logis
2. Memberikan penjelasanm dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan
3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi
4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis
5. Menyusun dan mengkaji konjektur
6. Merumuskan lawan Mengikuti aturan inferensi memeriksa vaiditas argument
7. Menyusun argumen yang valid
8. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi
matematis.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, maka kemampuan
penalaran yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Menyusun dan mengkaji
konjektur 2. Memperkirakan jawaban dan proses solusi 3. Analogi 4. Generalisas.
Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa Inggris diistilahkan problem based
learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an sebagai salah
satu upaya menemukan solusi dalam diagnosa dengan membuat pertanyaan-
pertanyaan sesuai situasi yang ada. Duch (2001) mendefinisikan bahwa pembelajaran
berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang mempunyai ciri
menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis,
keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi
materi pembelajaran. Mengacu dari pendapat Duch maka pembelajaran berbasis
masalah merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara
optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan
memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran dalam memahami
suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis siswa berbentuk ill-stucture atau
open-ended melalui stimulus.

6
Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional
a. Pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan sebagai pembelajaran di
tingkat SMA sederajat dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran
matematis.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, untuk melihat keefektifan
pembelajaran berbasis masalah pada level sekolah yang berbeda.
Pada penelitian ini hanya dikaji peningkatan kemampuan penalaran
matematis secara keseluruhan. Oleh karena itu, diharapkan
penelitianselanjutnya dapat mengkaji peningkatan kemampuan penalaran
berdasarkan kemampuan awal siswa baik pada kategori tinggi,
sedang, maupun menengah.
C. Peningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematis Melalui
Pendekatan Kontekstual
1. Permasalahan
Siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengolah
informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan kemampuan berpikir kritis,
sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Cara
berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena
matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar
konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional
(Depdiknas, 2003). Turmudi (2008) mengemukakan bahwa “pembelajaran
matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya
siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehinga derajat
kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah”. Dengan pembelajaran seperti ini,
siswa sebagai subjek kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep
pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang

7
diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah
lupa dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang
berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya.
2. Solusi
Untuk mengurangi lemahnya kemampuan pemahaman konsep dan penalaran
dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan
argumen atas setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang
diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi lebih
bermakna baginya. Hal ini berarti bahwa penting memberikan waktu bagi siswa
untuk berdiskusi dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan orang lain dengan
argumentasi yang benar dan jelas (Pugalee, 2001).
Salah satu upaya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan
penalaran matematis siswa yaitu dengan memilih pendekatan pembelajaran yang
tepat untuk meningkatkan keaktifan siswa selama belajar mengajar berlangsung.
Ada begitu banyak pendekatan yang ditawarkan para ahli, salah satunya adalah
pendekatan pembelajaran kontekstual. Pendekatan kontekstual memiliki tujuh
komponen, yaitu; konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003).
Hasil penelitian Heruman (2003) pembelajaran konsteksual terhadap hasil
belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas IV Sekolah Dasar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya
pokok bahasan pecahan. Selain itu dalam pembelajaran kontekstual siswa
terlihat lebih aktif, baik secara kelompok maupun perorangan. Siswa dapat
belajar secara mandiri sedikit ketergantungan bantuan guru, mampu mengaitkan
topik yang lalu dengan masalah yang dihadapi dan terjadi kegairahan dalam
belajar. (2) Kualitas hasil belajar matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan kualitas hasil belajar
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Siswa yang memperoleh

8
pembelajaran kontekstual dapat menyelesaikan soal cerita lebih baik dari siswa
yang memperoleh pembelajaran biasa, sedangkan dalam menyelesaikan soal
berhitung kedua pembelajaran sama baiknya. (3) selama pembelajaran
kontekstual, siswa menunjukkan sikap yang positif, senang belajar secara
kelompok maupun perorangan, tidak putus asa dalam menghadapi masalah yang
sulit, dan percaya diri dalam pemecahan masalah sehari-haari. Namun demikian
mereka kurang berani dalam bertanya dan mengemukakan pendapat.
Meningkatnya kemampuan penalaran siswa disebabkan dalam pembelajaran
selalu mengaitkan materi dengan pengalaman siswa, sehingga siswa senang
dalam belajar dan lebih berkesan dibandingkan dengan pembelajaran dimana
diperoleh bergantung pada informasi dari guru. Demikian pula aktivitas dimana
siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, siswa menemukan sendiri
aturan, siswa bebas berdiskusi dengan teman dalam kelompok, siswa bebas
bertanya pada guru, memungkinkan siswa lebih mudah mengingat materi yang
dipelajarinya. Akibatnya pemahaman dan penalaran siswa tentang konsep
matematika lebih baik dibandingkan dengan pemahaman kosep hasil informasi
dari guru. Di samping itu melalui pembelajaran yang mengaitkan materi dengan
pengalaman siswa, secara tidak langsung mendidik siswa untuk dapat
menghubungkan antar konsep dalam matematika, menghubungkan konsep
matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran
kontekstual dengan tujuh komponennya, dapat memberi kontribusi tehadap
peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran siswa dalam pembelajaran
matematika.
D. Pengaruh Kecemasan Matematika Dan Gender Terhadap Kemampuan
Penalaran Adaptif Matematika Siswa Smp Negeri 2 Kendari
1. Permasalahan
Proses berpikir dalam pemecahan masalah sudah seharusnya mendapatkan
perhatian para pendidik terutama untuk mengembangkan siswanya agar terbiasa
berpikir secara logis. Cooney et al. dalam Hudojo (2005:126) menyatakan

9
bahwa mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah memungkinkan siswa
itu menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan didalam kehidupan,
sebab siswa akan terbiasa untuk mengumpulkan informasi yang relevan,
menganalisis informasi, dan meneliti kembali hasil yang diperolehnya. Dengan
demikian tidak disalahkan jika ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa
pemecahan masalah adalah jantungnya matematika (heart of mathematics).
Masalah-masalah yang berhubungan dengan matematika sering dijumpai
pada situasi sehari-hari. Permasalahan matematika yang berkaitan dengan
kehidupan nyata biasanya dituangkan melalui soal-soal yang berbentuk cerita.
Penyajian matematika dalam bentuk cerita merupakan salah satu fungsi
matematika sebagai aktivitas manusia, karena dalam soal cerita terdapat
pengalaman- pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep matematika
(Tambunan, 1999, 18). Dalam penyelesaian soal cerita terlebih dahulu siswa
harus dapat memahami isi soal cerita tersebut, setelah itu menarik kesimpulan
obyek-obyek yang harus dipecahkan dan memisalkannya dengan simbol-simbol
matematika, sampai pada tahap akhir yaitu penyelesaian (Indarwati, 2012:1).
Hasil analisis inferensial menunjukkan bahwa adanya perbedaan pengaruh
kemampuan penalaran adaptif matematika siswa yang ditinjau dari tingkat
kecemasan dan gender di SMP Negeri 2 Kendari. Hasil uji mmenunjukkan
adanya perbedaan rata-rata kemampuan penalaran adaptif matematika antara
siswa laki-laki dan siswa perempuan. Ditinjau dari tingkat kecemasannya
dengan menggunakan statistik regresi linear sederhana, kecemasan
matematika memberikan pengaruh positif dimana semakin tinggi skor
kecemasan maka semakin rendah tingkat kecemasan matematikanya, sehingga
semakin tinggi tingkat kemampuan bernalarnya dalam menyelesaikan masalah.
Hasil statistik regresi linear berganda menunjukkan adanya pengaruh kecemasan
matematika dan gender secara simultan terhadap kemampuan penalaran adaptif
matematika siswa.

10
Penelitian mengungkapkan bahwa gender mempunyai pengaruh dalam cara
berpikir atau bernalar seseorang untuk memecahkan suatu masalah walaupun
perbedaan yang di timbulkan antara laki- laki dan perempuan tidak terlalu jauh
berbeda. Sementara cara berpikir dan bernalar dengan keadaan tingkat
kecemasan yang berbeda cukup mempengaruhi seseorang untuk memecahkan
suatu masalah, dimana semakin tinggi tingkat kecemasan seseorang maka
semakin sulit pula ia menemukan pola pikir dalam memecahkan suatu masalah.
2. Solusi
Hasil penelitian Killpatrick, dkk (2001: 26) terdapat lima kompetensi
matematika yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika di
sekolah, yaitu: conceptual understanding (pemahaman konsep),
proceduralfluency (kemahiran prosedural), strategic competence (kompetensi
strategis), adaptive reasoning (penalaran adaptif), dan productive disposition
(sikap produktif) (Killpatrick, dkk., 2001:130). Penalaran merupakan salah satu
kecakapan matematika yang tidak dapat dipisahkan dari kecakapan matematika
lainnya, terutama pemecahan masalah.
Kepada para pendidik pada umumnya untuk senantiasa memperhatikan dan
menjaga emosional psikologi siswa khususnya tingkat kecemasannya agartetap
stabil terhadap mata pelajaran atau materi yang disampaikan agar tidak
mempengaruhi buruknya produktivitas berpikir logis dalam memecahkan
masalah, seperti sikap pendidik yang ramah dan menyenangkan serta sifat
materi yang sesuai kemampuan dan tidak membebankan siswa.
Kepada para guru bidang studi matematika harus senantiasa memberikan
contoh dan permasalahan- permasalahan matematika yang konteks ataupun
nonrutin yang tidak hanya sekedar menghitung dan mengoperasikan angka-
angka tetapi juga perlu adanya permasalahan seperti membuktikan, memberi
alasan dan memberikan kesimpulan dari suatu pernyataan. Karena esensi ilmu
matematika sendiri itu adalah ilmu yang mempelajari pola, sementara

11
berhitung serta mengoperasikan angka hanyalah bagian dari cara matematika
mengajarkan pola.
E. Pengembangan Soal Matematika Model Pisa Pada Konten Quantity Untuk
Mengukur Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah
Pertama
1. Permasalahan
Masalah yang dihadapi oleh guru adalah kurang tersedianya soal- soal yang
didesain khusus yang sesuai dengan potensi siswa dan karakter siswa sehingga
diasumsikan bahwa potensi siswa menggunakan penalaran (reasoning) dalam
setiap menjawab soal belum berkembang secara maksimal. Guru perlu diberikan
sosialisasi tentang apa dan bagaimana karakteristik dan framework tentang soal-
soal PISA dengan cara mengembangkan dan mengadaptasikan soal-soal model
PISA untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Solusi
Soal-soal PISA pada konten ini menyeluruh berfokus pada kebutuhan untuk
kuantifikasi. Aspek penting meliputi pemahaman ukuran relatif, pengakuan pola
numerik, dan kemampuan untuk menggunakan angka untuk mewakili atribut
kuantitatif objek dunia nyata. Beberapa penggunaan angka yang paling penting
dan sering dalam kehidupan sehari-hari terlihat ketika besaran yang diukur:
panjang, luas, volume, ketinggian, kecepatan, massa, tekanan udara, nilai uang
semua diukur menggunakan ukuran. Memahami arti operasi mencakup
kemampuan untuk melakukan operasi yang melibatkan perbandingan, rasio dan
persentase. Quantity juga termasuk memiliki peranan untuk jumlah dan
estimasi. Untuk dapat menguji hasil numerik, orang perlu pengetahuan Apakah
kecepatan rata-rata 0,50 atau 500 km / jam? Apakah populasi penduduk dunia 6
juta, 600 juta, 6 miliar, atau 60 miliar? Berapa tinggi sebuah menara? Berapa
lebar sungai? Kemampuan untuk membuat penghitungan cepat, terutama bila
dilihat dari meningkatnya penggunaan alat penghitung elektronik. Seseorang
harus mampu menghitung jika 33 x 613 hasilnya sekitar 20.000. Untuk

12
mencapai kemampuan ini, seseorang tidak memerlukan pelatihan ekstensif
dalam hal perlakuan mental terhadap algoritma tradisional yang tertulis,
melainkan penerapan yang sesuai dalam memahami nilai tempat (ruang) dan
aritmatika. Menurut Shiel, et. al (2007) format soal model PISA dibedakan
dalam lima bentuk soal yang berbeda, yaitu:
a. Traditional Multiple-Choice item, yaitu bentuk soal pilihan ganda
dimana siswa memilih alternatif jawaban sederhana.
b. Complex Multiple-Choice item, yaitu bentuk soal dimana siswa memilih
alternatif jawaban yang agak kompleks.
c. Closed constructed respon item, yaitu bentuk soal yang menuntut siswa
untuk menjawab dalam bentuk angka atau bentuk lain yang sifatnya
tertutup.
d. Short-respons item, yaitu soal yang membutuhkan jawaban singkat.
e. Open-constructed respons items, yaitu soal yang harus dijawab dengan
uraian terbuka.
F. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Permasalahan
Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah, 2009: 12). Menurut Arends
(2008: 43) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dirancang
terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir,
keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.

13
Adapun karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) adalah (1) ketergantungan pada masalah, masalahnya tidak mengetes
kemampuan, dan masalah tersebut membantu pengembangan kemampuan itu
sendiri, (2) masalahnya benar-benar ill-structured, tidak setuju pada sebuah
solusi, dan ketika informasi baru muncul dalam proses, presepsi akan masalah
dan solusi pun dapat berubah, (3) siswa menyelesaikan masalah, guru bertindak
sebagai pelatih dan fasilitator, (4) siswa hanya diberikan petunjuk bagaimana
mendekati masalah dan tidak ada suatu formula bagi siswa untuk mendekati
masalah, dan (5) keaslian dan penampilan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini secara umum adalah: “Apakah pembelajaran berbasis masalah
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?”.
2. Solusi
Pembelajaran berbasis masalah memiliki sepuluh karakteristik utama yang
harus dipenuhi sebagaimana yang dikemukakan oleh Amir (2009), yaitu sebagai
berikut:
1. permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2. permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur;
3. permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multi perspective);
4. permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sikap dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar;
5. belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6. pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam penggunaannya dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
7. belajar adalah kolaboratif, komunikasi, kooperatif;

14
8. pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan;
9. keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar;
10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman dan proses belajar.
Menurut Forgarty (Rusman, 2012) langkah-langkah yang akan dilalui oleh
siswa dalam sebuah proses PBL/PBM adalah sebagai berikut:
1. menemukan masalah;
2. mendefinisikan masalah;
3. mengumpulkan fakta;
4. menyusun hipotesis;
5. melakukan penyelidikan;
6. menyempurnakan masalah yang telah didefinisikan;
7. menyimpulkan alternatif pemecahan secara kolaboratif; dan
8. melakukan pengujian hasil solusi pemecahan masalah
Berdasarkan masalah yang dipelajari, siswa berusaha untuk membuat
rancangan, proses, penelitian yang mengarah ke penyelesaian masalah, sehingga
membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman nyata, kemudian
siswa mengidentifikasi permasalahan dengan cara mencari apa saja hal-hal yang
diketahui, yang ditanyakan, dan mencari cara yang cocok untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Dalam menginvestigasikan dan menyelesaikan masalah,
dalam prosesnya siswa menggunakan banyak keterampilan sehingga termotivasi
untuk memecahkan masalah nyata dan guru mengapresiasi aktivitas siswa
sehingga siswa senang bekerja sama.
G. Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar
1. Permasalahan
Agar peserta didik mampu mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta
mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap,

15
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah maka diperlukan gaya belajar apa yang mendukungnya.
2. Solusi
Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar
Isi menyatakan bahwa salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika
disekolah yaitu “agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika”.
matematika merupakan ilmu yang diperoleh dengan bernalar, tetapi juga karena
salah satu tujuan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. Gaya belajar merupakan sebuah cara pembelajaran unik
yang dimiliki setiap individu dalam proses pembelajaran yaitu menyeleksi,
menerima, menyerap, menyimpan, mengolah, dan memproses informasi. Dilihat
dari profil gaya belajar seseorang, tidak semua orang mempunyai gaya belajar
yang sama, sekalipun mereka bersekolah di sekolah sama atau bahkan duduk
dikelas yang sama.
Gaya belajar seseorang terkadang suka berubah-ubah, banyak faktor yang
dapat mempengaruhi salah satunya adalah lingkungan dan mood (suasana hati).
Oleh karena itu untuk lebih meyakinkan gaya belajar dari subjek maka subjek
diberikan angket gaya belajar kembali sebanyak tiga kali dengan waktu
beriringan dengan tes penalaran matematis.
Pada jurnal ini yang akan diteliti yaitu tiga gaya belajar saja yaitu visual,
auditorial dan kinestetik. Kemampuan penalaran matematis memiliki empat
indikator antara lain: manipulasi matematis, menarik kesimpulan, memberikan
alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi dan memeriksa kesahihan
suatu argumen. Untuk dapat melihat sejauh mana kemampuan penalaran
matematis siswa dengan gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik akan

16
dibahas berdasarkan hasil tes yang telah disesuaikan dengan indicator,
memberikan alasan atau bukti diperlukan ide atau trik untuk menjawab soalnya,
siswa visual adalah perencana yang baik dan teratur (De Potter & Hernacki
2013). jawaban siswa visual idenya memang sudah tepat dalam menjawab soal,
hanya saja ketelitiannya kurang menyebabkan proses perhitungannya pun salah.
Sehingga pada memberikan alasan atau bukti siswa visual termasuk cukup baik.
Sejalan dalam memberikan kesahihan jawaban atau argumen. Argumen siswa
visual yang diberikan hampir benar hanya saja lagi-lagi kurang teliti dalam
mengerjakan soalnya, yang menyebabkan argumennya pun kurang tepat. Pada
tahap menarik kesimpulan siswa visual menarik kesimpulannya secara point per
point. Pada proses perhitungannya siswa visual sudah benar, namun adanya sifat
kurang percaya diri yang dimiliki oleh siswa visual. Memang benar kesimpulan
dari point per point nya, namun yang diharapkan adalah kesimpulan secara
keseluruhan, sehingga untuk siswa visual pada menarik kesimpulan cukup baik.
sebelum menarik kesimpulan siswa dituntut terlebih dahulu untuk
menghitungnya setelah itu baru siswa dapat menyimpulkan dari hasil
perhitungan. Dikarenakan proses perhitungannya tidak sampai selesai atau salah
maka penarikan kesimpulannyapun salah. auditorial mendeskripsikan indikator
memberikan argumen atau kesahihan jawaban siswa auditorial dan memberikan
alasan atau bukti, bahwa siswa memberikan jawaban sangat jelas dalam
memberikan argumennya. Hal ini sejalan dengan De Potter & Hernacki (2013)
siswa auditorial yaitu dalam menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar. Pada
aspek memberikan kesimpulan auditorial termasuk baik dalam memberikan
alasan atau bukti, dimana siswa auditorial terlihat menginginkan cara yang lebih
praktis yaitu menjawab dengan rumus cepat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa profil kemampuan penalaran matematis siswa visual dan
kinestetik memiliki kemampuan memanipulasi, menarik kesimpulan,
memberikan alasan atau bukti adalah cukup. Kemampuan penalaran matematis

17
siswa visual dalam memberikan argumennya kurang. Sedangkan, kemampuan
penalaran matematis siswa dalam kinestetik dalam menarik kesimpulannya
kurang, serta kemampuan memberikan kesahihan jawaban atau argumen, ia
memberikan jawaban dengan unik dan jelas. Profil kemampuan penalaran
matematis siswa auditorial memiliki kemampuan memanipulasi, memberikan
alasan atau bukti, dan memberikan argumen atau kesahihan jawaban adalah
baik. Sedangkan, menarik kesimpulannya cukup.
H. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (Lks) Berbasis Problem Based Learning
Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika
1. Permasalahan
Problem Based Learning merupakan model belajar dengan menyajikan suatu
permasalahan yang menuntut siswa menginvestigasi masalah dan
menyelesaikannya serta keterampilan berpartisipasi dalam tim.
2. Solusi
Salah satu model pembelajaranyang dalam penerpannya menggunakan
permasahan didunia nyata adalah model Problem Based Learning. Yamin
(2012) mengemukakan bahwa Problem Based Learning merupakan salah satu
model pembelajaran inovatif yang memberikan kondisi belajar aktif kepada
peserta didik dalam kondisi dunia nyata. Selain itu Riyanto (2012) berpendapat
bahwa Problem Based Learning atau pembelajaran beradasarkan masalah adalah
suatu model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk
mengembangan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Sugiyono (2010) Problem Based Learning ditandai oleh siswa yang
bekerja berpasangan atau dalam kelompok-kelompok kecil untuk
mengivestigasi masalah dunia nyata. Pembentukan suatu kelompokkelompok
dalam proses belajar diharapkan dapat membantu siswa untuk memecahan
masalah yang dihadapinya, serta dapat dengan mudah untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang dipelajarinya. Maka dapat disimplkan Problem

18
Based Learning merupakan model belajar dengan menyajikan suatu
permasalahan yang menuntut siswa menginvestigasi masalah dan
menyelesaikannya serta keterampilanberpartisipasi dalam tim.
I. Analisis Kemampuan Penalaran Analogi Matematis Ditinjau Dari Motivasi
Belajar Siswa Pada Materi Kubus Dan Balok Kelas Ix
1. Permasalahan
Di satu sisi kemampuan penalaran analogi penting bagi siswa, tetapi
kebanyakan siswa masih sulit dengan menggunakan penalaran analoginya,
mereka lebih mengutamakan dalam menghapal konsep dan sebagai penerima
informasi. Hal inilah yang mengakibatkan tidak berkembangnya daya berpikir
kreatif dan penalaran siswa serta keterbatasan ruang gerak dalam memperoleh
pengalaman belajarnya. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh
Daniarti (2015) bahwa menurut survei hanya 5% siswa di Indonesia yang
mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran.
Ironisnya, 78% siswa di Indonesia mampu mengerjakan soal yang memerlukan
hafalan.
Rendahnya kemampuan penalaran analogi matematis selain disebabkan
karena dalam proses pembelajaran siswa jarang menggunakan daya nalarnya,
juga dikarenakan motivasi belajar siswa yang rendah dalam pembelajaran.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ulvah dan Afriansyah (2016:142)
faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan menyelesaikanm soal
dikarenakan adanya kondisi kelas yang pasif, dimana siswa kurang dilibatkan
dalam pembelajaran, yang mana guru kurang memperhatikan pada aktivitas
belajar siswa yang mengarah pada proses berpikir siswa. Pada saat siswa
mengalami kesulitan menyelesaikan soal, semestinya guru mengetahui
penyebab dari kesulitan tersebut sehingga guru dapat mencari solusi untuk
mengatasinya. Kesulitan tersebut bisa saja disebabkan oleh kurangnya
kemampuan penalaran analogi matematis dan rendahnya motivasi belajar siswa
dalam pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu cara mengetahui penyebab

19
kesulitan tersebut, perlu alat ukur untuk mengukur kemampuan penalaran
analogi matematis siswa dan kaitannya dengan motivasi belajar siswa.
Gambaran permasalahan di atas menunjukkan bahwa begitu pentingnya
penalaran analogi matematis siswa dalam pembelajaran matematika. Seperti
yang di ketahui kemampuan penalaran analogi matematis siswa masih tergolong
rendah. Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa kemampuan penalaran
analogi perlu mendapat perhatian yang lebih. Selain itu, motivasi belajar juga
perlu diperhatikan karena motivasi belajar merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan penalaran analogi dalam
menyelesaikan soal. Motivasi yang kuat akan menimbulkan perasaan tertarik
untuk belajar, usaha yang gigih, serius dan tidak mudah putus asa dalam
menyelesaikan soal analogi. Berdasarkan dari permasalahan yang di temukan
ingin melakukan analisis terhadap kemampuan penalaran analogi siswa kelas IX
pada materi kubus dan balok. Dari latar belakang di atas, maka penulis ingin
meneliti mengenai “Analisis Kemampuan Penalaran Analogi Matematis
Ditinjau dari Motivasi Belajar Pada Materi Kubus dan Balok Kelas IX”.
2. Solusi
Berdasarkan pembahasan diatas dapat terlihat bahwa siswa dengan kategori
motivasi belajar tinggi memiliki kemampuan penalaran analogi matematis yang
sedang dengan rata-rata sebesar 62,88, siswa dengan kategori motivasi belajar
sedang memiliki kemampuan penalaran analogi matematis yang sedang dengan
rata-rata sebesar 46,48, siswa dengan kategori motivasi belajar rendah memiliki
kemampuan penalaran analogi matematis yang rendah dengan rata-rata sebesar
26,56. Hal ini berarti siswa dengan kategori motivasi belajar tinggi mempunyai
kemampuan penalaran analogi sedang, siswa dengan kategori motivasi belajar
sedang mempunyai kemampuan penalaran analogi sedang, sedangkan siswa
dengan kategori motivasi belajar rendah mempunyai kemampuan penalaran
analogi rendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa

20
yang mempunyai motivasi belajar tinggi belum tentu memiliki kemampuan
penalaran analogi tinggi pula ataupun sebaliknya.
J. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran
Berbasis Masalah
1. Permasalahan
Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan
penalaran matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pembelajaran (Nurhasanah, 2009: 12). Menurut Arends (2008: 43) pembelajaran
berbasis masalah (problem based learning) dirancang terutama untuk membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan
masalah, dan keterampilan intelektualnya.
Adapun karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) adalah (1) ketergantungan pada masalah, masalahnya tidak mengetes
kemampuan, dan masalah tersebut membantu pengembangan kemampuan itu
sendiri, (2) masalahnya benar-benar illstructured, tidak setuju pada sebuah
solusi, dan ketika informasi baru muncul dalam proses, presepsi akan masalah
dan solusi pun dapat berubah, (3) siswa menyelesaikan masalah, guru bertindak
sebagai pelatih dan fasilitator, (4) siswa hanya diberikan petunjuk bagaimana
mendekati masalah dan tidak ada suatu formula bagi siswa untuk mendekati
masalah, dan (5) keaslian dan penampilan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menduga bahwa pembelajaran berbasis
masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa. Oleh
karena itu, judul penelitian yang digunakan adalah “Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”.
2. Solusi

21
Pembelajaran berbasis masalah dalam bahasa Inggris diistilahkan problem
based learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an
sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam diagnosa dengan membuat
pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Duch (2001) mendefinisikan
bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran
yang mempunyai ciri menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa
untuk belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh
pengetahuan mengenai esensi materi pembelajaran.
Menurut Suradijono, PBL adalah metode belajar yang menggunakan
masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru (Krismiati, 2008). Atau menurut Boud & Felleti (dalam
Krismiati, 2008) menyatakan bahwa Problem based learning is a way of
constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on
student activity.
Dari langkah-langkah dalam tabel terilhat bahwa, guru mengawali
pembelajaran dengan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran, mendeskripsikan, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam
aktivitas dalam kegiatan mengatasi masalah. Berdasarkan masalah yang
dipelajari, siswa berusaha untuk membuat rancangan, proses, penelitian yang
mengarah ke penyelesaian masalah, sehingga membangun pengetahuan mereka
sendiri melalui pengalaman nyata, kemudian siswa mengidentifikasi
permasalahan dengan cara mencari apa saja hal-hal yang diketahui, yang
ditanyakan, dan mencari cara yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Dalam menginvestigasikan dan menyelesaikan masalah, dalam
prosesnya siswa menggunakan banyak keterampilan sehingga termotivasi untuk
memecahkan masalah nyata dan guru mengapresiasi aktivitas siswa sehingga
siswa senang bekerja sama.
Adapun manfaat yang diperoleh melalui PBL menurut Gick dan Holyoak
(dalam Krismiati: 2008) antara lain:

22
1. Motivasi (motivation)
2. Hubungan dan Isi (Relevance And Context)
3. Berfikir Tingkat tinggi (Higher-Order Thinking)
4. Pembelajaran bagaimana belajar (Learning How To Learn) Keaslian
(Authenticity)

BAB II

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dapat kami simpulkan bahawa setiap permasalahn yang terdapat dalam
pembelajaran matematika pasti ada solusinya, karena setiap permasalah sealu
memiliki jalan keluar. Seperti dalam makalah ini kami sajikan bebrapa masalah
serta solusi dari masalah tersebut agar dapat dipelajari bersama.
B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini, kami mengharapkan kepada para pembaca
untuk bisa lebih memahami tentang permasalahan dan solusi dalam matematik.
Kami penulis juga menyarankan agar setelah membaca makalah ini, kita semua bisa
menyukai dan mencintai matematika serta dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.

23
DAFTAR PUSTKA

References
Anisah. (n.d.). PENGEMBANGAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA PADA
KONTEN QUANTITY UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN PENALARAN
MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. 15.

Hadi, W. (Vol. I, No. 1, April 2016). MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN


SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY DENGAN
PENDEKATAN SAINTIFIK . Jurnal Pendidikan Matematika, 16.

Hefy Ayu Wulandari, d. (Volume 6 Nomor 2 bulan September 2021). ANALISIS


KEMAMPUAN PENALARAN ANALOGI MATEMATIS DITINJAU DARI
MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KUBUS DAN BALOK KELAS
IX. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia, 9.

Rahmat Wijaya, d. (Vol. 9, No. 2, Juli 2018: 173-184 ). Pengaruh Kecemasan Matematika
dan Gender Terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Matematika Siswa SMP
Negeri 2 Kendari . Jurnal Pendidikan Matematika, 12.

24
Rahmi Fuadi, d. (Vol. 3, No. 1, April 2016). Peningkatkan Kemampuan Pemahaman dan
Penalaran Matematis melalui Pendekatan Kontekstual. Jurnal Didaktika
Matematika ISSN: 2355-4185, 8.

Ridwan, M. (Volume 2, No. 2, November 2017). PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN


MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR. Jurnal Pendidikan
Matematika, 13.

Sri Handayani, N. M. (Volume 1, Nomor 2, Juli-Desember 2018). PENGEMBANGAN


LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA .
Jurnal Pendidikan Matematika : Judika Education, 8.

Sumartini, T. S. (Volume 5, Nomor 1, April 2015). PENINGKATAN KEMAMPUAN


PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH. Jurnal Pendidikan Matematika, 10.

Sumartini, T. S. (Volume 5, Nomor 1, April 2015). PENINGKATAN KEMAMPUAN


PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH. SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH, 10.

Sumartini, T. S. (Volume 5, Nomor 2, Mei 2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan


Masalah Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal
Pendidikan Matematika, 11.

25

Anda mungkin juga menyukai