Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KAPITA SELEKTA IMUNO-SEROLOGI

“mekanisme Penyakit demam berdarah dengue (DBD)”

OLEH:

Ni Putu Erlita Okandari P07134114037


Purnama Hardiyanti P07134114039
Rahma Iin Pratiwi P07134114040
Ria Rezeki P07134114041
Rohani Salmah P07134114042
Sawitri Nurfita Dewi P07134114043
Siti Aisyah P07134114044
Siti Maesyarah P07134114045
Tony Christian Nifu P07134114047
Vidiya Haerullisa P07134114048
Wayan Ayu Asmarawati P07134114049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI D.IV ANALIS KESEHATAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Mata
Kuliah Kapita Selekta Immuno-Serologi yang berjudul “Mekanisme Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD)”, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Dengan selesainya makalah ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Pancawati Ariami, S.Si., M.Ked.Trop., selaku dosen Mata
Kuliah Kapita Selekta Immuno-Serologi yang telah membimbing dan membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. 
Akhir kata penulis meminta maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam makalah
ini. Penulis pun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menjadi acuan untuk
dapat membuat makalah selanjutnya yang jauh lebih baik dari sekarang.
      

  Mataram, November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................3
A. Definisi Penyakit Tropis.................................................................................................3
B. Klasifikasi Penyakit Tropis............................................................................................3
C. Mekanisme Penularan dan Pemberantasannya...............................................................4
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................................7
A. Sejarah Penyakit Demam Berdarah Dengue..................................................................7
B. Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue...............................................................7
C. Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue............................................................8
D. Mekanisme Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue...........................................9
E. Imunitas Tubuh terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue....................................10
F. Pencegahan Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue........................................12
G. Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue di Masyarakat.......................................16
H. Pemecahan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue di Masyarakat....................17
BAB IV PENUTUP................................................................................................................19
A. Kesimpulan...................................................................................................................19
B. Saran.............................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tropis merupakan salah satu bentuk penyakit yang sering terjadi di daerah
beriklim tropis dan subtropis.Tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di semua
negara miskin dan berkembang, penyakit tropis ini dapat mewabah dengan cepat dan
menjadi salah satu faktor peningkat angka kematian.Untuk mengurangi angka kematian
tersebut, perlu adanya penanggulangan guna menekan penyebarluasan penyakit tropis
yang ternyata semakin lama semakin mewabah.
Menurut Dr dr Umar Zein, ada beberapa macam penyakit tropis yang sudah dikenal
sejak masa penjajahan Belanda, ratusan tahun lalu seperti penyakit cacar, polio, frambusia
(puru), malaria, kolera, tuberkulosis, kusta dan elefantiasis (kaki gajah). Kategori penyakit
tropis lainnya adalah malaria, demam berdarah, tifus, sepsis, hepatitis, dan TBC. Namun,
meski telah diteliti selama ratusan tahun, penyakit-penyakit tropis ini masih saja ditemui
dan berkembang di kelompok masyarakat tertentu seperti, di Indonesia. Berbagai
penelitian yang mengeluarkan dana yang tergolong besar yang dilakukan untuk mencari
cara penanggulangan dan pemberantasan penyakit tropis ini masih belum juga
menunjukkan hasil yang memuaskan karena penyakit-penyakit ini berhubungan erat
dengan pola hidup masyarakat itu sendiri .
Salah satu penyakit tropis di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat
dan penyebarannya semakin luas yaitu Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
“Dengue” dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Di Indonesia penyakit DBD masih
merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemik. Penyakit DBD
ini mempunyai perjalanan yang sangat penting dan sering menjadi fatal karena banyak
pasien yang meniggal akibat penanganan yang terlambat. Oleh karena itu, kami ingin
membuat makalah yang berjudul “Mekanisme Penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah dari penyakit Demam Berdarah Dengue?
2. Apa penyebab dari penyakit Demam Berdarah Dengue?
1
3. Bagaimana penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue?
4. Bagaimana mekanisme penularan penyakit Demam Berdarah Dengue?
5. Bagaimana imunitas tubuh terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue?
6. Bagaimana pencegahan dari penularan penyakit Demam Berdarah Dengue?
7. Apa masalah penyakit Demam Berdarah Dengue yang terjadi di masyarakat?
8. Bagaimana pemecahan masalah penyakit Demam Berdarah Dengue di masyarakat
tersebut?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Immuno-Serologi.
2. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang sejarah penyakit Demam Berdarah
Dengue.
3. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang penyebab penyakit Demam Berdarah
Dengue.
4. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang penyebaran penyakit Demam
Berdarah Dengue.
5. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang mekanisme penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
6. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang imunitas tubuh terhadap penyakit
Demam Berdarah Dengue.
7. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang pencegahan penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
8. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang masalah penyakit Demam Berdarah
Dengue di masyarakat.
9. Agar mahasiswa/ mahasiswi mengetahui tentang pemecahan masalah penyakit Demam
Berdarah Dengue di masyarakat.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini, yaitu sebagai media dalam menambah
pengetahuan pembaca, khususnya bagi mahasiswa tentang karakteristik penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Penyakit Tropis


Penyakit tropis merupakan penyakit yang sering terjadi pada wilayah tropis dan
subtropis yang umumnya berupa infeksi tetapi juga bisa berupa non infeksi. Menurut
WHO penyakit tropis mencakup semua penyakit yang terjadi semata-mata, atau terutama,
di daerah tropis. Dalam prakteknya, istilah ini sering diambil untuk mengacu pada
penyakit menular yang berkembang dalam panas, kondisi lembab, seperti malaria,
leishmaniasis, schistosomiasis, onchocerciasis, filariasis limfatik, penyakit Chagas,
trypanosomiasis Afrika, dan demam berdarah.
Istilah “penyakit tropis” meliputi semua penyakit menular dan non menular, serta
berbagai gangguan dan penyakit akibat kekurangan gizi atau kondisi lingkungan (seperti
panas, kelembaban, dan ketinggian), dimana hal ini dapat ditemui di daerah-daerah
geografis yang terletak di sekitar garis tropis (Boucher, 2012).
Penyakit tropik ini kurang lazim di daerah beriklim sedang, sebagian karena terjadinya
musim dingin, yang mengontrol populasi serangga dengan memaksa hibernasi. Serangga
seperti nyamuk dan lalat merupakan pembawa penyakit yang paling umum, atau vektor.
Serangga ini dapat membawa parasit, bakteri atau virus yang menular kepada manusia dan
hewan. Paling sering penyakit ditularkan oleh serangga dengan cara menggigit, yang
menyebabkan transmisi agen melalui pertukaran darah subkutan. Vaksin tidak tersedia
untuk salah satu penyakit yang tercantum di atas.

B. Klasifikasi Penyakit Tropis


Menurut Widoyono (2008), jenis penyakit Tropis dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Penyakit Infeksi oleh bakteri
Penyakit infeksi oleh bakteri ini diantaranya Tuberkulosis paru, Pertusis, Tetanus
Neonatorum, Demam Tifoid, Kusta, Pes, Antraks, Leptospirosis.
2. Penyakit Infeksi oleh Virus
Penyakit Infeksi oleh virus ini diantaranya Demam Berdarah Dengue, Chikungunya,
Campak, Hepatitis,Rabies, HIV-AIDS, Varisela, Flu Burung, SARS, Polio.
3. Penyakit Infeksi oleh Parasit
Penyakit Infeksi oleh parasit ini diantaranya Malaria, Penyakit Cacing, Filariasis.

3
C. Mekanisme Penularan dan Pemberantasannya
Penyakit-penyakit yang dapat menular itu terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi
antara agent, proses transmisi, host (penjamu) dan lingkungan.
1. Agent Infeksius
Sejumlah mikroorganisme menyebabkan terjadinya penyakit pada manusia. Infeksi
itu adalah masuk dan berkembangnya atau bermultiplikasinya sebuah agent yang
infeksius di dalam host (pejamu).
2. Transmisi
Ini adalah merupakan penghubung kedua yang terdapat di dalam rantai infeksi, yang
merupakan penyebaran dari sebuah agent infeksius melalui lingkungan atau manusia
yang lainnya. Transmisi dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Transmisi secara langsung merupakan pemindahan dari agent infeksius yang berasal
dari host yang terinfeksi atau reservoir ke suatu tempat masuk yang tepat, yang
mengakibatkan terjadinya infeksi pada manusia. Pemindahan ini dapat berupa kontak
langsung, seperti sentuhan, ciuman, atau hubungan kelamin, atau dengan penyebaran
secara langsung dari droplet, yaitu melalui bersin atau batuk-batuk. Transfusi darah dan
infeksi transplasental dari ibu kepada fetus mungkin merupakan transmisi penting yang
lain.
Transmisi secara tidak langsung mungkin adalah penularan melalui vehikel,
penularan melalui vektor atau penularan melalui udara. Penularan melalui vehikel itu
terjadi melalui material-material, misalkan saja adalah makan, pakaian, perlengkapan
tidur, dan alat –alat untuk memasak. Penularan melalui vektor terjadi bila agent dibawa
oleh seekor serangga atau binatang (vektor) lainnya kepada seorang host yang rentan;
agent tersebut melakukan multiplikasi atau tidak dalam vektor. Transmisi melalui udara
dalam jarak yang amat jauh sekali terjadi bila diseminasi dari doplet yang amat sedikit
itu mengenai sebuah titik masuk yang tepat, biasanya adalah saluran pernapasan.
Partikel-partikel debu juga dapat berperan dalam penularan melalui udara, sebagai
contoh adalah spora-spora jamur.
3. Host (Pejamu)
Host adalah hubungan ketiga yang terdapat di dalam rantai infeksi dan didefinisikan
sebagai orang atau binatang yang memberikan tempat yang cocok bagi suatu agent
yang infeksius untuk tumbuh dan memperbanyak diri dalam kondisi yang alamiah.

4
4. Lingkungan
Lingkungan memegang peranan yang amat penting dalam penyebaran penyakit-
penyakit menular. Sanitasi umum, temperatur, kondisi udara, dan kualitas air adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi seluruh tahap-tahap yang ada di dalam rantai infeksi.
Sebagai tambahan, faktor-faktor sosial-ekonomi, sebagai contoh adalah kepadatan
penduduk, kepadatan hunian, dan kemiskinan merupakan sesuatu yang amat penting.

Berikut ini merupakan upaya yang dapat dilakukan dalam penanggulangan wabah,
antara lain :
1. Penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk mengenal sifat-sifat
penyebabnya serta faktor yang dapat menimbulkan wabah.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk karantina.
3. Pencegahan dan pengebalan, yaitu tindakan yang dilakukan untuk memberikan
perlindungan kepada mereka yang belum sakit tetapi memiliki resiko terkena penyakit.
4. Pemusnahan penyebab penyakit, yaitu bibit penyakit yang dapat berupa bakteri, virus,
dan lain-lain.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
Beberapa strategi untuk mengendalikan penyakit tropis meliputi :
1. Pengeringan lahan basah untuk mengurangi populasi serangga dan vektor lainnya.
2. Aplikasi insektisida dan / atau penolak serangga) pada permukaan strategis seperti:
pakaian, kulit, bangunan, habitat serangga, dan kelambu.
3. Penggunaan kelambu tempat tidur atas (juga dikenal sebagai "kelambu") untuk
mengurangi penularan malam hari, karena spesies tertentu dari nyamuk tropis pakan
terutama di malam hari.
4. Penggunaan air sumur, dan / atau penyaringan air, filter air, atau air pengobatan dengan
tablet air untuk menghasilkan air minum bebas dari parasit.
5. Pengembangan dan penggunaan vaksin untuk mempromosikan kekebalan penyakit.
6. Farmakologis pra-pajanan (untuk mencegah penyakit sebelum pajanan terhadap
lingkungan dan / atau vektor).
7. Farmakologis profilaksis pasca pajanan (untuk mencegah penyakit setelah terpapar
lingkungan dan / atau vektor).
8. Terapi farmakologis (untuk mengobati penyakit setelah infeksi atau infestasi).

5
9. Membantu dengan pembangunan ekonomi di daerah endemik. Misalnya dengan
memberikan kredit mikro untuk memungkinkan investasi di bidang pertanian lebih
efisien dan produktif. Hal ini pada gilirannya dapat membantu subsisten pertanian
menjadi lebih menguntungkan, dan ini keuntungan dapat digunakan oleh penduduk
setempat untuk pencegahan penyakit dan pengobatan, dengan manfaat tambahan
mengurangi angka kemiskinan.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah Penyakit Demam Berdarah Dengue


Penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Manila (Philipina) pada
tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Menurut Perkiraan Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Center for Disease Control and Prevention),
Amerika Serikat bahwa setiap tahun diseluruh dunia terjadi 50 juta – 100 juta kasus
Demam Berdarah Dengue.
Sementara itu di Indonesia penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan
di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 kemudian menyebar ke seluruh provinsi di
Indonesia. Di kota Surabaya pada tahun 1968, tercatat sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24
orang diantanya meninggal dunia, dengan Angka Kematian (AK) menapai 41,3%.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue terbesar pertama kali terjadi di
Indonesia pada tahun 1998 dengan Incidence Rate (IR) sebesar 35,19/100.000 penduduk
dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2%.
DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia selama 47 tahun
terakhir. Sejak tahun 1968 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kabuaten/kota dari 2
provinsi dan 2 kota, menjadi 34 provinsi dan 436 (85%) kabupaten/kota pada tahun 2015.
Terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD dari tahun 1968 yaitu 58 kasus menjadi
126.675 kasus pada tahun 2015.

B. Penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue. Biasanya menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam
tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan
kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin
juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia
kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit
ini diperkirakan lebih kurang 7 hari.
Virus Dengue penyebab DBD ini termasuk kedalam grup B Arthropoda Borne Virus
(Arbovirosis) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat
serotipe, yaitu DEN 1 (Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944), DEN 2 (Dengue 2
diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944), DEN 3 (Dengue 3 diisolasi oleh Sather), DEN 4
7
(Dengue 3 diisolasi oleh Sather). Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya dan
dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan diberbagai
daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama
terjadinya KLB di Indonesia diikuti dengan DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. Itulah yeng
menyebabkan terdapat pasien demam berdarah dengan gejala yang sangat cepat dan berat,
tetapi terdapat juga pasien demam berdarah yang tampak segar bugar. Malah beberapa
orang tidak sadar bahwa dirinya pernah terinfeksi virus Dengue. DEN 3 juga merupakan
serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang
menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

C. Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue


Virus dengue berkembang pesat pada perang dunia ke- 2 dimana penyebaran nyamuk
terjadi secara masal bersama dengan pengiriman barang yang berperan dalam penyebaran
global DBD. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun
sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara diantaranya adalah
Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka
tertinggi kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah
melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada tahun
2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2.35 juta kasus di Amerika, dimana 37.687 khasus
merupakan DBD berat.
Penyebaran penyakit DBD dipengaruhi oleh penyebaran dari vektor penyakitnya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Penyebaran penyakit DBD ditentukan oleh beberapa faktor, di
antaranya:
1. Peningkatan kepadatan penduduk dengan urbanisasi yang tidak terkendali, ditambah
dengan tidak adanya sistem manajemen yang cukup untuk pengelolaan air, selokan dan
limbah, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya vektor Aedes Aegypti.
2. Peningkatan perjalanan dan transportasi antara masyarakat, negara, dan benua
menyebabkan pertukaran cepat strain virus Dengue.
3. Kurang baiknya pengawasan dan pengendalian sistem epidemiologi.
4. Peningkatan penggunaan produk non daur ulang membuat jumlah tempat
perkembangbiakan vektor Aedes Aegypti meningkat.
5. Perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.

8
D. Mekanisme Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue

Virus Dengue ditularkan ke manusia melalui perantara nyamuk Aedes


aegypti atau Aedes albopictus. Virus masuk ke dalam aliran darah melalui luka akibat
gigitan nyamuk. Infeksi virus Dengue tidak dapat menular antar manusia, melalui udara
bebas, ataupun melalui pertukaran cairan. Seseorang yang di dalam darahnya mengandung
virus dengue merupakan sumber penularan penyakit DBD. Virus dengue berada dalam
darah selama 4-7 hari (mulai 1-2 hari sebelum demam). Setelah masa inkubasi instrinsik
selama 3-14 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak
yang ditandai dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan
berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti nausea (mual-mual), muntah, dan rash
(ruam pada kulit). Di dalam tubuh, virus berinteraksi dengan trombosit sehingga jumlah
trombosit tubuh menurun. Virus juga menyebabkan permeabilitas (kemampuan dinding
pembuluh darah ditembus cairan) pembuluh darah meningkat sehingga sebagian
komponen cairan darah dan sel darah putih ke luar ke jaringan tubuh. Peristiwa tersebut
yang menyebabkan pada pemeriksaan darah ditemukan trombositopenia (penurunan
jumlah trombosit), leukopenia (penurunan jumlah sel darah putih), dan peningkatan
hemotokrit (peningkatan konsentrasi sel darah akibat berkurangnya cairan darah ke
jaringan). Akibat trombositopenia, penderita infeksi virus Dengue mengalami gangguan
pembekuan darah yang sering dapat kita jumpai sebagai bintik-bintik merah di kulit yang
disebut petekie. Penderita juga rentan mengalami perdarahan seperti gusi berdarah,
mimisan, dan perdarahan saluran cerna. Bila penderita DBD digigit oleh nyamuk penular
(Nyamuk Aedes betina) maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam
lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai
jaringan tubuh nyamuk, termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah
menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain

9
(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke
keturunannya melalui telur (transovarial). Oleh karena itu, nyamuk Aedes aegypti yang
telah menghisap virus Dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah ia akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak
membeku. Bersamaan dengan air liur tersebut virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain.

E. Imunitas Tubuh terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue


Infeksi virus dengue untuk pertama kali akan merangsang terbentuknya antibodi non-
netralisasi. Sesuai dengan namanya, antibodi tersebut tidak bersifat menetralkan replikasi
virus, tetapi justru memacu replikasi virus. Akibatnya terbentuk kompleks imun yang lebih
banyak pada infeksi sekunder oleh serotype lain. Hal itu yang menyebabkan manifestasi
klinis infeksi sekunder lebih berat dibanding infeksi primer.
Antibodi non-netralisasi yang terbentuk akan bersirkulasi bebas di darah atau
menempel di sel fagosit mononuklear yang merupakan tempat utama infeksi virus dengue.
Antibodi non-netralisasi yang menempel pada sel fagosit mononuklear berperan sebagai
reseptor dan generator replikasi virus. Kemudian virus dengue dengan mudah masuk dan
menginfeksi sel fagosit (mekanisme aferen). Selanjutnya virus bereplikasi di dalam sel
fagosit dan bersama sel fagosit yang telah terinfeksi akan menyebar ke organ lain seperti
hati, usus, limpa, dan sumsum tulang belakang (mekanisme eferen). Adanya sel fagosit
yang terinfeksi akan memicu respon dari sel imun lain sehingga muncul berbagai
manifestasi klinis \yang disebut sebagai mekanisme efektor.
Mekanisme efektor dimulai dengan aktivasi sel T helper (CD4), T sitotoksik (CD8),
dan sistem komplemen oleh sel fagosit yang terinfeksi. Th selanjutnya berdiferensiasi
menjadi Th1 dan Th2. Th1 akan melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin sedangkan Th2
melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsang monosit
melepaskan TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang makrofag
melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α, dan IFN-γ. Pada
jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi jalur komplemen sehingga
dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir
respon imun tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.

10
IL-1, TNF-α, dan IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul demam. IL-
1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ bekerja tidak
secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan IL-1. Bagaimana
mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan
hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina terminalis (OVLT). OVLT
terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan sekelompok saraf termosensitif
(cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke dalam OVLT melalui kapiler dan
merangsang sel memproduksi serta melepaskan PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat
memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang
terbentuk akan berdifusi ke dalam hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive
neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan thermostatic set point  yang
menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokontriksi) dan
memproduksi panas dengan menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain seperti
timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis albumin serta
transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF-α.
Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam
sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat
pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten, menghambat
replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi. Namun, bila
jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri
sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan somnolen.
IFN-γ, TNF-α dan protein komplemen yang aktif akan menyebabkan produksi sitokin
yang berlebihan yang mempengaruhi monosit, sel endotel, dan hepatosit, seperti produksi
abnormal autoantibodi pada platelet dan sel endotel. Autoantibodi yang dikenal dengan
sebutan NS1 dihasilkan oleh sel yang terinfeksi dan secara langsung dapat mengaktivasi
faktor komplemen. Antibodi yang dihasilkan tubuh selama infeksi virus DEN
menunjukkan adanya reaksi silang dengan anti NS1 dan sel endotel, hal ini dapat
menyebabkan sel endotel mengekspresikan nitric oxide ( NO ) dan mengalami apoptosis.
Terdapat dua macam antibodi sel endotel yaitu IgM dan IgG. IgM adalah antibodi
pertama yang terbentuk setelah stimulasi antigen, dan kehadiran IgG setelah respon awal
terhadap antigen diasosiasikan dengan memori imunologi. Hal ini menyebabkan mengapa
IgM lebih tinggi pada paparan pertama sementara IgG pada paparan kedua. Antibodi
11
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90
hari.

F. Pencegahan Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue


Vaksin untuk pencegahan terhadap infeksi virus dan obat untuk penyakit DB/DBD
belum ada dan masih dalam proses penelitian, sehingga pengendaliannya terutama
ditujukan untuk memutus rantai penularan, yaitu dengan pengendalian vektornya.
Beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program
pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu:
1. Manajemen lingkungan
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan
mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan
baik bila dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan
lembaga swadaya masyarakat melalui program kemitraan. Metode lingkungan untuk
pengendalian nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk
(PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil
samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah, seperti melakukan 4 M plus
seminggu sekali untuk pencegahan antara lain:
a. Menguras bak mandi/ penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b. Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
c. Mengubur kaleng – kaleng bekas, aki bekas dan barang – barang bekas di sekitar
rumah dan lain sebagainya.
d. Memantau semua wadah air yang mejadi sarang nyamuk.
Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik,
menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa,
menyemprot dengan insektisida. Menggunakan repellent , memasang obat nyamuk ,
memeriksa jentik berkala, dan lain- lain sesuai dengan kondisi setempat.

12
2. Pengendalian Biologis
Pengendalian secara Biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk
pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti
mampu mengendalikan populasi larva vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri,
predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop (Copepoda).
a. Predator
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah
didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik. Di
Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa digunakan
adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti
efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian larva DBD
adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian larva Aedes
aegypti, namun sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan
berkesinambungan.
Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu mengendalikan
larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini sebenarnya jenis
Crustacea dengan ukuran mikro. Jenis ini mampu makan larva vektor DBD dan
sudah diuji coba, antara lain Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti

13
dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga. Peran Copepoda
dalam pengendalian larva DD/DBD masih harus diuji coba lebih rinci di tingkat
operasional.
b. Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk
larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok bakteri.
Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh
larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS).
Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam
saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh
negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus
dilakukan secara berulang dan sampai sekarang masih harus disediakan oleh
pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena endotoksin berada di dalam spora
bakteri, bilamana spora telah berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.
3. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian
DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam pengendalian vektor DBD
bagaikan pisau bermata dua, artinya bisa menguntungkan sekaligus merugikan.
Insektisida kalau digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan cakupan
akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan dan organisme yang bukan sasaran.
Penggunaan insektisida dalam jangka tertentu akan menimbulkan resistensi vektor.
Data penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 di Jakarta dan Denpasar pada tahun
2009 yang dilakukan oleh Shinta dkk menunjukkan resistensi vektor terhadap
insektisida yang digunakan oleh program. Insektisida untuk pengendalian DD/DBD
harus digunakan dengan bijak dan merupakan senjata pamungkas.
Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan cara:
a. Pengasapan /fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion) berguna untuk
mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat – tempat penampungan air
seperti: gentong air , vas bunga , kolam , dan lain – lain.
4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan,
kesabaran, dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu,
14
kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang
melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 4 M
plus atau PSN dilingkungan mereka. Istilah tersebut sangat populer dan mungkin sudah
menjadi trade mark bagi program pengendalian DBD, namun karena masyarakat kita
sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya
sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya.
Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode
pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan.
Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin
dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait
seperti pendidikan, agama, LSM, dll. Program tersebut akan dapat mempunyai daya
ungkit dalam memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam
program pemberdayaan peran serta masyarakat.
Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan pengendalian, maka perlu
peningkatan dan pembenahan sistem surveilans penyakit dan vektor dari tingkat
Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat. Disamping kerjasama dan kemitraan
dengan lintas sektor terkait perlu dicari metode yang mempunyai daya ungkit
5. Perlindungan Individu
Untuk melindungi pribadi dari risiko penularan virus DBD dapat dilakukan secara
individu dengan menggunakan repellent, menggunakan pakaian yang mengurangi
gigitan nyamuk. Baju lengan panjang dan celana panjang bisa mengurangi kontak
dengan nyamuk meskipun sementara. Untuk mengurangi kontak dengan nyamuk di
dalam keluarga bisa memasang kelambu pada waktu tidur dan kasa anti nyamuk.
Insektisida rumah tangga seperti semprotan aerosol dan repellent: obat nyamuk
bakar, vaporize mats (VP), dan repellent oles anti nyamuk bisa digunakan oleh
individu. Pada 10 tahun terakhir dikembangkan kelambu berinsektisida atau dikenal
sebagai insecticide treated nets (ITNs) dan tirai berinsektisida yang mampu melindungi
gigitan nyamuk.
6. Peraturan Perundangan
Peraturan perundangan diperlukan untuk memberikan payung hukum dan
melindungi masyarakat dari risiko penulan DB/DBD. Seperi telah dipaparkan diatas
bahwa DBD termasuk salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, sehingga
pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan oleh sektor kesehatan. Seluruh negara
mempunyai undang-undang tentang pengawasan penyakit yang berpotensi wabah
15
seperti DBD dengan memberikan kewenangan kepada petugas kesehatan untuk
mengambil tindakan atau kebijakan untuk mengendalikannya. Dengan adanya
peraturan perundangan baik undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan
daerah, maka pemerintah, dunia usaha dan masyarakat wajib memelihara dan patuh.
Salah satu Negara yang mempunyai undang-undang dan peraturan tentang vektor DBD
adalah Singapura, yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga lingkungannya untuk
bebas dari investasi larva Aedes. Pemerintah DKI sudah mempunyai peraturan serupa,
namun penerapannya masi belum dapat dijalankan. Agar DKI dapat terbebas dari risiko
penularan DBD, maka perlu dilakukan sosialisasi peraturan daerah dan penyuluhan
tentang memelihara lingkungan yang bebas dari larva nyamuk secara bertahap. Hal ini
mengingat pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu seperti
diamanatkan dalam UUD 1945 dan dipertegas di dalam pasal 28 bahwa kesehatan
adalah hak asasi manusia dan dinyatakan juga bahwa setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat.

G. Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue di Masyarakat


Pasien DBD di Indramayu Terus Meningkat, 2 Orang Meninggal Dunia

INDRAMAYU - Memasuki musim penghujan masyarakat harus lebih berhati-hati dan


menjaga kebersihan karena nyamuk bisa berkembang dengan pesat. Salah satunya di
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD)
meningkat tajam. 
Dalam sebulan terakhir ini puluhan pasien DBD masuk ke Rumah Sakit Umum Daerah
Indramayu. Bahkan data dari Dinas Kesehatan mencatat 63 anak terserang DBD dan dua
warga meninggal dunia setelah menjalani perawatan akibat penyakit tersebut.
Berdasarkan pengamatan puluhan pasien nampak memadati ruang perawatan anak
RSUD Indramayu Jawa Barat, Kamis pagi (23/3/2017). Sebagian besar anak yang berasal
dari sejumlah daerah di Indramayu ini menderita penyakit DBD. 
Mayoritas pasien yang merupakan anak-anak usia 2 hingga 10 tahun ini umumnya
mengeluhkan demam dan panas tinggi serta terdapat bintik-bintik merah di
kulit. Peningkatan pasien yang terkena DBD setiap harinya terus bertambah umumnya
para pasien yang menjalani perawatan di RSUD Indramayu ini telah dirawat intensif sejak

16
dua sampai tiga hari terakhir. Mereka yang dibawa dalam keadaan panas tinggi mulai
membaik dengan infus dan obat yang terus diberikan dokter. 
Kepala Dinas Kesehatan Indramayu dr Deden mengimbau kepada masyarakat agar
lebih rutin membersihkan tempat tempat air maupun membuang barang yang tak terpakai.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah berkembangnya jentik nyamuk aedes aegypti.

H. Pemecahan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue di Masyarakat


Untuk mengatasi masalah penyebaran penyakit DBD maka diperlukan komitmen
khusus dari para pemangku kebijakan dari tingkat atas hingga tingkat bawah. Saat ini,
Kementerian Kesehatan telah mencanangkan program Program Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui cara 4M plus. Seperti yang telah diketahui, 3M terdiri dari
menguras, menutup, dan memanfaatkan kembali barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, serta melakukan pemantauan
semua wadah air yang mejadi sarang nyamuk. 
Adapun yang dimaksud dengan 4M plus adalah metode 4M yang disertai dengan
kegiatan pencegahan lainnya seperti menaburkan bubuk larvasida pada tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan kelambu saat tidur, menggunakan
obat nyamuk atau anti nyamuk, memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, mengatur
cahaya dan ventilasi dalam rumah, dan lain-lain. Selain 4M Plus, Kementerian Kesehatan
juga sudah mencanangkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk
menurunkan angka kejadian DBD di Indonesia.
Tingkat pengetahuan masyarakat yang kurang mengenai PSN menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program PSN.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu upaya untuk meningkatkan tingkat pengetahuan
masyarakat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
penyuluhan. Penyuluhan ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, baik secara masal
maupun secara individual dengan mendatangi rumah warga satu per satu. Upaya
penyuluhan ini dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan tingkat primer dengan melibatkan
kader kesehatan agar pelaksanaan penyuluhan menjadi lebih efektif.
Dalam meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencegah dan mengendalikan
penyakit DBD melalui program PSN, diperlukan kerjasama antara pemerintah daerah
dengan Dinas Kesehatan setempat dan sektor kesehatan primer, terutama puskesmas.
Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Provinsi perlu

17
menggalakkan pelaksanaan program PSN di daerahnya. Hal tersebut dapat didukung
dengan penyediaan sumber daya manusia (tenaga kesehatan), dana, sarana dan prasarana
yang memadai bagi pelaksanaan program PSN. 
Pelatihan tatalaksana kasus DBD untuk dokter dan tenaga kesehatan di puskesmas dan
rumah sakit juga perlu dilakukan. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat menyusun
kebijakan terkait upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD yang sesuai dengan
kondisi daerah dan masyarakatnya. Dengan adanya dukungan dari Pemerintah Daerah,
Dinas Kesehatan, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer serta adanya partisipasi aktif
dari masyarakat, diharapkan program PSN dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat
menurunkan angka kejadian DBD di Indonesia.

18
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Manila (Philipina) pada
tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai negara. Sementara itu di Indonesia
penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta
pada tahun 1968
2. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
3. Penyebaran penyakit DBD dipengaruhi oleh peningkatan kepadatan penduduk;
peningkatan perjalanan dan transportasi antara masyarakat, negara, dan benua; serta
perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.
4. Mekanisme penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu virus masuk ke
dalam aliran darah manusia dengan perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus
berada dalam darah selama 4-7 hari. Kemudian timbul gejala awal penyakit secara
mendadak. Jika penderita DBD digigit oleh nyamuk Aedes betina maka virus dalam
darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan memperbanyak dirinya,
kemudian siap untuk menularkan kepada orang lain.
5. Mekanisme sistem imun tubuh terhadap infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh antibodi
non-netralisasi, aktivasi sel T helper (CD4), T sitotoksik (CD8), dan sistem komplemen
oleh sel fagosit yang terinfeksi.
6. Pencegahan penularan penyakit DBD dapat dilakukan dengan manajemen lingkungan
(4 M plus seminggu sekali), pengendalian biologis (Predator dan Bakteri),
pengendalian kimiawi (fogging dan bubuk abate), partisipasi masyarakat, perlindungan
individu, serta dengan penerapan peraturan perundangan.
7. Masalah tentang penyakit Demam Berdarah Dengue yang sedang terjadi, yaitu Pasien
DBD di Indramayu Terus Meningkat, terdapat 2 Orang Meninggal Dunia hingga bulan
Maret 2017.
8. Pemecahan terhadap masalah penyakit Demam Berdarah Dengue di Indramayu
tersebut, meliputi diperlukan komitmen khusus dari para pemangku kebijakan dari
tingkat atas hingga tingkat bawah; mencanangkan program Program Pemberantasan

19
Sarang Nyamuk (PSN); melakukan penyuluhan-penyukuhan kepada masyarakat; serta
pelatihan tatalaksana kasus DBD untuk dokter dan tenaga kesehatan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada semua pihak baik itu dari
pemerintah maupun masyarakat agar sama-sama bekerja sama untuk memberantas
penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Diharapkan senantiasa menjaga
sanitasi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 4M plus agar terhindar dari virus
DBD.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Profil Kesehatan Kotamadia Surakarta tahun 2004. Dinas Kesehatan Kota
Surakarta.
Boucher, Hellen. 2012. Infection Disease Clinics of North America. Vol 26. No.2. [Online].
Tersedia :
https://books.google.co.id/books?
id=uhct2w91z5gC&pg=PT72&dq=tropical+disease&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepa
ge&q=tropical%20disease&f=false.
Darmowandowo, Widodo. 2004. “Demam Berdarah Dengue”. Artikel Ilmiah. http/www.
pmplp.depkes.go.id
Depkes RI. 1997. Profil Peran Serta masyarakat Dalam Pembangunan Kesehatan. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. 2000. Pedoman Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Depkes RI.
Effendy, N. 1995. “Perawatan Kesehatan Masyarakat”. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Notoatmojo. S .1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
http://belajardbd.blogspot.co.id/2016/10/sejarah-demam-berdarah-dengue-dbd_13.html
http://dee-kesehatan.blogspot.co.id/2013/08/demam-berdarah-sejarah-dan.html
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82597&val=970
https://www.kompasiana.com/faizazzahroh/59b11810a1a50a38da585bb6/demam-berdarah-
dengue-masalah-kesehatan-yang-tak-kunjung-padam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21504/Chapter
%20II.pdf;jsessionid=550D66609A90435AC76230ADDBA0E04B?sequence=4
http://sejarahkeperawatan.blogspot.co.id/2012/09/analisis-wabah-demam-berdarah-dengue-
dbd.html
https://daerah.sindonews.com/read/1190832/21/pasien-dbd-di-indramayu-terus-meningkat-2-
orang-meninggal-dunia-1490238361
http://tokoalkes.com/blog/mekanisme-penularan-demam-berdarah-dengue-dbd
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20dbd
%202016.pdf
https://maklahcwokvirgona13.blogspot.co.id/2017/06/makalah-penyakit-tropis.html
https://meetdoctor.com/mobile/article/vaksin-demam-berdarah-dengue-pertama-di-dunia
https://vardhani.wordpress.com/2010/06/16/respon-imun-terhadap-infeksi-virus-dengue-
patogenesis-dan-patofisiologi-dbd/
21
Luthvianny Firstya, 2013, Penyakit tropis, http://firstya.blogspot.com/2013/05/penyakit-
tropis.html
Widoyo, 2005, Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasannya,
Penerbit Erlangga.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga

22

Anda mungkin juga menyukai