Disusun oleh:
Aditama Bagaskara
60800118036
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu. Tuhan yang senangtiasa membimbing hamba-hamba-Nya. Atas bantuan dan tuntunan-
Nya penyusunan makalah yang bertema “Laut dan Pesisir Indonesia” dapat diselesaikan.
Penyusun telah berusaha menampilkan makalah ini dalam kondisi yang terbaik dan setepat
mungkin, namun karena keterbatasan dan kelemahan sumber yang ada, pasti terbuka
kemungkinan kesalahan. Untuk itu penyusun mengharap masukan positif dari pembaca maupun
semua pihak untuk perbaikan makalah ini.
Dengan penuh kerendahan hati, penyusun mengucapkan banyak terima kasih yang tak
terhingga kepada semua pihak yang langsung maupun tidak langsung, turut ikut serta dan
memotivasi penyelesaian tugas ini. Alhamdulillah, semoga makalah ini membawa manfaat
untuk penulis dan pembaca. Amin.
Aditama Bagaskara
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Batas wilayah teritorial
laut 12 mil (19,3 km) dari garis pantai terluar kepulauan Indonesia saat air laut surut, dan
zona eksklusif (ZEE) 200 mil dari wilayah teritorial Indonesia. Wilayah lautnya meliputi
5,8 juta km2 atau 70% dari luas total teritorial indonesia. Berdasarkan data Kementerian
Dapertemen Dalam Negeri tahun 2010, indonesia memiliki 17.504 pulau. Sebanyak
7.870 pulau sudah memiliki nama dan 9.634 pulau belum memiliki nama. Dengan
luasnya laut tersebut, maka Indonesia sangat strategis akan keanekaragaman sumber
daya laut dan darat yang bisa dimanfaat kan oleh bangsa Indonesia terutama masyarakat
di wilayah pesisir. Kekayaan sumber daya itu meliputi sumber daya yang dapat
diperbaharui (ikan, rumput laut, kayu, dan hewan karang) sampai yang tidak dapat
diperbaharui termasuk bahan tambang dan mineral.
Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks
bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih
jauh lagi, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut
pandang perencanaan dan pengelolaan. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam
rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan
wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan
ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi
dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai
ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan
bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula,
maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola
secara berkelanjutan.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem
yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa
terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi “nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari
tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik
pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir
(Nurmalasari, 2001)
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana
melakukan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan yang berbasis
masyaraka. Disamping itu juga untuk mengetahui manfaat, masalah dan konsep
pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.
Penentuan batas wilayah pesisir dan laut tidak dapat disamakan antara ketentuan
dalam UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang PWP-PK dengan UNCLOS 1982. UU Nomor
27 Tahun 2007 berlaku pada batas wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut
sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis pantai, sedangkan UNCLOS 1982 tidak
menentukan batas wilayah pesisir maupun cara pengukurannya.
Karakteristik, pengertian dan batasan wilayah pesisir di setiap negara berbeda beda,
tergantung kondisi geografisnya. Pada umumnya karakteristik umum wilayah pesisir dan
laut adalah sebagai berikut :
G. Kesimpulan
Daerah pesisir memiliki daya tarik dan potensi ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu,
berbagai pihak berlomba-lomba untuk memanfaatkan dan mengelola daerah pesisir.
Maraknya aktivitas yang dilakukan menjadikan ekosistem pesisir rentan terhadap
kerusakan dan perusakan yang terjadi. Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor alam berupa bencana alam dan faktor antropogenik. Kerusakan yang
dilakukan akibat ulah manusia dapat bersumber dari darat maupun laut. Sumber
kerusakan yang berasal dari darat berupa limbah industri, limbah rumah tangga dan
limbah pertanian. Sedangkan kerusakan yang berasal dari laut berupa pengerukan
sedimen dan pembuangan material hasil pengerukan serta tumpahan minyak. Dampak
negatif yang ditimbulkan tidak hanya merugikan lingkungan dan biota yang ada tetapi
juga dapat membahayakan manusia itu sendiri. Penanggulangan atas permasalahan
pesisir yang terjadi perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan mitigasi,
kegiatan preventif/pencegahan dan kegiatan pemulihan.
DAFTAR PUSTAKA
CTC. 2016. Pengelolaan Kegiatan Pariwisata Bahari di Dalam Kawasan Konservasi perairan.
Modul Pelatihan Pariwisata Bahari Berkelanjutan. Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan,
Jakarta.
Nattasya, Gesha. “Energi Laut, Alternatif Penyedia Sumber Energi Terbarukan”. 17 Januari
2017. http://www.kompasiana.com/geshayuliani/energi-laut-alternatif-penyedia-sumber-
energi-terbarukan_551abf8681331137489de0e3