Anda di halaman 1dari 40

FIGUR DAN TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PERUMUSAN PANCASILA

1.                  Ir. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada
masa perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan
yang lain. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.      Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia              bersama


Bung Hatta.

c.      Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

 2.                  Drs. Moh. Hatta


Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,Sumatera
Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama
Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.     Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung
Karno.

3.                  Mr. Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – wafat 15


Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr.
Achmad Soebardjo merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo
adalah sebagai berikut.

a.       Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

 4.                  Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia melanggar perintah Sekutu yang melarang para
pemimpin Indonesia mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.

a.       Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat penyusunan konsep


teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
 5.                  Sukarni

Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54


tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia.  Sukarni adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

a.       Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

a.    Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

6.                  Sayuti Melik

      Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

a.       Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah  ia sempurnakan dari tulisan tangan
Bung Karno.  

            Selain tokoh – tokoh di atas, juga terdapat para tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1.                  B.M..Diah           
Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

2.         Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti

Mereka berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-
1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
                             

3.         Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

4.         Syahrudin

Adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil
jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

5.         Soewirjo

Beliau adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

Diposting oleh

7    K.H. Agus Salim


 

Lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Pendidikan ELS dan HBS. Setelah mendalami Islam di
Jeddah, tahun 1911 ia kembali ke tanah air. Setahun kemudian di kota Gadang ia mendirikan HIS
(Holland Islandse School), yang diasuhnya sampai tahun 1915. Di Jakarta ia bekerja terakhir di
Bataviasche Neewsblad dan sejak itu rajin menulis artikel.

Karier politiknya dimulai dalam Serikat Islam. Ketika masuk, ia langsung duduk sebagai anggauta
pengurus. Namanya cepat terkenal karena pemikiran-pemikirann yang didukung oleh
pengetahuan yang luas mengenai berbagai hal.

Tahun 1919 mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh bersama Semaun. Organisasi ini
menuntut kepada Pemerintah Belanda supaya Indonesia segera didirikan DPR yang
sesungguhnya. Ia juga mengorganiser pemogokan buruh di berbagai tempat seperti Semarang,
Surabaya dan Cirebon.

Dalam konggres Islam di Garut tahun 1924 (diadakan berkat kerjasama antara Sarekat Islam dan
Muhammadiyah) ia menguraikan fungsi agama dan ilmu pengetahuan serta hubungan antara
Islam dan Sosialisme. Ia melontarkan gagasan dibentuknya Pan Islamisme.

Tahun 1912-1924, Agus Salim duduk dalam Volksraad. Ia banyak mengecam tindakan-tindakan
pemerintah yang banyak menyengsarakan rakyat. Ia juga menuntut agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi dalam Volksraad.

Pemandangannya mengenai nasionalisme dibentangkannya dalam konggres luar biasa Al Islam


di Surabaya. Tahun 1925 ia menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta dan memimpin harian
Hindia Baru yang terbit di Jakarta. Dalam konggres ia berpidato dalam bahasa Perancis sehingga
membuat orang kagum atas kemahirannya menggunakan bahasa tersebut, sekaligus menaikkan
nama Indonesia di luar negeri.

Kedudukan wanita dalam masyarakat menjadi perhatiannya. Ia menyerukan agar dalam


lingkungan umat Islam dilakukan emansipasi. Dianjurkan dalam rapat-rapat yang dihadiri laki-
laki dan perempuan tidak perlu diadakan tabir yang memisahkan keduanya.

Tahun 1930 an, pergerakan nasional mengalami masa suram. Pemerintah Belanda menjalankan
politik tangan besi. Dalam situasi demikian beberapa partai menempuhh taktik kooperasi agar
masih bisa bergerak. Agus Salim memilih taktik ini.

Menjelang masa zaman Jepang ia diangkat menjadi anggauta BPUPKI, kemudian berganti nama
menjadi PPKI. Ia duduk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta. Ia juga duduk
dalam Panitia Perancang UUD dan sekaligus anggauta penghalus bahasa bersama Prof.Supomo
dan Prof.Hussein Djayadinigrat.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, K.H. Agus Salim aktif mengambil bagian dalam
bidang diplomasi. Ia duduk dalam kabinet sebagai Wakil Mentri Luar Negri, kemudian Mentri
Luar Negri hingga Agresi Meliter II.

Maret 1947 ia diutus ke New Delhi Conference kemudian mengunjungi negara-negara Arab
dengan tugas mengusahakan pengertian sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab tentang
Kemerdekaan Indonesia. Misi itu berhasil hingga negara-negara Arab menyokong RI di dalam
persidangan PBB.

Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, ia bersama-sama Presiden dan Wapres serta mentri-
mentri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra. Bersama Sutan Sjahrir, awalnya diasingkan di
Brastagi kemudian dipindah ke Prapat dan akhirnya ke Bangka. Setelah pengakuan kedaulatan RI
ia tidak aktif lagi dalam pemerintahan. Tahun 1953, ia memberi kuliah agama Islam di Cornell
dan Princeton University di AS.

K.H. Agus Salim lebih meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap muslim yang sadar
akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya. Sebagai hasil
penyelidikannya atau ijtihad yang dipeloporinya, pandangannya terhadap berbagai masalah
agama bercorak tersendiri. Ia selalu berfikir tentang apa yang dilihatnya serta apa yang
dialaminya.

Ia diangkat menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri di Yogyakarta. Tugas itu
belum sempat dijalankannya, tanggal 4 Nopember 1954 K.H. Agus Salim meninggal dunia.
Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
 
Meski tidak sempat menjalankan tugas sebagai Guru Besar di PTIN, namun pengabdian K.H.Agus
Salim sungguh lengkap untuk negri ini. Bagaimana tidak? Ia berjuang di Serikat Islam, Jepang, RI
didirikan, Agresi Militer Belanda, emansipasi wanita hingga memberi kuliah saat Indonesia
sudah merdeka. Tidak aneh lagi kalau namanya kini menjadi banyak dijadikan nama jalan besar
di kota-kota besar di tanah air !!

                                                            

8   K.H. Abdul Wachid Hasyim


  

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan
perumus Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 1
Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada usia 38 tahun. Ayahanda
Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir
dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren
Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan
Islam Indonesia. Ia dikenal juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN).

Pada tahun 1939, ia ikut berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Pada
24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah
organisasi menggantikan MIAI.
Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Tahun
1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah
kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953

      9 Mr. Muhammad Yamin


FIGUR DAN TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM
PERUMUSAN PANCASILA

1.                  Ir. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada
masa perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan
yang lain. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.      Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia              bersama


Bung Hatta.

c.      Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
 2.                  Drs. Moh. Hatta

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,Sumatera


Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama
Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.     Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung
Karno.

3.                  Mr. Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – wafat 15


Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr.
Achmad Soebardjo merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo
adalah sebagai berikut.

a.       Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

 4.                  Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia melanggar perintah Sekutu yang melarang para
pemimpin Indonesia mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.

a.       Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat penyusunan konsep


teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

 5.                  Sukarni

Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54


tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia.  Sukarni adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

a.       Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

a.    Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

6.                  Sayuti Melik
      Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

a.       Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah  ia sempurnakan dari tulisan tangan
Bung Karno.  

            Selain tokoh – tokoh di atas, juga terdapat para tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1.                  B.M..Diah           

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

2.         Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti

Mereka berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-
1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
                             

3.         Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

4.         Syahrudin

Adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil
jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

5.         Soewirjo

Beliau adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

Diposting oleh
7    K.H. Agus Salim

Lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Pendidikan ELS dan HBS. Setelah mendalami Islam di
Jeddah, tahun 1911 ia kembali ke tanah air. Setahun kemudian di kota Gadang ia mendirikan HIS
(Holland Islandse School), yang diasuhnya sampai tahun 1915. Di Jakarta ia bekerja terakhir di
Bataviasche Neewsblad dan sejak itu rajin menulis artikel.

Karier politiknya dimulai dalam Serikat Islam. Ketika masuk, ia langsung duduk sebagai anggauta
pengurus. Namanya cepat terkenal karena pemikiran-pemikirann yang didukung oleh
pengetahuan yang luas mengenai berbagai hal.

Tahun 1919 mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh bersama Semaun. Organisasi ini
menuntut kepada Pemerintah Belanda supaya Indonesia segera didirikan DPR yang
sesungguhnya. Ia juga mengorganiser pemogokan buruh di berbagai tempat seperti Semarang,
Surabaya dan Cirebon.

Dalam konggres Islam di Garut tahun 1924 (diadakan berkat kerjasama antara Sarekat Islam dan
Muhammadiyah) ia menguraikan fungsi agama dan ilmu pengetahuan serta hubungan antara
Islam dan Sosialisme. Ia melontarkan gagasan dibentuknya Pan Islamisme.

Tahun 1912-1924, Agus Salim duduk dalam Volksraad. Ia banyak mengecam tindakan-tindakan
pemerintah yang banyak menyengsarakan rakyat. Ia juga menuntut agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi dalam Volksraad.
Pemandangannya mengenai nasionalisme dibentangkannya dalam konggres luar biasa Al Islam
di Surabaya. Tahun 1925 ia menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta dan memimpin harian
Hindia Baru yang terbit di Jakarta. Dalam konggres ia berpidato dalam bahasa Perancis sehingga
membuat orang kagum atas kemahirannya menggunakan bahasa tersebut, sekaligus menaikkan
nama Indonesia di luar negeri.

Kedudukan wanita dalam masyarakat menjadi perhatiannya. Ia menyerukan agar dalam


lingkungan umat Islam dilakukan emansipasi. Dianjurkan dalam rapat-rapat yang dihadiri laki-
laki dan perempuan tidak perlu diadakan tabir yang memisahkan keduanya.

Tahun 1930 an, pergerakan nasional mengalami masa suram. Pemerintah Belanda menjalankan
politik tangan besi. Dalam situasi demikian beberapa partai menempuhh taktik kooperasi agar
masih bisa bergerak. Agus Salim memilih taktik ini.

Menjelang masa zaman Jepang ia diangkat menjadi anggauta BPUPKI, kemudian berganti nama
menjadi PPKI. Ia duduk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta. Ia juga duduk
dalam Panitia Perancang UUD dan sekaligus anggauta penghalus bahasa bersama Prof.Supomo
dan Prof.Hussein Djayadinigrat.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, K.H. Agus Salim aktif mengambil bagian dalam
bidang diplomasi. Ia duduk dalam kabinet sebagai Wakil Mentri Luar Negri, kemudian Mentri
Luar Negri hingga Agresi Meliter II.

Maret 1947 ia diutus ke New Delhi Conference kemudian mengunjungi negara-negara Arab
dengan tugas mengusahakan pengertian sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab tentang
Kemerdekaan Indonesia. Misi itu berhasil hingga negara-negara Arab menyokong RI di dalam
persidangan PBB.

Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, ia bersama-sama Presiden dan Wapres serta mentri-
mentri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra. Bersama Sutan Sjahrir, awalnya diasingkan di
Brastagi kemudian dipindah ke Prapat dan akhirnya ke Bangka. Setelah pengakuan kedaulatan RI
ia tidak aktif lagi dalam pemerintahan. Tahun 1953, ia memberi kuliah agama Islam di Cornell
dan Princeton University di AS.

K.H. Agus Salim lebih meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap muslim yang sadar
akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya. Sebagai hasil
penyelidikannya atau ijtihad yang dipeloporinya, pandangannya terhadap berbagai masalah
agama bercorak tersendiri. Ia selalu berfikir tentang apa yang dilihatnya serta apa yang
dialaminya.
Ia diangkat menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri di Yogyakarta. Tugas itu
belum sempat dijalankannya, tanggal 4 Nopember 1954 K.H. Agus Salim meninggal dunia.
Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
 
Meski tidak sempat menjalankan tugas sebagai Guru Besar di PTIN, namun pengabdian K.H.Agus
Salim sungguh lengkap untuk negri ini. Bagaimana tidak? Ia berjuang di Serikat Islam, Jepang, RI
didirikan, Agresi Militer Belanda, emansipasi wanita hingga memberi kuliah saat Indonesia
sudah merdeka. Tidak aneh lagi kalau namanya kini menjadi banyak dijadikan nama jalan besar
di kota-kota besar di tanah air !!

                                                            

8   K.H. Abdul Wachid Hasyim

  

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan
perumus Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 1
Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada usia 38 tahun. Ayahanda
Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir
dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren
Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan
Islam Indonesia. Ia dikenal juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN).

Pada tahun 1939, ia ikut berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Pada
24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah
organisasi menggantikan MIAI.
Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Tahun
1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah
kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953

 
      9 Mr. Muhammad Yamin

 
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia
menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu
Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman
penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati
pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang
intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima
konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di
Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di
Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan
sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya
merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia
mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga
tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang
dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat
bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H.
Kraemer dan Ds. Backer.

FIGUR DAN TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PERUMUSAN PANCASILA


1.                  Ir. Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada
masa perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan
yang lain. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.      Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia              bersama


Bung Hatta.

c.      Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

 2.                  Drs. Moh. Hatta


Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,Sumatera
Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama
Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.     Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung
Karno.

3.                  Mr. Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – wafat 15


Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr.
Achmad Soebardjo merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo
adalah sebagai berikut.

a.       Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

 4.                  Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia melanggar perintah Sekutu yang melarang para
pemimpin Indonesia mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.

a.       Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat penyusunan konsep


teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
 5.                  Sukarni

Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54


tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia.  Sukarni adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

a.       Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

a.    Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

6.                  Sayuti Melik

      Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

a.       Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah  ia sempurnakan dari tulisan tangan
Bung Karno.  

            Selain tokoh – tokoh di atas, juga terdapat para tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1.                  B.M..Diah           
Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

2.         Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti

Mereka berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-
1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
                             

3.         Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

4.         Syahrudin

Adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil
jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

5.         Soewirjo

Beliau adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

Diposting oleh

7    K.H. Agus Salim


 

Lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Pendidikan ELS dan HBS. Setelah mendalami Islam di
Jeddah, tahun 1911 ia kembali ke tanah air. Setahun kemudian di kota Gadang ia mendirikan HIS
(Holland Islandse School), yang diasuhnya sampai tahun 1915. Di Jakarta ia bekerja terakhir di
Bataviasche Neewsblad dan sejak itu rajin menulis artikel.

Karier politiknya dimulai dalam Serikat Islam. Ketika masuk, ia langsung duduk sebagai anggauta
pengurus. Namanya cepat terkenal karena pemikiran-pemikirann yang didukung oleh
pengetahuan yang luas mengenai berbagai hal.

Tahun 1919 mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh bersama Semaun. Organisasi ini
menuntut kepada Pemerintah Belanda supaya Indonesia segera didirikan DPR yang
sesungguhnya. Ia juga mengorganiser pemogokan buruh di berbagai tempat seperti Semarang,
Surabaya dan Cirebon.

Dalam konggres Islam di Garut tahun 1924 (diadakan berkat kerjasama antara Sarekat Islam dan
Muhammadiyah) ia menguraikan fungsi agama dan ilmu pengetahuan serta hubungan antara
Islam dan Sosialisme. Ia melontarkan gagasan dibentuknya Pan Islamisme.

Tahun 1912-1924, Agus Salim duduk dalam Volksraad. Ia banyak mengecam tindakan-tindakan
pemerintah yang banyak menyengsarakan rakyat. Ia juga menuntut agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi dalam Volksraad.

Pemandangannya mengenai nasionalisme dibentangkannya dalam konggres luar biasa Al Islam


di Surabaya. Tahun 1925 ia menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta dan memimpin harian
Hindia Baru yang terbit di Jakarta. Dalam konggres ia berpidato dalam bahasa Perancis sehingga
membuat orang kagum atas kemahirannya menggunakan bahasa tersebut, sekaligus menaikkan
nama Indonesia di luar negeri.

Kedudukan wanita dalam masyarakat menjadi perhatiannya. Ia menyerukan agar dalam


lingkungan umat Islam dilakukan emansipasi. Dianjurkan dalam rapat-rapat yang dihadiri laki-
laki dan perempuan tidak perlu diadakan tabir yang memisahkan keduanya.

Tahun 1930 an, pergerakan nasional mengalami masa suram. Pemerintah Belanda menjalankan
politik tangan besi. Dalam situasi demikian beberapa partai menempuhh taktik kooperasi agar
masih bisa bergerak. Agus Salim memilih taktik ini.

Menjelang masa zaman Jepang ia diangkat menjadi anggauta BPUPKI, kemudian berganti nama
menjadi PPKI. Ia duduk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta. Ia juga duduk
dalam Panitia Perancang UUD dan sekaligus anggauta penghalus bahasa bersama Prof.Supomo
dan Prof.Hussein Djayadinigrat.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, K.H. Agus Salim aktif mengambil bagian dalam
bidang diplomasi. Ia duduk dalam kabinet sebagai Wakil Mentri Luar Negri, kemudian Mentri
Luar Negri hingga Agresi Meliter II.

Maret 1947 ia diutus ke New Delhi Conference kemudian mengunjungi negara-negara Arab
dengan tugas mengusahakan pengertian sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab tentang
Kemerdekaan Indonesia. Misi itu berhasil hingga negara-negara Arab menyokong RI di dalam
persidangan PBB.

Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, ia bersama-sama Presiden dan Wapres serta mentri-
mentri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra. Bersama Sutan Sjahrir, awalnya diasingkan di
Brastagi kemudian dipindah ke Prapat dan akhirnya ke Bangka. Setelah pengakuan kedaulatan RI
ia tidak aktif lagi dalam pemerintahan. Tahun 1953, ia memberi kuliah agama Islam di Cornell
dan Princeton University di AS.

K.H. Agus Salim lebih meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap muslim yang sadar
akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya. Sebagai hasil
penyelidikannya atau ijtihad yang dipeloporinya, pandangannya terhadap berbagai masalah
agama bercorak tersendiri. Ia selalu berfikir tentang apa yang dilihatnya serta apa yang
dialaminya.

Ia diangkat menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri di Yogyakarta. Tugas itu
belum sempat dijalankannya, tanggal 4 Nopember 1954 K.H. Agus Salim meninggal dunia.
Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
 
Meski tidak sempat menjalankan tugas sebagai Guru Besar di PTIN, namun pengabdian K.H.Agus
Salim sungguh lengkap untuk negri ini. Bagaimana tidak? Ia berjuang di Serikat Islam, Jepang, RI
didirikan, Agresi Militer Belanda, emansipasi wanita hingga memberi kuliah saat Indonesia
sudah merdeka. Tidak aneh lagi kalau namanya kini menjadi banyak dijadikan nama jalan besar
di kota-kota besar di tanah air !!

                                                            

8   K.H. Abdul Wachid Hasyim


  

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan
perumus Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 1
Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada usia 38 tahun. Ayahanda
Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir
dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren
Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan
Islam Indonesia. Ia dikenal juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN).

Pada tahun 1939, ia ikut berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Pada
24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah
organisasi menggantikan MIAI.
Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Tahun
1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah
kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953

      9 Mr. Muhammad Yamin


 
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia
menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu
Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman
penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati
pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang
intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima
konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di
Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di
Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan
sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya
merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia
mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga
tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang
dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat
bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H.
Kraemer dan Ds. Backer.

FIGUR DAN TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PERUMUSAN PANCASILA

1.                  Ir. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada
masa perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan
yang lain. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.      Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia              bersama


Bung Hatta.

c.      Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

 2.                  Drs. Moh. Hatta

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,Sumatera


Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama
Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.     Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung
Karno.

3.                  Mr. Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – wafat 15


Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr.
Achmad Soebardjo merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo
adalah sebagai berikut.

a.       Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

 4.                  Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia melanggar perintah Sekutu yang melarang para
pemimpin Indonesia mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.

a.       Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat penyusunan konsep


teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

 5.                  Sukarni
Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54
tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia.  Sukarni adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

a.       Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

a.    Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

6.                  Sayuti Melik

      Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

a.       Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah  ia sempurnakan dari tulisan tangan
Bung Karno.  

            Selain tokoh – tokoh di atas, juga terdapat para tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1.                  B.M..Diah           

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
2.         Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti

Mereka berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-
1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
                             

3.         Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

4.         Syahrudin

Adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil
jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

5.         Soewirjo

Beliau adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

Diposting oleh

7    K.H. Agus Salim

 
Lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Pendidikan ELS dan HBS. Setelah mendalami Islam di
Jeddah, tahun 1911 ia kembali ke tanah air. Setahun kemudian di kota Gadang ia mendirikan HIS
(Holland Islandse School), yang diasuhnya sampai tahun 1915. Di Jakarta ia bekerja terakhir di
Bataviasche Neewsblad dan sejak itu rajin menulis artikel.

Karier politiknya dimulai dalam Serikat Islam. Ketika masuk, ia langsung duduk sebagai anggauta
pengurus. Namanya cepat terkenal karena pemikiran-pemikirann yang didukung oleh
pengetahuan yang luas mengenai berbagai hal.

Tahun 1919 mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh bersama Semaun. Organisasi ini
menuntut kepada Pemerintah Belanda supaya Indonesia segera didirikan DPR yang
sesungguhnya. Ia juga mengorganiser pemogokan buruh di berbagai tempat seperti Semarang,
Surabaya dan Cirebon.

Dalam konggres Islam di Garut tahun 1924 (diadakan berkat kerjasama antara Sarekat Islam dan
Muhammadiyah) ia menguraikan fungsi agama dan ilmu pengetahuan serta hubungan antara
Islam dan Sosialisme. Ia melontarkan gagasan dibentuknya Pan Islamisme.

Tahun 1912-1924, Agus Salim duduk dalam Volksraad. Ia banyak mengecam tindakan-tindakan
pemerintah yang banyak menyengsarakan rakyat. Ia juga menuntut agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi dalam Volksraad.

Pemandangannya mengenai nasionalisme dibentangkannya dalam konggres luar biasa Al Islam


di Surabaya. Tahun 1925 ia menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta dan memimpin harian
Hindia Baru yang terbit di Jakarta. Dalam konggres ia berpidato dalam bahasa Perancis sehingga
membuat orang kagum atas kemahirannya menggunakan bahasa tersebut, sekaligus menaikkan
nama Indonesia di luar negeri.

Kedudukan wanita dalam masyarakat menjadi perhatiannya. Ia menyerukan agar dalam


lingkungan umat Islam dilakukan emansipasi. Dianjurkan dalam rapat-rapat yang dihadiri laki-
laki dan perempuan tidak perlu diadakan tabir yang memisahkan keduanya.

Tahun 1930 an, pergerakan nasional mengalami masa suram. Pemerintah Belanda menjalankan
politik tangan besi. Dalam situasi demikian beberapa partai menempuhh taktik kooperasi agar
masih bisa bergerak. Agus Salim memilih taktik ini.

Menjelang masa zaman Jepang ia diangkat menjadi anggauta BPUPKI, kemudian berganti nama
menjadi PPKI. Ia duduk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta. Ia juga duduk
dalam Panitia Perancang UUD dan sekaligus anggauta penghalus bahasa bersama Prof.Supomo
dan Prof.Hussein Djayadinigrat.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, K.H. Agus Salim aktif mengambil bagian dalam
bidang diplomasi. Ia duduk dalam kabinet sebagai Wakil Mentri Luar Negri, kemudian Mentri
Luar Negri hingga Agresi Meliter II.

Maret 1947 ia diutus ke New Delhi Conference kemudian mengunjungi negara-negara Arab
dengan tugas mengusahakan pengertian sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab tentang
Kemerdekaan Indonesia. Misi itu berhasil hingga negara-negara Arab menyokong RI di dalam
persidangan PBB.

Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, ia bersama-sama Presiden dan Wapres serta mentri-
mentri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra. Bersama Sutan Sjahrir, awalnya diasingkan di
Brastagi kemudian dipindah ke Prapat dan akhirnya ke Bangka. Setelah pengakuan kedaulatan RI
ia tidak aktif lagi dalam pemerintahan. Tahun 1953, ia memberi kuliah agama Islam di Cornell
dan Princeton University di AS.

K.H. Agus Salim lebih meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap muslim yang sadar
akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya. Sebagai hasil
penyelidikannya atau ijtihad yang dipeloporinya, pandangannya terhadap berbagai masalah
agama bercorak tersendiri. Ia selalu berfikir tentang apa yang dilihatnya serta apa yang
dialaminya.

Ia diangkat menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri di Yogyakarta. Tugas itu
belum sempat dijalankannya, tanggal 4 Nopember 1954 K.H. Agus Salim meninggal dunia.
Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
 
Meski tidak sempat menjalankan tugas sebagai Guru Besar di PTIN, namun pengabdian K.H.Agus
Salim sungguh lengkap untuk negri ini. Bagaimana tidak? Ia berjuang di Serikat Islam, Jepang, RI
didirikan, Agresi Militer Belanda, emansipasi wanita hingga memberi kuliah saat Indonesia
sudah merdeka. Tidak aneh lagi kalau namanya kini menjadi banyak dijadikan nama jalan besar
di kota-kota besar di tanah air !!

                                                            

8   K.H. Abdul Wachid Hasyim


  

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan
perumus Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 1
Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada usia 38 tahun. Ayahanda
Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir
dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren
Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan
Islam Indonesia. Ia dikenal juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN).

Pada tahun 1939, ia ikut berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Pada
24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah
organisasi menggantikan MIAI.
Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Tahun
1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah
kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953

      9 Mr. Muhammad Yamin


 
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia
menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu
Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman
penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati
pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang
intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima
konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di
Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di
Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan
sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya
merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia
mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga
tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang
dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat
bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H.
Kraemer dan Ds. Backer.

FIGUR DAN TOKOH-TOKOH YANG BERPERAN DALAM PERUMUSAN PANCASILA

1.                  Ir. Soekarno
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Bung Karno sebagai tokoh pada
masa perjuangan hingga masa kemerdekaan menjadi panutan bagi para pejuang kemerdekaan
yang lain. Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.

a.    Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.      Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia              bersama


Bung Hatta.

c.      Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di jalan


Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

 2.                  Drs. Moh. Hatta

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi,Sumatera


Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang,
negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Bung Hatta adalah teman
seperjuangan Bung Karno. Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama
Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b.     Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung
Karno.

3.                  Mr. Achmad Soebardjo

Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – wafat 15


Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Mr.
Achmad Soebardjo merupakan salah seorang tokoh dari golongan tua yang berperan dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo
adalah sebagai berikut.

a.       Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.

 4.                  Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang
di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Ia melanggar perintah Sekutu yang melarang para
pemimpin Indonesia mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peranannya dalam
mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah sebagai berikut.

a.       Laksamana Tadashi Maeda menyediakan rumahnya untuk tempat penyusunan konsep


teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

 5.                  Sukarni
Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – wafat di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54
tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia.  Sukarni adalah salah seorang tokoh pemuda dan pejuang yang gigih
melawan penjajah. Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.

a.       Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung Karno dan
Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. 

a.    Fatmawati menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada
upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.

6.                  Sayuti Melik

      Sayuti Melik adalah tokoh pemuda yang juga sangat berperan dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.

a.       Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah  ia sempurnakan dari tulisan tangan
Bung Karno.  

            Selain tokoh – tokoh di atas, juga terdapat para tokoh-tokoh yang ikut berperan dalam
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Para tokoh-tokoh tersebut adalah sebagai berikut.

1.                  B.M..Diah           

Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar berita
Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
2.         Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Tri Murti

Mereka berperan penting dalam pengibaran bendera merah putih pada acara proklamasi 17-08-
1945. Tri Murti sebagai petugas pengibar pemegang baki bendera merah putih.
                             

3.         Frans S. Mendur

Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar hasil
bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia bersama
kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

4.         Syahrudin

Adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang yang mengabarkan berita proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia secara sembunyi-sembunyi ketika personil
jepang istirahat pada tanggal 17 agustus 1945 jam 4 sore.

5.         Soewirjo

Beliau adalah walikota Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara proklamasi dan
pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

Diposting oleh

7    K.H. Agus Salim

 
Lahir di Bukittinggi, 8 Oktober 1884. Pendidikan ELS dan HBS. Setelah mendalami Islam di
Jeddah, tahun 1911 ia kembali ke tanah air. Setahun kemudian di kota Gadang ia mendirikan HIS
(Holland Islandse School), yang diasuhnya sampai tahun 1915. Di Jakarta ia bekerja terakhir di
Bataviasche Neewsblad dan sejak itu rajin menulis artikel.

Karier politiknya dimulai dalam Serikat Islam. Ketika masuk, ia langsung duduk sebagai anggauta
pengurus. Namanya cepat terkenal karena pemikiran-pemikirann yang didukung oleh
pengetahuan yang luas mengenai berbagai hal.

Tahun 1919 mendirikan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh bersama Semaun. Organisasi ini
menuntut kepada Pemerintah Belanda supaya Indonesia segera didirikan DPR yang
sesungguhnya. Ia juga mengorganiser pemogokan buruh di berbagai tempat seperti Semarang,
Surabaya dan Cirebon.

Dalam konggres Islam di Garut tahun 1924 (diadakan berkat kerjasama antara Sarekat Islam dan
Muhammadiyah) ia menguraikan fungsi agama dan ilmu pengetahuan serta hubungan antara
Islam dan Sosialisme. Ia melontarkan gagasan dibentuknya Pan Islamisme.

Tahun 1912-1924, Agus Salim duduk dalam Volksraad. Ia banyak mengecam tindakan-tindakan
pemerintah yang banyak menyengsarakan rakyat. Ia juga menuntut agar bahasa Melayu
digunakan sebagai bahasa resmi dalam Volksraad.

Pemandangannya mengenai nasionalisme dibentangkannya dalam konggres luar biasa Al Islam


di Surabaya. Tahun 1925 ia menerbitkan harian Fajar Asia di Yogyakarta dan memimpin harian
Hindia Baru yang terbit di Jakarta. Dalam konggres ia berpidato dalam bahasa Perancis sehingga
membuat orang kagum atas kemahirannya menggunakan bahasa tersebut, sekaligus menaikkan
nama Indonesia di luar negeri.

Kedudukan wanita dalam masyarakat menjadi perhatiannya. Ia menyerukan agar dalam


lingkungan umat Islam dilakukan emansipasi. Dianjurkan dalam rapat-rapat yang dihadiri laki-
laki dan perempuan tidak perlu diadakan tabir yang memisahkan keduanya.

Tahun 1930 an, pergerakan nasional mengalami masa suram. Pemerintah Belanda menjalankan
politik tangan besi. Dalam situasi demikian beberapa partai menempuhh taktik kooperasi agar
masih bisa bergerak. Agus Salim memilih taktik ini.

Menjelang masa zaman Jepang ia diangkat menjadi anggauta BPUPKI, kemudian berganti nama
menjadi PPKI. Ia duduk dalam Panitia Sembilan dan menghasilkan Piagam Jakarta. Ia juga duduk
dalam Panitia Perancang UUD dan sekaligus anggauta penghalus bahasa bersama Prof.Supomo
dan Prof.Hussein Djayadinigrat.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, K.H. Agus Salim aktif mengambil bagian dalam
bidang diplomasi. Ia duduk dalam kabinet sebagai Wakil Mentri Luar Negri, kemudian Mentri
Luar Negri hingga Agresi Meliter II.

Maret 1947 ia diutus ke New Delhi Conference kemudian mengunjungi negara-negara Arab
dengan tugas mengusahakan pengertian sedalam-dalamnya dari negara-negara Arab tentang
Kemerdekaan Indonesia. Misi itu berhasil hingga negara-negara Arab menyokong RI di dalam
persidangan PBB.

Waktu Belanda menduduki Yogyakarta, ia bersama-sama Presiden dan Wapres serta mentri-
mentri ditangkap dan diasingkan ke Sumatra. Bersama Sutan Sjahrir, awalnya diasingkan di
Brastagi kemudian dipindah ke Prapat dan akhirnya ke Bangka. Setelah pengakuan kedaulatan RI
ia tidak aktif lagi dalam pemerintahan. Tahun 1953, ia memberi kuliah agama Islam di Cornell
dan Princeton University di AS.

K.H. Agus Salim lebih meletakkan arti Islam sebagai pandangan hidup setiap muslim yang sadar
akan tugas dan kewajibannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya. Sebagai hasil
penyelidikannya atau ijtihad yang dipeloporinya, pandangannya terhadap berbagai masalah
agama bercorak tersendiri. Ia selalu berfikir tentang apa yang dilihatnya serta apa yang
dialaminya.

Ia diangkat menjadi Guru Besar pada Perguruan Tinggi Islam Negeri di Yogyakarta. Tugas itu
belum sempat dijalankannya, tanggal 4 Nopember 1954 K.H. Agus Salim meninggal dunia.
Berkat jasa-jasanya ia dianugerahi Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
 
Meski tidak sempat menjalankan tugas sebagai Guru Besar di PTIN, namun pengabdian K.H.Agus
Salim sungguh lengkap untuk negri ini. Bagaimana tidak? Ia berjuang di Serikat Islam, Jepang, RI
didirikan, Agresi Militer Belanda, emansipasi wanita hingga memberi kuliah saat Indonesia
sudah merdeka. Tidak aneh lagi kalau namanya kini menjadi banyak dijadikan nama jalan besar
di kota-kota besar di tanah air !!

                                                            

8   K.H. Abdul Wachid Hasyim


  

Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan
perumus Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asy’ari, pendiri NU, ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 1
Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada usia 38 tahun. Ayahanda
Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir
dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh kedua Pesantren
Tebuireng (1947 – 1950) ini, merupakan reformis dunia pendidikan pesantren dan pendidikan
Islam Indonesia. Ia dikenal juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN).

Pada tahun 1939, ia ikut berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Pada
24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah
organisasi menggantikan MIAI.
Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang aktif membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Tahun
1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah
kecelakaan mobil di Kota Cimahi tanggal 19 April 1953

      9 Mr. Muhammad Yamin


 
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia
menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu
Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman
penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati
pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang
intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima
konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di
Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di
Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan
sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya
merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia
mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga
tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang
dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat
bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H.
Kraemer dan Ds. Backer.
 
Muhammad Yamin dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Ia
menikah dengan Raden Ajeng Sundari Mertoatmadjo. Salah seorang anaknya yang dikenal, yaitu
Rahadijan Yamin. Ia meninggal dunia pada tanggal 17 Oktober 1962 di Jakarta. Di zaman
penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati
pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap
kesusastraan asing, khususnya kesusastraan Belanda.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tradisi sastra Belanda diserap Yamin sebagai seorang
intelektual sehingga ia tidak menyerap mentah-mentah apa yang didapatnya itu. Dia menerima
konsep sastra Barat, dan memadukannya dengan gagasan budaya yang nasionalis.

Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain, Hollands inlands School (HIS) di
Palembang, tercatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan
Pertanian di Cisarua, Bogor, Algemene Middelbare School (AMS) ‘Sekolah Menengah Umum’ di
Yogya, dan HIS di Jakarta. Yamin menempuh pendidikan di AMS setelah menyelesaikan
sekolahnya di Bogor yang dijalaninya selama lima tahun. Studi di AMS Yogya sebetulnya
merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS, ia
mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dalam waktu tiga
tahun saja ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut, suatu prestasi yang jarang
dicapai oleh otak manusia biasa. Dalam mempelajari bahasa Yunani, Yamin banyak mendapat
bantuan dari pastor-pastor di Seminari Yogya, sedangkan dalam bahasa Latin ia dibantu Prof. H.
Kraemer dan Ds. Backer.

Anda mungkin juga menyukai