6349 21928 1 PB
6349 21928 1 PB
DOI. 10.21580/ah.v3i2.6349
Copyright (c) 2020 Al-Hayat: Journal of Biology and Applied Biology
Abstract
Chili is one of the plants that’s planted Indonesian. Excessive use of chemical insecticides in chili planters
can cause damage to ecosystems for example reducing in biodiversity. This study aims to determine the
diversity and abundance of insects found in chili plants in Banguntapan, Bantul. Sampling uses indirect
capture, insect nets, yellow pan traps (YPT), and pitfalls. Insect nets were swung along vertically in chili
beds. 15 pieces of YPT and pitfalls were installed for each trap. Sampling was done 8 times in 2 months. The
results of this research showed that order that had most species was Hymenoptera (83 species), while the
least were Blattaria, Dermaptera, Diplura, Strepsiptera, and Trombidiformes, each 1 species. The order that
has the most abundance individuals was Diptera with 2939 individuals. The species that has the highest
abundance was Paratrechina longicornis (Hym: Formicidae) with 1071 individuals. The Shanon-Wiener
Index value obtained is 1.883621, which classified as medium diversity.
Keywords: Capsicum annuum, Diptera, Hymenoptera, Paratrechina longicornis, Shanon-Wiener
Abstrak
Cabai merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam oleh masyarakat di Indonesia karena
merupakan salah satu bahan masakan yang penting bagi mayoritas warga Indonesia. Persaingan yang
terjadi antara para pedagang cabai menyebabkan penanggulangan hama masih sangat bergantung
dengan insektisida kimia. Penggunaan insektisida kimia secara berlebihan dapat menyebakan rusaknya
ekosistem, salah satunya adalah berkurangnya keanekaragaman hayati. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan Serangga yang terdapat pada tanaman cabai di
Banguntapan, Bantul. Pengambilan sampel menggunakan penangkapan tidak langsung, yaitu dengan
jaring serangga, nampan kuning, dan pitfall. Jaring serangga diayunkan sepanjang bedengan tanaman
cabai secara vertical. Pemasangan nampan kuning dan pitfall dipasang sebanyak 15 buah untuk masing-
masing jebakan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 8x dalam 2 bulan, sehingga dalam seminggu
sekali dilakukan pengambilan sampel di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prdo yang memiliki
paling banyak spesies adalah Hymenoptera dengan 83 spesies, sedangkan yang paling sedikit adalah
Blattaria, Dermaptera, Diplura, Strepsiptera, dan Trombidiformes, masing-masing dengan 1 spesies. Ordo
yang memiliki kelimpahan individu paling banyak adalah Diptera dengan 2939 individu. Spesies yang
memiliki kelimpahan tertinggi adalah Paratrechina longicornis (Hym.: Formicidae) dengan 1071 individu.
Nilai Indeks Shanon-Wiener yang didapatkan sebesar 1,883621 yang tergolong keanekaragaman sedang.
PENDAHULUAN
85
metode dalam perawatan tanaman yang daerah terbuka sehingga serangga tertarik
masih sangat bergantung dengan produk terhadap warna kuningnya sedangkan pitfall
berbasis kimia adalah penanggulangan hama dipasang dengan cara dipendam dengan
(Wojciechowska et. al., 2016). Dampak dari mulut gelas sejajar dengan permukaan tanah.
pestisida kimia sangat besar, baik bagi Serangga yang didapat dari ketiga jebakan
lingkungan (Groner & Relyea, 2011) ataupun tersebut kemudian dicuci dengan akuades
manusia (Hidayah, 2017). Salah satu dampak dan dipindahkan ke dalam botol berisi
yang dapat ditimbulkan adalah berkurangnya alcohol 70% untuk kemudian diidentifikasi
keanekaragaman hayati, terutama Serangga lebih lanjut.
(Ndakidemi et. al., 2016). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menghitung dan Perhitungan analisis data yang
menginventarisasi serangga yang terdapat dilakukan adalah dengan menghitung Indeks
pada tanaman cabai, khususnya di Desa Keanekaragaman. Indeks Keanekaragaman
Wiyoro, Kecamatan Banguntapan, Bantul. yang digunakan adalah Indeks
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk Keanekaragaman Shannon-Wiener.
mengelompokkan serangga yang didapat Perhitungan Indeks Keanekaragaman
berdasarkan fungsi ekologisnya. Hipotesis dengan menggunakan rumus Shannon-
yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Wiener menurut Magurran (1998):
dengan masih seringnya penggunaan
insektisida berbahan dasar kimia pada petani H’ = -
sekitar, maka jenis serangga yang didapatkan
tidak terlalu banyak dan Indeks Shannon
Wiener yang didapat juga tidak akan tinggi. Keterangan : H’ = indeks
pi = proporsi spesies ke-i
dalam komunitas
METODE PENELITIAN
a = jumlah morfospesies
Penelitian ini dilaksanakan di kebun
Pengelompokan serangga berdasarkan
cabai Desa Wiyoro, Kecamatan Banguntapan,
fungsi ekologisnya dilakukan setelah proses
Bantul. Penelitian dimulai pada Bulan Mei
identifikasi dilaksanakan. Serangga yang
sampai dengan Juni 2019. Identifikasi sampel
sudah teridentifikasi kemudian ditelusuri
dilakukan di Laboratorium Terpadu Biologi,
fungsi ekologisnya berdasarkan literature,
Universitas Ahmad Dahlan.
baik berupa buku ataupun jurnal terkait.
Pengambilan sampel dengan metode
plot, dimana plot berukuran 1,5x1,5 m dan
tersebar secara acak di area pengambilam HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
sampel. Pada setiap plot dilakukan
penangkapan serangga dengan metode tidak Keanekaragaman Serangga pada
langsung yang berupa jaring serangga, Tanaman Cabai
nampan kuning, dan pitfall. Pemasangan
jebakan dilakukan pada pahi hari (pukul Nilai indeks keanekaragaman dan
07.00 WIB) dan diambil pada sore hari kemerataan serangga yang didapat
(pukul 15.30 WIB). Penggunaan jaring menunjukkan nilai Indek keanekaragaman
serangga diayunkan di sepanjang bedengan yang tergolong sedang. Kemerataan serangga
tanaman cabai sambil berjalan. Ayunan yang terdapat di lokasi penelitian sendiri
dilakukan secara vertical (atas dan bawah). tergolong cukup merata karena nilainya
Pada setiap plot diletakkan masing-masing 1 masih mendekati 1.00 (Tabel 1). Hasil
jebakan nampan kuning dan pitfall. Pada menunjukkan bahwa nilai Indeks Shannon-
kedua jebakan diisi oleh larutan detergen Wiener di pertanaman cabai sebesar 1.88 dan
dengan perbandingan air dan detergen 1:2. Nilai Indeks Simpson sebesar 0.78
Jebakan nampan kuning diletakkan pada
86
Tabel 1. Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) serangga pengunjung tanaman
cabai Capsicum annuum L. di Banguntapan, Bantul
Sampling H D
Sampling 1 1.410875 0.679
Sampling 2 2.16675 0.824
Sampling 3 2.219625 0.847
Sampling 4 2.158125 0.84025
Sampling 5 1.918875 0.768
Sampling 6 1.817714 0.782
Sampling 7 1.4275 0.733429
Sampling 8 1.9495 0.769875
RERATA 1.883621 0.780
87
90 86
Jumlah Individu
60
47
30
30 23
10
5 4 2
1 1 1
0
Ordo
Hasil yang terlihat memperlihatkan et. al., 2018). Sedangkan untuk Coleoptera
bahwa Hymenoptera merupakan ordo biasanya hanya melakukan penerbangan atau
serangga yang paling banyak ditemukan penjelajahan dalam radius yang dekat atau
spesiesnya, yaitu sebanyak 86 spesies. pendek saja (Irmler, 2010; Jensen et. al.,
Walaupun ditemukan paling banyak 2012). Hal ini yang memungkinkan
spesiesnya, akan tetapi Hymenoptera Hymenoptera ditemukan lebih banyak spesies
bukanlah ordo terbesar dalam kelas serangga, dibandingkan Coleoptera pada lokasi
melainkan Coleoptera (Borror et. al., 1996). penelitian.
Hal ini dapat disebabkan karena daya jelajah Walaupun Hymenoptera ditemukan
dari Hymenoptera lebih baik daripada paling banyak spesiesnya, akan tetapi untuk
Coleoptera (Forbes et. al., 2018). Hampir jumlah individu ordo yang ditemukan paling
semua anggota dari Hymenoptera merupakan melimpah jumlah individunya adalah Diptera
penjelajah aktif, baik penjelajah melalui aerial (Gambar 2)
maupun terrestrial (Silva et. al., 2014; Jaapar
.
3000 2939 2606
Jumlah Individu
2000
978
1000
317 350
2 6 100 23 4 87
0
Ordo
Hal ini mungkin dikarenakan Lain halnya dengan anggota dari Ordo Diptera
terdapat anggota dari Hymenoptera yang yang ditemukan tidak ada yang merupakan
perkembangannya merupakan serangga serangga dengan perkembangan soliter,
soliter. Pada Hymenoptera ditemukan adanya dimana satu induk dapat menelurkan lebih
parasitoid soliter dimana satu individu dari satu telur pada inangnya (Borror et. al.,
parasitoid hanya akan meletakkan satu telur 1996).
saja pada inangnya (Grissell & Schauff, 1990).
88
Fungsi Ekologi Serangga yang Ditemukan 3), sedangkan yang paling rendah adalah
Hasil dari penelitian ini mendapatkan polinator (26 ekor). Apabila dilihat dari
5 fungsi ekologi dari serangga yang jumlah spesies, fungsi yang paling banyak
ditemukan, yaitu herbivor, detritivor, ditemukan jumlah spesiesnya adalah
parasitoid, polinator dan predator. Jumlah parasitoid sebanyak 75 spesies, sedangkan
individu paling tinggi ditemukan pada fungsi paling sedikit adalah polinator dengan 4
detritivor yaitu sebanyak 2994 ekor (Gambar spesies.
Predator 1835
52
Pollinator 26
Fungsi ekologi
Parasitod 1123
75
Herbivor 2021
59
Detritivor 2994
45
∑ individu ∑ spesies
Gambar 3. Jumlah individu dan spesies dari masing-masing fungsi ekologi serangga yang ditemukan
Menurut Hadi dan Aminah (2012), tersebut (Jankielshon, 2018; Bellamy et. al.,
fungsi ekologi serangga yang didapatkan pada 2018).
suatu ekosistem biasanya hanya sedikit dan Fungsi ekologi lain yang memiliki
yang paling banyak ditemukan adalah peran jumlah tertinggi tapi dari julah spesies yang
serangga sebagai herbivor. Hal ini berbeda didapatkan adalah parasitoid, yaitu sebanyak
dengan hasil yang didapatkan pada penelitian 75 spesies. Walaupun memiliki jumlah spesies
ini dimana fungsi detritivor lebih tinggi paling banyak, akan tetapi dari jumlah
dibandingkan dengan herbivor. Hal ini individu masih kalah dengan jumlah individu
mungkin dikarenakan banyaknya material dari serangga detritivor dan herbivor. Hal ini
organik yang terdapat pada lokasi penelitian mungkin dikarenakan terdapat parasitoid
sehingga serangga detritivor dapat lebih baik yang bersifat soliter, sehingga satu individu
dan lebih cepat dalam berkembang biaknya. parasitoid hanya akan meletakkan satu telur
Akan tetapi apabila dilihat dari jumlah saja pada inangnya. Selain itu, terdapat juga
spesies, fungsi sebagai herbivor lebih tinggi fenomena autoparasitisme, superparasitisme,
dari pada detritivor. Menurut Borror et. al. dan hyperparasitisme pada parasitoid yang
(1996), serangga herbivor memiliki jumlah dapat menyebabkan menurunnya jumlah
speseis yang lebih banyak dibandingkan individu parasitoid pada suatu ekosistem
dengan spesies dari serangga detritivor. (Schooler et. al., 2011; Zang et. al., 2011).
Selain itu, banyaknya jenis tanaman yang Ketiga fenomena tersebut menyebabkan
tersedia di lokasi penelitian selain tanaman serangga parasitoid berkurang jumlah
utama (cabai rawit merah), seperti timun, individunya dikarenakan parasitisasi pada
kacang panjang, padi sawah dan gulma, akan parasitoid lain ataupun pada jenisnya sendiri,
menyebabkan semakin banyak juga spesies sehigga menimbulkan adanya kompetisi
dari serangga herbivor yang terdapat dalam untuk menggunakan inang sebagai sumber
lokasi penelitian. Akan tetapi walaupun daya kehidupan larva dari parasitoid tersebut
biasanya ditemuakn dalam jumlah sedikit, (Devescovi et. al., 2017; Abram et. al., 2019).
serangga detritivor memiliki peran penting Hal lain yang menyebabkan sedikitnya
dalam suatu ekosistem karena berkaitan parasitoid yang ditemukan mungkin
dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah dikarenakan banyaknya tanaman yang
sebagai penunjang kelangsungan hidup berbatasan langsung dengan tanaman cabai
tanaman yang terdapat dalam ekosistem pada lokasi penelitian. Banyaknya tanaman
89
Saran yang dapat diberikan adalah Devescovi, F., Bachmann, G. E., Nussenbaum,
perlu adanya penelitian pada musim yang A. L., Viscarret, M. M., Cladera, J. L., &
berbeda, sehingga dapat dilihat apakah Segura, D. F. (2017). Effects of
serangga yag ditemukan akan berbeda atau superparasitism on immature and adult
tidak. Selain itu, perlu adanya inventarisasi stages of Diachasmimorpha
penyakit yang ada sehingga dapat dilihat longicaudata Ashmead (Hymenoptera:
apakah serangga yang didapatkan merupakan Braconidae) reared on Ceratitis capitata
serangga penyebab penyakit yang terdapat Wiedemann (Diptera: Tephritidae).
pada lokasi penelitian. Bulletin of Entomological Research,
(April), 1–12.
https://doi.org/10.1017/S0007485317
UCAPAN TERIMAKASIH 00027X
Ucapan terimaksih penulis tujukan Djieto-Lordon, C., Heumou, C., Elono Azang, P.,
kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Alene, C., Ngueng, A., & Ngassam, P.
Masyarakat (LPPM) UAD yang telah (2014). Assessment of pest insects of
memberikan dana penelitian sehingga Capsicum annuum L.1753 (Solanaceae)
penelitia dapat melaksanakan penelitian ini. in a cultivation cycle in Yaoundé.
Penelitia juga mengucapkan terimakasih International Journal of Biological and
kepada Saudara Dolfinus yang telah Chemical Sciences, 8(2), 621.
membantu selama proses peneltiian di https://doi.org/10.4314/ijbcs.v8i2.20
lapangan.
Ekenma, J. A., Gregory, E. O., Felicia, E., Gerald,
N. A., Michael, U., & Chukwuemeka, E.
DAFTAR PUSTAKA (2018). A survey of the insect pests and
farmers practices in the cropping of
Abram, P. K., Brodeur, J., Urbaneja, A., & Tena, yellow pepper Capsicum annuum
A. (2018). Nonreproductive Effects of Linnaeus in Enugu State of Eastern
90
92