Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM

BERDARAH(DBD)

(Dosen Pengajar : Ns. Faisal Rizal, S.Kep, M.Kes)

DISUSUN OLEH:

NAMA: ERNA SARTIKA METALOBY

NIM: 119151716

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK) FAMIKA MAKASSAR


T.A 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A.    DEFINISI.

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian . Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus . Demam berdarah
dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus
dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai
timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian.

B.     ETIOLOGI.

1.      Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus.

2.      Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu


nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang
lainnya .

C.     PATOFISIOLOGI.

Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati. Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi
dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi,
sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti
bodi) yang tinggi.

Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :

1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator


anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin
dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya
plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
berakhir kematian.

2.  Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi


agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem
RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.

3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir


terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini
maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
Degradation Product (FDP).

D.    TANDA DAN GEJALA

1.      Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,
nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.

2.      Perdarahan.

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang
dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.

3.      Hepatomegali.

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.

4.      Renjatan (Syok).

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

E.     KLASIFIKASI.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4


golongan, yaitu :

1.      Derajat I.

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.

2.      Derajat II.

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti


petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

3.      Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt),  tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun,
(120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).

4.      Derajat IV.

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG.

1.      HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.

Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.

Nilai normal    :           - HB                =          L : 12,0 – 16,8 g/dl.

P : 11,0 – 15,5 g/dl.

-    PCV /Hm     =          L : 35 – 48 %.

P : 34 – 45 %.

2.      Trombosit menurun  100.000 / mm3.

Nilai normal    :  L   : 150.000 – 400.000/mm3.

P          : 150.000 – 430.000/mm3.

3.      Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.

Nilai normal    :   L/P      : 4.600 – 11.400/mm3.

4.      Waktu perdarahan memanjang.

Nilai normal    :  1 – 5 menit.

5.      Waktu protombin memanjang.

Nilai normal    :  10 – 14 detik.


G.    PENATALAKSANAAN.

1. Tirah baring atau istirahat baring.

2. Diet makan lunak.

3. 3.      Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis,
sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal
yang paling penting bagi penderita DHF.

4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan


cairan yang paling sering digunakan.

5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika
kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik


sebaiknya dari golongan asetaminopen.

7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-


tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

10.Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan
pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan
plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan
12  48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi
sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg,
kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi
darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan
yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan
Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum
yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan
melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan
apabila :

a.       Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga


mengancam terjadinya dehidrasi.

b.      Hematokrit yang cenderung mengikat.

H.    PENCEGAHAN.

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu


nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

1. Lingkungan.

2. Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain


dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia.

3. Biologis.

4. Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan


cupang).

5. Kimiawi.

 Pengendalian kimiawi antara lain :

 Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan


sampai batas waktu tertentu.

 Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti


gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN.

1. Identitas Klien.

2. Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak


dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan
terutama terjadi pada saat  musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan.

3. Keluhan Utama.

4. Panas atau demam.

5. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat penyakit sekarang.

Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan


kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit.

b.      Riwayat penyakit yang pernah diderita.


Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.

c.       Riwayat imunisasi.

Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya


komplikasi dapat dihindarkan.

d.      Riwayat gizi.

Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.

e.       Kondisi lingkungan.

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4.      Acitvity Daily Life (ADL)

1. 1)      Nutrisi                            : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.

2. 2)      Aktivitas                        : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi,


kepala,

3. ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.

4. 3)      Istirahat, tidur                :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala


dan nyeri.

5. 4)      Eliminasi                        :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai


anuria.

6. 5)      Personal hygiene            :  Meningkatnya ketergantungan kebutuhan


perawatan diri.

5.      Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba
klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop
(auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).

Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:

a.       Keadaan umum :

Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :

1) 1)      Grade I            : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,


tanda – tanda vital dan nadi lemah.

2) 2)      Grade II          : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada


perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,
kecil, dan tidak teratur.

3) 3)      Grade III         : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen,


nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.

4) 4)      Grade IV         : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak


teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin
berkeringat dan kulit tampak sianosis.

b. Kepala dan leher.

1) 1)      Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata,


lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.

2) 2)      Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor,


(kadang-kadang) sianosis.

3) 3)      Hidung   : Epitaksis

4) 4)      Tenggorokan                  : Hiperemia

5) 5)      Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang


daerah servikal posterior.
c.       Dada (Thorax).

Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.

Pada Stadium IV :

Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar.

Perkusi            : Suara paru pekak.

Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.

d.      Abdomen (Perut).

e.       Anus dan genetalia.

Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.

Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.

f.       Ekstrimitas atas dan bawah.

Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.

Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.

Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan

dan kaki.

6.      Pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :

a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).

b. Trambositopenia (≤100.000/ml).

c. Leukopenia.

d. Ig.D. dengue positif.


e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.

f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.

g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.

h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B.     DIAGNOSA.

Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang


dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :

1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme. Ditandai oleh :

a. Konvulsi.

b. Kulit kemerahan.

c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

d. Kejang.

e. Takikardi.

f. Takipnea.

g. Kulit terasa hangat.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

a. Perubahan status mental.

b. Penurunan tekanan darah.

c. Penurunan tekanan nadi.

d. Penurunan volume nadi.


e. Penurunan turgor kulit.

f. Penurunan turgor lidah.

g. Pengeluaran haluaran urine.

h. Penurunan pengisian vena.

i. Membrane mukosa kering.

j. Kulit kering.

k. Peningkatan hematokrit.

l. Peningkatan suhu tubuh.

m. Peningkatan frekuensi nadi.

n. Peningkatan konsentrasi urine.

o. Penurunan berat badan tiba-tiba.

p. Haus.

q. Kelemahan

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

a. Kram abdomen.

b. Nyeri abdomen.

c. Menghindari makanan.

d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.

e. Kerapuhan kapiler.

f. Diare.

g. Kehilangan rambut berlebihan.


h. Bising usus hiperaktif.

i. Kurang makanan.

j. Kurang informasi.

k. Kurang minat pada makanan.

l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.

m. Kesalahan konsepsi.

n. Kesalahan informasi.

4.      Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.

a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri,


pembengkakan kaki.

5.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber


informasi.

a. Perilaku hiperbola.

b. Ketidakakuratan mengikuti perintah.

c. Ketidakakuratan melakukan tes.

d. Perilaku tidak tepat.

e. Pengungkapan masalah.

C.     INTERVENSI.

Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan


keperawatan yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme.

Tujuan Rencana Rasional


  Mempertahankan a.       Ukur tanda-tanda a.       Suhu 38,90C-
suhu tubuh normal. vital (suhu). 41,10C menunjukkan
proses penyakit infeksi
  KH : b.      Berikan kompres akut.
hangat.
         Suhu tubuh b.      Kompres hangat
antara 36 – 370C. c.       Tingkatkan akan terjadi
intake cairan. perpindahan panas
         Membrane konduksi.
mukosa basah.
c.       Untuk mengganti
         Nyeri otot cairan tubuh yang
hilang. hilang akibat
evaporasi.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan Rencana Rasional


  Kebutuhan cairan a.       Observasi tanda- a.       Penurunan
terpenuhi. tanda vital paling sirkulasi darah dapat
sedikit setiap tiga jam. terjadi dari peningkatan
  KH : kehilangan cairan
b.      Observasi dan mengakibatkan hipotensi
         Mata tidak cata intake dan output. dan takikardia.
cekung.
c.       Timbang berat b.      Menunjukkan
         Membrane badan. status volume sirkulasi,
mukosa tetap lembab. terjadinya / perbaikan
d.      Monitor perpindahan cairan, dan
         Turgor kulit pemberian cairan respon terhadap terapi.
baik. melalui intravena
setiap jam. c.       Mengukur
keadekuatan
penggantian cairan
sesuai fungsi ginjal.

d.      Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Tujuan Rencana Rasional


  Kebutuhan nutrisi a.       Berikan makanan a.       Mengganti
adekuat. yang disertai dengan kehilangan vitamin
suplemen nutrisi untuk karena
  KH : meningkatkan kualitas malnutrisi/anemia.
intake nutrisi.
Berat badan stabil atau b.      Porsi lebih kecil
meningkat. b.      Anjurkan kepada dapat meningkatkan
orang tua untuk masukan.
memberikan makanan
dengan teknik porsi c.       Mengawasi
kecil tapi sering secara penurunan berat badan.
bertahap.
d.      Mulut yang bersih
c.       Timbang berat meningkatkan selera
badan setiap hari pada makan dan pemasukan
waktu yang sama dan oral.
dengan skala yang
sama. e.       Jelaskan
pentingnya intake
d.      Pertahankan nutrisi yang adekuat
kebersihan mulut klien. untuk penyembuhan
penyakit.
e.       Jelaskan
pentingnya intake
nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Tujuan Rencana Rasional


  Kebutuhan nutrisi a.       Berikan makanan a.       Mengganti
adekuat. yang disertai dengan kehilangan vitamin
suplemen nutrisi untuk karena
  KH : meningkatkan kualitas malnutrisi/anemia.
intake nutrisi.
Berat badan stabil atau b.      Porsi lebih kecil
meningkat. b.      Anjurkan kepada dapat meningkatkan
orang tua untuk masukan.
memberikan makanan
dengan teknik porsi c.       Mengawasi
kecil tapi sering secara penurunan berat badan.
bertahap.
d.      Mulut yang bersih
c.       Timbang berat meningkatkan selera
badan setiap hari pada makan dan pemasukan
waktu yang sama dan oral.
dengan skala yang
sama. e.       Jelaskan
pentingnya intake
d.      Pertahankan nutrisi yang adekuat
kebersihan mulut klien. untuk penyembuhan
penyakit.
e.       Jelaskan
pentingnya intake
nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.
D.    IMPLEMENTASI.

Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah


kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan.

1.      Tindakan Keperawatan Mandiri.

Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri


dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang,
mengompres hangat saat klien demam.

2.      Tindakan Keperawatan Kolaboratif.

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan
untuk mengatasi masalah klien.

E.     EVALUASI.

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap


tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi
terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada
hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu
kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan.

Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan
yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah
dengue sebagai berikut :

a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.

b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan


makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada
pasien terpenuhi.

e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.

f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok


hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.

g. Infeksi tidak terjadi.

h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari


perawat tentang proses penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai