Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya

promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan

kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya

kecamatan sehat (PERMENKES RI No. 75 Tahun 2014).

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dikembangkan

sejak tahun 1968 merupakan fasilitas kesehatan terdepan dan ujung

tombak penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar di tingkat

masyarakat. Puskesmas seharusnya menjadi salah satu kunci sukses

Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

(KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS, 2018).

Puskesmas juga wajib diakreditasi secara berkala paling sedikit 3

(tiga) tahun sekali. Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap

Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara

akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas


2

telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh

Menteri untuk meningkatkan kualitas pelayanan Puskesmas secara

berkesinambungan (PERMENKES RI No. 75 Tahun 2014).

Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan

peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan

terhadap sistem manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem

penyelenggaraan pelayanan dan program, serta penerapan manajemen

risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat

akreditasi (Permenkes Nomor 46 Tahun 2015).

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).

Puskesmas sebagai salah satu FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama) yang difungsikan sebagai gate-keeper dalam pelayanan

kesehatan. Puskesmas dituntut untuk memberikan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan yang paripurna, adil,

merata,berkualitas, dan memuaskan masyarakat. Untuk dapat

menghasilkan kinerja yang optimal dan berkualitas, serta dapat

memuaskan masyarakat, maka seluruh sumber daya yang ada sebagai

input dalam pelayanan harus dikelola secara baik menggunakan “ prinsip

manajemen, yang dimulai sejak saat perencanaan, penggerakan,


3

pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan penilaian untuk

menghasilkan output yang efektif dan efisien pada semua kegiatan di

puskesmas (Permenkes Nomor 46 Tahun 2015).

Kemenkes RI (2010) dalam A.A. Gde Muninjaya (2011), Kualitas

pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan

kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tapi

tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah

ditetapkan. Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek

yaitu pertama aspek teknis dari penyedia layanan kesehatan itu sendiri

dan kedua, aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan

yang terjadi antara pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan

kesehatan.

Kualitas pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar

pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di

rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta

diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan

sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan

pemerintah, serta masyarakat konsumen (Bustami, 2011).

Data sekunder Puskesmas Sulewana Kabupaten Poso Provinsi

Sulawesi Tengah menunjukan jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2018

sebanyak 6,306 pasien, dengan rata-rata jumlah kunjungan perbulan


4

sebanyak 525 pasien, dan Pada Tahun 2019 jumlah kunjungan rawat

jalan sebanyak 6,526 pasien dengan rata-rata kunjungan perbulan

sebanyak 543 pasien (SP2TP Puskesmas Sulewana)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan Puskesmas Sulewana

terkendala kurangnya tenaga kesehatan (dokter gigi dan bidan), untuk

saranan dan prasarana masih kurang memadai. Persediaan obat masih

terbatas sehingga mengharuskan pasien membeli obat di apotik (rekapan

kotak saran tahun 2019).

Proses pemberian pelayanan, maka terdapat beberapa dimensi

atau ukuran yang dapat dilihat. Ukuran-ukuran inilah yang kemudian

menjadi karakteristik dari Kualitas pelayanan. diperoleh lima dimensi

utama yaitu bukti fisik (tangible), daya tanggap (responsiveness),

kehandalan (reliability), jaminan (assurance), dan empati (empathy), yang

dikenal sebagai Service Quality (ServQual) (Bustami, 2011).

Dimensi kualitas pelayanan yang pertama adalah tangible.

Menurut Albarq (2013) tangible meliputi tampilan fisik pelayanan, seperti

fasilitas fisik, alat, atau perlengkapan dan juga penampilan pekerja.

Demikian juga menurut Sokachae (2014) bahwa tangible dapat dilihat dari

dimensi fisik, segala sesuatu yang dapat terlihat dimulai dari fasilitas,

perlengkapan dan karyawan.

Menurut Na dalam Eshetie et al (2016) Tangible terlihat dari

suasana dan tampilan umum dari fasilitas fisik, kamar, restoran, peralatan

komunikasi dan karyawan. Definisi tangible menurut Wang & Wang dalam
5

Felix (2017) adalah peralatan yang baru, fasilitas yang menarik,

penampilan professional, dan materi yang berkaitan dengan pelayanan.

Donkoh et al. (2012) termasuk dalam penampilan fisik dari

fasilitas, peralatan, personil dan material yang digunakan dalam

berkomunikasi dengan konsumen. Yang mana terdiri dari: kebersihan,

tempat, atmosfir, penampilan dari pelayanan dan lokasi. Dari teori yang

telah disampaikan maka dapat disimpulkan bahwa tangible adalah salah

satu faktor penilaian bagi konsumen yang didasarkan dari penampilan

fisik, baik fasilitas, peralatan, kebersihan dan petugas puskesmas.

Dimensi kualitas pelayanan yang kedua adalah responsiveness.

Berdasarkan Parasuraman dalam Yarimoglu (2014) responsiveness

adalah kesediaan dan kesiapan karyawan dalam memberikan pelayanan,

ketepatan waktu dan memberikan pelayanan dengan cepat. Demikian

juga menurut Albarq (2013) bahwa responsiveness merupakan kesediaan

untuk melayani pelanggan dengan cepat.

Sokachaee et al. (2014) mengartikan kemauan untuk berkontribusi

terhadap pelanggan, menunjukan kepekaan terhadap permintaan dan

keluhan pelanggan. Wang & Wang dalam Felix (2017) memiliki pengertian

responsiveness berhubungan dengan kesediaan untuk membantu dan

menanggapi permintaan pelanggan, pelayanan yang cepat, selalu

memberikan informasi kepada pelanggan jangka waktu untuk pelayanan.

Donkoh et al. (2012) juga mengatakan elemen-elemen dalam

responsiveness adalah kecepatan, kemauan untuk merespon, akurasi dan


6

kehandalan. Dapat diambil kesimpulan berdasarkan teori-teori yang ada

bahwa responsiveness adalah penilaian yang dimiliki karyawan dalam

memberikan tanggapan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh

pelanggan dengan sikap yang tepat, cepat dan sesuai dengan kebutuhan

atau permintaan.

Dimensi kualitas pelayanan yang ketiga adalah reliability.

Dikemukakan oleh Parasuraman et al. dalam Yarimoglu (2014) bahwa

“Realibilty is to perform the promised service dependably and accurately” ,

Demikian juga yang dikemukakan oleh Albarq (2013) reliability merupakan

kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang dijanjikan dengan sikap

yang akurat dan dapat diandalkan.

Wang & Wang dalam Felix (2017) menyatakan bahwa reliability

tercermin dari memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan tepat

waktu dan dapat menangani masalah dengan baik. Sedangkan Bharwana

et al. (2013) mengemukakan bahwa reliability merupakan kemampuan

dari suatu lembaga, organisasi atau karyawan dalam memberikan

pelayanan dengan cepat dan tepat. Menurut Donkoh et al. (2012)

reliability dapat di ukur dari kecepatan, keinginan untuk menanggapi,

ketepatan dan dapat di andalkan. Berdasarkan pada teori-teori tersebut,

disimpulkan bahwa reliability merupakan kemampuan untuk melakukan

pelayanan yang akurat sesuai dengan kondisi dan dapat diandalkan.

Dimensi kualitas pelayanan yang keempat adalah assurance,

yang dikemukakan oleh Parasuraman et al. dalam Yarimoglu (2014)


7

sebagai pengetahuan dan sopan-santun karyawan dan kemampuan untuk

membangun kepercayaan dan kepercayaan diri. Demikian juga pengertian

yang dikemukakan oleh Donkoh et al. (2012) bahwa "Assurance is defined

as an employee’s knowledge and awareness of other employees and their

talents to provide faith and confidence".

Wang & Wang dalam Felix (2017) mengemukakan bahwa

Assurance berarti pelanggan merasa aman dalam bertransaksi,

kesopanan karyawan yang konsisten dan kemampuan karyawan dalam

menjawab setiap pertanyaan pelanggan. Begitu juga pernyataan dari

Albarq (2013) bahwa assurance mencakup kompetensi, kesopanan,

kredibilitas dan keamanan, kesadaran dan kesopanan karyawan dan

kemampuan karyawan untuk membangun kepercayaan dan keyakinan

pelanggan. Demikian juga dikemukakan oleh Bharwana et al. (2013) yaitu

kesadaran akan kesopanan karyawan dan potensi mereka untuk

membangun kepercayaan diri juga pelanggan. Kesimpulan dari teori-teori

assurance adalah pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki karyawan

untuk membangun kepercayaan dan keyakinan dari pelanggan.

Dimensi kualitas pelayanan yang kelima adalah empathy.

Parasuraman dalam Sokachaee et al. (2014) menyatakan bahwa “ with

considering the spirit of individuals, treat in a special form , customers will

be satisfied that the organization understand them and they are important

for the organization”.


8

Wang & Wang dalam Felix (2017) empathy adalah mengenai

memberikan perhatian secara individual, melayani dengan peduli dan

mengerti kebutuhan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono dalam

Panjaitan et al (2016) empathy meliputi kemudahan dalam menjalin relasi,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan

individual para pelanggan.

Empathy dapat digambarkan dengan kepedulian dan memberikan

perhatian kepada konsumen secara individu merupakan pernyataan yang

diberikan oleh Donkoh et al. (2012). Dengan adanya teori-teori diatas,

dapat disimpulkan bahwa empathy merupakan kemampuan untuk

memberikan perhatian dan kepedulian secara individual terhadap

permasalahan yang dihadapi oleh pasien serta membantu dalam mencari

jalan keluar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi Meilana (2017)

menunjukan bahwa kualitas layanan yang terdiri dari bukti fisik,

kehandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati berpengaruh positif

terhadap kepuasan pasien.Variabel bebas yang memiliki pengaruh

terbesar yaitu kehandalan (X2) dengan nilai β = 0,264. Kontribusi variabel

kualitas layanan yang terdiri dari bukti fisik (X1), kehandalan (X2), daya

tanggap (X3), jaminan (X4) dan empati (X5) dalam mempengaruhi

variabel Y (Kepuasan pasien) sebesar 54,3%, sisanya dipengaruhi oleh

variabel lain.
9

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizqiana Adawiyah (2015)

menunjukan Kualitas pelayanan Puskesmas Sedan pada dimensi

Tangibles (-0,173) dan dimensi Reliability (-0,170) kurang memuaskan

sedangkan untuk dimensi responsiveness (0,125), dimensi Assurance

(0,210) dan dimensi empathy (0,050) sangat memuaskan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh DS Sinardi (2017)

menunjukan bahwa Kualitas pelayanan publik di Puskesmas Peneleh

secara keseluruhan kurang maksimal. Hal tersebut dikarenakan dari

kelima unsur kualitas pelayanan publik di Puskesmas Peneleh, terdapat

dua unsur yang kurang maksimal, yaitu pada unsur daya tanggap

(responsiveness) dan empati (empathy).

Terakreditasinya suatu puskesmas belum bisa menjamin bahwa

puskesmas tersebut tidak memiliki masalah dalam hal kualitas pelayanan

kesehatan. Belum ada bukti nyata yang bisa menunjukkan bahwa semua

puskesmas yang terakreditasi pasti memiliki kualitas pelayanan yang lebih

baik.

Berdasarkan Latar belakang di atas dan penelitian-penelitian lain

yang telah dilakukan sebelumnya, maka penulis tertarik melakukan

penelitian tentang “Pengaruh Dimensi Utama Pelayanan Terhadap

Kualitas Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Pasca Akreditasi Di

Puskesmas Sulewana Kabupaten Poso”


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka rumusan

masalah sebagai berikut.

1. Apakah ada pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

tangibles (bukti fisik) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso

2. Apakah ada pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

reliability (kehandalan) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso

3. Apakah ada pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

responsiveness (ketanggapan) antara persepsi dan harapan terhadap

kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di

puskesmas sulewana kabupaten poso

4. Apakah ada pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

assurance (jaminan) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso

5. Apakah ada pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

emphaty (perhatian) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso


11

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan antara

persepsi dan harapa terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat

jalan pasca akreditasi di puskesmas sulewana kabupaten poso

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

tangibles (bukti fisik) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso

b. Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

reliability (kehandalan) antara persepsi dan harapan terhadap

kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di

puskesmas sulewana kabupaten poso

c. Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

responsiveness (ketanggapan) antara persepsi dan harapan

terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi

di puskesmas sulewana kabupaten poso

d. Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

assurance (jaminan) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

pulewana kabupaten poso


12

e. Untuk mengetahui pengaruh dimensi utama pelayanan berdasarkan

emphaty (perhatian) antara persepsi dan harapan terhadap kualitas

pelayanan kesehatan rawat jalan pasca akreditasi di puskesmas

sulewana kabupaten poso.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan memberikan informasi atau masukan untuk

melanjutkan pengembangan penelitian tentang pengaruh dimensi

utama pelayanan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan

pasca akreditasi di puskesmas sulewana kabupaten poso.

2. Manfaat bagi Institusi

Dapat memberikan informasi dan masukan bagi puskesmas

terutama tentang kualitas pelayanan kesehatan rawat jalan pasca

akreditasi di puskesmas sulewana kabupaten poso.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam hal

pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan pengaruh


13

dimensi utama pelayanan terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat

jalan pasca akreditasi di puskesmas sulewana kabupaten poso.

Anda mungkin juga menyukai